Wednesday 28 November 2018

DAMPAK PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI PROVINSI LAMPUNG

Abstrak
Oleh:  Dr. Bovie Kawulusan., M.Si

Kesejahteraan masyarakat suatu wilayah selain dilihat dari kemajuan pembangunan di wilayah tersebut, juga dilihat dari keberhasilan wilayah lain disekitarnya. UNDP dan BPS telah menetapkan Standar minimal dan maksimal tentang variable sebagai ukuran keberhasilan pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) variable yaitu Pendidikan (Harapan Lama Sekolah/HLS dan Rata-rata Lama Sekolah/RLS), Kesehatan (Angka Harapan Hidup/AHH), dan Pendapatan/pengeluaran.
IPM Provinsi Lampung tahun 2016 terendah di Pulau Sumatera dan di tingkat nasional urutan ke-24. Melihat capaian IPM Provinsi Lampung tahun 2016 (67,65), maka disamping masih rendahnya indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks pendapatan/pengeluaran, maka secara tidak langsung yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dampak program kependudukan dan pembangunan keluarga terhadap capaian IPM tersebut, sedangkan metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa selaian index HLS, Index RLS, Indeks AHH dan Indeks Pengeluaran, ternyata variabel tidak langsung yaitu  demografi (Fertilitas, Mortalitas dan Mobilitas) serta variable pembangunan keluarga dalam hal ini capaian Keluarga Berencana berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan ekonomi. 
   
Keyword: Kependudukan, Pembangunan Keluarga, IPM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Hakikat   pembangunan   nasional   sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, dimana pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945, penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik  sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan  daya tampung lingkungan.
Mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas   penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan  dan  kehidupan  masyarakat  untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain dan dapat mempercepat terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
Mewujudkan pertumbuhan penduduk yang  seimbang dan keluarga berkualitas  dilakukan upaya  pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga,  penyiapan  dan  pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dalam UU No. 52 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Azas Dan Prinsip Perkembangan Kependudukan bertujuan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas dan persebaran penduduk dengan lingkungan hidup serta meningkatkan kualitas hidup keluarga agar timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan bathin dan ketika.
Dampak dari perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga tentunya akan menentukan kualitas pendidikan, kesehatan dan pendapatan bagi setiap individu, kelompok ataupun masyarakat secara keseluruhan yang berada disuatu wilayah/daerah, dan jika hal ini terwujud maka indeks pembangunan manusia akan nampak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indek/HDI merupakan salah satu ukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua Negara di dunia, dan digunakan untuk mengklasifikasi apakah suatu Negara dikategorikan maju, berkembang atau terbelakang.
Indikator IPM ini sangat penting sebagai upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk) dan dapat menentukan peringkat atau level pembangunan disuatu Negara/wilayah, dan IPM ini sebagai data strategis untuk mengukur keberhasilan kinerja pemerintah.
Di Indonesia IPM ini sebagai dataseet yang diperoleh dan  menjelaskan tentang variable yang menentukan keberhasilan pembangunan baik di perdesaan maupun di perkotaan. Di perdesaan maupun di perkotaan sangat berbeda dalam hal kemajuan pembangunan yang diakibatkan karena pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat.
Data IPM di Indonesia menunjukkan level keberhasilan pembangunan secara nasional tahun 2016 mencapai 70,16 dan Provinsi Lampung dengan IPM 67,65 berada  pada urutan ke 24 dari 34 provinsi di Indonesia, tertinggi DKI Jakarta (79,60), dan urutan terakhir dari 9 provinsi di Sumatera, tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Riau (73,99).
IPM Provinsi Lampung terendah dari provinsi-provinsi di pulau Sumatera, artinya pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Provinsi Lampung sudah pasti terendah dari provinsi-provinsi di Sumatera. Berdasarkan asumsi tersebut, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana dampak program kependudukaan dan pembangunan keluarga terhadap IPM di Provinsi Lampung.

1.2.       Tujuan
a.         Secara umum tujun penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh tidak langsung program kependudukan dan pembangunan keluarga terhadap IPM.
b.        Secara khusus: 1) untuk mengetahui dampak  langsung program kependudukan dan pembangunan keluarga terhadap kualitas pendidikan, kesehatan dan ekonomi; 2) untuk mengetahui pengaruh langsung kualitas pendidikan, kesehatan dan ekonomi terhadap IPM, dan 3) untuk mengetahui dampak tidak langsung program kependudukan dan pembangunan keluarga terhadap IPM.

1.3.       Manfaat
a.         Bagi pemerintah/lembaga sebagai bahan kajian dalam menyusun program kedepan dalam usaha meningkatkan indeks pembangunan manusia di Provinsi Lampung
b.        Bagi masyarakat/stakeholders sebagai bahan kajian untuk mengetahui dan dipahaminya IPM sebagai salah satu ukuran keberhasilan pembangunan diwilayahnya.

1.4.       Metodologi
Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:1) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif atau qualitative research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistic atau dengan cara kuantifikali lainnya.
Metode kualitatif ini merupakan salah satu metode penelitian yang  bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif melalui penelitian kualitatif untuk dapat menggali subjek, tentang apa yang dialami dalam kehidupan sehati-hari, dan dalam penelitian ini diharapkan selalu memusatkan perhatian kepada kenyataan atau kejadian dalam konteks yang diteliti dimana setiap kejadian merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan yang lain karena perbedaan konteks.
Sesuai dengan focus dari tulisan ini adalah dampak program kependudukan dan pembangunan keluarga, pendidikan, kesehatan dan pendapatan terhadap IPM, maka salah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui data dokumentasi, dimana dokumentasi  merupakan salah satu cara mengumpulkan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil data yang sudah ada, dan untuk mengumpulkan data sebagai sumber informasi adalah data dalam dokumen yang telah tersedia  dalam bentuk catatan-catatan sebagai data dan informasi utama.
Berdasarkan data dan informasi yang diperlukan tersebut, maka beberapa sumber yang digunakan sebagai bahan kajian dan analisis adalah dokumen yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang terkait dengan hasil survey tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta hasil-hasil kajian yang terkait dengan analisis kependudukan dan pembangunan keluarga termasuk keluarga berencana baik dari kajian mandiri maupun yang bersumber dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional baik dokumen internal maupun dokumen eksternal lembaga.
Pengolahan dan analisis data kualitatif secara umum dengan melakukan analisis dengan mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola baik dalam bentuk table maupun gambar/grafik kemudian dilakukan analisis dengan penafsiran sebagai suatu proses mengorganisasikan data dan analisis sehingga menemukan hasil kajian yang diharapkan.
Model analisis data kualitatif yang digunakan disini adalah analisis data yang dikembangkan oleh Miler ddan Huberman dalam Basrowi dan Suwandi (2008:209) yaitu analisis data dilakukan bersaman dengan proses pengumpulan data dengan analisis yang mencakup 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) penarikan kesimpulan.  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dalam melakukan analisis dalam metode penulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. dengan menggunakan sumber data yang tersedia sehuingga menghasilkan hasil analisis dalam bentuk tulisan atau laporan tentang dampak program kependudukan dan pembangunan keluarga terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Lampung.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.       Program Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Konsep demografi adalah suatu kata pindahan dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, demos yang artinya penduduk, dan graphein yang artinya menulis. Jadi menurut Mantra (1991:7) demografi menurut kata-kata asalnya tersebut berarti tulisan-tulisan atau karangan-karangan tentang penduduk suatu Negara. Menurut Philip M Hauser dan Dudley Duncan dalam Mantra (1991:7) demografi adalah mempelajari jumlah, persebaran territorial dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul karena natalitas, mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas social (perubahan status). Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk tersebut meliputi jumlah, penyebaran, dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah, dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Demografi bersifat analitis-matematis sehingga demografi sering disebut juga statistic penduduk.
Disamping demografi sering kita dengar tentang ilmu kependudukan  atau studi kependudukan  (population study) dimana studi kependudukan ni lebih luas dari demografi karena dalam memahami karakteristik penduduk di suau wilayah, factor-faktor non demografis  ikut menjadi pertimbangan seperti factor ekonomi dan social budaya, dan dalam kajian ini seperti pendidikan,  kesehatan dan pendapatan atau income percapita.
Masa sekarang ini hasil pembangunan data demografi sangat dibutuhkan dalam berbagai jenis perencanaan pembangunan seperti perencanaan pendiidikan dengan proyeksi penduduk usia sekolah, lama sekolah, sarana dan prasarana sekolah, dan fasilitas pendidikan yang diperlukan dalam bidang penduidikan kedepan. Disamping itu perencanaan pembangunan kesehatan juga memerlukan data dan informasi yang terkait dengan demografi seperti tingkat mortalitas (termasuk usia harapan hidup), dan mobilitas penduduk.
Pemerintah dalam era kabinet kerja dengan nawacitanya, serius sudah mulai memperhatikan dan melaksanakan perencanaan pembangunan khususnya pembangunan pendidikan, kesehatan dan ekonomi dengan memanfaatkan data dan informasi kependudukan tersebut. Menurut Mantra (1991:10) sejak 16 Agustus 1983 pemerintah terlah menyatakan bahwa “seluruh rencana pembangunan kita akan berhasil dengan lancer jika ditunjang/didukung oleh pencacahan masalah kependudukan  yang meliputi antara lain pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian, perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk, pendidikan dan masalah ekonomi serta lapangan kerja”.
Prinsip perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga dalam Undang Undang adalah kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan yang mengintegrasikan kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan social budaya, ekonomi dan lingkungan hidup; adanya partisipasi semua pihak dan bergotong royong, perlindungan dan pemberdayaan terhadp keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, kesamaan hak dan kewajiban antara pendatang dengan penduduk setempat, perlindungan terhadap budaya dan identitas penduduk local serta keadilan dan kesetaraan gender. Pembangunan keluarga bertujuan meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan bathin.
a.    Program Kependudukan
Kebijakan Pembangunan berwawasan kependudukan di Provinsi Lampung dilihat dari berbagai variable  baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung keberhasilan pembanguna terutama untuk mencapai visi pembangunan nasional “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” dan kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan mengacu kepada misi nasional ke 4 ”Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera”, dan juga tertuang dalam Nawacita ke 5 “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”.
Pembangunan berwawasan kependudukan meliputi pembangunan kependudukan, sebaran penduduk, administrasi dan informasi kependudukan, dan di Provinsi Lampung menekankan kepada ketercapaian target SDGs dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia, dimana variable yang penting adalah pendidikan, kesehatan dan tingkat pendapatan.
Mencapai keberhasilan IPM tersebut program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana sangat menentukan dimana semakin tinggi kualitas hidup manusia maka IPM akan semakin tinggi. Salah satu ukuran adalah keberhasilan pengendalian penduduk secara kuantitas dengan program keluarga berencana.
Penduduk
b.   Pembangunan Keluarga dan Keluarga Berencana
Undang-Undang nomor 52 Tahun 1999 menyatakan bahwa perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami, istri dan anak-anaknya atau ibu dan anaknya. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan  yang sehat. Mewujudkan penduduk yang berkualitas baik dalam aspek fisik dan non fisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat social, ketahanan, kemandirian, kecerdasan sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan manusia yang bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak
Mewujudkan penduduk yang berkualitas, maka pembangunan keluarga berencana sangat penting dimana Keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Secara spesifik keluarga berencana adalah usaha dalam  peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia kawin, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Konsep ini sebagai upaya untuk mengaplikasikan agar tercapai apa yang diharapkan pemerintah yaitu keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Perkembangan Kependudukan dan pembangunan keluarga  adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
Menurut Bovie (201:2) menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah tersebut tergambar dalam hasil atau kinerja lembaga dalam hal ini BKKBN Provinsi Lampung dimana angka partisipasi masyarakat untuk ber KB jumlahnya makin meningkat baik jumlah peserta KB Aktif maupun jumlah Peserta KB Baru. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk ber KB tersebut keberhasilannya juga dilihat dari kualitas alat kontrasepsi yang digunakan, artinya KIE untuk memberikan informasi tentang KB dan Alat kontrasepsi yang tepat untuk masyarakat harus selalu didengungkan baik di tingkat profinsi/kabupaten/kota yang jumlah penduduknya lebih tinggi di perdesaaan dibandingkan di perkotaan.
Implementasi pembangunan berwawasan penduduk dan keluarga berencana sudah cukup lama diperkenalkan oleh pemerintah dan bahkan oleh organisasi-organisasi sosial yang pekah terhadap perkembangan penduduk dan keluargaberencana, namun hingga saat ini hasilnya masih belum  dapat dicapai sesuai apa yang diharapkan. Berbagai kendala yang timbul baik yang bersifat konseptual, kelembagaan maupun ketersediaan data maupun informasi dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan penduduk dan keluarga.
Integrasi kependudukan dan keluarga dalammengembangkan pembangunan berwawasan kependudukan  dankeuarga tersebut menjadi semakin kuat  dengan didukung dengan kebijakan pemerintah sebagai landasan yang kuat untuk melaksanakan pembagunan kependudukan dan keluarga .
Proses pembangunan kependudukan didorong untuk mengatasi segala isu  dan permasalahan kependudukan dan keluarga, dan konsep pembangunan kependudukan dan keluarga ini bertujuan untuk menempatkan pembangunan kependudukan  dan penguatan fungsi-fungsi keluarga sebagai suatu nilai yang harus diwujudkan dalam proses pembangunan secara keseluruhan.
Pembangunan bukan saja dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat semata, melainkan  diharapkan juga dapat memberikan implikasi positif terhadap upaya pengendalian fertilitas, mortalitas, mobilitas dan perbaikan kualitas penduduk. Lebih dari itu, pelaksanaan programdan kegiatan pembangunan harus memiliki kontribusi positif terhadap penguatan peran dan fungsi keluarga.
Konsep pembangunan berwawasan kependudukan dan keluarga menempatkan aspek-aspek perubahan penduduk dan efektifitas fungsi keluarga sebagai variabelpenting dalampengambilan keputusan pembangunan. Variabel kependudukan dan keluarga memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan baik sebagai input maupun sebagai output dari pembangunan sosial ekonomi.
Konsep pembangunan kependudukan dan keluarga sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan, perhatian bagi perencana dan pengambil kebijakan pembangunan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah terhadap isu serta permasalahan pembangunan kependudukan dan keluarga masih belum maksimal, oleh karena itu terlihat bahwa banyak pelaksanaan program program pembangunan selama ini yang mengabaikan dampakya terhadap perubahan penduduk dan penguatan peran keluarga.
Variabel kependudukan dan keluarga masih memilkiki posisi yang marginal dalam perencanaan pembangunan terutama dalam mengintegrasikan variabel kependudukan dan keluarga dalam pembangunan secara umum sehingga ditemukan berbagai permasalahan atau kesulitan dalam pencapaian program pembangunan yang diharapkan.

2.2.       Pembangunan Pendidikan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi bagi setiap warga Negara, dan pasal 31 menyebutkan bahwa 1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; 2) setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; 3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-undang menegaskan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional.
Perubahan global yang terjadi merupakan revolusi global (globalusi) yang melahirkan suatu gaya hidup (a new life style) dimana karakteristiknya adalah kehidupan yang dilandasi penuh persaingan sehingga menuntut masyarakat dan organisasi yang ada di dalamnya untuk membenahi diri mengikuti perubahan-perubahan terjadi begitu cepat.
Perubahan-perubahan global tersebut memberikan tekanan kepada setiap organisasi, karena kalau organisasi masih bersifat status quo utuk tidak mengikuti perubahan dan menolak reformasi maka akan tertinggal dari arus perubahan tersebut. Reformasi yang menyeluruh yang diinginkan tersebut baik di bidang ekonomi, politik, social termasuk bidang pendidikan merupakan keharusan dimana tekanan tersebut melahirkan kata-kata kunci seperti produktivitas, efisiensi, competitive adge, dn berbagai macam peningkatan kinerja dan kualitas. Menurut Tilaar (2002:2) perubahan global meminta perubahan di dalam pengelolaan hidup masyarakat dan pasti perubahan di dalam visi dan strategi pendidikan dalam rangka mempersiapkan manusia-manusia Indonbesia untuk dapat memberikan jawaban terhadap tantangan dan peluang global.
Potensi pembangunan ekonomi salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM) dimana dlam sejarah Indonesia dikenal dengan sumber daya manusia terdidik dan berkualitas yang ikut membangun kehidupan suatu daerah baik di tingkat regional maupun nasional dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, agama dan lainnya. Kualitas sumber daya manusia terdidik tersebut bukan hanya menghiasi kehidupan nasional bahkan juga ditingkat internasional, oleh sebab itu potensi dan tradisi tersebut perlu diselenggarakan sehingga sumber daya manusia yang terdidik tersebut dapat mengisi dan bersaing antar daerah, regional, nasional dan bahkan internasional, dan menurut Tilaar (2002:58) mengatakan bahwa SDM tersebut sudah tentu sumber daya manusia terdidik, tersebut adalah manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan mempunyai kualitas yang tinggi. Secara historis SDM yng memiliki kualitas yang tinggi perlu dikembangkan baik melalui tingkat pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.
Investasi SDM dalam pengembangannya selalu berjangka panjang termasuk program-program jangka pendek dan menengah yang segera harus dilakukan dan investasi di dalam pengembangan SDM harus menunjang perkembangan ekonomi melalui kualitas pendidikan, dan menurut Tilaar (2002:60) adalah untuk membangun SDM berkualitas terdapat 3 (tiga) hl yang perlu disimak yaitu: 1) pengembangan SDM yang di dasarkan kepada sumber daya sejarah dan budya dari masyarakat; 2) kualitas SDM yang diperlukan; serta 3) pemberdayaan masyarakat, yang kesemuanya untuk membangun masyarakat madani yang makmur dan berkeadilan. Sumber daya sejarah dan budaya artinya suatu masyarakat hidup dalam masyarakat yang mempunyai budaya dan kesejarahannya dimana setiap anggota masyarakat memiliki identitas dan rasa kebanggaan sebagai anggota dari suatu masyarakat dengan sejarah dan budayanya sendiri. Kualitas sumber daya merupakan investasi yang diharapkan outputnya adalah seorang anggota masyarakat yang memiliki berbagai karakteristik seperti manusia yang berwatak, seseorang yang pinter dan intelegen, entrepreneur, dan watak yang kompetitif. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan SDM pada hakekatnya memberdayakan masyarakat agar mereka dapat berdiri sendiri dan mau mengubah nasipnya sendiri.
SDM yang berkualitas yang dihasilkan melalui proses pendidikan tentunya tidak terlepas dari variable kebijakan, kepemimpinan, iklim kerja, dan sumberdaya (SDM yang ekspert, sarana dan prasarana, ienformasi dan teknologi, serta ketersediaan biaya. Kebijakan yang terkait dengan kualitas pendidikan adalah peraturan peraturan yang disusun dan disetujui oleh pemerintah dan digunakan sebagai dasar dalam meningkatkan mutu pendidikan baik input, proses maupun output serta outcome dari hasil pendidikan.  Kepemimpinan dalam ranah kependidikan tentunya kepemimpinan yang memiliki komitmen untuk selalu berorientasi kepada kualitas pendidikan, sedangkan iklim kerja yang menyangkut administrasi pendidikan yang mengarah kepada lahirnya SDM yang berkualitas, dan tentunya tidak lepas dari sumber daya lainnya yaitu sarana dan prasarana pendidikan yang meliputi gedung sekolah serta sarana pendukung lainnya, kelengkapan informasi dan teknologi (IT) serta dukungan anggaran yang cukup untuk melahirkan kualitas SDM yang diharapkan.
Berbicara tentang SDM yang ekspert/Ahli di lingkungan sekolah, maka guru ataupun tenaga kependidikan sangat berperan dalam menciptakan SDM yang berkulitas, Karena ditangan guru inilah harapan dari masyarakat/orang tua untuk mampu mengarahkan dan menghasilkan SDM yang berkualitas. Guru adalah Aparatur Sipil Negara/ASN dan ASN dalam hal ini memiliki profesi  dan menurut UU No 5 Tahun 2014 Pasal 10 tentang fungsi tugas dan peran, dimana  fungsi ASN adalah sebagai pelaksana kebijakan public, pelayan public dan perekat pemersatu bangsa. Saat ini profesi guru sangat dihormati dan dibuktikan dengan adanya perhatian pemerintah yang menyangkut pengadaan tenaga pendidik/guru yang setiap tahun semakin meningkat dengan tujuan adalah untuk penempatan di daerah-daerah yang terisolir sekaligus untuk memeratakan kualitas pendidikan, termasuk perbaikan peningkatan pendapatan/imbalan guru melalui sertifikasi selain gaji. Hal ini dilakukan agar profesi guru harus dihormati dan memperoleh imbalan yang sesuai dengan profesionalismenya dan merupakan tenaga pendidik yang terbaik ketika seseorang memilih dan memasuki di lapangan pekerjaan sebagai profesi guru.
Menurut Ridwan (2017:5) bahwa tata kelola pendidikan harus mengacu kepada 7 (tujuh) elemen sistem pendidikan yaitu: sekolah yang kondusif, guru yang bersemangat, keterlibatan orang tua, warga yang peduli, industry yang suportif, organisasi profesi suportif dan pemerintah yang suportif.
Penerapan 7 (tujuh) elemen Tata kelola tersebut bisa terbangun keselarasan dan sinergitas peran antar unsur-unsur pendidikan baik yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran di sekolah, maupun yang tidak terlibat langsung di dlam suatu ekosistem pendidikan untuk mewujutkan pembangunan pendidikan yang diharapkan. 
Mewujudkan pembngunan pendidikan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimal yaitu SPM Pendidikan pada Pasal 5 Pertutn Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 mencakup SPM Daerah provinsi dan SPM Pendidikan abupaten/kota dengan jenis pelayanan dasar pada SPM daerah provinsi  meliputi pendidikan menengah dan pendidikan khusus, sedangkan jenis pelayanan dasar pada SPM pendidikan kabupaten/kota terdiri dari  pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan kesetaraan.
Penerima pelayanan dasar untuk setiap jenis pelayanan yaitu semua warga Negara  dengan ketentuan sebagai berikut:
a.         Usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 tahun (delapan belas) tahun untuk jenis pelayanan dasar menengah
b.        Usia 4 (empat) tahun sampai dengan 18 tahun untuk jenis pelayanan dasar pendidikan khusus
c.         Usia 5 (limaa) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk jenis pelayanan dasar pendidikan usia dini
d.        Usia 7 (tujuh) thun sampai dengan 15 (limabelas) tahun  untuk jenis pelayanan dasar pendidikan dasar, dan
e.         Usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun untuk jenis pelayanan dasar pendidikan kesetaraan.

2.3.       Pembangunan Kesehatan
Topik pembicaraan tentang kesehatan sangat luas terlebih kesehatan manusia dimana variable yang menentukan untuk sehat tidaknya seseorang dilihat dari lingkungan, genetic/keturunan, pelayanan kesehatan, dan prilaku individu/keluarga/masyarakat. Sehat merupakan keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis (UU 36 Tahun 2009).
Sehat fisik artinya  tidak ada kecacatan yang mengganggu fungsi-funfi tubuh dan atau fungsi-fungsi social seorang manusia; sehat mental dapat diukur dari mampu memahami diri dan lingkungan, mengambil kepuasan dan bertanggung jawab sesuai usianya, serta berprilaku yang sesuai etika, norma dn kultur budaya; Sehat spiritual diukur dari memahami diri dan tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, memahami sebagai individu sekaligus mahluk social; Sehat social diukur dari mampu berinteraksi dengan individu yang lain, mengambil peran social yang menumbuhkan modal social atau kebersamaan dalam suatu komunitas, berperan aktif dlam kegiatan social kemasyarakatan; Produktif diukur dari bukan hanya dikaitkan dengan aspek ekonomi tatapi juga aspek social kemasyarakatan.
Pembangunan bidang kesehatan seperti yang disebutkan di atas yang terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dapat diukur dari usia harapan hidup dimana semakin tinggi usia harapan hidup penduduk suatu wilayah atau daerah makan indeks pembangunan manusia akan semakin tinggi.
Angka harapan hidup menurut Mantra (1991:91) adalah angka harapan hidup pada suatu umur didefinisikan sebagai rata-rata tahun hidup yang masih dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tersebut dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Misalnya angka harapan hidup waktu lahir merupakan rata-rata tahun hidup akan dijalani oleh bayi yang baru lahir. Angka harapan hidup umur lima tahun berarti rata-rata tahun hidup pada masa yang akan datang dijalani oleh mereka yang telah mencapai usia/umur 5 tahun. Angka harapan hidup pada suatu umur merupakan indicator yang baik untuk menunjukkan tingkat social ekonomi secara umum. Indikator yang sering dipakai adalah angka harapan hidup waktu lahir dimana angka tersebut berkisar kurang dari 40 tahun pada Negara berkembang sampai dengan lebih dari 70 tahun pada Negara maju. Angka harapan hidup secara nasional pada tahun 2017 adalah 70,91 Tahun, dan di Provinsi Lampung sudah mencapai 68,30 Tahun (BPS:2017). Artinya peningkatan umur harapan hidup juga menunjukkan angka kematian sampai dengan tahun 2017 diasumsikan menurun. Kenaikan angka harapan hidup pada 70,90 tahun (2017) menunjukkan bahwa setiap periode tahun sebesar 1,14% per tahun selama  periode ini. Memahami usia harapan hidup ini juga tidak bisa diabaikan angka kematian bayi, karena perhitungan angka harapan hidup dilihat dari waktu baru lahirnya seorang bayi baik laki-laki maupun bayi perempuan. Perlu diketahui bahwa tingkat kematian bayi perempuan lebih rendah dari tingkat kematian bayi laki-laki sehingga dengan asumsi tersebut maka umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dari umur harapan hidup laki-laki.
Angka harapan hidup dapat dianggap sebagai indicator umum untuk tingkat hidup masyarakat, namun demikian dari sudut kesehatan, untuk meningkatkan angka harapan hidup harus diusahakan penurunan angka kematian umur spesifik. Apabila angka harapan hidup yang berbeda (misalnya dari 2 negara), maka perlu diteliti angka kematian spesifiknya, dan selanjutnya perlu diidentifikasi umur spesifik mana yang risiko matinya tinggi, sehingga dapat dilakukan penanggulangan dan secara khusus tingkat kematian bayi berpengaruh besar terhadap angka harapan hidup, terutama pengaruh terhadap angka harapan hidup waktu lahir.
Standar Pelayanan Minimal Kesehatan mencakup SPM kesehatan Daerah dan SPM Daerah Kabupaten/Kota, dengan jenis pelayanan dasar pada SPM: Pelayanan Dasar kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan pelayanan dasar kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian yang luar biasa provinsi. Jenis pelayanan dasar pada SPM kesehatan daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a.         Pelayanan kesehatan ibu hamil
b.        Pelayanan kesehatan ibu bersalin
c.         Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
d.        Pelayanan kesehatan balita
e.         Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
f.         Pelayanan kesehatan pada usia produktif
g.        Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
h.        Pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi
i.          Pelayanan kesehatan penderita diabetes mellitus
j.          Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
k.        Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkolosis, dan
l.              Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus) yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/preventif.
Mutu pelayanan dasar untuk setip jenis pelayanan dasar ditetapkan dalam standar teknis yang sekurang-kurangnya memuat: standr jumlah dn kualitas barang dan/atau jasa; standar jumlah dan kualitas personil/sumber dya manusia; dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
Penerima pelayanan dasar untuk setip jenis pelayanan dasar  adalah warga Negara dengan ketentuan:
a. Penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan atau berpotensi bencana provinsi untuk jenis pelayanan dasar kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi
b.    Penduduk pad kondisi kejadian luar biasa provinsi untuk jenis palayanan dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk pad kondisi kejadian luar biasa provinsi
c.         Ibu hamil untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehtan ibu hamil
d.        Ibu bersalin untuk jenis pelayanan dasar pelayann kesehatan ibu bersalin
e.         Bayi baru lahir untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan bayi baru lahir
f.             Balita untuk jenis pelayanan daar pelayanan kesehatan balita
g.        Usia pendidikan dasar untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan usia pendidikan dasar
h.        Usia produktif untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan usia produktif
i.          Usia lanjut untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan pada usia lanjut
j.     Penderita hipertensi untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan penderita hipertensi
k.   Penderita diabetes melitus untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan  pederita diabetes mellitus
l.       Orang dengan gangguan jiwa berat untuk jenis peayanan dasar pelayanan kesehtan orang dengan gangguan jiwa berat
m.      Orang yang terduga tuberculosis untuk jenis pelayanan kesehatan orang terduga tuberkolosis, dan
n.        Orang dengan risiko terinvensi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus) untuk jenis pelayanan dasar pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan day thn tubuh mnusia (Human Immunodeficiency Virus)

2.4.       Indeks Pembangunan Manusia
a.         Ekonomi
Peran ilmu pengetahuan dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi menarik perhatian para ahli/pakar ekonomi yaitu Peter F Drucker dalam Tilaar (2001:117) adalah lahirnya knowledge society dimana dalam masyarakat tersebut peran ilmu pengetahuan sangat menonjol dan ilmu pengetahuan bukan hanya menjadi salah satu sumber ekonomi bersama-sama dengan tenaga kerja, kapital, dan tanah tetapi telah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi utama. Alfin Toffler mempunya pendapat yang sama bahwa ilmu pengetahuan menjadi kunci dari powershift menggantikan money power and muccle dalam kehidupan modern. Para pakar ekonomi melihat betapa ilmu pengetahuan dan kemampuan pelayanan (service) akan menentukan kekuatan ekonomi dan produksi dan ini yang disebut knowledge-base intangible yaitu pengetahuan teknis “know how” desain produk, pemasaran, pengetahuan mengenai konsumer, kreatifitas dan inovasi.
Apabila disimak pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan maka akan ditemukan beberapa ciri yang disampaikan oleh Tilaar (2001:119) sebagai berikut:
1)      Kemakmuran diciptakan olehkemampuan untuk mengembangkan, mendistribusikan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan informasi.
2)      Semakin meningkatnya jumlah tenaga professional terdidik tentunya sejalan dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan yang bermutu, dan pusat-pusat pelatihan yang diselenggarakan bersama antara pendidikan tinggi, dunia industry dan masyarakat.
3)      Ekonomi mendorong memberi insentif dan penghargaan bagi lahirnya berbagai kegiatan usaha yang baru, dengan demikian memberikan lapangan kerja baru, mendorong kreativitas serta meningkatkan produktivitas dan menghindarkan monopoli dalam dunia usaha.
4)      Ilmu pengetahuan dan produktivitas mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai hasil dari ekonomi baru tersebut akan lahir cara-cara berkomunikasi, dn gaya hidup yang lebih baik; selanjutnya keinginan yang terus menerus untuk melakukan terobosan teknologi baru, dan sejalan dengan lahirnya internet dengan jaringan yang tidak terbatas.
5)      Perubahan kehidupan ekonomi terjadi perubahan pola pendidikan dan pola kerja. Pola sekuensial meliputi: pendidikan, pelatihan, bekerja, pensiun berubah menjadi pendidikan sepanjang hayat (PSH) dengan pola yang terintegrasi antara sekolah, pelatihan, bekerja, pension, pendidikan dan seterusnya.
Pertumbuhan ekonomi didukung oleh pertumbuhan  “research and development” (R&D)  dan pertumbuhan investasi modal manusia (Human Capital). Kecenderungan pertumbuhan ekonomi, secanggih apapun teknologi informasi dan apapun alasannya semua berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia-manusia sebagai human capital sebagai output dari pendidikan yang berkualitas.
Kualitas manusia yang diperlukan merupakan titik tolah dari dinamika ekonomi baru sebagai pemain-pemain atau subjek yang dapat menarik keuntungan dari perkembangan tersebut, dan kualitas masnusia yang diharapkan adalah kreativitas, produktivitas dan kompetitif. Ketiga kualitas manusia ini sebagai suatu kesatuan karena hanya dengan manusia yang kreatif yang akan dapat meningkatkan produktivitas, dan peningkatan kreativitas tentunya membutuhkan suatu system pendidikan dan pembelajaran yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan atau kompetensi kreativitas seseorang, dan kompetitif akan terlihat pada mutu suatu hasil produksi yang berkualitas dan meningkat.
b.        Kualitas Manusia
Pemikiran yang paling mendasar dalam menjabarkan kualitas  adalah bahwa setiap manusia diciptakan Tuhan dengan potensi  untuk berkualitas tanpa kecuali , termasuk mereka yang cacat, rentan  dan tertinggal dari kebanyakan orang lain, namun jenis, tingkat, dan potensi  dan kualitas berbeda-beda sesuai kodrat masing-masing . Prewujudan potensi ini dalam kehidupan nyata berlainan pada berbagai orang, karena perbedaan keadaan, kesempatan dan lingkungan yang dihadapi, sehingga kualitas yang akhirnya terealisasikannya tidak sama (Sofian Effendi, 1993:11).
Potensi setiap orang tersebut menyangkut berbagai jenis atau ragam kualitas, dan berbagai ciri kualitas terdapat pada setiap orang, diantaranya terdapat perangkat kualitas  yang umum pada diri semua manusia seperti kecerdasan, dan terdapat ciri khusus kualitas yang lebih khas yang ada pada orang-orang tertentu yang terkait dengan bidang profesi, kemampuan, serta bakat. Tingkatan kualitas setiap orang juga berbeda-beda antara berbagai orang dan kelompok seperti tingkatan atau kedudukan seseorang pada rentang suatu kualitas yang menentukan potensinya untuk berkiprah dan berperang dibidang atau profesi tertentu, walaupun setiap orang mempunyai kualitas kecerdasan tetapi ada yang terbatas pada tingkat minimal, yang dalam bidangnya sudah memadai untuk pekerjaan manual dan yang sederhana, tetapi ada pula yang pada tingkatan yang tinggi dan mempunyai penalaran yang lebih kuat, mampu mengolah pemikiran dan informasi yang lebih kompleks sesuai dengan bidang kiprahnya sehari-hari.
Jenis dan tingkat kualitas setiap orang dapat dikembangkan sesuai potensi dirinya, dan kewajiban pembangunan  adalah mengembangkan potensi ini secara optrimal agar setiap warga Negara dapat berperan, bermanfaat, dn diperlakukan sederajat, dan disini disadari bahwa perbedaan kemampuan fisik dn mental manusia sebagai mahluk yang mulia. Terpenting dalam pembangunan kualitas adalah pengembangan potensi dari setiap manusoia sehingga memungkinkan berkembang sebagai manusia yang utuh dalam batas-batas kemampuan masing-masing.  
 
c.       Indeks kualitas hidup fisik manusia (Pshyisical Quality Life Index/PQLI)
Menurut Sofian dkk (1993:64) Pembanguan manusia yang seutuhnya sampai sekarang ini sedang kita lakukan untuk pembangunan seluruh masyarakat dan PQLI sebagai tolok ukur atau indicator keberhasilan pembangunan dalam perspektif kritis evolusi perkembangan konsep pembagunan.
Keberhasilan Negara-negara berkembang terhadap PQLI (bidang pembangunan) yang selama ini terjadi ditandai dengan proporsi jumlah penduduk  berada di bawah standar minimum cakupan pangan, perumahan, sandang, kebebasan dari berbagai penyakit kronis. Sofian dkk (1993:65) mengemukakan bahwa logika dasar model pembangunan berwawasan produksi adalah logika produksi dimana tujuan utamanya adalah mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi melalui pembentukan organisasi-organisasi ekonomi dan birokrasi-birokrasi yang terpusat yang fungsi utamanya adalah untuk mengorgnisasi masyarakat menjadi satuan-satuan produksi yang efisien dan melalui pembentukan suatu system perdagangan dan finansial yang mengintegrasikan dengan semua bangsa-bangsa di dunia.  
Di bawah pengendalian ketat birokrasi pemerintah kecenderungan berkembang system-sistem pengelolaan dirancang untuk memaksimalkan tingkat pertumbuhan system sebagai keseluruhan. Model pembangunan berwawasan produksi melihat peningkatan dan kesejahteraan warga masyarakat sebgai syatu proses yang akan berjalan  dengan sendirinya sebagai fungsi dari peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Efendi (1993:67) menekankan bahwa keyakinan dengan asumsi bahwa melalui mekanisme tetesan kebawah (trickle down mechanism) peningkatan pendapatan dan kesejahteran akan merembes dari “pusat” ke “pinggiran”, dari sector “modern” ke sector “tradisional” dan di dalam setiap daerah  dan setiap sector  dari penduduk kaya pada lapisan social paling atas ke penduduk miskin pada lapisan social paling bawah.
Dengan dasar tersebut, terlihat bahwa investasi bagi pengembangan sumber daya mnusia sangat dipentingkan di dalam model pembangunan berwawasan produksi, perencanaan, dan pelaksanaannya secara rutin dilakukan lebih berdasarkan pertimbangan keuntungan produksi yang lebih besar bagi masyarakat sebagai keseluruhan dibandingkan dengan bentuk investasi yang lain, dari pada berdasarkan pertimbangn bahwa investasi tersebut secara langsung akan mengangkat martabat rakyat banyak   
d.   Inseks Pembangunan Manusia (IPM)
Perspektif Pembangunan (Harapan dan Tantangan); perspektif pembangunan 25 s.d 35 tahun kedepan yang menjadi suatu tahapan terkait dengan pembangunan berkelanjutan untuk mencapai IPM yang diinginkan. Tantangan dan peluang pembangunan tentunya berbicara tentang masa kini dan masa depan pembangunan yang harus mendapatkan perhatian baik yang berkiatan dengan tentangan terhadap pPancasila, perubahan social, struktur masyarakat, kesenjangan social serta berbagai problem yang relevan bagi pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perilaku konsumtif; Negara berkembang selalu mengalami perubahan social secara besar-besaran antara lain dalam pola konsumsi masyarakatyang cenderung berdampak politik, terutama karena munculnya polarisasi pola-pola konsumsi yang bertentangan secara tajam. Pola konsumsi masyarakat menjadi petunjuk yang kuat bagi perkembangan masyarakat. Teori pembangunan mengajarkan bahwa bangsa yang sudah berkembang dan mapan, berarti sudah melewati take off secara aman dan berciri mass consumption (Rostow, 1960 dalam Sofian Efendi at al (1993:541). Di negara-negara berkembang pembangunan ekonomi dan tingkat kesejahteraan social sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi kota-kota besar yang berfungsi sebagai pusat-pusat pembangunan ekonomi dan modernisasi masyarakat (Wiener, 1966) dalam Sofian Effendi at al (1993:541), oleh karena itu pola konsumsi masyarakat kota bukan sekedar berfungsi sebgai cermin kondisi sesuai kondisi ekonomi masyarakat yang bersangkutan, tetapi juga menjadi tenaga penggerak dari kehidupan ekonomi dan dinamika social masyarakat secara keseluruhan, dengan kata lain pola konsumsi masyarakat kota tidak saja merupakan hasil pembangunan ekonomi dan modernisasi masyarakat, tetapi sekaligus juga merupakan sumber penggerak pembangunan dan modernisasi.
Beberapa hasil penelitian yang perlu mendapat perhatian untuk dibuktikan adalah apakah pengaruh mediamasa yang merangsang konsumtif masyarakat, apakah konsumsi merupakan fungsi sikap konsumtif ataukah fungsi kondisi keuangan nyata masyarakat, apakah perilaku konsumtif masyarakat berkaitan dengan kebijakan pembangunan  (soaial ekonomi) masyarakat.
Pembangunan pada tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja, dan pada decade tersebut menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, dan pada tahun 1991 Bank Dunia menerbitkan laporan yang menegaskan bahwa tentangan utama pembangunan adalah memperbaiki kulitas kehidupan. Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbgai perubahan mendasar atas struktur social, sikapmasyarakat, dan institusi-institusi yang ada di dalamnya secara nasional. Konsep pembangunan manusia muncul untuk memperbaiki kelemahan konsep pertumbuhan ekonomi, karena selain memperhitungkan aspek pendapatan juga memperhitungkan aspek kesehatan dan pendidikan.
Manusia adalah kekayaan bangsa (human capital) yang sesungguhnya, dan pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan dan bukan hanya alat dari pembangunan. Tujuan utama dari pembangunan  adalah menciptakan lingungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur yang panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (United Nation Development Program (UNDP). UNDP mendefinisikan bahwa pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perubahan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choices of people).
Indeks Pembangunan Manusia atau   disini menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya, sehingga UNDP memperkenalkan IPM pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan  Human Development Report (HDH). IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar yaitu a) Umur panjang dan hidup sehat (a long and life healthy life); b) pengetahuan (knowladge); c) standar hidup layak (decent standard of living). IPM merupakan indicator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas manusia (masyarakat/penduduk), dan IPM dapat menentukan pringkat atau level pembangunan suatu wilayah/daerah/Negara.
Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu indicator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
UNDP pada tahun 2010 memperkenalkan perhitungan IPM dengan metode baru, dan tahun 2011 serta tahun 2014 dilakukan penyempurnaan metodologi yang disingkat IPM Metode Baru). Pada tahun 2010 UNDP merubah metodologi dimana komponen IPM yang digunakan adalah AMH (Angka Melek Huruf/AMH, Rata-rata Lama Sekolah/RLS, Pendapatan Nasional Bruto per-kapita/PNB serta Agregasi Indeks menggunakan rata-rata geometrik); kemudian pada tahun 2011 dilakukan penyempurnaan mengenai tahun dasar PNB per-kapita dari tahun 2008 menjadi tahun 2009, sehingga pada tahun 2014 hasil penyempurnaan dengan a) mengganti tahun dasar PNB per-kapita dari tahun 2005 menjadi 2011, dan b) merubah metode geometric menjadi rata-rata aritmatika. Suatu alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi perhitungan IPM adalah a) beberapa indicator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam perhitunga IPM dimana Angka Melek Huruf/AMH sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan, selain itu karena AMH disebagian besar daerah sudah tinggi sehingga tidak dapat lagi membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik, demikian juga dengan Produk Domestik Bruto/PDB per-kapita tidak dapat lagi menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. b) penggunaan rumus rata-rata aritmatika dalam perhitungan  IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi olah capaian tinggi dimensi lain. Indikator yang digunakan yaitu Angka Melek Huruf (AMH) pada metode lama diganti dengan angka Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Produk Domestik Bruto (PDB) per-kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per-kapita, dengan perhitungan dimana Metode agregasi dirubah dari rata-rata aritmatika menjadi rata-rata geometrik.
Menggunakan indicator yang lebih tepat dapat membedakan dengan baik (diskriminatif) yaitu dengan memasukkan rata-rata lama sekolah (RLS) dengan angka Harapan Lama Sekolah (HRS) bisa diperoleh gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi, juga menggantikan PDB kerena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Dengan menggunakan rata-rata geometric dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian suatu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian dimensi lain, artinya untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
Menggunakan metode untuk mengukur IPM baik dari tiga dimensi yaitu pendidikan, kesehatan dan Pengeluaran per-kapita dimana pendidikan berkaitan dengan Harapan Lama Sekolah/HLS dan Rata-rata Lama Sekolah/RLS, Kesehatan berkaitan dengan Harapan Hidup Saat Lahir, serta Pengeluaran Perkapita.
Menghitung Indeks Pendidikan  menggunakan rata-rata (Ipengetahuan)  dilihat dari rata-rata dari IHLS dan IRLS dengan rumus/persamaan sebagai berikut:





Dimana IHLS dan IRLS diperoleh dari rata-rata HLSmin dan HlSmaks, serta RLSmin dan RLSmaks dengan rumus/persamaan sebagai berikut:



Menghitung Indeks Kesehatan (Ikesehatan)  menggunakan rata-rata   dilihat dari rata-rata dari AHHmin dan AHHmak dengan rumus/persamaan sebagai berikut:




 Menghitung Indeks Pengeluaran (Ipendapatan)  menggunakan rata-rata dilihat dari rata-rata dari In-(pendapatanmin) dan In-(pendapatanmak) dengan rumus/persamaan sebagai berikut:

 

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas maka IPM dapat dihitung sebagai rata-rata geometric dari indeks pendidikan (Ipendidikan), indeks kesehatan (Ikesehatan), dan indeks pengeluaran (Ipengeluaran) dengan rumus/persamaan rata-rata ukur sebagai berikut:



Mengimplementasikan teori tersebut di atas, maka data/informasi yang tersedia  dan digunakan adalah: a) Angka Harapan Hidup saat lahir (Sensus Penduduk tahun 2010/SP2010, proyeksi penduduk; b) Angka Harapan Lama Sekolah/HLS dan  angka Rata-rata Lama Sekolah/RLS (Servei Sosial Ekonomi Nasional-Susenas); c) Pendapatan Nasional Bruto/PNB per-kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, sehingga diproyeksi dengan pengeluaran per-kapita disesuaiken dengan menggunakan data Susenas. Sedangkan untuk menentukan nilai minimum dan maksimum menggunakan standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan uluran rupiah. Penentuan Nilai Minimum dan Maksimum tersebut sesuai tabel berikut:

Tabel Indikator IPM (Minimum dan Maksimum)
Menurut UNDP dan BPS

No.
Indikator
Satuan
Manimum
Maksimum
UNDP
BPS
UNDP
BPS
1.
Harapan Lama Sekolah (HLS)
Tahun
0
0
18
18
2.
Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Tahun
0
0
15
15
3.
Angka Haran Hidup Saat Lahir (AHH)
Tahun
20
20
85
85
4.
Pengeluaran Per-kapita (disesuaikan)
Tahun
100 (PPP US)
1.007.436* (Rp)
107.721 (PPP US)
26.572.352** (Rp)
Sumber: BPS (2017)

Variabel IPM yang digunakan tersebut menjelaskan beberapa definisi sebagai berikut:
Angka Harapan Hidup saat lahir (Life Expectation/eo) didefisikan sebagai rata rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir; Angka Harapan Hidip /AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat dimana AHH dihitung dari hasil proyeksi tahun 2010 (SP).
Variabel Rata-rata Lama Sekolah/RLS (Mean Year of Schooling/MYS didefinisikan sebagai jumlah tahun yang diguakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal, dan diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun, juga cakupan penduduk yang dihirung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS dihitung usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir, dan pada perhitungan RLS usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standar internasional yang digunakan oleh UNDP.
Variabel Harapan Lama Sekolah/HLS (Expected Years of Schooling/EYS di definisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang, dan HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan system pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 (tujuh) tahun ke atas karena mangikuti kebijakan pemerintah program wajib belajar, dan untuk mengkoordinir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, dimana HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren, dan sumber data pesantren diperoleh dari Direktorat Pendidikan Islam
Variabel pengeluaran per-kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran perkapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per-kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level kabupaten/kota. dimana rata-rata pengeluaran per-kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012+100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan 30 merupakan komoditas non-makanan dan metode perhitungannya menggunakan metode Rao.
Klasifikasi Pembangunan Manusia bertujuan untuk mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama dalam hal pembangunan manusia, dan capaian Indeks Pembangunan Manusia diklasifikasilan atau dikelompokkan sebagai ukuran capaian IPM menjadi 4 (empat kategori) yaitu:

No.
Klasifikasi / Kelompok
Capaian IPM
4.
Sangat Tinggi
IPM ≥ 80
3.
Tinggi
70 ≤ IPM < 80
2.
Sedang
60 ≤ IPM < 70
1.
Rendah
IPM < 60
                                    Sumber: BPS (2017)

Mengukur Percepatan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan ukuran pertumbuhan IPM per-tahun, Pertumbuhan IPM menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian sebelumnya, yaitu semakin tinggi nilai pertumbuhan, maka semakin cepat IPM suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimal, dan untuk mengukurnya dapat digunakan rumus/persamaan sbb:
 



Keterangan:
IPMt              : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPMt-1            : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)



BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1.     Analisis
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat antar wilayah/daerah di Indonesia sampai saat ini semakin terasa persaingannya, karena munculnya kreativitas dan inovasi dari pemerintah daerah dalam meningkatkan produktivitas masyarakatnya dengan memberikan pelayanan public yang prima, serta memberikan solusi efektif terhadap permasalahan yang timbul di daerah. Menurut Ridwan (2017:119) pembangunan kuaitas Sumber Daya Manusia dengan penyelenggaraan system pendidikan yang baik merupakan merupkan kunci, dan prasyarat meningkatkan daya saing daerah.
a.         Harapan Lama Sekolah
Melihat grafik di bawah ini menunjukkan bahwa Harapan Lama Sekolah masih sesuai dengan standar BPS dan UNDP adalah 18 (delapan belas) tahun dan Provinsi Lampung masih berkisar antara 11 tahun s.d 14,27 tahun atau rata-rata 12,35 tahun, dengan demikian maka untuk mencapai Harapan Lama Sekolah tersebut masih perlu kerja keras terutama dalam memotivasi masyarakat kita untuk meningkatkan lama sekolah mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota sampai pada  tingkat provinsi. 




b.      Rata-Rata Lama Sekolah
Lama sekolah di Provinsi Lampung antara 6 s.d 12 tahun rata-rata sebesar 7,71 tahun yang menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah ini masih jauh dari harapan yang di sepakati oleh UNDP dan BPS yaitu 15 (lima belas) tahun, artinya diperkirakan untuk mencapai rata-rata lama sekolah sesuai dengan kesepakatan UNDP dan BPS masih memerlukan waktu yang cukup lama.

Rata-Rata Lama Sekolah


 


Melihat data Harapan Lama Sekolah dengan Rata-rata Lama Sekolah yang telah dicapai seperti grafik tersebut di atas, maka untuk mencapai kesepakatan yang ditentukan oleh UNDP dan BPS maka perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh kebijakan pemerintah yang terkait dengan standar pelayanan minimal yang tertuang dalam PP No. 2 Tahun 2018 tentang SPM di sector pendidikan.

c.       Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup yng telah di capai di Provinsi Lampung antara 60 s.d 71 tahun atau rata-rata  menunjukkan angka 68,30 tahun,  artinya Angka Harapan Hidup masyarakat di Provinsi Lampung masih jauh dari kesepakatan UNDP dan BPS yaitu sebesar 85 (delapan puluh lima) tahun, meskipun telah jauh dari batas minimalnya adalah 20 tahun, namun demikian usaha pemerintah dalam mencapai angka harapan hidup yang disepakati UNDP dan BPS telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan.

Angka Harapan Hidup


                                   

e.       Pengeluaran Per-kapita
Ridwan (2017:119) menjelaskan bahwa lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera dan Jawa merupakan suatu keunggulan komparatif daerah ini, dan sebagai wilayah penghubung antara pulau Sumatera dan Jawa tentunya Lampung tidak ingin warganya hanya sekedar penonton  atau korban dari meningkatnya dinamika ekonomi regional dan nasional, namun Lampung harus bisa menjadi pemin utama dalam konstelasi perekonomian regional dan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pengeluaran perkapita masyarakat Provinsi Lampung antara 7 juta rupiah s.d 11 juta rupiah atau rata-rata mencapai Rp. 9.156.000,- dan tertinggal jauh dengan harapan secara nasional seperti yang diharapkan oleh UNDP dan BPS yaitu  Rp. 26.572.352,- padahal untuk menghitung kontribusi dari variable pendapatan per-kapita untuk IPM menggunakan standar Nasional baik standar minimal maupun maksimalnya.  Mencapai angka pengeluaran per-kapita yang disepakati oleh UNDP dan BPS yaitu sebesat Rp. 26.572.352,-, Pemerintah Provinsi Lampung harus bekerja keras untuk mencapai angka tersebut karena cukup jauh untuk mencapai angka tersebut.
Salah satu strategi untuk mencapai angka tersebut, pemerintah Provinsi Lampung harus mampu membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat/tenaga kerja yang tersedia sebagai upaya pemberdayaan bonus demografi yang telah terjadi sejak tahun 2014 yang lalu, juga sesuai dengan penetapan Gubernur tentang Lampung Kompeten, artinya ketersediaan tenaga kerja yang memiliki kompetansi yang dibina oleh pemerintah sebagai upaya pemberdayaan keberhasilan Program kependudukan dan pembangunan keluarga khususnya keluarga berencana (bonus demografi), dengan demikian maka diharapkan dengan adanya lapangan pekerjaan dan diisi oleh tenaga kerja yang kompeten akan berdampak kepada peningkatan pendapatan/pengeluaran untuk menunjang tingkat kesejahteraan yang tercermin pada meningkatnya IPM pada tahun-tahun mendatang.



f.          Program kependudukan dan pembangunan keluarga
Salah satu yang menunjang Angka harapan hidup meningkat adalah program kependudukan dimana kualitas hidup semakin meningkat dari segi kesehatan artinya ketika angka kematian bayi semakin kecil diharapkan angka harapan hidup akan semakin tinggi, demikian juga menurunya angka kelahiran, menurunya angka kematian serta migrasi atau mobilitas penduduk yang terkendali akan berdampak kepada meningkatnya IPM melalui variable kesehatan, pendidikan dan pendapatan masyarakat.
Selain program kependudukan dengan variable kelahiran, kematian dan mobilitas yang terkendali tersebut, maka pembangunan keluarga “Keluarga Berencana” adalah usaha mengendalikan angka kelahiran tersebut dengan peningkatan kualitas alat/obat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor serta pelayanannya yang excellent oleh petugas medis dan petugas administrasi agar para akseptor merasa aman dan nyaman dalam menjalankan fungsi keluarga di masyarakat. Keberhasilan keluarga berencana terlihat dari menurunya angka pertumbuhan penduduk kualitas kesehatan meningkat, tingkat pendidikan meningkat serta pendapatan meningkat juga akan berdampak terhadap IPM yang meningkat.
Program kependudukan dan pembangunan keluarga tidak langsung mempengaruhi IPM, namun dengan adanya program kependudukan dan pembangunan keluarga, maka tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan akan meningkat dan secara langsung akan berdampak terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dimasa depan.

Capaian program kependudukan Provinsi Lampung s.d tahun 2017 Angka Fertilitas Total  sebesar 2,4; Mortalias dalam hal ini IMR 40,85, dan Mobilitas, sedangkan capaian pembangunan keluarga dalam hal ini Keluarga Berencana adalah capaian keberlangsungan Peserta (KB Aktif) dengan alat/obat kontrasepsi jangka panjang yang digunakan (96,31). Khusus mobilitas, perkiraan migrasi tahun 2018 diperoleh dari r eksponensial 2010-2015 dimana migrasi masuk -0,291% dan migrasi keluar -0,161% per tahun, sehingga data migrasi keluar lebih tinggi dari migrasi masuk ke Provinsi Lampung

g.      Pencapaian IPM
Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa tahun 2016, Indeks Pembangunan Manusia yang di Provinsi Lampung mencapai 67,65 yang artinya termasuk pada kelompok/klasifikasi “Sedang” yaitu antara 60 ≤ IPM < 70 sesuai dengan standar UNDP dan BPS. Angka 67,65 tersebut sebagai dampak dari Rata-rata indeks pengetahuan yang terdiri dari Indeks Harapan Lama Sekolah/IHLS, Rata-Rata Lama Sekolah IRLS, Indeks Kesehatan yaitu Rata-rata Angka Harapan Hidup/IAHH , dan Pengeluaran Per-kapita (Nasional)  




h.      Capaian Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhannya.

IPM Provinsi Lampung tahun 2010 s.d 2016 sebagai berikut:

Provinsi
I P M
2010
2011
2012
2013
2014
2016
Lampung
63,71
64,20
64,87
65,66
66,00
67,65
Pertumbuhan (%)*






2010-2011
0,77




2011-2012

1,04



2012-2013


1,28


2013-2014



0,52

2014-2016




2,50
2010-2016
6,18

Sumber: BPS, 2017., Tinjauan Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2012-2017; *) Hasil Perhitungan

Berdasarkan persamaan rumus tersebut (UNDP/BPS), maka rata-rata partum buhan  IPM di Provinsi Lampung pada periode 2010 s.d 2016 menunjukkan adanya peningkatan, dan secara total periode 2010-2016 sebesar 6,18%. Suatu catatan menarik adalah periode 2013-2014 menurun menjadi 0,52%, dan penurunan tersebut perlu dilakukan kajian mendalam mengapa turun s.d 76 point dari periode tahun 2012-2013.

3.2.  Pembahasan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 12 bahwa urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketrentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta sosial, dan Pasal 31 ayat 2 huruf b, yang dimaksud dengan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah peningkatan indeks pembangunan manusia yang ditandai dengan peningkatan kesehatan, pendidikan dan pendapatan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, maka keberhasilan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia lebih tinggi dari yang dicapai saat ini, maka salah satu strategi pemerintah dengan melaksanakan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimal untuk sector pendidikan dan sector kesehatan disamping beberapa sector lainnya seperti social, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, Ketrentramn, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka SPM tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal, namun terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal dan khusus pendidikan dan kesehatan.
Standar pelayanan minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan yang berhak diperoleh setiap warga Negara; dan pelayanan dasar adalah pelayanan public untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Negara; jenis pelayanan dasar adalah jenis pelayanan dalam rangka penyediaan barang, jasa  kebutuhan dasar yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara minimal, serta mutu pelayanan dasar adalah kualitas dan kuantitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar serta pemenuhan secara minimal dalam pelayanan dasar sesuai standar teknis agar hidup secara layak.
Ketika SPM baik di bidang kesehatan dan pendidikan dilaksanakan dengan baik, maka pembangunan bidang kesehatan dan pendidikan akan meningkat dan ditandai dengan meningkatnya angka Harapan Lama Sekolah/HLS dan Rata-Rata Lama Sekolah/RLS.
Ketersediaan lapangan pekerjaan baik oleh pemerintah maupun oleh sector swasta/mandiri yang diisi dan ditangani oleh tenaga tenaga trampil yang memiliki kompetensi akan berdampak kepada peningkatan pendapatan yang tergambar pada Peningkatan Perkapita Nasional.
Program kependudukan dan pembangunan keluarga termasuk keluarga berencana secara tidak langsung berdampak kepada IPM, tetapi keberhasilan program kependudukan dan pembangunan keluarga akan secara langsung berdampak kepada peningkatan kualitas pendidikan yang ditandai dengan Harapan Lama Sekolah/HLS dan Rata-rata Lama Sekolah/RLS; peningkatan kualitas kesehatan yang ditandai dengan Angka Harapan Hidup/AHH; serta peningkatan dalam bidang ekonomi yaitu peningkatan pendapatan per-kapita yang ditandai dengan besarnya rata-rata pengeluaran per-kapita dan secara langsung berdampak pada Indeks Pembangunan Manusia/IPM.


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

4.1.     Kesimpulan
a.    Program kependudukan dan pembangunan keluarga (Keluarga Berencana) tidak berdampak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia, namun sangat penting dalam meningkatkan indeks pendidikan, kesehatan dan ekonomi karena IPM Provinsi Lampung 67,65 berada pada Klasifikasi/kelompok “Sedang” dengan capaian antara 60 ≤ IPM < 70
b.    Kualitas pendidikan dalam hal ini: Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), meningkatnya kualitas kesehatan yang ditandai dengan Angka Harapan Hidup (AHH) yang berdampak langsung terdadap IPM
c.    Peningkatan ekonomi yang ditandai dengan Pendapatan/Pengeluaran Perkapita Nasional (PPN)  sebagai variable yang memberikan dampak langsung terdadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
d.   Ekonomi pendidikan dan ekonomi kesehatan belum tersentuh sebagai dampak dari program kependudukan dan pembangunan keluarga.

4.2.     Rekomendasi
Sebagai rekomendasi dari hasil analisis tersebut di atas, maka perlu dilakukan strategi untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah:
a.       Program kependudukan dan pembangunan keluarga lebih spesifik dalam menangani capaian dalam pengendalian terkait dengan variable demografi, peningkatan kesejahteraan keluarga dengan kualitas pelayanan keluarga berencana termasuk alat/obat kontrasepsi
b.      Bekerja bersama antar lembaga dan stakeholder terkait dalam meningkatkan IPM untuk sector pendidikan, kesehatan dan ekonomi baik pemerintah maupun swasta yang diawali dengan peningkatan kualitas SDM melalui program kependudukan dan pembangunan keluarga.
c.       Program Kependudukan dan Pembangunan Kel (KB) lebih dibudayakan di lingkup Pendidikan dan kesehatan (Lembaga, Guru, Murid/siswa/mhs/tenaga medis) serta stakeholder yg terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan dan ekonomi SDM
d.      Memprogramkan, Menyusun, menyepakati, mensosialisasikan, mengaktualisasikan serta mengevaluasi konsep ekonomi pendidikan dan ekonomi kesehatan untuk memotivasi semua pihak/stakeholder (pemerintah, swasta serta masyarakat) terkait dengan variabel dan sub variabel yang berdampak terdahap IPM


Daftar Pustaka

Basrowi & Suwandi, 2008., Memahami Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta:Jakarta

Bovie, 2018., Analisis Kebijakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan Tingkat Provinsi/Kab/Kota Di Provinsi Lampung, BPSDM:Lampung

Bovie, 2018., Analisis dampak Kependudukan Di Provinsi Lampung, BPSDM:Lampung

Ida Bagus Mantra, 1991., Pengantar Studi Demografi, Nur Cahaya:Yogyakarta.

Prijono Tjiptoherijanto, 1999., Keseimbangan Penduduk Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Daerah, PT. Penebar Swadaya:Jakarta

Ridwan Saifuddin, 2017., Menata Pendidikan (Meningkatkan Daya Saing Daerah), Pedoman Tata Kelola SMA, SMK dan PKLK di Provinsi Lampung, Balitbangda Provinsi Lampung:Lampung

Sofian dkk, 1993., Membangun Martabat Manusia (Peranan Ilmu-ilmu Sosial Dalam Pembangunan, Gajah Mada University Press:Yogyakarta.

Tilaar, 2002., Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta:Jakarta

BPS, 2002-2003., Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia, BPS:Jakarta

BPS, 2017., Tinjauan Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2012-2017 (Dalam Rangka Kegiatan Konsultasi Publik 20 Februari 2018).

BPS, 2017., Servei Sosial Ekonomi Nasional-Susenas, BPS:Jakarta

BPS, 2018., Bahan Sosialisasi IPM Metode Baru Lengkap


Peraturan dan Perundang-Undangan:

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negerti Sipil (PNS), Setneg:Jakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal, Setneg:Jakarta

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Setneg:Jakarta

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Setneg:Jakarta

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Setneg:Jakarta