ABSTRAK
Oleh:
DR. Bovie Kawulusan., M.Si
Kebijakan
Pembangunan berwawasan kependudukan di Provinsi Lampung dilihat dari berbagi
variable baik yang mendukung maupun yang
tidak mendukung keberhasilan pembanguna terutama untuk mencapai visi
pembangunan nasional “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” dan kebijakan pembangunan berwawasan
kependudukan mengacu kepada misi nasional ke 4 ”Mewujudkan kualitas hidup
manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera”, dan juga tertuang dalam
Nawacita ke 5 “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”.
Pembangunan
berwawasan kependudukan meliputi pembangunan kependudukan, sebaran penduduk,
administrasi dan informasi kependudukan, dan di Provinsi Lampung menekankan
kepada ketercapaian target SDGs dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia, dimana
variable yang penting adalah pendidikan, kesehatan dan tingkat pendapatan.
Mencapai
keberhasilan IPM tersebut program pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana sangat menentukan dimana semakin tinggi kualitas hidup manusia maka
IPM akan semakin tinggi. Salah satu ukuran adalah keberhasilan pengendalian
penduduk secara kuantitas dengan program keluarga berencana.
Key
word:
Kebijakan, pembangunan, kependudukan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Kebijakan
Pembangunan
Kebijakan
pembangunan disuatu wilayah/daerah tidak lepas tidak lepas dari bahasan
kependudukan dan penduduk itu sendiri, karena pembangunan akan tumbuh dan
berkembang ketika ada penduduknya dan untuk mengetahui perubahan atau
perkembangan penduduk juga harus memahami tentang kependudukan karena Kependudukan
adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan,
persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas dan kondisi kesejahteraan yang
menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama, serta lingkungan penduduk
setempat, sedangkan penduduk adalah
orang dalam matranya sebagai seorang diri pribadi, anggota keluarga, anggota
masyarakat, warga Negara, dan himpunan kualitas yang bertempat tinggal di suatu
tempat dalam batasan wilayah Negara pada waktu tertentu.
Banyak
variabel yang menentukan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah/daerah dan
salah satu variable tersebut adakah ditentukan oleh variabel kebijakan yang
mamayungi kegiatan pembangunan tersebut agar program pembangunan dapat berjalan
dengan baik, artinya jika suatu program pembangunan dilaksanakan tidak sesuai
dengan kebijakan pemerintah maka akan terjadi penyimpangan/terdapat
permasalahan terhadap keberhasilan program pembangunan tersebut.
Konsep kebijakan
(policy) adalah istilah yang nampaknya banyak disepakati bersama.
Istilah kebijakan yang dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang keputusan tertentu tetapi lebih
kecil ketimbang gerakan sosial. Sifat masalah kebijakan menurut William N Dunn
(2000:210) adalah ”kebutuhan,
nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat
dicapai melalui tindakan publik, dan untuk memahami masalah tersebut harus
dengan menerapkan prosedur analisis kebijakan”.
Kebijakan
seperti pendapat tersebut di atas, sebagai dasar dalam pembangunan suatu
wilayah tersebut terutama yang terkait dengan pembangunan berwawasan
kependudukan ternyata masih terdapat berbagai permasalahan yang berdampak
kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kebijakan terkait dengan
pemerintah daerah seperti dalam UU 23 tahun 2014 menyatakan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan,
dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman
daerah,sertapeluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Kebijakan
pembangunan oleh pemerintah yang sekarang ini terkait dengan
urusan Pemerintahan Wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
semua daerah, Urusan Pemerintahan Pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah, serta pelayanan dasar
adalah pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga negara. Kebijakan
tersebut tentunya tidak hanya di tingkat pusat, namun juga ditingkat daerah
(provinsi/kabupatan/kota/kecamatan/desa).
Urusan
Pemerintahan Konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat
dan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota. Urusan pemerintahankonkuren
sebagaimana di maksud UU 23/2014 yang
menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan
pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar, sedangkan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya
merupakan pelayanan dasar.
Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud meliputi: a) Pendidikan, b) Kesehatan; c) Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang; d) Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman; e) Ketenteraman,
Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat; f) Sosial.
UrusanPemerintahanWajibyangtidakberkaitandengan pelayanan dasar meliputi:
a) Tenaga Kerja; b) Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak; c) Pangan; d) Pertanahan;
e) Lingkungan Hidup; f) Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil; g) Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa; h) Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana;i)Perhubungan; j) Komunikasi dan
Informatika; k) Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah; l) Penanaman Modal; m) Kepemudaan
dan Olah Raga; n) Statistik; o) Persandian; p) Kebudayaan; q) Perpustakaan; dan r) Kearsipan.
Urusan
Pemerintahan Pilihanmeliputi: a) Kelautan dan Perikanan; b) Pariwisata; c) Pertanian; d) Kehutanan; e) Energi
dan Sumber Daya Mineral; f) Perdagangan; g) Perindustrian; h) Transmigrasi.
Ketika
melihat urusan pemerintah wajib dan tidak wajib yang bersentuhan dengan
pelayanan dasar tersebut ternyata keterkaitannya sangat ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menangani program-program pembanguan
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik ditingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota.
Perkembangan pembangunan
daerah kab/kota/provinsi di Provinsi
Lampung sampai dengan saat ini dilihat dari sektor sosial, ekonomi,
politik merupakan ukuran kemajuan
pembangunan berwawasan kependudukan, seperti dituangkan dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah bagian urusan pemerintahan bidang pengendalian
penduduk dan keluarga berencana memberikan peluang baik pemerintah pusat,
daerah provinsi, daerah kabupaten/kota tentang yang harus dilakukan sesuai
dengan unsur yang meliputi pengendalian penduduk, keluarga berencana (KB),
keluarga sejahtera dan standarisasi sertifikasi.
a. Pengendalian
Penduduk; Peluang untuk daerah provinsi dalam unsur pengendalian penduduk adalah
a) Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pemerintah
pusatdengan pemerintahdaerah provinsi dalam rangka
pengendalian kuantitas penduduk; b) Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan daerah provinsi, dan di
kabupaten/kota pemanduan dan sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam rangka pengendalian kuantitas
penduduk dan pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan daerah
kabupaten/kota.
b. Keluarga
Berencana; pada tingkat provinsi dengan pengembangan desain program,
pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan local, serta pemberdayaan dan
peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam
pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Pada tingkat
kabupaten/kota juga dilaksanakan advokasi KIE pengendalian penduduk dan KB
sesuai kearifan local, pendayagunaan tenaga penyuluh KB (PKB/PLKB),
pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta
pelaksanaan pelayanan KB di daerah kabupaten/kota, serta pemberdayaan dan
peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah kabupaten/kota
dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB.
c. Keluarga
sejahtera; di tingkat provinsi pengelolaan pelaksanaan desain program
pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga,
serta pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan
tingkat daerah provinsi dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga. Pada tingkat kabupaten/kota pelaksanaan pembangunan
keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta
pelaksanaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat kabupaten/kota
dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga.
d. Standardisasi
dan sertifikasi dalam rangka pengendalian penduduk dan keluarga berencana untuk
saat ini hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat yang meliputi
standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/PLKB, dengan
harapan kedepan seluruh petugas pelayanan KB termasuk di daerah
provinsi/kabupaten/kota tersertifikasi sesuai dengan kompetensi untuk menjawab
program Gubernur Lampung yaitu “Lampung
Kompeten”.
Melihat
kebijakan urusan pemerintahan tersebut, maka tindak lanjutkebijakan pembangunan berwawasan kependudukan tentunya baik yang
terkait dengan urusan pelayanan dasar wajib dan pilihan tersebut di atas perlu
dikembangkan an ditindaklanjuti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 52Tahun 1999
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
UU
52 tahun 2009 mengamanatkan bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Pembangunan nasional mencakup semua
dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga untu kmewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penduduk sebagai modal dasar dan faktor
dominan pembangunan harus menjadi titik
sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk
yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat
tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan.
Keberhasilan
dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki
segala aspek dan dimensi pembangunan
dan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain dan dapat mempercepat
terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Mewujudkan pertumbuhan penduduk
yang seimbang dan keluarga berkualitas
dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan
mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh
dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan
pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk
menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi
pembangunan dan ketahanan nasional,serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.
Permasalahan
yang terjadi di Prpovinsi Lampung termasuk Kab/Kota se-Provinsi Lampung akibat
dari kebijakan tersebut secara umum bahwa Provinsi Lampung dilihat dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2016 berdasarkan hasil Statistik Sosial,
Lampung baru mencapai 67,65dan jika dibandingkan dengan IPM Nasional tahun 2016
yang sudah mencapai 70,18, yang artinya Provinsi Lampung masih tertinggal 2,53
poin, dengan perbedaan ini Provinsi Lampung harus memacu untuk mengejar
ketertinggalan tersebut. SDGs (Sustainable Development Goals) atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang
merupakan kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang
bergeser kearah pembangunan berkelanjutan dan berdasarkan pada hak asasi
manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan
hidup yang dilakukan dengan prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk
meyakinkan bahwa tidak seorangpun yang terlewatkan.
Indikator
SDGs terdiri dari 17 tujuan, 169 target dan
240 Indikator dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium
Development Goals (MDGs) yang berahir pada tahun 2015 yang lalu. Program PBB
tentang SDGs di Indonesia ini pertama
diluncurkan di Provinsi Lampung Tahun 2017 (31 Oktober 2017 di Swiss Bellhotel)
Bandarlampung sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 Tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan selama 15 Tahun
(2016-2030) untuk menjawab tantangan dan
permasalahan global.
Agenda
SDGs di Provinsi Lampung sebagai agenda pembangunan daerah yang meliputi
penguatan kelembangaan dan kebijakan, penyusunan kebijakan perencanaan dan
penganggaran pembangunan, aksi dan pemantauan capaian serta advokasi manajemen
pengetahuan dan peningkatan kapasitas. Agenda SDGs tersebut adalah untuk
pencapaian tujuan pembangunan secara global, maka di beberapa kabupaten/kota di
Provinsi Lampung masih pada tahap sosialisasi dan perancangan, namun demikian
capaian yang dilihat dari beberapa bidang kegiatan seperti pendidikan,
kesehatan dan ketenagakerjaan yang dicapai sampai dengan tahun 2017 seperti
hasil Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2017.
Indeks
pembangunan manusia atau Human Development Index (UNDP, 1990) adalah salah satu
pendekatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia dilihat dari
angka harapan hidup (kesehatan), melek huruf dan rata-rata lamanya bersekolah
(pendidikan), kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok
untuk hidup layak (pendapatan perkapita), artinya kualitas dari tiga variable
tersebut mempengaruhi IPM tinggi atau rendah seperti di Provinsi Lampung tahun
2016 mencapai 67,65 lebih rendah dari 5 (lima kabupaten di Provinsi Lampung
yaitu Kabupaten Lampung Timur, Kab Pringsewu, Kabupaten Lampung Tengah, Kota
Bandarlampung dan Kota Metro.
1.2.
Mencapai Visi
dan Misi
Secara
nasional kebijakan pemerintah terkait dengan pencapaian pembangunan nasional
maka telah disepakati visi pembangunan nasional untuk periode 2015-2019 adalah
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong Royong”.Dimana salah satu dari 7 misi yaitu misi ke 4 (empat) adalah
mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.Visi dan misi pembangunan nasional tersebut dituangkan dalam agenda
pembangunan Nawacita dimana Nawacita ke 5 adalah Meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia. Visi, misi dan nawacita tersebut dituangkan dalam 3 (tiga)
dimensi pembangunan yaitu a. Dimensi
Pembangunan Manusia; b. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan; c. Dimensi Pembangunan
Sektor Kewilayahan. Dimensi Pembangunan Manusia meliputi pendidikan, kesehatan,
perumahan, mental/karakter.
Pembangunan
kependudukan dan keluarga sejahtera, visi BKKBN adalah “Menjadi lembaga yang
handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga
berkualitas” dengan 5 (lima) visi yaitu: 1) Mengarus-utamakan pembangunan
berwawasan kependudukan menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi; 3) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga; 4) Mengembangkan jejaring
kemitraan dalam pengelolaan kependudukan,Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga; 5) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten.
Ketercapaian
visi dan misi program pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera sesuai
dengan kebijakan pemerintah maka Provinsi Lampung beberapa tahun terakhir ini
telah menunjukkan hasil yang konsisten dalam pencapaian visi dan misinya
seperti pencapaian target-target program dimana selama kurun waktu 5 (lima)
tahun terakhir.
1.3.
Capaian Program
Keluarga Berencana
Pembangunan
kependudukan dan keluarga sejahtera sebagai program pemerintah dan juga sesuai
dengan kebijakan pemerintah, maka keberhasilan pembangunan secara umum sangat
ditentukan oleh keberhasilan pembangunan Keluarga Berencana, dimana
meningkatnya kualitas manusia dilihat dari keberhasilan program sebagai salah
satu indikator yang meliputi konsistensi masyarakat terhadap Keluarga Berencana
dimana capaian KB Baru maupun KB Aktif sangat ditentukan oleh kerja keras para
ASN mulai dari JPTP, Adminstrator, Pengawas dan Pelaksana yang membidangi tugas
pokok dan fungsi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan
program KB, dimana tujuan utama program KB adalah membantu keluarga, termasuk
individu sehingga mereka mengerti hak dan kewajiban dalam kehidupan berkeluarga
untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Keberhasilan
pencapaian tujuan tersebut ditandai dengan kualitas capaian dari variabel
demografi seperti meningkatnya angka harapan hidup manusia, menurunnya angka
ketergantungan (dependensi rasio), menurunnya rata-rata pertumbuhan penduduk
dari tahun ke tahun, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya TFR (Total Fertility Rate), usia kawin
pertama beranjak naik baik laki-laki maupun perempuan, dan yang lebih
pentingnya adalah kesadaran akan pentingnya keluarga berencana dengan pilihan
kontrasepsi yang tepat dalam rangka pengendalian penduduk.
BAB
II
PEMBAGUNAN
BERWAWASAN KEPENDDUKAN
2.1.
Implementasi
Kebijakan
Implementasi
kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan merupakan lanjutan dari perumusan kebijakan
yang selanjutnya menjadi tahapan penting. Kebijakan pembangunan berwawasan
kependudukan yang dibuat hanya akan menjadi rencana belaka apabila tidak
berhasil dilaksanakan, oleh karena itu, implementasi kebijakan publik perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, agar kebijakan yang dimaksud
benar-benar dapat berfungsi sebagai alat untuk merealisasikan harapan yang
diinginkan, dengan kata lain, implementasi kebijakan pembangunan berwawasan
kependudukan merupakan upaya untuk merealisasikan suatu keputusan atau
kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sekalipun
implementasi kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan memainkan peran
penting dalam merealisasikan visi dan misi
pemerintah sebagai suatu kebijakan publik, dan bukan berarti bahwa implementasi
kebijakan tersebut terpisah dari tahapan formulasi. Fadillah Putra (2001) dalam
Tachjan (2006) mengatakan bahwa keberhasilan suatu kebijakan sangat tergantung
pada tatanan kebijakan makro dan mikro, artinya, formulasi kebijakan makro yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, keberhasilan
implementasinya akan dipengaruhi oleh kebijakan operasional serta kelompok
sasaran dalam mencermati lingkungan. Dengan demikian, implementasi kebijakan
tidak hanya mencakup operasionalisasi kebijakan ke dalam mekanisme birokratis,
tapi juga terkait dengan bagaimana agar kebijakan tersebut dapat diterima,
dipahami, dan didukung oleh kelompok sasaran.
Implementasi kebijakanpembangunan berwawasan kependudukan pada tahap
pelaksanaan, tidak selalu sejalan dengan apa yang sudah direncanakan
dalam tahap formulasi kebijakan tersebut, karena sering sekali terjadi distorsi antara hal-hal yang ingin
dicapai dengan hal-hal yang tercapai atau realisasinya. Banyak faktor yang
dapat menimbulkan distorsi tersebut, misalnya sumber dana
minimal yang dibutuhkan ternyata tidak tersedia, sementara pelaksanaan
kebijakan itu tidak bisa ditunda. Demikian pula dengan kualitas pelaksana yang
sebetulnya tidak memenuhi kriteria minimal yang dibutuhkan, karena itu, Grindle
(1980) dalam Abdulah Ramadhan (2017) menyebutkan ada 3 (tiga) hambatan besar yang acapkali muncul
dalam pelaksanaan suatu kebijakan yakni:
1.
Ketiadaan kerjasama vertikal, antara atasan dengan bawahan
2.
Hubungan kerja horisontal yang tidak sinergis
3.
Masalah penolakan terhadap perubahan yang datang dari publik maupun
kalangan birokrasi sendiri.
Mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat
implementatif, maka pelaksana kebijakan perlu memiliki kemampuan
untuk beradaptasi (adaptive leaderships) dengan
kondisi eksternal dan internal strategis yang berkembang. Berbeda dengan
perumusan kebijakan yang mensyaratkan
rasionalitas dalam membuat suatu keputusan. Keberhasilan implementasi kebijakan
kadangkala tidak hanya memerlukan rasionalitas, tapi juga kemampuan pelaksana
untuk memahami dan merespon harapan-harapan yang berkembang di masyarakat, di
mana kebijakan publik tersebut akan dilaksanakan.
Keberhasilan
implementasi kebijakan pembangunan
berwawasan kependudukan memerlukan pendekatan top-down dan bottomup
sekaligus. Pendekatan top-down terutama berfokus pada ketersediaan unit
pelaksana (birokrasi); standar pelaksanaan; kewenangan: koordinasi; dll, dan pendekatan
bottom-up menekankan pada strategi-strategi yang digunakan oleh
pelaksana saat menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu
kebijakan sebagai dasar untuk memahami kebijakan itu secara keseluruhan.
Sebagai
jembatan untuk menghubungkan pendekatan top-down
dan bottom-up inilah, Sabatier (1993)
mengungkapkan pentingnya dilakukan
advokasi kebijakan dan tidak hanya
pada level formulasi
tapi juga implementasi dan bahkan
evaluasi kebijakan termasuk kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan. Advokasi
kebijakan ini menyangkut ekspresi keberpihakan seseorang pada nilai-nilai tertentu. Penggunaan advokasi kebijakan dalam implementasi kebijakan
tersebut dimaksudkan untuk mengubah kondisi yang dikehendaki dengan cara
memastikan penentu kebijakan berada di pihak yang melakukan advokasi,
sehingga aspirasi masyarakat
semaksimal mungkin terakomodasi.
Beberapa aspek penting
lain yang seringkali terlupakan dalam menunjang keberhasilan
implementasi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan adalah penguasaan
diri pelaksananya untuk membangun nilai-nilai kepercayaan (trust) dan
tanggung jawab (responsibility). Kepercayaan adalah
hal yang sangat penting untuk
membangun penerimaan masyarakat terhadap suatu kebijakan, sehingga masyarakat (stakeholders) mau mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, tanggung jawab
adalah jaminan bagi konsistensi
pelaksanaan kebijakan. Kepercayaan merupakan modal utama yang sangat penting,
tapi tidak mengabaikan unsur tanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
Selanjutnya pelaksanaan kebijakan
merupakan perpaduan antara tanggungjawab dan kepercayaan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang
terdapat dalam kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan yang dimaksud.
Kedua hal di atas (kepercayaan dan tanggungjawab) seringkali terabaikan dalam melaksanakan
suatu kebijakan, sehingga alih-alih menjadi alat untuk menyelesaikan masalah,
kebijakan justru menjadi pemicu masalah
dan sumber konflik baru. Dengan menempatkan implementasi kebijakan sebagai proses
penyelenggaraan pemerintahan yang
akuntabel, konsisten, bertanggungjawab, dan terbuka, maka diharapkan
hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dapat diatasi dan pencapaian tujuan-tujuan yang terkandung dalam susbtansi kebijakan pembangunan
berwawasan kependudukan dapat dicapai dengan baik.
2.2.
Pembangunan
Kepedudukan
Modal
dasar pembangunan salah satunya adalah manusia dalam hal ini penduduk yang
menjadi subjek dan objek dari pembangunan itu sendiri, sebagai subjek dari
pembangunan artinya penduduk yang ada menjadi pelaku pembangunan yang
diprogramkan, dan penduduk sebagai objek pembangunan artinya penduduk merupakan
tujuan dan penikmat hasil pembangunan itu sendiri.
Pembangunan
kependudukan dapat dilihat juga dari dimensi integrasi dan pembangunan itu
sendiri. Integrasi kependudukan dalam perencanaan pembangunan di Provinsi
Lampung tentunya harus memperhatikan dinamika kependudukan yang ada di Provinsi
Lampung yang penjabarannya dalam pembangunan berwawasan kependudukan, sedangkan
dimensi pembangunan adalah merujuk kepada membangun penduduk itu sendiri agar
menjadi pelaku pembangunan yang handal. Berdasarkan dimensi tersebut, maka
pentingnya pengendalian penduduk melalui ukuran laju pertumbuhan penduduk,
memperhatikan mobilitas penduduk, meningkatkan kualitas penduduk serta
pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang kependudukan yang sekarang ini
tidak dapat dihindari.
Kemajuan
pembangunan di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung akan berhasil baik jika
kebijakan pemerintah benar-benar dan serius memperhatikan bahwa penduduk
merupakan pusat dari seluruh kebijakan, program dan strategi pembangunan.
Disini penduduk harus dibina dan dikembangkan kompetensinya agar mampu menjadi
penggerak pembangunan. Pembangunan yang dibangun oleh penduduk juga harus dapat
dinikmati oleh penduduk itu sendiri termasuk masyarakat disekelilingnya,
sehingga jelas bahwa penduduk harus juga berpartisipasi aktif dalam kancah
dinamika pembangunan, jika hal ini dapat dilakukan, maka secara luas
pembangunan dapat dikatakan berhasil jika hasil pembangunan tersebut dapat
meningkatkan tingkat kesejahteraan
penduduk dan masyarakat di daerah Provinsi Lampung.
Dinamika
penduduk Provinsi Lampung juga mempengaruhi dinamika pembangunan, jumlah
penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang tinggi/memadai tidak menutup
kemungkinan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun jika jumlah penduduk
yang besar dan tidak diimbangi dengan kualitas penduduk yang tinggi, maka yang
terjadi adalah penduduk menjadi beban pembangunan di Provinsi Lampung.
Perubahan
dinamika kependudukan yang setiap saat terjadi, dampaknya tidak secara langsung
dirasakan pada saat itu, namun akan terasa dalam jangka waktu yang panjang, dan
hal ini ketika peran penting penduduk terabaikan, maka yang terjadi adalah
dampak negative terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi serta lingkungan
hidup dari penduduk itu sendiri, umumnya penduduk dan pembangunan di Provinsi
Lampung.
Integrasi
pembangunan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung sangat
penting terkait dengan dinamika kependudukan dan pembangunan kependudukan yang
meliputi integrasi perencanaan pembangunan daerah dengan harapan ketika
integrasi perencanaan tersebut dilaksanakan, maka komitmen yang mendasar adalah
besarnya harapan bahwa penduduk yang ada di daerah Provinsi Lampung termasuk
penduduk kabupaten/kota akan menjadi pelaku pembangunan dan dapat menikmati
hasil pembangunan secara maksimal dan tentunya sesuai dengan harapan adalah
kesejahteraan meningkat.
Integrasi
pembangunan seperti ini yang berwawasan kependudukan memberikan jaminan bahwa
keberlangsungan proses pembangunan sebagai proses koordinasi dan konsolidasi
secara bottom up planningdengan
menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat di daerah sebagai komitmen
melibatkan masyarakat local dalam proses pembangunan. Hal ini menggambarkan
bahwa ketika mengacu kepada pembangunan berwawasan kependudukan akan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, sebaliknya jika mengacu
kepada pembangunan berwawasan ekonomi, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat
sebagai konsep keberlanjutan akan sulit dicapai, dan ini memperjelas bagi
perancang dan pengambil kebijakan bahwa wawasan kependudukan adalah yang utama.
2.3.
Kependudukan dan
Permasalahan Di Provinsi Lampung
Terdapat
beberapa aspek masalah kependudukan di Provinsi Lampung yang sampai saat ini
selalu dibahas secara terus menerus yaitu: 1) Kuantitas dan kualitas Penduduk; 2.
Persebaran Penduduk; 3) Administrasi kependudukan; 4) Informasi Kependudukan.
a. Berbicara
tentang kuantitas penduduk di Indonesia artinya terkait dengan jumlah penduduk
yang sampai saat ini menempati nomor 4 terbesar duniasetelah China, India, dan
Amerika Serikat, dan Indonesia masih menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi. Provinsi Lampung dengan jumlah penduduknya di pulau Sumatera
menduduki urutan …. Terbesar di Sumatera, dan urutan …. Terbesar dari …
provinsi di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk …% per tahun.
Jika
jumlah penduduk besar di Provinsi Lampung dan tidak dibarengi dengan kualitas
penduduk, maka kedepan akan terjadi permasalahan yang cukup serius, terlebih
saat ini telah berjalan apa yang disebut globalisasi dimana SDM yang memiliki
kompetensi akan meninggalkan dan atau menguasai SDM yang tidak memiliki
kompetensi. Kita pahami bahwa dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 11 Tahun
2017 menekankan bahwa SDM harus memiliki kompetensi Teknis, Manajerial, dan
Sosiokultural, dan diperkuat lagi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 SDM harus
memiliki kompetensi pemerintahan. Ketika para ASN/PNS tidak memiliki kompetensi
tersebut maka pelayanan kepada masyarakat tentunya akan sangat rendah, dan
sudah diperkirakan bahwa kualitas masyarakat juga rendah. Kalau dilihat dari
kompetensi kerja, tentunya penduduk Indonesia secara keseluruhan yang tergolong
usia kerja menurut Spenser & Spenser dalam Bovie (2010) harus memiliki
kompetensi intelektual, kompetensi sosial, dan kompetensi personal.
Kuantitas
dan kualitas penduduk khususnya di Provinsi Lampung tentunya harus sejalan
terutama terkait dengan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.Berdasarkan
hasil statistik menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan masih sebagian
besar persentasenya berpendidikan rendah, sedangkan kualitas kesehatan penduduk
dilihat dari 1.Tingkat kualitas kesehatan penduduk tinggi maka kualitas hidup
penduduk tinggi; 2.Tingkat kualitas kesehatan penduduk sedang maka kualitas
hidup penduduk sedang; 3.Tingkat kualitas kesehatan penduduk rendah maka
kualitas hidup penduduk rendah.Di Provinsi Lampung kualitas kesehatan penduduk
dilihat dari angka kematian bayi yang masih tinggi dibanding angka kematian
secara Nasional. Dampak dari kualitas penduduk di Provinsi Lampung pada tahun
2017, hasil survey ekonomi menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
tahun 2016 sebesar 67,65, artinya ada peningkatan dari tahun 2010 Provinsi
Lampung yaitu 63,71, namun tetap masih terkecil dibanding provinsi-provinsi
lain di Sumatera. Meningkatkan IPM untuk bisa sejajar dengan provinsi lain di
Sumatera, tentunya penerapan yang terkait dengan kebijakan pendidikan,
kesehatan sangat diprioritaskan oleh pemerintah daerah.
b. Persebaran
Penduduk
Besar
atau kecilnya Jumlah penduduk disuatu wilayah juga sangat menentukan laju pertumbuhan
pembangunan di daerah tersebut, disamping wilayah yang luas juga jangkauan yang
cukup jauh sehingga sebaran penduduk juga berdampak tidak merata. Mengingat
penduduk sebagai salah satu modal dasar yang menjadi pertimbangan akan
besar/kecilnya alokasi sumber daya untuk pembangunan di daerah tersebut.
Alokasi sumber daya dimaksud tentunya meliputi alokasi SDM, Sarana Prasarana,
Anggaran, dan Teknologi Informasi.
Di
provinsi Lampung terutama beberapa daerah Kabupaten dengan wilayah yang luas
dan jauh jangkauannya, sangat sulit dalam menemukan SDM yang ahli (expert), sarana prasarana yang minim,
anggaran yang belum mencukupi, serta jangkauan teknologi informasi yang sulit
dalam rangka memajukan pembangunan di daerah untuk sejajar dengan daerah lain
yang sudah maju, baik di Provinsi Lampung sendiri maupun di Luar Provinsi
Lampung.
c. Administrasi
dan Informasi Kependudukan
Tertib
administrasi yang berkaitan dengan kependudukan tentunya tidak terbatas kepada
kelengkapan KIP (Kartu Identitas Penduduk) namun lebih luas lagi seperti tertib
administrasi perkembangan pembangunan berwawasan kependudukan yang meliputi segala
bentuk laporan yang terkait dengan pengelolaan pembangunan berwawasan
kependudukan tentunya harus sesuai dengan yang diharapkan oleh kebijakan
sebagai sumber dari aturan konsep dan operasional seluruh program kegiatan.
Administrasi kependudukan ini penting karena pengambilan keputusan dengan hasil
administrasi kependudukan yang keliru, tentunya akan membawa dampak kepada
pengambilan keputusan yang keliru pula.
Dalam
rangka tertib administrasi kependudukan tentunya disesuaikan dengan
perkembangan teknologi dan informasi saat ini, karena perkembangan teknologi
informasi tidak dapat ditawar lagi, terutama menyangkut informasi data
kependudukan.Kebijakan pemerintah yang mengharuskan pengelolaan data dan
informasi harus menggunakan aplikasi software untuk mempermudah, mempercepat,
dan kehandalan data dan informasi yang tepat tanpa adanya kesalahan.
2.4.
Rasio dan Bonus
Demografi
Rasio
penduduk dalam hal ini rasio ketergantungan di Provinsi Lampung berdasarkan
hasil proyeksi BPS sejak tahun 2010 menunjukkan persentase Rasio Ketergantungan
(RK) menurun dimana pada tahun 2010 RK sebesar 51,2% dan pada tahun 2018
diperkirakan menjadi 48,9%. Penurunan persentase seperti ini menggambarkan
bahwa bonus demografi telah terjadi dimana rasio ketergantungan usia 0-14 + ≥
65 tahun semakin sedikit dibandingkan usia 15-64 tahun sebagai usia tenaga
kerja produktif.
Tren
penurunan rasio ketergantungan tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan
perhitungan dengan pertumbuhan secara eksponensial atau proyeksi penduduk, maka
pada tahun 2020 angka ketergantungan tersebut diperkirakan tetap menurun,
dan rasio ketergantungan penduduk non-produktif
semakin akan semakin kecil.
Bonus
demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-65) tahun
lebih banyak dari jumlah penduduk usia yang termasuk dalam rasio ketergantungan
yaitu di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun. Menurut Bovie (2014) Perkembangan
penduduk, bonus demografi dan sosial ekonomi indonesia merupakan suatu system yang saling
mempengaruhi: 1) Kebijakan pemerintah yang terkait dengan program kependudukan
pemahamannya masih terbatas kepada pembuat kebijakan; 2) Perkembangan penduduk
pertumbuhannya sangat bervariasi; 3) Rendahnya beban tanggungan sebagai bonus
demografi berpengaruh terhadap sosial
ekonomi yang dibatasi kepada ekonomi pendidikan dan ekonomi kesehatan; 4)
Program Keluarga Berencana dengan visi
yang tegas untuk dicapai.Keberhasilan
Pembagunan keluarga berencana menghasilkan bonus demografi, akan berdampak pada
sosial ekonomi Indonesia pada tahun 2035 khususnya ekonomi pendidikan dan
ekonomi kesehatan, dan ketika kita manfaatkan bonus demografi tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
2.5.
Kebijakan
Pembangunan Di Provinsi Lampung
Kebijakan
pembangunan yang telah dilakukan di Provinsi Lampung terkait dengan
infrastruktur seperti pembangunan jalan Tol Trans sumatera yang dimulai dari
Kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan melewati Kota Bandar Lampung,
Kota Metro, Pesawaran, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat,
Mesuji dst dan sudah diresmikan Presiden RI Joko Widodo, sangat mempengaruhi
pembangunan bidang sosial, ekonomi dan politik di Provinsi Lampung.
Hasil
BPS menunjukkan potret social ekonomi Provonsi Lampung Tahun 2017 dimana
prioritas pembangunan dimunculkan dalam RPJMD adalah mengurangi tingkat
kemiskinan dan pengangguran melalui peningkatan kualitas SDM, pengembangan
teknologi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan sesuai
dengan kondisi dan potensi serta permasalahan di daerah.
Hal
ini memprioritaskan pembangunan daerah dalam 3 dimensi pembangunan Nawacita
Jokowi JK 2015-2019 yaoitu: a. Pembangunan Manusia (peningkatan pelayanan
pendidikan dan kesehatan), b. Pembangunan sector Unggulan (kedaulatan pangan,
energy pariwisata dll); c. pemerataan pembangunan antar daerah dan mengurangi
kesenjangan pembangunan.
SDGs
atau Sustainable Developmens Goals merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan
yang memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan target yang telah
ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan umat
manusia dan planet bumi.
Kesepakatan
dan tujuan yang akan dicapai tersebut terdiri dari 8 kesepakatan dengan 17
tujuan sebagai deklarasi PBB yang ditanda tangani September tahun 2000 yang
lalu dan disetujui oleh semua negara:
a. Mengurangi
kemiskinan dan kepalaran, bertujuan untuk:
1) Pendapatan
populasi dunia sehari $10000
2) Menurunkan
angka kemiskinan
b. Mencapai
pendidikan dasar untuk semua, bertujuan agar:
3) Setiap
penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar
c. Mendorong
kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan
4) Target
2005 dan 2015 mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan
dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan untuk
tahun 2015
d. Menurunkan
angka kematian anak
5) Tarhet
untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua pertiga tingkat kematian anak aanak usia
di bawah 5 tahun
e. Meningkatkan
kesehatan ibu
6) Target
untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses
melahirkan.
f. Memerangi
HIV/AIDs, malaria, dan penyakit menular lainnya
7) Target
tahun 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDs,
malaria dn penyakit berat lainnya.
g. Memastikan
kelestarian lingkungan hidup
8) Memastikan
mengintegrsikan prinsip-pronsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan
setiap Negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
9) Tahun
2015 diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses
air minum yang sehat
10) Tahun
2020 diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan
untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh
h. Mengembangkan
kemitraan global untuk pembangunan
11) Mengembangkan
lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan system keuangan yang berdasarkan
aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi , termasuk komitmen terhadap
pemerintah yang baik, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara
nasional dan internasional
12) Membantu
kebutuhan-kebutuhan khusus Negara-negara kurang berkembang dan kebutuhan khusus
dari Negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk
pembebasan tariff dan kuota untuk ekspormereka, meningkatkan pembebasan hutang
untuk Negara-negara miskin yang berhutang besar, pembatalan hutang bilateral resmi, dan
menambah bantuan penmbangunan resmi untuk Negara-negara yang berkomitmen untuk mengurangi
kemiskinan.
13) Secara
komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang Negara-negara
berkembang
14) Menghadapi
secara komprehensif dengan Negara berkembang dengan masalah hutang melalui
pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat
ditanggung dalam jangka panjang
15) Mengembangkan
usaha produktif yang layak dijalankan untuk kum muda
16) Dalam
kerjasama denga pihak pharmaceutical menyediakan akses obat penting yang
terjangkau dalam Negara berkembang
17) Dalam
kerjasama dengan pihak swasta, membangunadanya penyerapan keuntungan dari
teknologi teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan
dan target tersebut dipisahkan dalam 4 (empat pilar pembangunan yang meliputi:
1) Pilar Pembangunan Sosial; 2) Pilar Pembangunan Ekonomi; 3) Pilar Pembangunan
Lingkungan; dan 4) Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola, seperti pada gambar1.
Sumber
BPS, 2017
2.6. Kebijakan
Pembangunan Bidang Kependudukan dan Kelurga Berencana
Kebijakan
pembangunan bidang kependudukan sesuai dengan UU No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dimana penduduk sebagai modal dasar dan
factor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan
berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan
pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara
kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan.
Melihat kualitas dan kuantitas penduduk di Provinsi Lampung sebagai
implementasi dari kebijakan kependudukan maka beberapa variable yang
mempengaruhi perkembangan pembangunan adalah sebagai berikut:
a) Jumlah
Penduduk
Hasil
sensus penduduk periode tahun 1971-2010 di Provinsi Lampung dan Sumatera
menggambarkan bahwa 15 dari 100 penduduk sumatera bertempat tinggal di Provinsi
Lampung, artinya 15% dari jumlah penduduk yang tinggal di Sumatera berada di
Provinsi Lampung, hal ini sesuai dengan hasil sensus bahwa jumlah penduduk
Provinsi Lampung menduduki terbesar ke 2 di pulau Sumatera.
b) Angka
Harapan Hidup
Angka
harapan hidup yang juga menentukan tingkat IPM di Provinsi Lampung rata-rata
sudah di atas 65 tahun kecuali kabupaten Pesisir Barat yang baru mencapai 62,29
tahun. Tinggi rendahnya angka harapan hidup masyarakat di suatu daerah sangat
ditentukan oleh budaya hidup sehat masyarakat diwilayah tersebut, yang tentunya
dipengaruhi juga dengan program-program kesehatan, pendidikan dan ekonomi
panduduk di daerah tersebut.
c) Mobilitas
Penduduk
Mobilitas
penduduk di Provinsi Lampung berdasarkan
hasil sensus dan survey periode 1980 menunjukkan prilaku yang bervariasi baik
migrasi masuk maupun migrasi keluar.Tahun 1980 angka migrasi keluar dari
provinsi lampung cukup tinggi sedangkan migrasi keluar sangat sedikit, tahun
1985 migrasi keluar menunjukkan angka peningkatan sampai tahun 1995, kemudian
menurun sampai dengan tahun 2015.
Migrasi keluar pada tahun 1985 s.d 1990 menunjukkan peningkatan kemudian
menurun sampai dengan tahun 2015.Jika dilihat dari angka migrasi keluar dan
migrasi masuk dari dan ke Provinsi Lampung tahun 2015 ternyata angka migrasi
keluar lebih tinggi dari migrasi masuk. Pola migrasi penduduk tersebut tentunya
akan berlanjut sampai dengan tahun 2018 apabila pemerintah Provinsi Lampung
tidak mampu menampung para tenaga kerja yang ada di Provinsi Lampung dengan
menyiapkan lapangan kerja.
Usaha
pemerintah Provinsi Lampung sampai dengan awal 2017 telah mencanangkan program
lampung kompeten dengan program peningkatan kompetensi bagi tenaga kerja
melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang dibuktikan dengan kepemilikan
sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja yang sudah lulus mengikuti program
pelatihan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Namun demikian meskipun para
tenaga kerja telah memiliki sertifikasi kompeten tetapi lapangan kerja tidak
tersedia, maka pelatihan dan sertifikasi kompeten yang dimiliki adalah sia-sia,
dan akan berdampak kepada mobilitas dalam hal ini migrasi keluar akan tetap
lebih besar dari migrasi masuk.
d) Fertilitas
Fertilitas
atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping
migrasi masuk.Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat
fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan
penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam
jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat
kematian bayi masih tinggi. Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau
jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu
serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih
tetap banyak jumlahnya.
Salah
satu kebijakan pemerintah adalah program pengaturan rata-rata kelahiran dengan
jumlah anak yang dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya, dan
ternyata dengan menerapkan kebijakan tersebut angka TFR (total Fertility Rate)
terus menurun, namun akan sampai pada suatu saat penurunan TFR tersebut akan
sulit terjadi akibat dari kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga kecil,
bahagia sejahtera.
Kesulitan
untuk mencapai TFR 2,1 yang harusnya dicapai pada tahun 2015 yang lalu, maka
perlu dicermati variable penentu selain kontrasepsi adalah jumlah dengan status
kawin (belum kawin, kawin, cerai hidup, cerai mati), karena ketika data
tersebut tersedia maka akan lebih mudah untuk mengantisipasi strategi yang
tepat dalam menentukan angka fertilitas yang diinginkan, kontrasepsi yang tepat
untuk mencapai fertilitas yang diinginkan. Pertanyaan terkait dengan program
pemerintah untuk mencapai TFR 2,1 adalah untuk mencapai apa yang diharapkan
pemerintah adalah terjadinya penduduk tumbuh seimbang (PTS) atau penduduk tanpa
pertumbuihan (zero population grouth).
e) Mortalitas
Angka mortalitas dalam analisis ini lebih
terfokus pada Angka Kematian Bayi (AKB) yang merupakan
indikator penting yang menentukan
derajat kesehatan dan digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan
kesehatan di Indonesia. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di
bidang kesehatan.
f) Keluarga
Berencana
Keluarga
berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui
pendewasaan usia kawin, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera. Konsep ini sebagai upaya untuk mengaplikasikan agar tercapai apa
yang diharapkan pemerintah yaitu keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Kebijakan
pemerintah tersebut tergambar dalam hasil atau kinerja lembaga dalam hal ini
BKKBN Provinsi Lampung dimana angka partisipasi masyarakat untuk ber KB
jumlahnya makin meningkat baik jumlah peserta KB Aktif maupun jumlah Peserta KB
Baru. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk ber KB tersebut keberhasilannya
juga dilihat dari kualitas alat kontrasepsi yang digunakan, artinya KIE untuk
memberikan informasi tentang KB dan Alat kontrasepsi yang tepat untuk
masyarakat harus selalu didengungkan baik di tingkat profinsi/kabupaten/kota
yang jumlah penduduknya lebih tinggi di perdesaaan dibandingkan di perkotaan.
2.7. Kebijakan
Pembangunan Bidang Ketenaga kerjaan
a. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT)
Tingkat pengangguran
terbuka (perbandingan) antara Provinsi Lampung dan Indonesia pada periode
2011-2017 secara total per tahun Provinsi Lampung persentasenya di bawah
persentase Nasional (Indonesia), dimana tahun 2011 TPT Nasional 7,46% dan tahun
2017 menurun menjadi 5,5%; sedangkan Provinsi Lampung TPT tahun 2011 sebesar
6,38% dan tahun 2017 sebesar 4,33%. TPT Provinsi Lampung dibandingkan dengan 10
Provinsi di Sumatera, Lampung menduduki urutan ke 7 terbesar, atau urutan ke-4
terkecil persentase TPT.
Tingkat pengangguran
terbuka menurut daerah (kota/Perdesaan) justru menunjukkan bahwa persentase
pengangguran terbuka di Provinsi Lampung terbesar berada di daerah perkotaan
dibaningkan dengan di perdesaan periode 2015, 2016 dan 2017.
Tingkat pengangguran
terbuka kab/kota di Provinsi Lampung periode 2012 s.d 2017 umumnya menunjukkan
penurunan terkecuali kebupaten Lampung Tengah terjadi peningkatan dari tahun
2014 dari 2,48% menjadi 3,08% tahun 2017. Penurunan TPT yang sangat sgnifikan adalah
di Kabupaten Mesuji dari 5,13% tahun
2014 menjadi 0,65% tahun 2017, dan Kabupaten Lampung Barat dari 2,18% tahun
2014 menurun menjadi 0,96% tahun 2017.
b. Penduduk
yang bekerja dan komposisi Angkatan Kerja
Perkembangan
penduduk yang bekerja di Provinsi Lampung menurut kegiatan ekonomi
formal-informal pada tahun 2016 (Februari) – 2017 (Agustus) 29,71% bekerja pada
kegiatan formal, dan bekerja pada kegiatan informal 70,29%, dari grafik
tersebut di bawah ini menunjukkan bahwa secara umum dari sisi ekonomi yang
bekerja pad kegiatan formal lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk yang
bekerja pada kegiatan informal. Perlu diketahui bahwa kegiatan formal-informal
adalah pekerjaan dengan karakteristik usaha formal dan informal. Sektor
informal adalah suatu pekerjaan yang umumnya padat karya yang menurut Bremen
dalam Rusli Ramli (1985:74) kurang
mendapat dukungan dan pengakuan oleh pemerintah, dan juga kurang terorganisir
dengan baik; menurut Shuthuraman dalam Muchdarsyah (1988:22) sector informal
adalah terdiri dari unit usaha berskala kecil yang meproduksi, mendistribusi
barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan
bagi dirinya masing-masing derta dalam usaha terseut sangat dibatasi oleh
factor modal maupun ketrampilan. Sektor Formal adalah sektor pekerjaan yang
ditangani oleh tenaga profesional dan dengan gaji tetap seperti ASN/PNS.
Penduduk
yang bekerja menurut lapangan pekerjaan pada sector pertanian dan perkebunan
serta kehutanan persentasenya lebih 45,54% dibandingkan dengan sector pekerjaan
lainnya, keadaan ini menggambarkan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan di
perdesaan terutama sector pertanian, artinya kebijakan program pemerintah yang
sedang digalakkan terkait dengan pengelolaan pertanian benar-benar diperhatikan
dengan berbagai bantuan pemerintah baik finansial maupun sarana prasarana
pertanian.
Komposisi
angkatan kerja di Provinsi Lampung di lihat dari tingkat pendidikan menunjukkan
bahwa menurunnya pengangguran akan berdampak kepada peningkatan penduduk yang
bekerja. Data menunjukkan bahwa pengangguran dari tingkat pendidikan SD s.d
SMA/kejuruan persentasenya menurun dari tahun 2016 s.d 2017 sedangkan
pengangguran dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas menunjukkan
persentase yang meningkat, sebaliknya persentase penduduk yang bekerja tahun
2016 dan tahun 2017 berdasarkan pendidikan menunjukkan peningkatan terkecuali
penduduk dgn tingkat pendidikan SD dan Diploma menurun. Penduduk dengan
persentase bekerja dan pengangguran terdapat pada kelompok pendidikan SMP dan
SD.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
3.1.
Kesimpulan
Kebijakan
pembangunan di Provinsi Lampung secara umum terlihat dari peningkatan angka IPM
Indeks Pembangunan Manusia di atas angka 67,85, dan untuk meningkatkan IPM
tersebut, maka kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan sangat memiliki
andil terutama terkait dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dengan
program KBnya.
Kualitas
keluarga dengan ukuran kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli akan
berdampak kepada tingkat kesejahteraan keluarga.
3.2.
Rekomendasi
Implementasi
kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan harus lebih mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak baik dari pihak pemerintah, masyarakat dan stakeholders untuk
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat dengan pengendalian penduduk baik
kualitas maupun kuantitas yang merata di semua lini di tingkat kabupaten/kota
se Provinsi Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda,
2017., Tinjauan Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2012-2017,
Bappeda:Lampung
Bovie
Kawulusan, 2010.,Strategi Pengembangan Manajemen, UPI:Bandung
Bovie
Kawulusan, 2010., Perkembangan Penduduk, Bonus Demografi Dan
Sosial Ekonomi
Indonesia Tahun 2035, Bandiklat:Lampung
BPS,
2017., Fertilitas dan KB, BPS:Lampung
Ida
Bagus Permana, 2012., Pembangunan Berwawasan Kependudukan, BKKBN:Jakarta
Joko
Widodo, 2018., Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Standar Pelayanan Minimal, Presiden RI:Jakarta
Joko Widodo,
2017., Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Presiden
RI:Jakarta
Rozali Namurza, 2014., Buku Saku Kependudukan Provinsi
Lampung, BKKBN:Bandarlampung.
Susilo Bambang Yudhoyono, 2009., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun2009,
Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga, Presiden RI:Jakarta
Susilo Bambang Yudhoyono, 2014., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun2014,
Tentang Aparatur Sipil Negara, Presiden RI:Jakarta
Susilo Bambang Yudhoyono, 2014., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014,
Tentang Pemerintahan Daerah, Presiden RI:Jakarta
Lampiran:
Istilah & Definisi:
Kependudukan adalah hal ihwal yang
berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas,
penyebaran, kualitas dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik,
ekonomi, social budaya, agama, serta lingkungan penduduk setempat.
Penduduk
adalah orang dalam matranya sebagai seorang diri pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kualitas yang
bertempat tinggal di suatu tempat dalam batasan wilayah Negara pada waktu
tertentu.
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia kawin, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga,
untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.
SPM (Standar Pelayanan Minimal) menurut
PP 18 Tahun 2017 terdiri dari 6 bidang dimana 2 diantaranya adalah pendidikan
dan kesehatan. SPM Pendidikan terdiri dari SPM pendidikan provinsi dan SPM
Pendididikan kab/kota.
SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan
provinsi dan SPM kesehatan daerah kab/kota
No comments:
Post a Comment