Wednesday, 28 November 2018

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN TINGKAT PROVINSI/KAB/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG


ABSTRAK
Oleh: DR. Bovie Kawulusan., M.Si

Kebijakan Pembangunan berwawasan kependudukan di Provinsi Lampung dilihat dari berbagi variable  baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung keberhasilan pembanguna terutama untuk mencapai visi pembangunan nasional “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” dan kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan mengacu kepada misi nasional ke 4 ”Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera”, dan juga tertuang dalam Nawacita ke 5 “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”.

Pembangunan berwawasan kependudukan meliputi pembangunan kependudukan, sebaran penduduk, administrasi dan informasi kependudukan, dan di Provinsi Lampung menekankan kepada ketercapaian target SDGs dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia, dimana variable yang penting adalah pendidikan, kesehatan dan tingkat pendapatan.

Mencapai keberhasilan IPM tersebut program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana sangat menentukan dimana semakin tinggi kualitas hidup manusia maka IPM akan semakin tinggi. Salah satu ukuran adalah keberhasilan pengendalian penduduk secara kuantitas dengan program keluarga berencana.

Key word: Kebijakan, pembangunan, kependudukan


  
BAB I
 PENDAHULUAN

1.1.      Kebijakan Pembangunan

Kebijakan pembangunan disuatu wilayah/daerah tidak lepas tidak lepas dari bahasan kependudukan dan penduduk itu sendiri, karena pembangunan akan tumbuh dan berkembang ketika ada penduduknya dan untuk mengetahui perubahan atau perkembangan penduduk juga harus memahami tentang kependudukan karena Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama, serta lingkungan penduduk setempat, sedangkan penduduk  adalah orang dalam matranya sebagai seorang diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kualitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batasan wilayah Negara pada waktu tertentu.

Banyak variabel yang menentukan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah/daerah dan salah satu variable tersebut adakah ditentukan oleh variabel kebijakan yang mamayungi kegiatan pembangunan tersebut agar program pembangunan dapat berjalan dengan baik, artinya jika suatu program pembangunan dilaksanakan tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah maka akan terjadi penyimpangan/terdapat permasalahan terhadap keberhasilan program pembangunan tersebut.

Konsep  kebijakan  (policy) adalah istilah yang nampaknya banyak disepakati bersama. Istilah kebijakan yang dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar  ketimbang keputusan tertentu tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial. Sifat masalah kebijakan menurut William N Dunn (2000:210) adalah  ”kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik, dan untuk memahami masalah tersebut harus dengan menerapkan prosedur analisis kebijakan”. 

Kebijakan seperti pendapat tersebut di atas, sebagai dasar dalam pembangunan suatu wilayah tersebut terutama yang terkait dengan pembangunan berwawasan kependudukan ternyata masih terdapat berbagai permasalahan yang berdampak kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Kebijakan terkait dengan pemerintah daerah seperti dalam UU 23 tahun 2014 menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan antadaerah, potensi dan keanekaragaman daerah,sertapeluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Kebijakan pembangunan oleh pemerintah yang sekarang ini terkait dengan urusan Pemerintahan Wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah, Urusan Pemerintahan Pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah, serta pelayanan dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Kebijakan tersebut tentunya tidak hanya di tingkat pusat, namun juga ditingkat daerah (provinsi/kabupatan/kota/kecamatan/desa).

Urusan Pemerintahan Konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahankonkuren sebagaimana di maksud UU 23/2014 yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas  urusan  pemerintahan  wajib  dan  urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, sedangkan urusan pemerintahan  wajib yang berkaitan  dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar.

Urusan  pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud meliputi: a) Pendidikan, b) Kesehatan; c) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; d) Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman; e) Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat; f) Sosial.

UrusanPemerintahanWajibyangtidakberkaitandengan pelayanan dasar meliputi: a) Tenaga Kerja; b) Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak; c) Pangan; d) Pertanahan; e) Lingkungan Hidup; f) Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil; g) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; h) Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana;i)Perhubungan; j) Komunikasi dan Informatika; k) Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah; l) Penanaman Modal; m) Kepemudaan dan Olah Raga; n) Statistik; o) Persandian; p) Kebudayaan; q) Perpustakaan; dan r) Kearsipan.

Urusan Pemerintahan Pilihanmeliputi: a) Kelautan dan Perikanan; b) Pariwisata; c) Pertanian; d) Kehutanan; e) Energi dan Sumber Daya Mineral; f) Perdagangan; g) Perindustrian; h) Transmigrasi.

Ketika melihat urusan pemerintah wajib dan tidak wajib yang bersentuhan dengan pelayanan dasar tersebut ternyata keterkaitannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menangani program-program pembanguan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota.

Perkembangan pembangunan daerah kab/kota/provinsi  di Provinsi Lampung sampai dengan saat ini dilihat dari sektor sosial, ekonomi, politik  merupakan ukuran kemajuan pembangunan berwawasan kependudukan, seperti dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah bagian urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana memberikan peluang baik pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten/kota tentang yang harus dilakukan sesuai dengan unsur yang meliputi pengendalian penduduk, keluarga berencana (KB), keluarga sejahtera dan standarisasi sertifikasi.

a.       Pengendalian Penduduk; Peluang untuk daerah provinsi dalam unsur pengendalian penduduk adalah a) Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusatdengan pemerintahdaerah provinsi dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk; b) Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan daerah provinsi, dan di kabupaten/kota pemanduan dan sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk dan pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan daerah kabupaten/kota.

b.      Keluarga Berencana; pada tingkat provinsi dengan pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan local, serta pemberdayaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Pada tingkat kabupaten/kota juga dilaksanakan advokasi KIE pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan local, pendayagunaan tenaga penyuluh KB (PKB/PLKB), pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di daerah kabupaten/kota, serta pemberdayaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB.

c.       Keluarga sejahtera; di tingkat provinsi pengelolaan pelaksanaan desain program pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Pada tingkat kabupaten/kota pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta pelaksanaan dan peningkatan peranserta organisasi kemasyarakatan tingkat kabupaten/kota dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

d.      Standardisasi dan sertifikasi dalam rangka pengendalian penduduk dan keluarga berencana untuk saat ini hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat yang meliputi standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/PLKB, dengan harapan kedepan seluruh petugas pelayanan KB termasuk di daerah provinsi/kabupaten/kota tersertifikasi sesuai dengan kompetensi untuk menjawab program Gubernur Lampung yaitu  “Lampung Kompeten”.

Melihat kebijakan urusan pemerintahan tersebut, maka tindak lanjutkebijakan pembangunan  berwawasan kependudukan tentunya baik yang terkait dengan urusan pelayanan dasar wajib dan pilihan tersebut di atas perlu dikembangkan an ditindaklanjuti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 52Tahun 1999 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

UU 52 tahun 2009 mengamanatkan bahwa hakikat pembangunan nasional  sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untu kmewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik  sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan  daya tampung lingkungan.

Keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang mengembangkan kualitas  penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan  dan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain dan dapat mempercepat terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan  dan pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional,serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.

Permasalahan yang terjadi di Prpovinsi Lampung termasuk Kab/Kota se-Provinsi Lampung akibat dari kebijakan tersebut secara umum bahwa Provinsi Lampung dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2016 berdasarkan hasil Statistik Sosial, Lampung baru mencapai 67,65dan jika dibandingkan dengan IPM Nasional tahun 2016 yang sudah mencapai 70,18, yang artinya Provinsi Lampung masih tertinggal 2,53 poin, dengan perbedaan ini Provinsi Lampung harus memacu untuk mengejar ketertinggalan tersebut. SDGs (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)  yang merupakan kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser kearah pembangunan berkelanjutan dan berdasarkan pada hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang dilakukan dengan prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak seorangpun yang terlewatkan.

Indikator SDGs terdiri dari 17 tujuan, 169 target dan  240 Indikator dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang berahir pada tahun 2015 yang lalu. Program PBB tentang  SDGs di Indonesia ini pertama diluncurkan di Provinsi Lampung Tahun 2017 (31 Oktober 2017 di Swiss Bellhotel) Bandarlampung sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan selama 15 Tahun (2016-2030)  untuk menjawab tantangan dan permasalahan global.

Agenda SDGs di Provinsi Lampung sebagai agenda pembangunan daerah yang meliputi penguatan kelembangaan dan kebijakan, penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran pembangunan, aksi dan pemantauan capaian serta advokasi manajemen pengetahuan dan peningkatan kapasitas. Agenda SDGs tersebut adalah untuk pencapaian tujuan pembangunan secara global, maka di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih pada tahap sosialisasi dan perancangan, namun demikian capaian yang dilihat dari beberapa bidang kegiatan seperti pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan yang dicapai sampai dengan tahun 2017 seperti hasil Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2017.
Indeks pembangunan manusia atau Human Development Index (UNDP, 1990) adalah salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia dilihat dari angka harapan hidup (kesehatan), melek huruf dan rata-rata lamanya bersekolah (pendidikan), kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok untuk hidup layak (pendapatan perkapita), artinya kualitas dari tiga variable tersebut mempengaruhi IPM tinggi atau rendah seperti di Provinsi Lampung tahun 2016 mencapai 67,65 lebih rendah dari 5 (lima kabupaten di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Lampung Timur, Kab Pringsewu, Kabupaten Lampung Tengah, Kota Bandarlampung dan Kota Metro.

1.2.      Mencapai Visi dan Misi

Secara nasional kebijakan pemerintah terkait dengan pencapaian pembangunan nasional maka telah disepakati visi pembangunan nasional untuk periode 2015-2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.Dimana salah satu dari 7 misi yaitu misi ke 4 (empat) adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.Visi dan misi pembangunan nasional tersebut dituangkan dalam agenda pembangunan Nawacita dimana Nawacita ke 5 adalah Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Visi, misi dan nawacita tersebut dituangkan dalam 3 (tiga) dimensi pembangunan  yaitu a. Dimensi Pembangunan Manusia; b. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan; c. Dimensi Pembangunan Sektor Kewilayahan. Dimensi Pembangunan Manusia meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan, mental/karakter.

Pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera, visi BKKBN adalah “Menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas” dengan 5 (lima) visi yaitu: 1) Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan kependudukan menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi; 3) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga; 4) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan kependudukan,Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga; 5) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten.

Ketercapaian visi dan misi program pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera sesuai dengan kebijakan pemerintah maka Provinsi Lampung beberapa tahun terakhir ini telah menunjukkan hasil yang konsisten dalam pencapaian visi dan misinya seperti pencapaian target-target program dimana selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.

1.3.      Capaian Program Keluarga Berencana

Pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera sebagai program pemerintah dan juga sesuai dengan kebijakan pemerintah, maka keberhasilan pembangunan secara umum sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan Keluarga Berencana, dimana meningkatnya kualitas manusia dilihat dari keberhasilan program sebagai salah satu indikator yang meliputi konsistensi masyarakat terhadap Keluarga Berencana dimana capaian KB Baru maupun KB Aktif sangat ditentukan oleh kerja keras para ASN mulai dari JPTP, Adminstrator, Pengawas dan Pelaksana yang membidangi tugas pokok dan fungsi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan program KB, dimana tujuan utama program KB adalah membantu keluarga, termasuk individu sehingga mereka mengerti hak dan kewajiban dalam kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Keberhasilan pencapaian tujuan tersebut ditandai dengan kualitas capaian dari variabel demografi seperti meningkatnya angka harapan hidup manusia, menurunnya angka ketergantungan (dependensi rasio), menurunnya rata-rata pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya TFR (Total Fertility Rate), usia kawin pertama beranjak naik baik laki-laki maupun perempuan, dan yang lebih pentingnya adalah kesadaran akan pentingnya keluarga berencana dengan pilihan kontrasepsi yang tepat dalam rangka pengendalian penduduk.


  
BAB II
PEMBAGUNAN BERWAWASAN KEPENDDUKAN

2.1.      Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan  merupakan lanjutan dari perumusan kebijakan yang selanjutnya menjadi tahapan penting. Kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan yang dibuat hanya akan menjadi rencana belaka apabila tidak berhasil dilaksanakan, oleh karena itu, implementasi kebijakan publik perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, agar kebijakan yang dimaksud benar-benar dapat berfungsi sebagai alat untuk merealisasikan harapan yang diinginkan, dengan kata lain, implementasi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan merupakan upaya untuk merealisasikan suatu keputusan atau kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sekalipun implementasi kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan memainkan peran penting  dalam merealisasikan visi dan misi pemerintah sebagai suatu kebijakan publik, dan bukan berarti bahwa implementasi kebijakan tersebut terpisah dari tahapan formulasi. Fadillah Putra (2001) dalam Tachjan (2006) mengatakan bahwa keberhasilan suatu kebijakan sangat tergantung pada tatanan kebijakan makro dan mikro, artinya, formulasi kebijakan makro yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, keberhasilan implementasinya akan dipengaruhi oleh kebijakan operasional serta kelompok sasaran dalam mencermati lingkungan. Dengan demikian, implementasi kebijakan tidak hanya mencakup operasionalisasi kebijakan ke dalam mekanisme birokratis, tapi juga terkait dengan bagaimana agar kebijakan tersebut dapat diterima, dipahami, dan didukung oleh kelompok sasaran.

Implementasi  kebijakanpembangunan berwawasan kependudukan pada  tahap  pelaksanaan, tidak selalu sejalan dengan apa yang sudah direncanakan dalam tahap formulasi kebijakan tersebut, karena sering sekali  terjadi distorsi antara hal-hal yang ingin dicapai dengan hal-hal yang tercapai atau realisasinya. Banyak faktor  yang  dapat  menimbulkan  distorsi tersebut, misalnya sumber dana minimal yang dibutuhkan ternyata tidak tersedia, sementara pelaksanaan kebijakan itu tidak bisa ditunda. Demikian pula dengan kualitas pelaksana yang sebetulnya tidak memenuhi kriteria minimal yang dibutuhkan, karena itu, Grindle (1980) dalam Abdulah Ramadhan (2017) menyebutkan ada  3 (tiga) hambatan besar yang acapkali muncul dalam pelaksanaan suatu kebijakan yakni:
1.      Ketiadaan kerjasama vertikal, antara atasan dengan bawahan
2.      Hubungan kerja horisontal yang tidak sinergis
3.      Masalah penolakan terhadap perubahan yang datang dari publik maupun kalangan birokrasi sendiri.

Mengatasi persoalan-persoalan yang  bersifat  implementatif,  maka  pelaksana kebijakan perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi (adaptive leaderships) dengan kondisi eksternal dan internal strategis yang berkembang. Berbeda dengan perumusan  kebijakan yang mensyaratkan rasionalitas dalam membuat suatu keputusan. Keberhasilan implementasi kebijakan kadangkala tidak hanya memerlukan rasionalitas, tapi juga kemampuan pelaksana untuk memahami dan merespon harapan-harapan yang berkembang di masyarakat, di mana kebijakan publik tersebut akan dilaksanakan.

Keberhasilan  implementasi  kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan memerlukan pendekatan top-down dan bottomup sekaligus. Pendekatan top-down terutama berfokus pada ketersediaan unit pelaksana (birokrasi); standar pelaksanaan; kewenangan: koordinasi; dll, dan pendekatan bottom-up menekankan pada strategi-strategi yang digunakan oleh pelaksana saat menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan sebagai dasar untuk memahami kebijakan itu secara keseluruhan.

Sebagai  jembatan  untuk  menghubungkan pendekatan  top-down  dan bottom-up inilah, Sabatier  (1993)  mengungkapkan  pentingnya  dilakukan  advokasi kebijakan dan tidak hanya  pada  level  formulasi  tapi  juga implementasi dan bahkan evaluasi kebijakan termasuk kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan. Advokasi kebijakan ini menyangkut ekspresi keberpihakan seseorang pada nilai-nilai  tertentu. Penggunaan  advokasi kebijakan dalam implementasi  kebijakan  tersebut dimaksudkan untuk mengubah kondisi yang dikehendaki dengan cara memastikan penentu kebijakan berada di pihak yang melakukan  advokasi,  sehingga  aspirasi  masyarakat  semaksimal mungkin terakomodasi.

Beberapa aspek penting  lain yang seringkali terlupakan dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan adalah penguasaan diri pelaksananya untuk membangun nilai-nilai kepercayaan (trust) dan tanggung jawab (responsibility). Kepercayaan  adalah  hal  yang sangat penting untuk membangun penerimaan masyarakat terhadap suatu kebijakan, sehingga masyarakat (stakeholders)  mau mendukung pelaksanaan kebijakan  tersebut. Selain itu, tanggung jawab adalah  jaminan bagi konsistensi pelaksanaan kebijakan. Kepercayaan merupakan modal utama yang sangat penting, tapi tidak mengabaikan unsur tanggung jawab dalam implementasi kebijakan. Selanjutnya pelaksanaan kebijakan  merupakan perpaduan antara tanggungjawab dan kepercayaan untuk merealisasikan tujuan-tujuan  yang terdapat dalam kebijakan pembangunan berwawsan kependudukan  yang dimaksud.

Kedua hal di atas (kepercayaan dan tanggungjawab)  seringkali terabaikan dalam melaksanakan suatu kebijakan, sehingga alih-alih menjadi alat untuk menyelesaikan masalah, kebijakan  justru menjadi pemicu masalah dan sumber konflik baru. Dengan menempatkan implementasi kebijakan sebagai proses penyelenggaraan pemerintahan  yang akuntabel, konsisten, bertanggungjawab, dan terbuka, maka diharapkan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dapat diatasi  dan pencapaian tujuan-tujuan  yang terkandung dalam susbtansi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan dapat dicapai dengan baik.

2.2.      Pembangunan Kepedudukan

Modal dasar pembangunan salah satunya adalah manusia dalam hal ini penduduk yang menjadi subjek dan objek dari pembangunan itu sendiri, sebagai subjek dari pembangunan artinya penduduk yang ada menjadi pelaku pembangunan yang diprogramkan, dan penduduk sebagai objek pembangunan artinya penduduk merupakan tujuan dan penikmat hasil pembangunan itu sendiri.

Pembangunan kependudukan dapat dilihat juga dari dimensi integrasi dan pembangunan itu sendiri. Integrasi kependudukan dalam perencanaan pembangunan di Provinsi Lampung tentunya harus memperhatikan dinamika kependudukan yang ada di Provinsi Lampung yang penjabarannya dalam pembangunan berwawasan kependudukan, sedangkan dimensi pembangunan adalah merujuk kepada membangun penduduk itu sendiri agar menjadi pelaku pembangunan yang handal. Berdasarkan dimensi tersebut, maka pentingnya pengendalian penduduk melalui ukuran laju pertumbuhan penduduk, memperhatikan mobilitas penduduk, meningkatkan kualitas penduduk serta pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang kependudukan yang sekarang ini tidak dapat dihindari.

Kemajuan pembangunan di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung akan berhasil baik jika kebijakan pemerintah benar-benar dan serius memperhatikan bahwa penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan, program dan strategi pembangunan. Disini penduduk harus dibina dan dikembangkan kompetensinya agar mampu menjadi penggerak pembangunan. Pembangunan yang dibangun oleh penduduk juga harus dapat dinikmati oleh penduduk itu sendiri termasuk masyarakat disekelilingnya, sehingga jelas bahwa penduduk harus juga berpartisipasi aktif dalam kancah dinamika pembangunan, jika hal ini dapat dilakukan, maka secara luas pembangunan dapat dikatakan berhasil jika hasil pembangunan tersebut dapat meningkatkan tingkat  kesejahteraan penduduk dan masyarakat di daerah Provinsi Lampung.

Dinamika penduduk Provinsi Lampung juga mempengaruhi dinamika pembangunan, jumlah penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang tinggi/memadai tidak menutup kemungkinan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun jika jumlah penduduk yang besar dan tidak diimbangi dengan kualitas penduduk yang tinggi, maka yang terjadi adalah penduduk menjadi beban pembangunan di Provinsi Lampung.

Perubahan dinamika kependudukan yang setiap saat terjadi, dampaknya tidak secara langsung dirasakan pada saat itu, namun akan terasa dalam jangka waktu yang panjang, dan hal ini ketika peran penting penduduk terabaikan, maka yang terjadi adalah dampak negative terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi serta lingkungan hidup dari penduduk itu sendiri, umumnya penduduk dan pembangunan di Provinsi Lampung.

Integrasi pembangunan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung sangat penting terkait dengan dinamika kependudukan dan pembangunan kependudukan yang meliputi integrasi perencanaan pembangunan daerah dengan harapan ketika integrasi perencanaan tersebut dilaksanakan, maka komitmen yang mendasar adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada di daerah Provinsi Lampung termasuk penduduk kabupaten/kota akan menjadi pelaku pembangunan dan dapat menikmati hasil pembangunan secara maksimal dan tentunya sesuai dengan harapan adalah kesejahteraan meningkat.

Integrasi pembangunan seperti ini yang berwawasan kependudukan memberikan jaminan bahwa keberlangsungan proses pembangunan sebagai proses koordinasi dan konsolidasi secara bottom up planningdengan menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat di daerah sebagai komitmen melibatkan masyarakat local dalam proses pembangunan. Hal ini menggambarkan bahwa ketika mengacu kepada pembangunan berwawasan kependudukan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, sebaliknya jika mengacu kepada pembangunan berwawasan ekonomi, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai konsep keberlanjutan akan sulit dicapai, dan ini memperjelas bagi perancang dan pengambil kebijakan bahwa wawasan kependudukan adalah yang utama.

2.3.      Kependudukan dan Permasalahan Di Provinsi Lampung
Terdapat beberapa aspek masalah kependudukan di Provinsi Lampung yang sampai saat ini selalu dibahas secara terus menerus yaitu: 1) Kuantitas dan kualitas Penduduk; 2. Persebaran Penduduk; 3) Administrasi kependudukan; 4) Informasi Kependudukan.

a.       Berbicara tentang kuantitas penduduk di Indonesia artinya terkait dengan jumlah penduduk yang sampai saat ini menempati nomor 4 terbesar duniasetelah China, India, dan Amerika Serikat, dan Indonesia masih menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Provinsi Lampung dengan jumlah penduduknya di pulau Sumatera menduduki urutan …. Terbesar di Sumatera, dan urutan …. Terbesar dari … provinsi di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk …% per tahun.

Jika jumlah penduduk besar di Provinsi Lampung dan tidak dibarengi dengan kualitas penduduk, maka kedepan akan terjadi permasalahan yang cukup serius, terlebih saat ini telah berjalan apa yang disebut globalisasi dimana SDM yang memiliki kompetensi akan meninggalkan dan atau menguasai SDM yang tidak memiliki kompetensi. Kita pahami bahwa dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 11 Tahun 2017 menekankan bahwa SDM harus memiliki kompetensi Teknis, Manajerial, dan Sosiokultural, dan diperkuat lagi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 SDM harus memiliki kompetensi pemerintahan. Ketika para ASN/PNS tidak memiliki kompetensi tersebut maka pelayanan kepada masyarakat tentunya akan sangat rendah, dan sudah diperkirakan bahwa kualitas masyarakat juga rendah. Kalau dilihat dari kompetensi kerja, tentunya penduduk Indonesia secara keseluruhan yang tergolong usia kerja menurut Spenser & Spenser dalam Bovie (2010) harus memiliki kompetensi intelektual, kompetensi sosial, dan kompetensi personal.

Kuantitas dan kualitas penduduk khususnya di Provinsi Lampung tentunya harus sejalan terutama terkait dengan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan masih sebagian besar persentasenya berpendidikan rendah, sedangkan kualitas kesehatan penduduk dilihat dari 1.Tingkat kualitas kesehatan penduduk tinggi maka kualitas hidup penduduk tinggi; 2.Tingkat kualitas kesehatan penduduk sedang maka kualitas hidup penduduk sedang; 3.Tingkat kualitas kesehatan penduduk rendah maka kualitas hidup penduduk rendah.Di Provinsi Lampung kualitas kesehatan penduduk dilihat dari angka kematian bayi yang masih tinggi dibanding angka kematian secara Nasional. Dampak dari kualitas penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2017, hasil survey ekonomi menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2016 sebesar 67,65, artinya ada peningkatan dari tahun 2010 Provinsi Lampung yaitu 63,71, namun tetap masih terkecil dibanding provinsi-provinsi lain di Sumatera. Meningkatkan IPM untuk bisa sejajar dengan provinsi lain di Sumatera, tentunya penerapan yang terkait dengan kebijakan pendidikan, kesehatan sangat diprioritaskan oleh pemerintah daerah.

b.      Persebaran Penduduk

Besar atau kecilnya Jumlah penduduk disuatu wilayah juga sangat menentukan laju pertumbuhan pembangunan di daerah tersebut, disamping wilayah yang luas juga jangkauan yang cukup jauh sehingga sebaran penduduk juga berdampak tidak merata. Mengingat penduduk sebagai salah satu modal dasar yang menjadi pertimbangan akan besar/kecilnya alokasi sumber daya untuk pembangunan di daerah tersebut. Alokasi sumber daya dimaksud tentunya meliputi alokasi SDM, Sarana Prasarana, Anggaran, dan Teknologi Informasi.
Di provinsi Lampung terutama beberapa daerah Kabupaten dengan wilayah yang luas dan jauh jangkauannya, sangat sulit dalam menemukan SDM yang ahli (expert), sarana prasarana yang minim, anggaran yang belum mencukupi, serta jangkauan teknologi informasi yang sulit dalam rangka memajukan pembangunan di daerah untuk sejajar dengan daerah lain yang sudah maju, baik di Provinsi Lampung sendiri maupun di Luar Provinsi Lampung.

c.       Administrasi dan Informasi Kependudukan

Tertib administrasi yang berkaitan dengan kependudukan tentunya tidak terbatas kepada kelengkapan KIP (Kartu Identitas Penduduk) namun lebih luas lagi seperti tertib administrasi perkembangan pembangunan berwawasan kependudukan yang meliputi segala bentuk laporan yang terkait dengan pengelolaan pembangunan berwawasan kependudukan tentunya harus sesuai dengan yang diharapkan oleh kebijakan sebagai sumber dari aturan konsep dan operasional seluruh program kegiatan. Administrasi kependudukan ini penting karena pengambilan keputusan dengan hasil administrasi kependudukan yang keliru, tentunya akan membawa dampak kepada pengambilan keputusan yang keliru pula.

Dalam rangka tertib administrasi kependudukan tentunya disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini, karena perkembangan teknologi informasi tidak dapat ditawar lagi, terutama menyangkut informasi data kependudukan.Kebijakan pemerintah yang mengharuskan pengelolaan data dan informasi harus menggunakan aplikasi software untuk mempermudah, mempercepat, dan kehandalan data dan informasi yang tepat tanpa adanya kesalahan.

2.4.      Rasio dan Bonus Demografi

Rasio penduduk dalam hal ini rasio ketergantungan di Provinsi Lampung berdasarkan hasil proyeksi BPS sejak tahun 2010 menunjukkan persentase Rasio Ketergantungan (RK) menurun dimana pada tahun 2010 RK sebesar 51,2% dan pada tahun 2018 diperkirakan menjadi 48,9%. Penurunan persentase seperti ini menggambarkan bahwa bonus demografi telah terjadi dimana rasio ketergantungan usia 0-14 + ≥ 65 tahun semakin sedikit dibandingkan usia 15-64 tahun sebagai usia tenaga kerja produktif.

Tren penurunan rasio ketergantungan tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan dengan pertumbuhan secara eksponensial atau proyeksi penduduk, maka pada tahun 2020 angka ketergantungan tersebut diperkirakan tetap menurun, dan  rasio ketergantungan penduduk non-produktif semakin akan semakin kecil.

Bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-65) tahun lebih banyak dari jumlah penduduk usia yang termasuk dalam rasio ketergantungan yaitu di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun. Menurut Bovie (2014) Perkembangan penduduk, bonus demografi dan sosial ekonomi indonesia  merupakan suatu system yang saling mempengaruhi: 1) Kebijakan pemerintah yang terkait dengan program kependudukan pemahamannya masih terbatas kepada pembuat kebijakan; 2) Perkembangan penduduk pertumbuhannya sangat bervariasi; 3) Rendahnya beban tanggungan sebagai bonus demografi berpengaruh terhadap sosial ekonomi yang dibatasi kepada ekonomi pendidikan dan ekonomi kesehatan; 4) Program Keluarga Berencana dengan  visi yang tegas untuk dicapai.Keberhasilan Pembagunan keluarga berencana menghasilkan bonus demografi, akan berdampak pada sosial ekonomi Indonesia pada tahun 2035 khususnya ekonomi pendidikan dan ekonomi kesehatan, dan ketika kita manfaatkan bonus demografi tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

2.5.      Kebijakan Pembangunan Di Provinsi Lampung

Kebijakan pembangunan yang telah dilakukan di Provinsi Lampung terkait dengan infrastruktur seperti pembangunan jalan Tol Trans sumatera yang dimulai dari Kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan melewati Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pesawaran, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Mesuji dst dan sudah diresmikan Presiden RI Joko Widodo, sangat mempengaruhi pembangunan bidang sosial, ekonomi dan politik di Provinsi Lampung.

Hasil BPS menunjukkan potret social ekonomi Provonsi Lampung Tahun 2017 dimana prioritas pembangunan dimunculkan dalam RPJMD adalah mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui peningkatan kualitas SDM, pengembangan teknologi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan sesuai dengan kondisi dan potensi serta permasalahan di daerah.

Hal ini memprioritaskan pembangunan daerah dalam 3 dimensi pembangunan Nawacita Jokowi JK 2015-2019 yaoitu: a. Pembangunan Manusia (peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan), b. Pembangunan sector Unggulan (kedaulatan pangan, energy pariwisata dll); c. pemerataan pembangunan antar daerah dan mengurangi kesenjangan pembangunan.

SDGs atau Sustainable Developmens Goals merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan yang memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan target yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan umat manusia dan planet bumi.

Kesepakatan dan tujuan yang akan dicapai tersebut terdiri dari 8 kesepakatan dengan 17 tujuan sebagai deklarasi PBB yang ditanda tangani September tahun 2000 yang lalu dan disetujui oleh semua negara:

a.       Mengurangi kemiskinan dan kepalaran, bertujuan untuk:
1)      Pendapatan populasi dunia sehari $10000
2)      Menurunkan angka kemiskinan
b.      Mencapai pendidikan dasar untuk semua, bertujuan agar:
3)      Setiap penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar
c.       Mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan
4)      Target 2005 dan 2015 mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan untuk tahun 2015
d.      Menurunkan angka kematian anak
5)      Tarhet untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua pertiga tingkat kematian anak aanak usia di bawah 5 tahun
e.       Meningkatkan kesehatan ibu
6)      Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan.
f.       Memerangi HIV/AIDs, malaria, dan penyakit menular lainnya
7)      Target tahun 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDs, malaria dn penyakit berat lainnya.
g.      Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8)      Memastikan mengintegrsikan prinsip-pronsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap Negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
9)      Tahun 2015 diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat
10)  Tahun 2020 diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh
h.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
11)  Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan system keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi , termasuk komitmen terhadap pemerintah yang baik, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional
12)  Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus Negara-negara kurang berkembang dan kebutuhan khusus dari Negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan tariff dan kuota untuk ekspormereka, meningkatkan pembebasan hutang untuk Negara-negara miskin yang berhutang besar,  pembatalan hutang bilateral resmi, dan menambah bantuan penmbangunan resmi untuk Negara-negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
13)  Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang Negara-negara berkembang
14)  Menghadapi secara komprehensif dengan Negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang
15)  Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kum muda
16)  Dalam kerjasama denga pihak pharmaceutical menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam Negara berkembang
17)  Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangunadanya penyerapan keuntungan dari teknologi teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan dan target tersebut dipisahkan dalam 4 (empat pilar pembangunan yang meliputi: 1) Pilar Pembangunan Sosial; 2) Pilar Pembangunan Ekonomi; 3) Pilar Pembangunan Lingkungan; dan 4) Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola, seperti pada gambar1.


Sumber BPS, 2017

2.6.      Kebijakan Pembangunan Bidang Kependudukan dan Kelurga Berencana

Kebijakan pembangunan bidang kependudukan sesuai dengan UU No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dimana penduduk sebagai modal dasar dan factor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan. Melihat kualitas dan kuantitas penduduk di Provinsi Lampung sebagai implementasi dari kebijakan kependudukan maka beberapa variable yang mempengaruhi perkembangan pembangunan adalah sebagai berikut:

a)      Jumlah Penduduk

Hasil sensus penduduk periode tahun 1971-2010 di Provinsi Lampung dan Sumatera menggambarkan bahwa 15 dari 100 penduduk sumatera bertempat tinggal di Provinsi Lampung, artinya 15% dari jumlah penduduk yang tinggal di Sumatera berada di Provinsi Lampung, hal ini sesuai dengan hasil sensus bahwa jumlah penduduk Provinsi Lampung menduduki terbesar ke 2 di pulau Sumatera.

b)      Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup yang juga menentukan tingkat IPM di Provinsi Lampung rata-rata sudah di atas 65 tahun kecuali kabupaten Pesisir Barat yang baru mencapai 62,29 tahun. Tinggi rendahnya angka harapan hidup masyarakat di suatu daerah sangat ditentukan oleh budaya hidup sehat masyarakat diwilayah tersebut, yang tentunya dipengaruhi juga dengan program-program kesehatan, pendidikan dan ekonomi panduduk di daerah tersebut.

c)      Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk di Provinsi Lampung  berdasarkan hasil sensus dan survey periode 1980 menunjukkan prilaku yang bervariasi baik migrasi masuk maupun migrasi keluar.Tahun 1980 angka migrasi keluar dari provinsi lampung cukup tinggi sedangkan migrasi keluar sangat sedikit, tahun 1985 migrasi keluar menunjukkan angka peningkatan sampai tahun 1995, kemudian menurun  sampai dengan tahun 2015. Migrasi keluar pada tahun 1985 s.d 1990 menunjukkan peningkatan kemudian menurun sampai dengan tahun 2015.Jika dilihat dari angka migrasi keluar dan migrasi masuk dari dan ke Provinsi Lampung tahun 2015 ternyata angka migrasi keluar lebih tinggi dari migrasi masuk. Pola migrasi penduduk tersebut tentunya akan berlanjut sampai dengan tahun 2018 apabila pemerintah Provinsi Lampung tidak mampu menampung para tenaga kerja yang ada di Provinsi Lampung dengan menyiapkan lapangan kerja.

Usaha pemerintah Provinsi Lampung sampai dengan awal 2017 telah mencanangkan program lampung kompeten dengan program peningkatan kompetensi bagi tenaga kerja melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja yang sudah lulus mengikuti program pelatihan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Namun demikian meskipun para tenaga kerja telah memiliki sertifikasi kompeten tetapi lapangan kerja tidak tersedia, maka pelatihan dan sertifikasi kompeten yang dimiliki adalah sia-sia, dan akan berdampak kepada mobilitas dalam hal ini migrasi keluar akan tetap lebih besar dari migrasi masuk.

d)     Fertilitas

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk.Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat kematian bayi masih tinggi. Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya.

Salah satu kebijakan pemerintah adalah program pengaturan rata-rata kelahiran dengan jumlah anak yang dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya, dan ternyata dengan menerapkan kebijakan tersebut angka TFR (total Fertility Rate) terus menurun, namun akan sampai pada suatu saat penurunan TFR tersebut akan sulit terjadi akibat dari kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga kecil, bahagia sejahtera.

Kesulitan untuk mencapai TFR 2,1 yang harusnya dicapai pada tahun 2015 yang lalu, maka perlu dicermati variable penentu selain kontrasepsi adalah jumlah dengan status kawin (belum kawin, kawin, cerai hidup, cerai mati), karena ketika data tersebut tersedia maka akan lebih mudah untuk mengantisipasi strategi yang tepat dalam menentukan angka fertilitas yang diinginkan, kontrasepsi yang tepat untuk mencapai fertilitas yang diinginkan. Pertanyaan terkait dengan program pemerintah untuk mencapai TFR 2,1 adalah untuk mencapai apa yang diharapkan pemerintah adalah terjadinya penduduk tumbuh seimbang (PTS) atau penduduk tanpa pertumbuihan (zero population grouth).

e)      Mortalitas

Angka mortalitas dalam analisis ini lebih terfokus pada Angka Kematian Bayi  (AKB) yang merupakan indikator penting  yang menentukan derajat kesehatan dan digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan.

f)       Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia kawin, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Konsep ini sebagai upaya untuk mengaplikasikan agar tercapai apa yang diharapkan pemerintah yaitu keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Kebijakan pemerintah tersebut tergambar dalam hasil atau kinerja lembaga dalam hal ini BKKBN Provinsi Lampung dimana angka partisipasi masyarakat untuk ber KB jumlahnya makin meningkat baik jumlah peserta KB Aktif maupun jumlah Peserta KB Baru. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk ber KB tersebut keberhasilannya juga dilihat dari kualitas alat kontrasepsi yang digunakan, artinya KIE untuk memberikan informasi tentang KB dan Alat kontrasepsi yang tepat untuk masyarakat harus selalu didengungkan baik di tingkat profinsi/kabupaten/kota yang jumlah penduduknya lebih tinggi di perdesaaan dibandingkan di perkotaan.



2.7.      Kebijakan Pembangunan Bidang Ketenaga kerjaan

a.       Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat pengangguran terbuka (perbandingan) antara Provinsi Lampung dan Indonesia pada periode 2011-2017 secara total per tahun Provinsi Lampung persentasenya di bawah persentase Nasional (Indonesia), dimana tahun 2011 TPT Nasional 7,46% dan tahun 2017 menurun menjadi 5,5%; sedangkan Provinsi Lampung TPT tahun 2011 sebesar 6,38% dan tahun 2017 sebesar 4,33%. TPT Provinsi Lampung dibandingkan dengan 10 Provinsi di Sumatera, Lampung menduduki urutan ke 7 terbesar, atau urutan ke-4 terkecil persentase TPT.

Tingkat pengangguran terbuka menurut daerah (kota/Perdesaan) justru menunjukkan bahwa persentase pengangguran terbuka di Provinsi Lampung terbesar berada di daerah perkotaan dibaningkan dengan di perdesaan periode 2015, 2016 dan 2017.

Tingkat pengangguran terbuka kab/kota di Provinsi Lampung periode 2012 s.d 2017 umumnya menunjukkan penurunan terkecuali kebupaten Lampung Tengah terjadi peningkatan dari tahun 2014 dari 2,48% menjadi 3,08% tahun 2017. Penurunan TPT yang sangat sgnifikan adalah di Kabupaten Mesuji  dari 5,13% tahun 2014 menjadi 0,65% tahun 2017, dan Kabupaten Lampung Barat dari 2,18% tahun 2014 menurun menjadi 0,96% tahun 2017.

b.      Penduduk yang bekerja dan komposisi Angkatan Kerja

Perkembangan penduduk yang bekerja di Provinsi Lampung menurut kegiatan ekonomi formal-informal pada tahun 2016 (Februari) – 2017 (Agustus) 29,71% bekerja pada kegiatan formal, dan bekerja pada kegiatan informal 70,29%, dari grafik tersebut di bawah ini menunjukkan bahwa secara umum dari sisi ekonomi yang bekerja pad kegiatan formal lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk yang bekerja pada kegiatan informal. Perlu diketahui bahwa kegiatan formal-informal adalah pekerjaan dengan karakteristik usaha formal dan informal. Sektor informal adalah suatu pekerjaan yang umumnya padat karya yang menurut Bremen dalam Rusli Ramli (1985:74)  kurang mendapat dukungan dan pengakuan oleh pemerintah, dan juga kurang terorganisir dengan baik; menurut Shuthuraman dalam Muchdarsyah (1988:22) sector informal adalah terdiri dari unit usaha berskala kecil yang meproduksi, mendistribusi barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing derta dalam usaha terseut sangat dibatasi oleh factor modal maupun ketrampilan. Sektor Formal adalah sektor pekerjaan yang ditangani oleh tenaga profesional dan dengan gaji tetap seperti ASN/PNS.

Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan pada sector pertanian dan perkebunan serta kehutanan persentasenya lebih 45,54% dibandingkan dengan sector pekerjaan lainnya, keadaan ini menggambarkan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan di perdesaan terutama sector pertanian, artinya kebijakan program pemerintah yang sedang digalakkan terkait dengan pengelolaan pertanian benar-benar diperhatikan dengan berbagai bantuan pemerintah baik finansial maupun sarana prasarana pertanian.

Komposisi angkatan kerja di Provinsi Lampung di lihat dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa menurunnya pengangguran akan berdampak kepada peningkatan penduduk yang bekerja. Data menunjukkan bahwa pengangguran dari tingkat pendidikan SD s.d SMA/kejuruan persentasenya menurun dari tahun 2016 s.d 2017 sedangkan pengangguran dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas menunjukkan persentase yang meningkat, sebaliknya persentase penduduk yang bekerja tahun 2016 dan tahun 2017 berdasarkan pendidikan menunjukkan peningkatan terkecuali penduduk dgn tingkat pendidikan SD dan Diploma menurun. Penduduk dengan persentase bekerja dan pengangguran terdapat pada kelompok pendidikan SMP dan SD.


  
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


3.1.      Kesimpulan
Kebijakan pembangunan di Provinsi Lampung secara umum terlihat dari peningkatan angka IPM Indeks Pembangunan Manusia di atas angka 67,85, dan untuk meningkatkan IPM tersebut, maka kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan sangat memiliki andil terutama terkait dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk dengan program KBnya.

Kualitas keluarga dengan ukuran kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli akan berdampak kepada tingkat kesejahteraan keluarga.

3.2.   Rekomendasi
Implementasi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan harus lebih mendapatkan dukungan dari berbagai pihak baik dari pihak pemerintah, masyarakat dan stakeholders untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat dengan pengendalian penduduk baik kualitas maupun kuantitas yang merata di semua lini di tingkat kabupaten/kota se Provinsi Lampung.




DAFTAR PUSTAKA

Bappeda, 2017., Tinjauan Statistik Sosial Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2012-2017, Bappeda:Lampung

Bovie Kawulusan, 2010.,Strategi Pengembangan Manajemen, UPI:Bandung

Bovie Kawulusan, 2010., Perkembangan Penduduk, Bonus Demografi Dan
Sosial Ekonomi Indonesia  Tahun 2035, Bandiklat:Lampung

BPS, 2017., Fertilitas dan KB, BPS:Lampung

Ida Bagus Permana, 2012., Pembangunan Berwawasan Kependudukan, BKKBN:Jakarta

Joko Widodo, 2018., Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal, Presiden RI:Jakarta

Joko Widodo, 2017., Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Presiden RI:Jakarta

Rozali Namurza, 2014., Buku Saku Kependudukan Provinsi Lampung, BKKBN:Bandarlampung.
Susilo Bambang Yudhoyono, 2009., Undang-Undang RepubliIndonesia Nomor 52 Tahun2009, Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga, Presiden RI:Jakarta
Susilo Bambang Yudhoyono, 2014., Undang-Undang RepubliIndonesia Nomor 5 Tahun2014, Tentang Aparatur Sipil Negara, Presiden RI:Jakarta
Susilo Bambang Yudhoyono, 2014., Undang-Undang RepubliIndonesia Nomor 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan Daerah, Presiden RI:Jakarta

  
Lampiran:

Istilah & Definisi:

Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama, serta lingkungan penduduk setempat.

Penduduk  adalah orang dalam matranya sebagai seorang diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kualitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batasan wilayah Negara pada waktu tertentu.

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia kawin, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.

SPM (Standar Pelayanan Minimal) menurut PP 18 Tahun 2017 terdiri dari 6 bidang dimana 2 diantaranya adalah pendidikan dan kesehatan. SPM Pendidikan terdiri dari SPM pendidikan provinsi dan SPM Pendididikan kab/kota.

SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan provinsi dan SPM kesehatan daerah kab/kota


No comments:

Post a Comment