(Oleh:Dr.Bovie Kawulusan., M.Si)
Analisis biaya dan manfaat (ABM) adalah
salah satu teknis yang digunakan
untuk mengevaluasi penggunaan
sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara efisien. ABM
merupakan alat bantu untuk membuat keputusan, dengan mempertimbangkan
sejauhmana sumberdaya yang digunakan (sebagai biaya) dapat memberikan
hasil-hasil yang diinginkan (manfaat) secara optimal. ABM digunakan manakala
hal efisiensi secara akurat dan rasional menjadi pertimbangan utama.
Roy Simbel (2003) berpendapat bahwa ABM adalah salah satu
instrumen yang dapat digunakan untuk pengABMilan keputusan cepat[1]. Menurutnya
dalam mengABMil keputusan, yang digunakan sebagai
petunjuk adalah biaya yang harus
dikeluarkan dan manfaat yang bisa
dipetik. ABM dilakukan dengan tetap mengacu pada
tujuan yang telah ditetapkan. ABM bertujuan memilih alternatif yang menunjang
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dengan manfaat yang paling besar serta
risiko yang paling dapat dikendalikan.
Teknis ABM dapat diterapkan dalam berbagai bidang
pengambilan keputusan, utamanya dalam rangka membuat evaluasi program atau proyek
untuk kepentingan publik, seperti misalnya pembangunan infrastruktur, yang
seringkali menimbulkan biaya dan manfaat yang berdampak pada kepentingan
sosial. Tentu saja lapangan pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ini,
terutama ketika pertimbangan efisiensi menjadi begitu diperhitungkan.
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Analisis Manfaat-Biaya
Analisis manfaat-biaya adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis
membandingkan dan menganjurkan suatu
kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang.
Analisis manfaat-biaya dapat digunakan untuk
merekomendasikan tindakan kebijakan,
dalam arti diaplikasikan ke depan (ex ante), dan dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan. Analisis
Biaya Manfaat digunakan, terutama ketika masalah EFISIENSI menjadi sesuatu yang
sangat relevan dan diperhitungkan, atau dengan perkataan lain digunakan
untuk mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar sumber yang langka
tersebut dapat digunakan secara efisien.
Analisa Biaya Manfaat secara tradisional melABMangkan rasionalitas ekonomi karena kriteria
sebagian besar ditentukan dengan penggunaan efisiensi ekonomi secara global.
Suatu kebijakan dikatakan efisien jika manfaat bersih (yaitu total manfaat
dikurangi total biaya) adalah lebih besar dari nol dan lebih tinggi dari
manfaat bersih yang mungkin dihasilkan dari sejumlah alternative penggunaan
sumberdaya (investasi) lainnya di sector swasta ataupun public (opportunity cost).
Beberapa
pengertian dan definisi dapat Cost and Benefit Analysis antara lain:
- An approach to policy recommendation that permits analyst to compare and advocate policies by quatifying their total monetary cost and benefits[2].
- A process by which you weigh expected costs against expected benefits to determine the best (or most profitable) course of action[3]
- A technique designed to determine the feasibility of a project or plan by quantifying its costs and benefits[4]
- A technique designed to determine the feasibility of a project or plan by quantifying its costs and benefits[5]
Dari berbagai definisi di atas
dapatlah ditarik suatu pemahaman bahwa analisa biaya manfaat adalah suatu cara
untuk menhitung (dalam besaran nilai uang) sejauhmana biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mewujudkan suatu proyek tertentu memberikan hasil manfaat,
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk dipilih atau tidak dalam
suatu pengABMilan keputusan.
Adapun
pengertian tentang Cost (biaya) dan Benefits (Manfaat), dapat dijelaskan
sebagai berikut[6]:
Benefits à
are the sum of the maximum amounts
that people would be
willingness to pay to gain
outcomes that they view as desirable
Costs
à are the
sum of the maximum amounts that people would be
willing to pay to avoid
outcomes that they view as undesirable
ABM
adalah salah satu teknik yang relatif mudah dilakukan, karena secara sederhana
pengABMilan keputusan dilakukan berdasarkan perhitungan ”untung-rugi” yang
dinilai dengan satuan uang (IDR,
US$). Bahkan
termasuk yang “intangible” pun diperhitungkan secara harganya secara rasional
dengan satuan uang. Keputusan diABMil apabila “untung”, atau manfaatnya lebih
tinggi ketimbang biayanya.
Dalam melakukan analisis manfaat-biaya
yang harus diperhatikan adalah melakukan hal-hal berikut: (i) Identifying
relevant impacts, Melakukan identifikasi
hal-hal mana yang relevan terkena dampak dari kebijakan. Misal: keluasan
wilayah, orang-orang/pihak-pihak.
Pihak-pihak mana yang paling berkepentingan dengan Kebijakan, (ii) Monetizing
impacts, Mengukur sejauhmana
biaya-biaya yang dikeluarkan memberikan kompensasi yang wajar dengan hasil yang
diperolehnya. (iia) Valuing inputs: Mengukur sejauhmana biaya-biaya yang dikeluarkan
memberikan kompensasi yang wajar dengan hasil yang diperolehnya. (iib) Valuing
Outcomes; menilai sejauhmana hasil yang didapatkan melalui pendekatan opportunity cost atau survey willingness to pay. (iic) Oportunity
cost: Pemilihan sejumlah sumberdaya yang paling efisien, yang diukur
melalui penilaian sejauhmana sumberdaya itu telah mengakibatkan hilangnya
kesempatan untuk digunakan untuk menghasilkan hal lain, (iii) Discounting
for time and Risk, Menghitung perkiraan nilai hari ini dari biaya dan
manfaat yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Faktor diskonto
didasarkan pada asumsi bahwa nilai uang pada masa yang akan datang pada arus
biaya dan manfaat tidak sama pada setiap tahunnya. (iv) Choosing Among Polices, Memilih
kebijakan yang mendatangkan manfaat (net benefits) yang paling memenuhi
criteria yang ditetapkan
2.2. Pendekatan
Menentukan Biaya dan Manfaat
Dalam analisis Manfaat-Biaya, harus
ditentukan batas-batas dan ruang lingkup dari biaya-biaya dan manfaat-manfaat
yang diperhitungkan. Beberapa pendekatan yang biasa dilakukan adalah:
1. Biaya dan manfaat di dalam vs di luar. Mempersoalkan apakah biaya atau
manfaat yang dikeluarkan adalah bersifat internal atau
eksternal untuk suatu jenis kelompok sasaran atau wilayah hukum. Biaya dan manfaat internal ini disebut
internalitas, sedangkan yang di luar atau
eksternal disebut eksternalitas. Apa yang menjadi biaya atau manfaat di dalam (internalitas) pada
suatu kasus dapat menjadi di luar
(eksternalitas) pada kasus lain. Perbedaan ini tergantung pada bagaimana analis menggABMarkan batasan kelompok
sasaran dan wilayah hukumnya. Jika batasannya masyarakat secara
keseluruhan, maka tidak akan ada
eksternalitas. Akan tetapi jika batasannya adalah wilayah hukum tertentu akan terdapat internalitas maupun eksternalitas. Contoh: program pembangunan perumahan
apartemen (rumah susun) di DKI akan menimbulkan biaya-manfaat bagi wilayah
hukum DKI, dan akan menimbulkan externalitas bagi penduduk yang terkena
‘manfaat’ ataupun “korban” di wilayah
luar DKI, misalnya: berkurangnya orang-orang yang mengontrak/kost di wilayah
mereka, atau berkurangnya wilayah kumuh yang ada di wilayah mereka .
2. Biaya
dan Manfaat yang diukur secara langsung dan tidak langsung. Mempersoalkan apakah
biaya atau manfaat adalah nyata (tangible)
atau tidak nyata (intangible). Ukuran Nyata adalah biaya dan manfaat yang secara langsung dapat diukur
dengan harga pasar yang sebenarnya dari
barang dan pelayanan, sementara yang tidak nyata
adalah biaya dan manfaat yang secara tidak langsung diukur dengan cara menafsirkan nilai sebenarnya dari barang
itu dengan patokan harga pasar. Ketika
berhubungan dengan yang tidak nyata seperti harga udara
bersih, analis kemungkinan membuat harga bayangan dengan
membuat keputusan subyektif tentang nilai dolar dari biaya maupun manfaat.
3. Biaya dan manfaat primer dan sekunder. Mempersoalkan
apakah biaya atau manfaat itu dihasilkan secara "langsung" atau
"tidak langsung" oleh suatu program, Biaya atau manfaat primer adalah
suatu biaya atau manfaat yang dihubungkan dengan sasaran program yang paling
bernilai, sedangkan biaya atau manfaat sekunder berkaitan dengan sasaran yang
kurang bernilai. Sebagai contoh, program sertifikasi guru. Manfaat langsungnya
adalah, dihasilkannya 2000 guru bersertifikat setiap tahun, dengan biaya 2M
rupiah. Manfaat sekundernya: Peningkatan motivasi pengembangan diri guru, dan
dampak biaya sekundernya: berkurangnya sekian ratus jam mengajar akibat proses
sertifikasi yang ketat.
4. Efisiensi bersih vs. manfaat redistributional. Mempersoalkan apakah kombinasi
biaya dan manfaat membuat kenaikan dalam agreqat pendapatan
atau hanya menghasilkan pergeseran pendapatan atau
sumberdaya di antara berbagai kelompok yang berbcda. Manfaat efisiensi bersih adalah manfaat yang
mencerminkan kenaikan "riil"
dari pendapatan bersih (total biaya dikurangi total manfaat), sementara manfaat redistribusional adalah manfaat
berupa pergeseran yang bersifat semu
berupa pendapatan oleh suatu kelompok dengan konsekuensi pengorbanan
(pendapatan yang hilang) dari kelompok lain tanpa menghasilkan peningkatan
efisiensi bersih. Perubahan pada contoh pertama
disebut sebagai manfaat riil atau pada contoh kedua disebut manfaat
semu. Sebagai contoh, program pemugaran lingkungan kumuh kemungkinan menghasilkan $1 juta manfaat efisieasi
bersih. Jika pemugaran lingkungan
kumuh juga meningkatkan pendapatan toko-toko grosir kecil di sekitarnya —dan menurunkan penjualan di toko yang mempunyai jarak labih jauh dari apartemen yang baru
dibangun— manfaat dan biaya dari pendapatan yang diperoleh dan yang hilang adalah
semu. Mereka saling meniadakan tanpa menghasilkan perubahan dalam manfaatl efisiensi bersih.
2.3. Tahapan Dalam Pembuatan ABM
Melakukan analisis
manfaat-biaya pada dasarnya sama dengan proses pengABMilan keputusan pada
umumnya, yaitu melalui tahapan-tahapan yang runut yang masing-masing akan
mengantarkan kepada tahapan berikutnya secara berkesinABMungan. Tahapan-tahapan
atau langkah pembuatan ABM adalah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah.
Perumusan masalah menghasilkan informasi tentang
tujuan-tujuan potensial yang relevan, sasaran, alternatif, kriteria, kelompok
sasaran, biaya, dan manfaat untuk menjadi pedoman dalam analisis. Perumusan
masalah dapat menghasilkan perumusan kembali masalah,
2. Spesifikasi sasaran.
Analisis sering dimulai dengan tujuan-tujuan yang
bersifat umum, sebagai contoh, mengendalikan kecanduan kokain. Tujuan, seperti
yang telah kita lihat, harus dijabarkan ke dalam sasaran yang Iebih spesifik
dan terukur. Tujuan untuk mengendalikan kecanduan kokain dapat dijabarkan ke
dalam sejumlah sasaran yang spesifik, sebagai contoh, pengurangan 50% pasokan
kokain dalam waktu 5 tahun.
3. Identifikasi alternatif
pemecahan masalah. Ketika suatu
sasaran telah dispesifikasi, analis mempunyai asumsi tentang penyebab masalah
dan peluang pemecahannya hampir selalu ditransformasikan ke dalam allernatif
kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan.
4. Pencarian, analisis, dan
interpretasi informasi Tugas yang di
lakukan di sini adalah menelusur, menganalisis, dan menginterpretasikan
informasi yang relevan untuk meramalkan hasil dari alternatif-alternatif
kebijakan. Pada tahapan ini sasaran utama dari peramaIan adalah biaya dan
manfaat dari alternatif kebijakan yang telah diidenlifikasi pada tahapan
sebelumnya. Di sini, informasi dapat diperoleh dari data-data yang tersedia
yang menyangkut biaya dan manfaat dari beberapa program yang sejenis.
5. Identifikasi kelompok
sasaran dan pemanfaat. Di sini tugas yang
dilakukan adalah melakukan analisis semua pihak terkait (stakeholder) dengan
mendaftar semua kelompok yang mempunyai peranan dalam setiap isu karena akan
dipengaruhi, secara negatif atau positif, ketika kebijakan diterapkan.
6. Menafsirkan biaya dan
manfaat. Tugas yang mengharuskan
penafsiran dalam bentuk uang atas semua manfaat dan biaya yang akan diperoleh
kelompok sasaran dan pemanfaat. Validitas, reliabilitas dan kelayakan dari
jenis pengukuran ini selalu menimbulkan ketidak-sepakatan.
7. Penyusutan dari biaya dan manfaat. Jika tingkat biaya
dan manfaat nyata diproyeksikan untuk waktu mendatang, penafsir harus
menyesuaikan untuk menurunkan nilai riil dari uang sebagai akibat adanya
infglasi dan perubahan-perubahan dalam tingkat suku bunga di masa mendatang. Nilai
nyata dari biaya dan manfaat selalu didasarkan pada teknik penyusutan, suatu
prosedur yang menggABMarkan biaya dan manfaat pada tingkat harga sekarang. (NPV)
8.
Menafsirkan resiko dan
ketidak-pastian. Tugas yang dilakukan di sini adalah melakukan
analisis sensitivitas, suatu istilah umum yang merujuk pada prosedur untuk
menguji sensitivitas kesimpulan terhadap asumsi-asumsi alternatif tentang
probabilitas terjadinya perbedaan biaya dan manfaat, atau terhadap faktor
penyusutan yang berbeda-beda. Sangat sulit untuk mengembangkan penafsiran
probabilitas yang terpercaya karena peramalan yang berbeda mengenai hasi! yang
sama di masa depan,.
9.
Memilih kriteria pengABMilan
keputusan. Di sini pekerjaan yang dilakukan adalah
menekankan suatu kriteria atau aturan pengABMilan keputusan untuk memilih
antara dua atau lebih alternatif yang mempunyai perbedaan komposisi biaya dan manfaat.
[Criteria di sini ada enam jenis: efisiensi, efektivitas, kesepakatan,
keadilan, daya tanggap dan ketepatan) . Pilihan kriteria keputusan mempunyai
implikasi etis yang pcnting, karena kriteria keputusan didasarkan pada konsepsi
yang berbeda tentang keharusan moral dan keadilan sosial.
10. Rekomendasi. Tugas terakhir dalam analisis manfaat-biaya adalah
membuat rekomendasi dengan memilih di antara dua atau lebih alternatif. Pilihan
alternatif biasanya tetap saja mengandung persoalan, yang kemudian mengundang
analisis kritis mengenai plausibilitas dari rekomendasi tersebut,
memperhitungkan hipotesis kausal dan etis yang lain yang dapat melemahkan atau
mengurangi validitas suatu rekomendasi.
2.4. Konsep Nilai Uang
Dalam analisa biaya dan manfaat, seorang analis harus
mampu menghitung nilai biaya atau manfaat sampai sekian tahun yang akan datang.
Oleh karena nilai uang sekarang dan yang akan datang boleh jadi sangat berbeda
(adanya faktor yang menurunkan harga/nilai uang
atau terjadi perbedaan karena ada faktor ketidakpastian dan faktor diskonto,
yang biasanya disamakan dengan tingkat bunga), maka perkiraan biaya dan manfaat
harus mempertimbangkan nilai uang yang terkandung dalam suatu proyek atau kebijakan.
Hal ini dilakukan karena akan timbul masalah dalam hal menilai manfaat dan
biaya yang akan diterima pada suatu waktu yang akan datang.. Faktor diskonto
dapat dijelaskan dengan konsep nilai uang yang akan datang (future value)
dan nilai uang sekarang (present value).
Apabila mempunyai uang sebesar P0 rupiah yang dibungakan terus menerus dengan tingkat diskonto i
persen per tahun, maka hasil setelah t tahun (Pt) dapat
dirumuskan sebagai berikut :
|
Nilai uang yang akan diterima beberapa tahun yang akan
datang nilainya tidak sama dengan apabila uang tersebut diterima saat ini.
Nilai uang sekarang dapat dihitung dengan menggunakan konsep nilai uang
sekarang (merupakan kebalikan dari Persamaan 1) seperti di bawah ini.
|
2.5. Metode-metode yang digunakan dalam ABM
Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek
langkah-langkah yang harus diambil adalah:
- menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang
akan dilaksanakan
- menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
- menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai
uang sekarang.
Setidaknya, ada tiga metode untuk menganalisis manfaat
dan biaya suatu proyek yaitu nilai bersih sekarang (NPV = net present
value benefit), Internal Rate of Return (IRR) dan
perbandingan manfaat biaya (BCR = benefit-cost ratio).
a. Metode Net Present Value
Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih
besar dari pada biaya yang diperlukan. Nilai bersih suatu proyek merupakan
seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun
yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Untuk
mengimplementasikan pendekatan ini, kita ikuti proses sebagai berikut :
(1) Tentukan
nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang didiskontokan
pada biaya modal proyek,
(2) Jumlahkan
arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV proyek,
(3) Jika NPV
adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif,
maka proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah mutually
exclusive, maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih .
Persamaan
untuk NPV adalah sebagai berikut :
Di mana : CF = arus kas masuk dan arus kas keluar
K = biaya modal proyek
b. Return On Investment
Metode pengembalian
investasi digunakan untuk mengukur prosentase manfaat yang dihasilkan oleh
suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya. Sedangkan return on
investment dari suatu proyek investasi dapat dihitung dengan rumus:
Misalnya diketahui bahwa total manfaat dari Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Program Pasca Sarjana UPI adalah:
Manfaat tahun ke 1 = Rp. 346.000.000,-
Manfaat tahun ke 2 = Rp. 440.000.000,-
Manfaat tahun ke 3 = Rp. 565.000.000,-
Manfaat tahun ke 4 = Rp.
627.500.000,- +
Total Manfaat = Rp. 1.978.500.000,-
Sedang total biaya yang dikeluarkan adalah:
Biaya
tahun ke 0 = Rp. 788.500.000,-
Biaya tahun
ke 1 = Rp. 61.000.000,-
Biaya
tahun ke 2 = Rp. 67.500.000,-
Biaya tahun
ke 3 = Rp. 79.000.000,-
Biaya
tahun ke 4 = Rp. 85.250.000,- +
Total
Biaya = Rp. 1.081.250.000,-
ROI untuk proyek ini adalah sebesar = (Rp. 1.978.500.000 –
Rp. 1.081.250.000,-)/ Rp. 1.081.250.000,-) x 100% = 82,98 % . Apabila suatu proyek
investasi mempunyai ROI lebih besar dari 0 maka proyek tersebut dapat
diterima. Pada proyek ini nilai ROI nya adalah 0,8298 atau 82,98%, ini
berarti proyek ini dapat diterima, karena proyek ini akan memberikan
keuntungan sebesar 82,98% dari total biaya investasinya.
c. Internal Rate of Return Method
Sama seperti NPV metode
tingkat pengembalian internal atau IRR juga merupakan metode yang memperhatikan
nilai waktu dari uang. Rumus yang digunakan adalah:
Pada
metode NPV tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan
pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat
bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan
jumlah nilai sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan
dengan tingkat bunga tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang dari initial
cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain tingkat bunga ini
adalah merupakan tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak
menguntungkan dan juga tidak merugikan.
Dengan
mengetahui tingkat bunga impas ini, maka dapat dibandingkan dengan tingkat
bunga pengembalian atau rate of return yang diinginkan, jika lebih
besar berarti investasi menguntungkan dan bila sebaliknya investasi tidak
menguntungkan. Misalnya IRR yang dihasilkan oleh sebuah proyek adalah 25% yang
berarti proyek ini akan menghasilkan keuntungan dengan tingkat bunga 25%. Bila
rate of return yang diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima
kelayakannya.
d. Payback Period Method
Penilaian proyek investasi menggunakan metode
ini didasarkan pada lamanya investasi tersebut dapat tertutup dengan
aliran-aliran kas masuk, dan faktor bunga tidak dimasukan dalam perhitungan
ini.
Sebagai misal : Sebuah Proyek Sistem
Informasi Manajemen bernilai Rp. 20.000.000,-. Dan misalnya cash inflow tiap
tahunnya adalah sama, yaitu sebesar Rp. 6.000.000,-. Maka periode pengembalian
investasi ini adalah : Rp. 20.000.000,-/Rp. 6.000.000,- = 3,333 tahun. Ini
berarti proyek investasi sistem informasi manajemen tersebut akan tertutup
dalam waktu 3 tahun 3 bulan.
Bila cash inflow tiap tahun tidak sama
besarnya, maka harus dihitung satu-persatu. Misalnya nilai proyek sistem
informasi manajemen adalah Rp. 788.500.000,-, dan umur ekonomis proyek tersebut
adalah 4 tahun dan cash inflow setiap tahunnya adalah seperti berikut ini :
- cash inflow tahun 1 sebesar Rp. 285.000.000,-
- cash inflow tahun 2 sebesar Rp. 372.500.000,-
- cash inflow tahun 3 sebesar Rp. 486.000.000,-
- cash inflow tahun 4 sebesar Rp. 542.250.000,-
maka
payback period untuk investasi sistem
informasi manajemen ini adalah :
Nilai investasi =
Rp. 788.500.000,-
cash inflow tahun 1 =
Rp. 285.000.000,-
Sisa investasi tahun 2 = Rp. 503.500.000,-
cash inflow tahun 2 =
Rp. 372.500.000,-
Sisa investasi tahun 3 = Rp. 131.000.000,-
Sisa investasi tahun 3 sebesar Rp. 131.000.000,- tertutup oleh
sebagian dari cash inflow tahun 3 sebesar Rp. 486.000.000,-, yaitu Rp.
131.000.000,-/Rp. 486.000.000,- = 0.2695 bagian. Kesimpulannya adalah bahwa
payback period investasi ini adalah 2 tahun 3,234 bulan, dan kelayakan dari
investasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan payback period yang ada
dengan maximum payback period yang dianggap layak yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya maximum payback
period adalah 3 tahun, berarti investasi ini diterima.
PEMBAHASAN
3.1. Analisis
Manfaat-Biaya Dalam Pendidikan
Analisis Manfaat-Biaya bersandar pada rasionalitas
ekonomi, yang memperhitungkan sisi efisiensi. Dengan perkataan lain, suatu pilihan akan dilaksanakan manakala
manfaat yang ditimbulkan lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan, dan
sebaliknya berdasarkan teknik ini, suatu pilihan akan dihindari manakala
manfaat yang dihasilkan tidak sebanding (lebih kecil) dengan biaya yang dikeluarkan. Biasanya ABM cocok
diterapkan pada proyek-proyek pembangunan insfrastruktur untuk kepentingan
publik, misalnya pembangunan jalan tol, pembangunan waduk/dam, pembangunan
pasar modern.
Bila
kita letakkan teknik ABM dalam lapangan pendidikan, maka kita akan berhadapan
dengan ’nilai manfaat” yang terkait dengan pembangunan manusia yang tidak mudah
dinilai dengan ukuran uang. Atau dengan perkataan lain, suatu proyek pendidikan
yang berorientasi sepenuhnya kepada pembangunan karakter manusia akan
mendapatkan nilai manfaat yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengukuran
efisiensi (menimbang besaran biaya terhadap manfaat) akan berhadapan dengan
nilai manfaat (investasi sumber daya insani) yang seolah tanpa batas.
Dalam
penerapannya di lapangan pendidikan, ABM dapat secara tajam menghitung cost
(biaya). Biaya pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi, merupakan salah satu
komponen instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki
cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga
(yang dapat dihargakan uang). Nanang Fattah (2004) menABMahkan biaya dalam pendidikan
meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect
cost).
Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa seperti
pembelian alat-alat pembelajaran, penyediaan sarana pembelajaran, biaya transportasi,
gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri.
Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning
forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost)
yang dikorbankan oleh siswa selama belajar, contohnya, uang jajan siswa,
pembelian peralatan sekolah (pulpen, tas, buku tulis,dll).
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal
penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara
keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa). Biaya
satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat
sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang
dikerluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran.
Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggABMarkan
seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan
murid dalam menempuh pendidikan, oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan
memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya
satuan dianggap standard dan dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan
yang lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan
sekolah sebagai unit analisis. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan
kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah,
keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat,
pemerintah untuk pendidikan, disamping itu, juga dapat menjadi penilaian
bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem
pendidikan.
3.2. Mengukur Biaya
Pendidikan.
Nanang Fattah (2004) menjelaskan bahwa di dalam
menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu:
Pendekatan makro. Faktor utama yang menentukan perhitungan
biaya satuan dalam sistem pendidikan adalah kebijakan dalam pengalokasian
anggaran pendidikan disetiap negara. Satuan biaya pendidikan disetiap negara
sangat bervariasi, yang disebabkan oleh perbedaan cara penyelenggaraan
pendidikan. Untuk membandingkan biaya pendidikan pada tiap jenjang ditiap
negara, teknik yang dilakukan adalah dengan membandingkan biaya operasional
pendidikan dan sumber keuangannya, yang bisa dilihat dari persentase GNP dari
tiap negara.
Pendekatan mikro. Pendekatan
ini menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran total (total cost)
dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat
pendidikan. Biaya total merupakan gabungan-gabungan biaya per komponen input
pendidikan di tiap sekolah. Satuan biaya pendidikan merupakan biaya rata-rata
yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah per murid per tahun
anggaran. Satuan biaya ini merupakan fungsi dari besarnya pengeluaran sekolah
serta banyaknya murid sekolah. Dengan demikian, satuan biaya ini dapat
diketahui dengan jalan membagi seluruh jumlah pengeluaran sekolah setiap tahun
dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang bersangkutan. Perhtitungan satuan
biaya pendidikan dapat menggunakan formula sebagai berikut:
Sb (s,t) = f [K (s,t) : M (s,t)] , di mana:
Sb : satuan biaya murid per tahun
K :
jumlah seluruh pengeluaran.
M :
jumlah murid
s :
sekolah tertentu,
t :
tahun tertentu
Selain itu biaya pendidikan menurut Nanang
Fattah tidak hanya berorientasi pada uang saja, tetapi juga dalam bentuk biaya
kesempatan (oppurtunity cost) yang sering juga disebut income forgone
(potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran, atau
menyelesaikan studi), yang dapat dihitung
dengan formula berikut:
C = L + K, di mana:
C : biaya pendidikan
L : biaya langsung dan biaya tak
langsung
K : jumlah rata-rata penghasilan tamatan
3.3. Mengukur
Manfaat Pendidikan
Mengukur manfaat pendidikan tidak dapat dengan mudah
dinilai dengan besaran uang, karena kemanfaatan pendidikan sangat bersifat
sosial, yaitu bermuara kepada ketercapaian karakter dan atau kompetensi
tertentu yang melekat di peserta didik. Nanag Fattah menyebutkan ada empat
kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan
pendidikan, yaitu:
1.
dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan
yang lebih tinggi,
2.
dapat tidaknya memperoleh pekerjaan
4.
sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik.
Nanang Fattah lebih lanjut mengatakan bahwa untuk
mengukur keuntungan pendidikan menurut ukuran ekonomi adalah dengan cara
membandingkan antara biaya yang dikeluarkan sejalan dengan lamanya pendidikan
yang ditempuh dibandingkan dengan pola penghasilan seumur hidup, yang berpola:
agak rendah di usia muda, meningkat pada usia berikutnya, dan menurun pada usia
lanjut, lihat tabel di bawah ini:
Sumber: Nanang
Fattah (2004:29)
Tujuan Analisis Manfaat Biaya dalam lapangan
pendidikan adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan
untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai
efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu
pendidikan. Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah
menjadi acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga
sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya
pendidikan ini berguna sebagai dasar/pijakan dalam melakukan ”investasi” di
dunia pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari,
karena menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang
tanpa ada jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.
Penerapan analisis manfaat-biaya dalam pendidikan dapat
digunakan untuk mengevaluasi secara kritis kebijakan-kebijakan pendidikan yang
menyerap dana sangat besar. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana kemanfaatan yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang sedemkian besar telah
dikeluarkan. Misalnya dalam kasus kebijakan UN, anggaran yang diusulkan oleh
pemerintah sebesar Rp 754 Milyar, yang terdiri dari Anggaran untuk UN tingkat
SD dalam RAPBN 2008 sebesar Rp 500 miliar untuk sekitar lima juta murid.
Adapun untuk pelaksanaan UN tingkat SMP sederajat dialokasikan
Rp 150 miliar dan di level SMA sederajat direncanakan sebesar Rp 104 miliar.[7].
Meskipun banyak pihak menganggap bahwa penyelenggaraan UN ini merupakan suatu
kebijakan yang mubazir[8]
UN ini, namun pemerintah menganggap bahwa manfaat dari UN sangat besar
(strategis) bila dibandingkan dengan pilihan tidak melaksanakan UN. Argumentasi
pemerintah ini sesunggunya dapat di kritisi dengan melakukan analisis Biaya
Manfaat melalui pendekatan Opportunity Cost. Berapa besar
kerugian yang ditimbulkan dengan hilangnya kesempatan bagi pemerintah dengan
biaya sebesar itu bila dipakai untuk menjalankan kebijakan lain, misalnya
pembangunan dan perbaikan gedung SD ?.
Secara sederhana dapat dibandingkan manfaat yang
didapatkan dengan pelaksanaan UAN, dengan manfaat apabila dana sebsar itu
digunakan untuk menyediakan dan atau memperbaiki sarana dan prasarana sekolah,
terutama yang berada di pelosok desa. Dengan analisis manfaat-biaya ini,
diharapkan semua debat dan kontrovesri maslah UN dapat di ’selesaikan’ secara
rasional, bukan emosional ataupun politik.
PENUTUP
Analisia biaya
dan manfaat sangat bermanfaat untuk memandu pengambil
kebijakan apabila ukuran yang diperhitungkan adalah berapa besar
tingkat efisiensi yang ditimbulkan, dengan perkataan lain, analisa
biaya-manfaat ini sangat memperhitungkan untung rugi melalui ukuran nilai uang,
oleh karenanya memerlukan kecermatan dan tingkat berfikir yang sangat rasional.
Daftar Pustaka
Dunn,
William (1981). “Public Policy Analysis.
An Introduction”. Engelwood Cliffs:Prentice Hall
Dunn, William N. (1999, Terjemahan). “Pengantar Analisis Kebijakan
Publik.” Yogyakarta: Gadjahmada
University Press
Nanang Fattah (2004). “Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan”. Bandung:Rosda Karya.
Agus Sugiyono, Makalah (2001) .“Analisis Manfaat
dan Biaya Sosial Ekonomi Publik”. Program Pascasarjana-FE Universitas
Gadjah Mada, Ygy.
Gatot Prabantoro ,
Makalah “Mengukur Kelayakan Ekonomis Proyek Sistem Informasi Manajemen,
Menggunakan Metode ‘Cost & Benefits Análisis Dan Aplikasinya Dengan MS
EXCEL 2000. STIE Indonesia
AM. Sumastuti, Makalah, Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis
Uji Kelayakan Investasi dan Penerapannya,
FE Universitas Gadjah Mada, Ygy.
[1] Roy
Simbel. (2003) ”Decisions
at The Speed of Light”: Strategi MengABMil Keputusan Instan. Dalam internet:
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2003/0603/man01.html
[2] Dunn, William (1981). “Public Policy
Analysis. An Introduction”. Engelwood Cliffs: Prentice Hall. Halaman 244
[3] Enterpreneur.com
(….) “Cost-Benefit
Analysis”. Intrenet: www. entrepreneur.com/encyclopedia
[4] Investorwords.com dalam internet:
http://www.investorwords.com/1151/cost_benefit_analysis.html
[5]
Bitpipe.com. internet: http://www.bitpipe.com/tlist/Cost-Benefit-Analysis.html
[7] Rapat Kerja Mendikas
dengan Komisi X pada tanggal 11-10-2007,
sebagaimana dilaporkan Harian Kompas edisi 12-09-07
[8] Anggota Komisi X dari
Fraksi PDI-P, Wayan Koster, mengingatkan sebaiknya pemerintah membuka mata
terhadap realitas kondisi pendidikan di tingkat SD. Bahkan, di pedesaan
terpencil kondisinya sangat parah, baik dari segi gedung, sarana belajar,
maupun guru. Banyak sekolah yang gurunya sangat terbatas sehingga merangkap sebagai
kepala sekolah dan pegawai tata usaha. Lagi pula, bagi siswa SD yang lulus UN,
ijazahnya juga tidak dapat dipakai mencari kerja karena lulusan SD belum
memungkinkan bekerja. "Jelas UN SD yang memakan anggaran Rp 500 miliar itu
merupakan kebijakan yang mubazir, menghABMurkan uang negara karena tidak
bermanfaat,"
Terima kasih share ilmunya pak.
ReplyDeletebolehkah saya memperoleh PDFnya?
mohon bantuannya ya pak, terima kasih..
I am using CBA to analyse th Net Benefit of a Special Economic Zone..contact me at WA 08124303550. I am a Profesor NIDK at Univ Pelita Harapan. Good article..especially when you furthe elaboratye coveing the estimation of shadow price...move on Bob,,,GBU
ReplyDeletePerusahaan menggunakan metode penetapan harga transfer atas dasar biaya yang ditimbulkan oleh divisi penjual dalam memproduksi barang atau jasa, penetapan harga transfer metode ini relatif mudah diterapkan namun memiliki beberapa kekurangan. Pertama, penggunaan biaya sebagai harga transfer dapat mengarah pada keputusan yang buruk, jika seandainya unit penjual tidak dapat memproduksi dengan optimal sehingga menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada harga pasar, maka dapat terjadi kecenderungan pembelian barang dari luar. Kedua, jika biaya digunakan sebagai harga transfer, divisi Transfer DANA ke OVO
ReplyDelete