Thursday, 14 January 2016

KEBIJAKAN SUMBER DAYA MANUSIA



(Oleh: Dr. Bovie Kawulusan., M.Si)

Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) baik individu, kelompok, maupun organisasi tentunya berbicara tentang apa, mengapa dan bagaimana memanfaatkannya SDM yang tersedia untuk membangun bangsa ini mencapai kesuksesan.
Implementasi dalam membangun bangsa ini tentunya tidak terlepas dari SDM yang tersedia tersebut, namun untuk mengatur tentang SDM tersebut tentunya diperlukan aturan atau kebijakan yang disepakati semua pihak agat kesatuan pemikiran dan kesatuan pandangan dalam melaksanakan tugas baik tugas individu, kelompok maupun organisasi dapat terawasi.
Kenyataan saat ini ketersediaan sumber daya manusia khususnya di Indonesia berdasarkan Sensus penduduk tahun 2010 yang lalu mencapai 237,6 juta jiwa dan jumlah penduduk Indonesia ini merupakan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Jumlah penduduk ini merupakan SDM yang patut diperhitungkan sebagai modal utama/penting dalam keberhasilan pembangunan di Indonesia di segala bidang.
Pemberdayaan SDM sebanyak itu tentunya perlu dilakukan adanya aturan dalam melaksanakan pembangunan dalam bentuk kebijakan sehingga dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah diharapkan SDM yang tersedia sebagai modal dasar kita dapat terkendali untuk mencapai keberhasilan pembangunan.
Kualitas hidup manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel yang bisa membatasi ataupun membebaskan manusia berkreasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam menghadapi hidup ini. Manusia sejak dilahirkan, tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sekolah,  masyarakat ataupun kelompok tertentu selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan baik persoalan individu, kelompok, persoalan masyarakat serta persoalan kelembagaan. Jika kita perhatikan pada kenyataan sehari-hari,  persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut selalu terbentur pada aturan yang ada, baik aturan yang mengatur tentang manusia secara umum maupun individu, kelompok, masyarakat dan lembaga secara khusus. Berdasarkan pengalaman saya mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, dan berbaur dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi pegawai swasta dan pegawai pemerintah ternyata aturan selalu memberikan rambu-rambu untuk melaksanakan kegiatan baik untuk kepentingan individu, kelompok, masyarakat ataupun ataupun kepentingan kelembagaan. Kita menyadari bahwa manusia yang hidup terutama di negara yang berkembang mupun di negara maju sekalipun selalu menuntut kita untuk mengikuti dan mentaati aturan yang berlaku dan disepakati untuk kepentingan bersama. Banyak persoalan dalam melaksanakan aturan yang disepakati tersebut karena ada yang benar-benar mentaati peraturan dan banyak juga yang melanggarnya, bahkan yang lebih ironisnya adalah para pembuat aturan yang dipercayakan oleh masyarakat dalam menyusun paraturan ataupun undang-undang justru yang melanggarnya dan bahkan berusaha untuk merevisinya kembali agar sesuai dengan kepentingan individu atau kelompok agar yang melanggarnya.
Persoalan lain timbul yang berkaitan dengan peraturan ataupun perundang-undangan yang disusun dan telah disepakati ternyata terdapat beberapa item dari peraturan atau perundang-undangan tersebut sangat sulit diaplikasikan dilapangan dan disinilah menjadi pemikiran kita untuk membahas mengenai kebijakan publik.


Permasalahan

Permasalahan SDM yang nyata sampai saat ini dapat dinventarisasi dengan melihat kenyataan-kenyataan yang ada seperti:
1.      Tingginya laju pertumbuhan penduduk
2.      Tingginya jumlah kelompok usia kerja yang menganggur
3.      Kualitas pendidikan yang masih rendah
4.      Kualitas kesehatan yang juga masih rendah
5.      Sebaran penduduk yang menumpuk di beberapa wilayah di Indonesia (belum merata)
6.      Dst
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah “Bagaimana kebijakan Sumber Daya Manusia) dalam mencapai keberhasilan pembangunan, dan mengapa kebijakan SDM ini penting?

Landasan Teori

Banyak konseptor memberikan pengertian tentang kebijakan publik, seperti yang dikatakan oleh Dewey (1927) dalam Wayne (2005:xi) bahwa kebijakan publik membahsa tentang persoalan bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan disusun dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik, atau bagaimana,mengapa, dan apa effekdampak dari tindakan aktif dan pasif dari pemerintah. Dye dalam Wayne (2005:xi)juga mengatakan tentang kebijakan publik adalah studi tentang  apa yang dilakukan oleh pemerintah,mengapapemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut.
Konsep kebijakan (policy) adalah istilah yang nampaknya banyak disepakati bersama. Istilah kebijakan yang dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar  ketimbang keputusan tertentu tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial. Sifat masalah kebijakan menurut William N Dunn (2000:210) adalah ”kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik, dan untuk memahami masalah tersebut harus dengan menerapkan prosedur analisis kebijakan”.
Kata policy berasal dari bahasa Yunani dan Sansekerta yaitu Polis (Dunn, 1998:51) dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:11), dimana akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta Polis  (negara kota) dan pur (kota), dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris policie yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan.
Menurut I.Nyoman Sumaryadi (2005:15) pada hakekatnya kebijakan publik merupakan ”suatu keputusan yang sudah mantap atau a standing decision menyangkut kepentingan umum, oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah dalam proses penyelenggaraan negara”.
PBB (1975) dalam I. Nyoman Sumaryadi (2005:18) mengartikan kebijakan sebagai ’suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu atau suatu rencana’. Mustofa (1992) dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:18) juga merumuskan secara sederhana tentang batasan kebijakan sbb: ’keputusan suatu organisasi (publik atau bisnis) yang bertujuan mengatasi masalah tertentu atau mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman berprilaku’. Pedoman berprilaku tersebut dalam hal:
a)        Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok  sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan,
b)        Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.
Kedua pengertian atau batasan tersebut di atas cukup relevan bila dihubungkan dengan kebijakan pemerintah, dimana terkait pula dengan suatu pedoman, rencana, program, dan keinginan tertentu yang bisanya dilakukan oleh pemerintah (pejabat dalam instansi pemerintah). Perbedaan antara kebijakan pemerintah dan bukan kebijakan pemerintah adalah:
a)        Kebijakan pemerintah dibuat oleh suatu badan pemerintah baik pejabat maupun instansi pemerintah.
b)        Kebijakan dibuat dalam rangka hubungan pemerintah dengan masyarakat
c)        Kebijakan merupakan pilihan pemerintah baik melakukan maupun tidak melakukan sesuatu yang menyangkut masyarakat banyak.
Bila dihubungkaqn dengan kebijakan pemerintah secara umum menurut I.Nyoman Sumaryadi (2005:19) yaitu: ”kebijakan pemerintah pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu, dan digolongkan dalam kebijakan: a) lingkup nasional, b) lingkup wilayah/daerah.
Ditinjau dari sudut pendekatan kesisteman, maka kebijakan itu sendiri adalah suatu sistem dan menurut I.Nyoman Sumaryadi (2005:21) ”kebijakan sebagai timbal balik yang saling berhubungan antara satu komponen dengan komponen yang lainnya dan juga saling mempengaruhi”. Komponen tersebut adalah 1) pelaku kebijakan à yaitu badan pemerintah atau non pemerintah maupun privat yang terkait dalam pembuatan kebijakan; 2)  lingkungan kebijakan yaitu  bidang-bidang kehidupan masyarakat yang dapat atau perlu diperbaharui oleh kebijakan seperti demokrasi, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, efisiensi dan produktivitas kerja, pencemaran dan urbanisasi; 3) kebijakan publik yaitu suatu keputusan yang sudah mantap atau ”a standing decision” menyangkut kepentingan umum, oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah dalam proses penyelenggaraan negara.
Sistem kebijakan yang terdiri dari policy stakeholder, policy environment dan public policy menurut Thomas R. Dye, Understanding Public Policy dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:21) sebagai berikut:

 


Gambar 1: Sistem kebijakan yang terdiri dari policy stakeholder, policy environment dan public policy menurut Thomas R. Dye dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:21)

Melihat gambar tersebut di atas dapat dikatakan bahwa intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan publik merupakan bidang kajian dalam ilmu pemerintahan yaitu: 1) proses kebijakan/policy dan unsur-unsurnya; 2) aspek demokratisasi; 3) aspek rasionalisiasi; 4) aspek pembagian tugas dan kerjasama.

Policy stakeholder  merupakan kebijakan yang dapat mempengaruhi kebijkan publik dan kebijakan lingkungan namun kebijakan stakeholder tidak dapat dibuat jika tidak melihat tentang kebijakan publik dan kebijakan lingkungan. Policy stakeholder merupakan kebijakan oleh yang berkepentingan  baik sebagai pengguna kebijakan maupun sebagai pembuat kebijakan itu sendiri. Muncul pertanyaan bahwa kebijakan stakeholder adalah hanya sebagai konsep yang ada dan terbatas  dalam rangka pemikiran untuk memunculkan suatu konsep yang berkaitan dengan kepentingan stakeholder. Para stakeholder sebagian selalu memikirkan apa konsep kebijakan yang benar-benar sesuai dengan kepentingan, dan sebagian stakeholder tanpa memikirkan konsep tersebut namun berfikir bagaimana menggunakan konsep kebijakan tersebut, artinya tidak perlu sibuk memikirkan konsep kebijakan tetapi menggunakan kebijakan tersebut sesuai dengan perannya sebagai stakeholder. Sebaliknya jika kebijakan stakeholder dilakukan tanpa melihat kepentingan publikdan lingkungan, maka kebijakan tersebut akan sia-sia dan tidak bermanfaat.
Konsep kebijakan oleh stakeholder tersebut lebih melihat tentang kebijakan untuk publik atau untuk orang banyak dalam hal ini masyarakat secara umum juga melihat kebijakan lingkungan. Stakeholder tentunya memiliki ide-ide untuk menghasilkan kebijakan yang benar-benar bermanfaat untuk kepentingan orang banyak serta tidak bertentangan dengan lingkungan.
Envirenment policy atau kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan yang ada disekitar kita memberikan suatu gambaran bahwa siapapun di dunia ini tidak lepas dari lingkungan yang ada, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Dilihat dari sisi organisasi misalnya lingkungan internal adalah lingkungan yang benar-benar berpengaruh terhadap maju mundurnya organisasi tersebut seperti individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut, sumber daya atau resource yang tersedia dalam organisasi tersebut, termasuk lingkungan kerja ataupun iklim kerja.  Sedangkan lingkungan eksternal dari organisasi tersebut berkaitan dengan organisasi-organisasi lain di luar organisasi tersebut termasuk masyarakat yang ada.
Hal ini menunjukkan bahwa stakeholder dalam memikirkan konsep dan membuat konsep dalam bentuk draf kebijakan tentunya harus memikirkan juga implementasi baik dari tahap awal sampai kepada tahap implementasi akhir dari kebijakan tersebut, dan hal ini merupakan sebuah proses yang sering merupakan sinyal atau petunjuk arah atau dorongan awal, atau bahkan sebagai percobaan awal yang nantinya akan mengalami perubahan dalam bentuk revisi sesuai dengan kepentingan organisasi dilihat dari segi administrasi ataupun operasionalnya.     
Dilihat dari segi pemerintah ataupun pemerintahan di daerah dalam hal ini sebagai stakeholder tentunya dalam membuat konsep kebijakan tentunya harus juga merespon apa yang dibutuhkan oleh masyarakat/publik dan lingkungan karena ini sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemerintah dalam hal ini sebagai  stakeholder dan  pembuat kebijakan harus mampu mengadopsi, memasukkan dan mangalokasikan nilai-nilai (values) yang berkaitan dengan lingkungan yang ada serta nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Jika tidak melihat nilai-nilai tersebut terdapat kemingkinan untun memunculkan permasalahan-permasalahan  baru (new problems) yang mengakibatkan tidak berjalannya bebijakan yang diinginkan.
Menurut Wayne Parzons (2005:14) memberikan konsep “policy atau kebijakan adalah statesmanship/kenegarawan, administration, wisdom/ kebijaksanaan, plan/rencana, role/peran, action/aksi, tactic/siasat, strategy/strategi, sagacity/kecerdasan”. Wayne (2005:15) kebijakan adalah “usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional  untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan”. Lasswell dalam Wayne (2005:17) mengatakan bahwa kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk ‘menunjukkan pilihan terpenting yang diambil dalam kehidupan organisasi dan kebijakan bebas dari konotasi keberpihakan dan korupsi’.
Menurut Wayne Parzons (2005:9) mengetengahkan bahwa sektor publik mengandung  sepuluh ciri penting  yang membedakan dari sektor swasta yaitu:
a)        sektor publik mengemban tugas yang kompleks dan mendua
b)        menghadapi banyak problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya
c)        memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang beragam
d)       lebih kepada usaha mempertahankan peluang dan kepastian
e)        lebih memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar
f)         melaksanakan aktivitas yang lebih banyak mengandung significansi simbolik
g)        lebih ketat menjaga standar komitmen dan legalitas
h)        mempunyai peluang yang lebih besar untuk merespons isu-isu keadilan dan kejujuran
i) beroperasi untuk kepentingan publik
j) mempertahankan dukungan publik
Secara konseptual terdapat 2 (dua) unsur penting dalam setiap substansi kebijakan yaitu: 1) sejumlah tujuan kebijakan (ends, atau policy objectives), dan 2) sejumlah alat untuk mencapai tujuan (means, atau policy instruments), dan kedua unsur tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain.
Ciri-ciri sektor non-profit menurut Anthony dalam Wayne (2005:10) adalah ’tidak mengejar keuntungan dan cenderung menjadi organisasi pelayanan’. Menurut Mustopadidjaja (2002:5) kebijakan publik adalah
”suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan”.
Langkah-langkah analisis kebijakan publik dimulai dari pengkajian persoalan yaitu menemukan dan memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat; penentuan tujuan yaitu akibat yang secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari; perumusan alternatif yaitu sejumlah alat atau cara-cara yang digunakan untuk mencapainya baik langsung maupun tidak langsung terhadap sejumlah tujuan yang telah ditentukan; penyusunan model yaitu penyederhanaan dari kenyataan persoalan yang dihadapi, diwujudkan dalam hubungan kausal atau fungsional; penentuan kriteria yaitu melalukan analisis untuk menemukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif-alternatif; penilaian alternatif yaitu alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria dengan tujuan mendapatkan gambaran mengenai efektivitas dan fisibilitas setiap alternatif dalam pencapaian tujuan yang efektif dan efisien; dan perumusan rekomendasi yaitu berdasarkan analisis alternatif akan menemukan gambaran sejumlah pilihan yang tepat untuk pencapaian tujuan tertentu, dan langkah akhir adalah merumuskan saran alternatif yang diperhitungkan dapat mencapai tujuan yang optimum sesuai kondisi yang ada.
Berdasarkan pengertian dan definisi tersebut di atas, menurut penulis kebijakan adalah proses penentuan atau pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan/diimplementasikan atau dipecahkan baik untuk kepentingan individu, kelompok atau organisasi, dapat diimplementasikan. Secara operasional kebijakan adalah aturan-aturan dalam mempermudah pelaksanaan tugas dan untuk kepentingan orang banyak (publik) yang menunjukkan dampak atau impack dari kebijakan tersebut.
Wayne, Public Policy (2005), tahapannya adalah: Problem, Identifikasi, Respons, solusi, alternatif, Seleksi opsi kebijakan, ddan Implementasi

Model proses kebijakan sesuai dengan siklus kebijakan menurut Wayne (2009:80) adalah sebagai berikut:

Gambar 2: Model proses kebijakan sesuai dengan siklus
kebijakan menurut Wayne (2009:80)


Pembahasan

Sejalan dengan semua yang dikemukakan di atas, ternyata sangat perlu kebijakan yang mengatur tentang SDM yang ada untuk mengatasi permasalahan pembangunan. Kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan SDM tersebut tentunya menyangkut subsistem dari keberhasilan pembangunan. Prinsip-prinsip praktis untuk memulai kebijakan:
1.      Fokus secara cepat pada pusat kriteria masalah.
2.      Menghindari pendekatan Tool Box dalam menganalisis.
3.      Dapat membuat Transaksi dengan ketidakpastian.
4.      Katakan dengan angka untuk memahami dan memecahkan masalah.
5.      Membuat analisis sederhana dan transparan.
6.      Mengecek fakta.
7.      Dapat mendukung posisi pihak lain.
8.      Memberikan analisis pada pelanggan, bukan keputusan.
9.      Menekankan batasan analisis berdasarkan ” amplop kebijakan”
10.  Waspada bahwa tidak ada hal-hal semacam kebenaran absolut, rasional dan analisis menyeluruh.
Proses analisis kebijakan; Konsep Analisis Kebijakan sebagai proses identifikasi dan evaluasi kebijakan-kebijakan atau program-program alternatif yang bertujuan untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah-masalah sosial, ekonomi dan masalah yang bersifat fisik. Llangkah dasar Analisis Kebijakan :
1.      Verifikasi, Definisi dan Perincian masalah.
2.      Penentuan Kriteria Evaluas.i
3.      Identifikasi kebijakan alternatif.
4.      Evaluasi kebijakan alternatif.
5.      Penyajian dan pemilihan kebijakan-kebijakan alternatif.
6.      Pengawasan hasil kebijakan.
Metode Silang; Metode silang dapat bermanfaat pada semua tahapan didalam proses analisis kebijakan. Metode ini sangat penting untuk menentukan keakuratan dan keberhasilan analisis. Metode silang mencakup ; prosedur identifikasi dan pengumpulan data, pelaksanaan wawancara khusus, persiapan analisis statistik dasar dan hasil komunikasi. Seorang analisis perlu mengantisipasi masalah dan mengerjakan persiapan-persiapan sebelum masalah menjadi kritis. Hal ini memungkinkan analisis untuk dapat berkontribusi pada saat masalah bermunculan. Informasi yang sangat diperlukan, yaitu data historis, fakta-fakta dasar, informasi politis, gagasan dan perkiraan, materi-materi dan kontak tambahan.
Verifikasi, definisi dan penjabaran masalah, merupakan langkah kunci dalam proses analisa kebijakan yaitu definisi masalah. Bila menemukan informasi atau asumsi baru kita harus mendefinisi ulang masalah tersebut.
Metode dasar yang digunakan untuk mendefinisikan masalah yaitu :
1.        Kalkulasi ” back of the envelope” untuk memperkirakan ukuran permasalahan,
2.        Analisis keputusan cepat untuk mengidentifikasi komponen-komponen inti masalah,
3.        Definisi operasional mengurangi kebingungan konsep.
4.        Analitis politis agar faktor non kuantitatif diketahui.
5.        Konsep issue-paper yang membantu untuk memutuskan penelitian akan dilanjutkan atau tidak.
Pembuatan kriteria evaluasi;  kriteria adalah apa yang kita gunakan untuk menuntun dalam pembuatan suatu keputusan. Kriteria ini dapat berupa ukuran-ukuran, aturan, nilai standar, keseluruhan atribut, tujuan atau sasaran yang dipandang relevan dengan suatu keputusan yang ditetapkan oleh pembuat keputusan. Kriteria tersebut digunakan untuk membantu dalam membandingkan berbagai alternatif. Dalam pembuatan kriteria evaluasi perlu digunakan prosedur yang dapat mengalihkan hal-hal yang lebih abstrak menjadi praktis dan berorientasi pada analisis, yaitu sasaran, tujuan, kriteria dan ukuran.
Mengidentifikasi alternatif-alternatif; Proses Analisa Kebijakan dikelilingi oleh alternatif. Seseorang mungkin berharap untuk mencapai hasil akhir yang berbeda dan mungkin mereka mendukung hal yang berbeda untuk akhir yang sama. Ukuran penilaian suatu kebijakan dengan membandingkan kebijakan dengan tujuan yang disepakati, hal ini dilakukan dengan cara memilih alternatif yang lebih disukai diantara yang lainnya. Sumber alternatif dapat berupa pengalaman orang lain, penemuan kasus, analogi masalah yang sama, pengalaman para ahli, syarat-syarat pemegang otoritas, kepercayaan partisipan, aturan yang legal,  pengetahuan teknis, dan lain-lain.
Hal-hal yang harus dihindari dalam mengidentifikasi alternatif:
1.        Terlalu mengandalkan pengalaman masa lalu.
2.        Gagal merekam munculnya ide dan pemahaman.
3.        Menetapkan masalah terlalu dini.
4.        Menentukan pilihan terlalu cepat.
5.        Mengkritik ide ketika ide dikemukakan.
6.        Menghapus alternatif sebelum dievaluasi.
7.        Gagal mempertimbangkan kembali alternatif yang dihapuskan sebagai perubahan kondisi.
Day dalam Wayne Parsons (2005:v) mengatakan bahwa kebijakan public adalah studi tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut. Artinya jika dilihat dari konsep tersebut tentunya menggambarkan bahwa kebijakan SDM merupakan berbagai hal yang terkait dengan sebab akibat.
Sumber daya manusia adalah manusia yang mempunyai daya atau energi atau kompetensi yang bisa digunakan  untuk membangun. SDM merupakan bagian proses perencanaan strategis dan menjadi bagian pengembangan kebijakan dan praktek dimana SDM perlu mendapatkan perhatian untuk dikelola dengan landasan yang kuat adalah kebijakan.
Tanntangan SDM dalam pencapaian pembangunan adalah: 1) tantangan internal yang terdiri dari Perenc.strategis, Anggaran organisasi, Rancang bangun organisasi, Kualitas SDM, Kuantitas SDM, Peraturan organisasi, dan Budaya organisasi; 2) tantangan eksternall terdiri dari: ekonomi, Sosial, Hukum, Politik dan Teknologi
Mempersiapkan SDM yang berkualitas perlu adanya tuntutan motivasi dan kerja keras dari berbagai pihak dan tanpa itu semua tidak mungkin akan tercapai, disamping itu dukungan sarana dan prasarana yang merupakan salah satu indikator yang vital sangat menentukan. Bagaimana bisa menghasilkan SDM yang memiliki kemampuan dan terampil jika sarana dan prasarana yang menunjang kearah pendidikan yang bermutu tidak tersedia.
Hal tersebut perlu adanya kebijakan dari pemerintah yang berlaku untuk semua pihak dalam melaksanakan kegiatan pembangunan.
Disamping itu kebijakan public  merupakan studi tentang bagaimana, mengapa dan efek dari tindakan aktif (action) dan inaction dari pemerintah.
Saat ini nilai-nilai kebenaran dikalahkan oleh power (adanya intervensi pemerintah)
Kontek penyusunan anggaran (kebijakan anggaran) harus ada konsep tentang anggaran seperti teori budget (penerimaan/pengeluaran) dilihat dari penerimaan lembaga dapat dilihat dari kemampuan orang tua. Standar dapat ditentukan oleh para akhlinya, dan saat ini semakin sesat karena banyak penelitian hanya mengacu pada dokumentasi anggaran yang ada bukan dari sumber akhlinya tentang anggaran (misalnya biaya bahan alat dan bahan habis pakai). Belum melihat berapa banyak penyusutannya dan berapa besar biayannya dan sampai saat ini belum diperhatikan. Hal ini belum berdasarkan analisis dari para akhlinya (expert). Selain itu harus ada indeks antar wilayah termasuk indeks kemahalan konsumsi, indeks kemahalan konstruksi. Wilayah yang belum memeliki indeks, salah satu cara adalah dengan mencari daerah yang memiliki karakteristik yang sama sebagai patokan dari wilayah yang belum memiliki indeks.
Mengapa anggaran pendidikan harus 20% dari anggaran, kenapa tidak 15%?, tentunya harus menggunakan argumen-argumen oleh para pakar (expert). Apa dasarnya 20%?. Bisa dengan pendekatan historis, incremental, studi komperatif dengan negara-negara yang hampir sama dengan indonesia misalnya dengan philipina (luas wilayah, jumlah penduduk dll), ini merupkan cara bagaimana menganalisis dan menentukan kebijakan (Suporting sistem tidak ada artinya ketika kebijakan tidak berjalan dan tidak berfungsi).
Manusia merupakan modal dasar utama dan merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi seperti dikemukakan oleh Bovie (2007) bahwa batapa pentingnya human investment dalam konteks pembangunan masyarakat.
Berdasarkan teori  dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa human investment tidak terlepas dari kualitas SDM, dan SDM yang berkualitas harus memiliki ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan, dengan demikian maka pendidikan bagi setiap orang baik individu, kelompok dan masyarakat sangat menentukan masa depan bangsa dan negara dalam berbagai sektor pembangunan.
Beberapa hal yang penting untuk mencapai tujuan pembangunan umumnya dan khususnya pembangunan masyarakat yaitu pengembangan SDM melalui pendidikan yang diharapkan berhasil dengan implementasi kualitas pendidikan, yaitu SDM yang menangani kegiatan pembangunan masyarakat baik secara individu maupun secara team harus memiliki IQ (cerdas), EQ (matang), RQ (iman) dan CQ (kreativitas).
Permasalahan yang tidak habis-habisnya dibicarakan, didiskusikan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan ternyata juga belum dapat diwujudkan apa yang disebut pendidikan bermutu yang mengarah kepada human investment dalam konteks pembangunan masyarakat.
Mengaplikasikan kebijakan dan praktek yang efektif, tentunya perlu adanya suatu pemahaman tentang kebijakan dan praktek SDM baik ditingkat personal, pribadi, kelompok, organisasi maupun stakeholder.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.        Keberhasilan pembangunan sangat didukung oleh SDM yang berkualitas
2.        SDM yang berkualitas tentunya harus diataur dalam peraturan dalam bentuk kebijakan pemerintah
3.        Kebijakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan orang banyak/public dan bukan untuk kepentingan individu, kelompok atau organisasi.
4.        Para Expert kebijakan harus benar-benar memiliki pola pikir yang bersifat global karena kebijakan mengatur tentang arah masa depan.

Daftar Pustaka

Bovie Kawulusan, 2009., Human Investment Dalam Konteks Pembangunan Masyarakat, UPI: Bandung.

Bovie Kawulusan, 2010., Strategi Pengembangan Manajemen Diklat, UPI:Bandung

Wayne Parsons, 2005., Public Policy (Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan), Queen Mary University:London

William N Dunn, 1998., Analisis Kebijakan Publik (Edisi ke 2) Gajah Mada University:Yogyakarta

Sensus Penduduk, 2010., Sensus Penduduk Indonesia, BPS: Jakarta

No comments:

Post a Comment