(Oleh: Dr. Bovie Kawulusan., M.Si)
Latar
Belakang
Sumber
Daya Manusia (SDM) baik individu, kelompok, maupun organisasi tentunya
berbicara tentang apa, mengapa dan bagaimana memanfaatkannya SDM yang tersedia
untuk membangun bangsa ini mencapai kesuksesan.
Implementasi
dalam membangun bangsa ini tentunya tidak terlepas dari SDM yang tersedia
tersebut, namun untuk mengatur tentang SDM tersebut tentunya diperlukan aturan
atau kebijakan yang disepakati semua pihak agat kesatuan pemikiran dan kesatuan
pandangan dalam melaksanakan tugas baik tugas individu, kelompok maupun
organisasi dapat terawasi.
Kenyataan
saat ini ketersediaan sumber daya manusia khususnya di Indonesia berdasarkan
Sensus penduduk tahun 2010 yang lalu mencapai 237,6 juta jiwa dan jumlah
penduduk Indonesia ini merupakan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Jumlah
penduduk ini merupakan SDM yang patut diperhitungkan sebagai modal utama/penting
dalam keberhasilan pembangunan di Indonesia di segala bidang.
Pemberdayaan
SDM sebanyak itu tentunya perlu dilakukan adanya aturan dalam melaksanakan
pembangunan dalam bentuk kebijakan sehingga dengan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah diharapkan SDM yang tersedia sebagai modal dasar kita dapat
terkendali untuk mencapai keberhasilan pembangunan.
Kualitas hidup manusia sangat dipengaruhi
oleh berbagai variabel yang bisa membatasi ataupun membebaskan manusia
berkreasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam menghadapi hidup ini.
Manusia sejak dilahirkan, tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat ataupun kelompok
tertentu selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan baik persoalan individu,
kelompok, persoalan masyarakat serta persoalan kelembagaan. Jika kita
perhatikan pada kenyataan sehari-hari,
persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut selalu terbentur pada aturan
yang ada, baik aturan yang mengatur tentang manusia secara umum maupun
individu, kelompok, masyarakat dan lembaga secara khusus. Berdasarkan
pengalaman saya mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, dan
berbaur dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi pegawai swasta dan pegawai
pemerintah ternyata aturan selalu memberikan rambu-rambu untuk melaksanakan
kegiatan baik untuk kepentingan individu, kelompok, masyarakat ataupun ataupun
kepentingan kelembagaan. Kita menyadari bahwa manusia yang hidup terutama di
negara yang berkembang mupun di negara maju sekalipun selalu menuntut kita
untuk mengikuti dan mentaati aturan yang berlaku dan disepakati untuk
kepentingan bersama. Banyak persoalan dalam melaksanakan aturan yang disepakati
tersebut karena ada yang benar-benar mentaati peraturan dan banyak juga yang
melanggarnya, bahkan yang lebih ironisnya adalah para pembuat aturan yang
dipercayakan oleh masyarakat dalam menyusun paraturan ataupun undang-undang
justru yang melanggarnya dan bahkan berusaha untuk merevisinya kembali agar
sesuai dengan kepentingan individu atau kelompok agar yang melanggarnya.
Persoalan lain timbul yang berkaitan
dengan peraturan ataupun perundang-undangan yang disusun dan telah disepakati
ternyata terdapat beberapa item dari peraturan atau perundang-undangan tersebut
sangat sulit diaplikasikan dilapangan dan disinilah menjadi pemikiran kita
untuk membahas mengenai kebijakan publik.
Permasalahan
Permasalahan
SDM yang nyata sampai saat ini dapat dinventarisasi dengan melihat
kenyataan-kenyataan yang ada seperti:
1. Tingginya
laju pertumbuhan penduduk
2. Tingginya
jumlah kelompok usia kerja yang menganggur
3. Kualitas
pendidikan yang masih rendah
4. Kualitas
kesehatan yang juga masih rendah
5. Sebaran
penduduk yang menumpuk di beberapa wilayah di Indonesia (belum merata)
6. Dst
Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah
“Bagaimana kebijakan Sumber Daya Manusia) dalam mencapai keberhasilan
pembangunan, dan mengapa kebijakan SDM ini penting?
Landasan Teori
Banyak
konseptor memberikan pengertian tentang kebijakan publik, seperti yang
dikatakan oleh Dewey (1927) dalam Wayne (2005:xi) bahwa kebijakan publik
membahsa tentang persoalan bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan disusun
dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda
kebijakan dan agenda politik, atau bagaimana,mengapa, dan apa effekdampak dari
tindakan aktif dan pasif dari pemerintah. Dye dalam Wayne (2005:xi)juga
mengatakan tentang kebijakan publik adalah studi tentang apa yang dilakukan oleh
pemerintah,mengapapemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari
tindakan tersebut.
Konsep
kebijakan (policy) adalah istilah yang nampaknya banyak disepakati bersama.
Istilah kebijakan yang dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang keputusan tertentu tetapi lebih
kecil ketimbang gerakan sosial. Sifat masalah kebijakan menurut William N Dunn
(2000:210) adalah ”kebutuhan,
nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat
dicapai melalui tindakan publik, dan untuk memahami masalah tersebut harus
dengan menerapkan prosedur analisis kebijakan”.
Kata
policy berasal dari bahasa Yunani dan Sansekerta yaitu Polis (Dunn, 1998:51)
dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:11), dimana akar kata dalam bahasa Yunani dan
Sansekerta Polis (negara kota) dan pur
(kota), dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (negara) dan akhirnya
dalam bahasa Inggris policie yang berarti menangani masalah-masalah publik atau
administrasi pemerintahan.
Menurut
I.Nyoman Sumaryadi (2005:15) pada hakekatnya kebijakan publik merupakan ”suatu keputusan yang sudah mantap atau a standing decision menyangkut
kepentingan umum, oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah dalam proses
penyelenggaraan negara”.
PBB (1975)
dalam I. Nyoman Sumaryadi (2005:18) mengartikan kebijakan sebagai ’suatu deklarasi mengenai suatu dasar
pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu atau suatu rencana’.
Mustofa (1992) dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:18) juga merumuskan secara
sederhana tentang batasan kebijakan sbb: ’keputusan
suatu organisasi (publik atau bisnis) yang bertujuan
mengatasi masalah tertentu atau mencapai tujuan tertentu, berisikan
ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman berprilaku’. Pedoman berprilaku tersebut dalam hal:
a)
Pengambilan
keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana
kebijakan,
b)
Penerapan
atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam
hubungan dengan unit organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang
dimaksudkan.
Kedua
pengertian atau batasan tersebut di atas cukup relevan bila dihubungkan dengan
kebijakan pemerintah, dimana terkait pula dengan suatu pedoman, rencana,
program, dan keinginan tertentu yang bisanya dilakukan oleh pemerintah (pejabat dalam instansi pemerintah). Perbedaan antara kebijakan pemerintah dan bukan
kebijakan pemerintah adalah:
a)
Kebijakan
pemerintah dibuat oleh suatu badan pemerintah baik pejabat maupun instansi
pemerintah.
b)
Kebijakan
dibuat dalam rangka hubungan pemerintah dengan masyarakat
c)
Kebijakan
merupakan pilihan pemerintah baik melakukan maupun tidak melakukan sesuatu yang
menyangkut masyarakat banyak.
Bila
dihubungkaqn dengan kebijakan pemerintah secara umum menurut I.Nyoman Sumaryadi
(2005:19) yaitu: ”kebijakan pemerintah
pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan
atau petunjuk bagi setiap usaha dan aparatur pemerintah sehingga tercapai
kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu, dan digolongkan
dalam kebijakan: a) lingkup nasional, b) lingkup wilayah/daerah.
Ditinjau
dari sudut pendekatan kesisteman, maka kebijakan itu sendiri adalah suatu
sistem dan menurut I.Nyoman Sumaryadi (2005:21) ”kebijakan sebagai timbal balik yang saling berhubungan antara satu
komponen dengan komponen yang lainnya dan juga saling mempengaruhi”.
Komponen tersebut adalah 1) pelaku kebijakan à yaitu badan pemerintah atau non pemerintah maupun
privat yang terkait dalam pembuatan kebijakan; 2) lingkungan kebijakan yaitu bidang-bidang kehidupan masyarakat yang dapat
atau perlu diperbaharui oleh kebijakan seperti demokrasi, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, efisiensi dan produktivitas kerja,
pencemaran dan urbanisasi; 3) kebijakan publik yaitu suatu keputusan yang sudah
mantap atau ”a standing decision” menyangkut kepentingan umum, oleh pejabat
pemerintah dan instansi pemerintah dalam proses penyelenggaraan negara.
Sistem kebijakan yang terdiri dari policy
stakeholder, policy environment dan public policy menurut Thomas R. Dye,
Understanding Public Policy dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:21) sebagai berikut:
Gambar 1: Sistem kebijakan yang terdiri dari policy
stakeholder, policy environment dan public policy menurut Thomas R. Dye dalam I.Nyoman Sumaryadi (2005:21)
Melihat gambar tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan publik merupakan bidang kajian
dalam ilmu pemerintahan yaitu: 1) proses kebijakan/policy dan unsur-unsurnya;
2) aspek demokratisasi; 3) aspek rasionalisiasi; 4) aspek pembagian tugas dan
kerjasama.
Policy
stakeholder merupakan kebijakan yang
dapat mempengaruhi kebijkan publik dan kebijakan lingkungan namun kebijakan
stakeholder tidak dapat dibuat jika tidak melihat tentang kebijakan publik dan
kebijakan lingkungan. Policy stakeholder merupakan kebijakan oleh yang
berkepentingan baik sebagai pengguna
kebijakan maupun sebagai pembuat kebijakan itu sendiri. Muncul pertanyaan bahwa
kebijakan stakeholder adalah hanya sebagai konsep yang ada dan terbatas dalam rangka pemikiran untuk memunculkan
suatu konsep yang berkaitan dengan kepentingan stakeholder. Para stakeholder
sebagian selalu memikirkan apa konsep kebijakan yang benar-benar sesuai dengan
kepentingan, dan sebagian stakeholder tanpa memikirkan konsep tersebut namun
berfikir bagaimana menggunakan konsep kebijakan tersebut, artinya tidak perlu
sibuk memikirkan konsep kebijakan tetapi menggunakan kebijakan tersebut sesuai
dengan perannya sebagai stakeholder. Sebaliknya jika kebijakan stakeholder
dilakukan tanpa melihat kepentingan publikdan lingkungan, maka kebijakan
tersebut akan sia-sia dan tidak bermanfaat.
Konsep
kebijakan oleh stakeholder tersebut lebih melihat tentang kebijakan untuk
publik atau untuk orang banyak dalam hal ini masyarakat secara umum juga
melihat kebijakan lingkungan. Stakeholder tentunya memiliki ide-ide untuk
menghasilkan kebijakan yang benar-benar bermanfaat untuk kepentingan orang
banyak serta tidak bertentangan dengan lingkungan.
Envirenment
policy atau kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan yang ada disekitar kita
memberikan suatu gambaran bahwa siapapun di dunia ini tidak lepas dari
lingkungan yang ada, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal.
Dilihat dari sisi organisasi misalnya lingkungan internal adalah lingkungan
yang benar-benar berpengaruh terhadap maju mundurnya organisasi tersebut
seperti individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut, sumber daya atau
resource yang tersedia dalam organisasi tersebut, termasuk lingkungan kerja
ataupun iklim kerja. Sedangkan
lingkungan eksternal dari organisasi tersebut berkaitan dengan
organisasi-organisasi lain di luar organisasi tersebut termasuk masyarakat yang
ada.
Hal ini
menunjukkan bahwa stakeholder dalam memikirkan konsep dan membuat konsep dalam
bentuk draf kebijakan tentunya harus memikirkan juga implementasi baik dari
tahap awal sampai kepada tahap implementasi akhir dari kebijakan tersebut, dan
hal ini merupakan sebuah proses yang sering merupakan sinyal atau petunjuk arah
atau dorongan awal, atau bahkan sebagai percobaan awal yang nantinya akan
mengalami perubahan dalam bentuk revisi sesuai dengan kepentingan organisasi
dilihat dari segi administrasi ataupun operasionalnya.
Dilihat
dari segi pemerintah ataupun pemerintahan di daerah dalam hal ini sebagai
stakeholder tentunya dalam membuat konsep kebijakan tentunya harus juga
merespon apa yang dibutuhkan oleh masyarakat/publik dan lingkungan karena ini
sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemerintah dalam hal ini
sebagai stakeholder dan pembuat kebijakan harus mampu mengadopsi,
memasukkan dan mangalokasikan nilai-nilai (values)
yang berkaitan dengan lingkungan yang ada serta nilai-nilai yang berlaku di
dalam masyarakat. Jika tidak melihat nilai-nilai tersebut terdapat kemingkinan
untun memunculkan permasalahan-permasalahan
baru (new problems) yang
mengakibatkan tidak berjalannya bebijakan yang diinginkan.
Menurut Wayne Parzons (2005:14) memberikan konsep “policy atau kebijakan adalah statesmanship/kenegarawan,
administration, wisdom/ kebijaksanaan, plan/rencana, role/peran,
action/aksi, tactic/siasat, strategy/strategi, sagacity/kecerdasan”. Wayne (2005:15) kebijakan
adalah “usaha untuk mendefinisikan dan
menyusun basis rasional untuk melakukan
atau tidak melakukan suatu tindakan”. Lasswell dalam Wayne (2005:17)
mengatakan bahwa kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk ‘menunjukkan pilihan terpenting yang diambil dalam kehidupan organisasi
dan kebijakan bebas dari konotasi keberpihakan dan korupsi’.
Menurut
Wayne Parzons (2005:9) mengetengahkan bahwa sektor publik mengandung sepuluh ciri penting yang membedakan dari sektor swasta yaitu:
a)
sektor
publik mengemban tugas yang kompleks dan mendua
b)
menghadapi
banyak problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya
c)
memanfaatkan
lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang beragam
d)
lebih
kepada usaha mempertahankan peluang dan kepastian
e)
lebih
memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar
f)
melaksanakan
aktivitas yang lebih banyak mengandung significansi simbolik
g)
lebih
ketat menjaga standar komitmen dan legalitas
h)
mempunyai
peluang yang lebih besar untuk merespons isu-isu keadilan dan kejujuran
i)
beroperasi
untuk kepentingan publik
j)
mempertahankan
dukungan publik
Secara
konseptual terdapat 2 (dua) unsur penting dalam setiap substansi kebijakan
yaitu: 1) sejumlah tujuan kebijakan (ends, atau policy
objectives), dan 2) sejumlah alat untuk mencapai tujuan
(means, atau policy instruments), dan kedua unsur tersebut saling berhubungan
satu dengan yang lain.
Ciri-ciri
sektor non-profit menurut Anthony dalam Wayne (2005:10) adalah ’tidak mengejar keuntungan dan cenderung
menjadi organisasi pelayanan’. Menurut Mustopadidjaja (2002:5) kebijakan
publik adalah
”suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai
tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan”.
Langkah-langkah
analisis kebijakan publik dimulai dari pengkajian persoalan yaitu menemukan dan
memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya
dalam hubungan sebab akibat; penentuan tujuan yaitu akibat yang secara sadar
ingin dicapai atau ingin dihindari; perumusan alternatif yaitu sejumlah alat
atau cara-cara yang digunakan untuk mencapainya baik langsung maupun tidak langsung
terhadap sejumlah tujuan yang telah ditentukan; penyusunan model yaitu
penyederhanaan dari kenyataan persoalan yang dihadapi, diwujudkan dalam
hubungan kausal atau fungsional; penentuan kriteria yaitu melalukan analisis
untuk menemukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai
alternatif-alternatif; penilaian alternatif yaitu alternatif yang ada perlu
dinilai berdasarkan kriteria dengan tujuan mendapatkan gambaran mengenai
efektivitas dan fisibilitas setiap alternatif dalam pencapaian tujuan yang efektif
dan efisien; dan perumusan rekomendasi yaitu berdasarkan analisis alternatif
akan menemukan gambaran sejumlah pilihan yang tepat untuk pencapaian tujuan
tertentu, dan langkah akhir adalah merumuskan saran alternatif yang
diperhitungkan dapat mencapai tujuan yang optimum sesuai kondisi yang ada.
Berdasarkan pengertian dan definisi
tersebut di atas, menurut penulis kebijakan adalah proses penentuan atau
pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan/diimplementasikan atau dipecahkan
baik untuk kepentingan individu, kelompok atau organisasi, dapat diimplementasikan. Secara operasional
kebijakan adalah aturan-aturan dalam mempermudah pelaksanaan tugas dan untuk
kepentingan orang banyak (publik) yang menunjukkan dampak atau impack dari
kebijakan tersebut.
Wayne,
Public Policy (2005), tahapannya adalah: Problem, Identifikasi, Respons, solusi, alternatif, Seleksi opsi kebijakan, ddan Implementasi
Gambar 2:
Model proses kebijakan sesuai dengan siklus
kebijakan menurut Wayne
(2009:80)
Pembahasan
Sejalan
dengan semua yang dikemukakan di atas, ternyata sangat perlu kebijakan yang
mengatur tentang SDM yang ada untuk mengatasi permasalahan pembangunan.
Kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan SDM tersebut tentunya menyangkut subsistem
dari keberhasilan pembangunan. Prinsip-prinsip praktis untuk memulai
kebijakan:
1.
Fokus secara cepat pada pusat kriteria
masalah.
2.
Menghindari pendekatan Tool Box dalam
menganalisis.
3.
Dapat membuat Transaksi dengan ketidakpastian.
4.
Katakan dengan angka untuk memahami dan
memecahkan masalah.
5.
Membuat analisis sederhana dan transparan.
6.
Mengecek fakta.
7.
Dapat mendukung posisi pihak lain.
8.
Memberikan analisis pada pelanggan, bukan
keputusan.
9.
Menekankan batasan analisis berdasarkan ” amplop
kebijakan”
10. Waspada bahwa tidak ada hal-hal
semacam kebenaran absolut, rasional dan analisis menyeluruh.
Proses analisis kebijakan; Konsep Analisis Kebijakan sebagai proses identifikasi dan
evaluasi kebijakan-kebijakan atau program-program alternatif yang bertujuan
untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah-masalah sosial, ekonomi dan masalah
yang bersifat fisik.
Llangkah dasar Analisis Kebijakan :
1.
Verifikasi,
Definisi dan Perincian masalah.
2.
Penentuan Kriteria
Evaluas.i
3.
Identifikasi
kebijakan alternatif.
4.
Evaluasi kebijakan
alternatif.
5.
Penyajian dan
pemilihan kebijakan-kebijakan alternatif.
6.
Pengawasan hasil
kebijakan.
Metode Silang; Metode silang dapat bermanfaat pada semua tahapan didalam
proses analisis kebijakan. Metode ini sangat penting untuk menentukan
keakuratan dan keberhasilan analisis. Metode silang mencakup ; prosedur
identifikasi dan pengumpulan data, pelaksanaan wawancara khusus, persiapan analisis
statistik dasar dan hasil komunikasi. Seorang analisis perlu mengantisipasi masalah dan mengerjakan
persiapan-persiapan sebelum masalah menjadi kritis. Hal ini memungkinkan
analisis untuk dapat berkontribusi pada saat masalah bermunculan. Informasi
yang sangat diperlukan, yaitu data historis, fakta-fakta dasar, informasi
politis, gagasan dan perkiraan, materi-materi dan kontak tambahan.
Verifikasi, definisi dan penjabaran masalah,
merupakan langkah kunci dalam proses analisa kebijakan yaitu definisi
masalah. Bila menemukan informasi atau asumsi baru kita harus mendefinisi ulang
masalah tersebut.
Metode dasar yang digunakan
untuk mendefinisikan masalah yaitu :
1.
Kalkulasi ” back
of the envelope” untuk memperkirakan ukuran permasalahan,
2.
Analisis keputusan
cepat untuk mengidentifikasi komponen-komponen inti masalah,
3.
Definisi
operasional mengurangi kebingungan konsep.
4.
Analitis politis
agar faktor non kuantitatif diketahui.
5.
Konsep issue-paper
yang membantu untuk memutuskan penelitian akan dilanjutkan atau tidak.
Pembuatan kriteria evaluasi; kriteria adalah
apa yang kita gunakan untuk menuntun dalam pembuatan suatu keputusan. Kriteria
ini dapat berupa ukuran-ukuran, aturan, nilai standar, keseluruhan atribut,
tujuan atau sasaran yang dipandang relevan dengan suatu keputusan yang
ditetapkan oleh pembuat keputusan. Kriteria tersebut digunakan untuk membantu
dalam membandingkan berbagai alternatif. Dalam pembuatan kriteria evaluasi
perlu digunakan prosedur yang dapat mengalihkan hal-hal yang lebih abstrak
menjadi praktis dan berorientasi pada analisis, yaitu sasaran, tujuan, kriteria
dan ukuran.
Mengidentifikasi alternatif-alternatif; Proses Analisa Kebijakan dikelilingi
oleh alternatif. Seseorang mungkin berharap untuk mencapai hasil akhir yang
berbeda dan mungkin mereka mendukung hal yang berbeda untuk akhir yang sama.
Ukuran penilaian suatu kebijakan dengan membandingkan kebijakan dengan tujuan
yang disepakati, hal ini dilakukan dengan cara memilih alternatif yang lebih
disukai diantara yang lainnya. Sumber alternatif dapat berupa pengalaman orang
lain, penemuan kasus, analogi masalah yang sama, pengalaman para ahli,
syarat-syarat pemegang otoritas, kepercayaan partisipan, aturan yang
legal, pengetahuan teknis, dan
lain-lain.
Hal-hal yang
harus dihindari dalam mengidentifikasi alternatif:
1.
Terlalu
mengandalkan pengalaman masa lalu.
2.
Gagal
merekam munculnya ide dan pemahaman.
3.
Menetapkan
masalah terlalu dini.
4.
Menentukan
pilihan terlalu cepat.
5.
Mengkritik
ide ketika ide dikemukakan.
6.
Menghapus
alternatif sebelum dievaluasi.
7.
Gagal
mempertimbangkan kembali alternatif yang dihapuskan sebagai perubahan kondisi.
Day
dalam Wayne Parsons (2005:v) mengatakan bahwa kebijakan public adalah studi
tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil
tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut. Artinya jika dilihat
dari konsep tersebut tentunya menggambarkan bahwa kebijakan SDM merupakan
berbagai hal yang terkait dengan sebab akibat.
Sumber daya
manusia adalah manusia yang mempunyai
daya atau energi atau kompetensi yang bisa digunakan untuk membangun. SDM merupakan bagian proses perencanaan
strategis dan menjadi bagian pengembangan kebijakan dan praktek dimana SDM
perlu mendapatkan perhatian untuk dikelola dengan landasan yang kuat adalah
kebijakan.
Tanntangan SDM
dalam pencapaian pembangunan adalah: 1) tantangan internal yang terdiri dari
Perenc.strategis, Anggaran organisasi, Rancang bangun organisasi, Kualitas SDM,
Kuantitas SDM, Peraturan organisasi, dan Budaya organisasi; 2) tantangan
eksternall terdiri dari: ekonomi, Sosial, Hukum, Politik dan Teknologi
Mempersiapkan SDM yang berkualitas perlu adanya tuntutan motivasi dan kerja keras
dari berbagai pihak dan tanpa itu semua tidak mungkin akan tercapai, disamping
itu dukungan sarana dan prasarana yang merupakan salah satu indikator yang
vital sangat menentukan. Bagaimana bisa menghasilkan SDM yang memiliki
kemampuan dan terampil jika sarana dan prasarana yang menunjang kearah
pendidikan yang bermutu tidak tersedia.
Hal tersebut
perlu adanya kebijakan dari pemerintah yang berlaku untuk semua pihak dalam
melaksanakan kegiatan pembangunan.
Disamping
itu kebijakan public merupakan studi
tentang bagaimana, mengapa dan efek dari tindakan aktif (action) dan inaction
dari pemerintah.
Saat ini nilai-nilai kebenaran dikalahkan
oleh power (adanya intervensi pemerintah)
Kontek penyusunan anggaran (kebijakan
anggaran) harus ada konsep tentang anggaran seperti teori budget
(penerimaan/pengeluaran) dilihat dari penerimaan lembaga dapat dilihat dari
kemampuan orang tua. Standar dapat ditentukan oleh para akhlinya, dan saat ini
semakin sesat karena banyak
penelitian hanya mengacu pada dokumentasi anggaran yang ada bukan dari sumber
akhlinya tentang anggaran (misalnya biaya bahan alat dan bahan habis pakai).
Belum melihat berapa banyak penyusutannya dan berapa besar biayannya dan sampai
saat ini belum diperhatikan. Hal ini belum berdasarkan analisis dari para
akhlinya (expert). Selain itu harus ada indeks antar wilayah termasuk indeks
kemahalan konsumsi, indeks kemahalan konstruksi. Wilayah yang belum memeliki
indeks, salah satu cara adalah dengan mencari daerah yang memiliki
karakteristik yang sama sebagai patokan dari wilayah yang belum memiliki
indeks.
Mengapa anggaran pendidikan harus 20% dari
anggaran, kenapa tidak 15%?, tentunya harus menggunakan argumen-argumen oleh
para pakar (expert). Apa dasarnya 20%?. Bisa dengan pendekatan historis,
incremental, studi komperatif dengan negara-negara yang hampir sama dengan
indonesia misalnya dengan philipina (luas wilayah, jumlah penduduk dll), ini
merupkan cara bagaimana menganalisis dan menentukan kebijakan (Suporting sistem tidak ada artinya ketika
kebijakan tidak berjalan dan tidak
berfungsi).
Manusia
merupakan modal dasar utama dan merupakan sumber daya yang penting dalam
organisasi seperti dikemukakan oleh Bovie (2007) bahwa batapa pentingnya human investment dalam konteks pembangunan masyarakat.
Berdasarkan teori dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas
menunjukkan bahwa human investment tidak terlepas dari kualitas SDM, dan SDM
yang berkualitas harus memiliki ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses
pendidikan, dengan demikian
maka pendidikan bagi setiap orang baik individu, kelompok dan masyarakat sangat
menentukan masa depan bangsa dan negara dalam berbagai sektor pembangunan.
Beberapa hal yang
penting untuk mencapai tujuan pembangunan umumnya dan khususnya pembangunan
masyarakat yaitu pengembangan SDM melalui pendidikan yang diharapkan berhasil
dengan implementasi kualitas pendidikan, yaitu SDM yang menangani kegiatan
pembangunan masyarakat baik secara individu maupun secara team harus memiliki
IQ (cerdas), EQ (matang), RQ (iman) dan CQ (kreativitas).
Permasalahan
yang tidak habis-habisnya dibicarakan, didiskusikan oleh semua pihak yang
berkepentingan dengan dunia pendidikan ternyata juga belum dapat diwujudkan apa
yang disebut pendidikan bermutu yang mengarah kepada human investment dalam
konteks pembangunan masyarakat.
Mengaplikasikan kebijakan dan praktek yang efektif,
tentunya perlu adanya suatu pemahaman tentang kebijakan dan praktek SDM baik ditingkat
personal, pribadi, kelompok, organisasi maupun stakeholder.
Kesimpulan
Berdasarkan
kajian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Keberhasilan pembangunan sangat didukung oleh SDM yang
berkualitas
2.
SDM yang berkualitas tentunya harus diataur dalam
peraturan dalam bentuk kebijakan pemerintah
3.
Kebijakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan
orang banyak/public dan bukan untuk kepentingan individu, kelompok atau
organisasi.
4.
Para Expert kebijakan harus benar-benar memiliki pola
pikir yang bersifat global karena kebijakan mengatur tentang arah masa depan.
Daftar Pustaka
Bovie Kawulusan, 2009., Human Investment Dalam
Konteks Pembangunan Masyarakat, UPI: Bandung.
Bovie Kawulusan, 2010., Strategi Pengembangan
Manajemen Diklat, UPI:Bandung
Wayne Parsons, 2005., Public Policy (Pengantar Teori
dan Praktik Analisis Kebijakan), Queen Mary University:London
William N Dunn, 1998., Analisis Kebijakan Publik
(Edisi ke 2) Gajah Mada University:Yogyakarta
Sensus Penduduk, 2010., Sensus Penduduk Indonesia,
BPS: Jakarta
No comments:
Post a Comment