(Oleh: Dr.Bovie Kawulusan., M.Si)
A. Pendahuluan
Mengarah kepada modernisasi akan membawa
dampak yang tidak ringan bagi banyak Negara, terutama bagi Negara yang sedang
berkembang dalam hal ini Indonesia, dan untuk mengantisipasi berbagai dampak
yang sifatnya negatif perlu dilakukan antisipasi,
terutama dalam upaya melindungi asset terbesar Negara, yaitu sumber daya
manusia yang kini masih dalam masa pertumbuhan.
Mengenali manusia dalam berbagai
konteks, baik dalam konteks social, budaya maupun lingkungan, diharapkan kepada kita seluruh mayarakat
bangsa Indonesia lebih memiliki rasa mawas diri yang tinggi, sehingga kekawatiran dampak
negatif dapat dimininalisasi.
Mengenali lebih
jauh tentang perilaku manusia yang menyangkut budaya dalam menghadapi
modernisasi dan bagaimana cara mensiasati kehidupan yang semakin meninggalkan nilai-nilai
moral budaya bangsa, maka
tulisan ini memberikan gambaran tersebut.
Pengalaman pembangunan masa yang lalu dapat dijadikan pelajaran yang
berharga, karena pembangunan yang lalu memprioritaskan pada pembangunan bidang
ekonomi khususnya fisik dan material dapat memberi dampak yang kurang
menguntungkan. Dampak yang jelas terjadi adalah semakin menipisnya
nilai-nilai kemanusian dalam proses pembangunan bangsa dan Negara. Bentuk
pembangunan seperti ini tidak menguntungkan bagi upaya pembangunan struktur
social dan budaya bahkan cenderung membuat rapuh dan rentanya fundamen berbagai
sistem dan pranata, baik pranata ekonomi, politik, pemerintah, hukum, sosial
dan pertahanan keamanan. Hal ini akibat semakin lambatnya proses pemulihan
ekonomi bahkan dapat meluas memjadi krisis moral,social dan krisis multidimensi
yang berkelanjutan.
Adanya arus modernisasi dan
globalisasi yang begitu deras dapat meperlemah ikatan kebangsaan sehingga
diperlukan usaha untuk menata kembali berbagai pranata social kemasyarakatan
dan kenegaraan, oleh karena itu pembenahan struktur dan pranata social budaya merupakan keharusan untuk
merespon tantangan dimasa depan sekaligus untuk mengejar ketinggalan. Dengan
demikian, diperlukan transformasi sosial dan budaya sehingga mampu merespon
berbagai tantangan dengan tetap mengedepankan kepribadian bangsa dan Negara. Indonesia
yang memiliki beragam modal budaya yang kaya sebagai sumber pembangunan.
Kebudayan tersebut didasari nilai-nilai ke 5 hidup keagamaan seperti,
kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja sama, iman dan taqwa sehingga
mancerminkan kearifan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian yang
bersifat unik . Beragamnya suku, bahasa dan kesenian tentunya merupakan aset
Negara dalam meningkatkan kerukunan dan keragaman kebudayaan. Bertitik tolak
dengan hal tersebut, pemerintah diharapkan dapat menjadi asset Negara sebagai
alat perekat kesatuan dan persatuan bangsa.
B. Keterkaitan dengan perubahan social
Pandangan pembangunan di banyak
Negara lebih berorientasi kepada pengembangan sector jasa dan industri,
termasuk di Indonesia.
Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan kearah kestabilan
khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan
kepada investor dalam dan luar negeri masuk, yang mempunyai efek berantai
terhadap distribusi pendapatan penduduk.
Berdasarkan asumsi bahwa kepekaan
terhadap krisis nasional yang terjadi dalam arti tidak terlalu terpengaruh oleh
krisis keuangan dalam negeri, ramah lingkungan dan terutama industri yang tidak
mengalami konflik, maka secara sosiologis
adanya interaksi antara bisnis, interaksi politik dan interaksi kultural.
Interaksi bisnis adalah interaksi dimana kegiatan ekonomi yang menjadi basis
materialnya dan ukuran-ukuran yang di gunakan adalah yang bersifat ekonomi.
Interaksi politik adalah interaksi di mana hubungan budaya dapat membuat
ketergantungan dari satu budaya terhadap budaya lain atau dengan kata lain
dapat menimbulkan ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang dipicu
oleh kegiatan persetuhan aktivitas bisnis,politik dengan aktivitas eksistensi
sebuah Negara. Sedangkan interaksi kultural adalah suatu bentuk hubungan di
mana basis sosial budaya yang menjadi modalnya.
Dimensi interaksi kultural
dimungkinkan adanya pertemuan antara dua atau lebih warga pendukung unsur
kebudayaan yang berbeda, pertemuan ini mengakibatkan saling sentuh, saling
pengaruh dan saling memperkuat sehingga bisa terbentuk suatu kebudayaan baru,
tanpa mengabaikan keberadaan interaksi bisnis dan interaksi politik. Pemahaman
yang digunakan untuk pengembangan kawasan wisata terbuka, maka berarti tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi kontak antara aktivitas kepariwisataan dengan
masyarakat sekitarnya. Kekuatan kontak tidak dibatasi oleh apapun, apalagi
ditunjang dengan adanya sarana pendukung yang memungkinkan mobilitas
masyarakat. Kontak yang paling mungkin terjadi antara masyarakat sekitar dengan
pengunjung, adalah penyediaan jasa kebutuhan bagi pengunjung. Kontak ini
apabila massif akan mengakibatkan keterpengaruhan pada perilaku, pola hidup dan
budaya masyarakat setempat.
Soekansar Wiraatmaja (1972) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial
atau susunan masyarakat, sedangkan perubahan budaya lebih luas mencakup segala
segi kebudayaan, seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi dsb.
Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya
terjadi percampuran budaya. Jadi dari dimensi struhtural budaya, aktivitas
industri dan jasa memungkinkan terjadinya suatu perubahan kebudayaan luar yang
dibawa oleh investor dan pengunjung. Pola-pola kebudayaan luar ini
terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta
pola konsumsi yang diadopsi dari pengunjung.
Pertemuaan atau komikasi antar
pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut akan muncul
peniruan-peniruan perilaku tertentu. Adanya kemajuan teknologi, yang memungkinkan komunikasi dengan luar makin
besar. Meniru tindakan orang lain adalah kewajaran dari seorang manusia.
Tindakan ini bisa lahir karena tujuan-tujuan tertentu, dan bisa terdorong oleh aspek
kewajaran atau dorongan yang bersifat emosional. Artinya, seorangan individu bisa
saja meniru perilaku orang lain hanya
nampak lebih modern dan tidak tertinggal zaman..
Terjadinya pergeseran budaya dan tatanan sosial di masyarakat, mengartikan bahwa budaya-budaya lama itu
mengalami proses adaptasi yang berakibat oleh adanya interaksi tersebut. Hal
itu dimungkinkan karena sifat budaya sendiri yang dinamis terhadap perubahan,
maka diperlukan ketahanan sosial budaya sendiri, maka perlu perhatian yang
lebih dari pengambil keputusan untuk mempertimbangkan kembali pola pengembangan
kawasan, yang mampu membuat peluang pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam
kegiatan industri dan jasa, tetapi bukan
sebagai obyek. Artinya kehidupan masyarakat tidak boleh tercabut dari akar budayanya hanya karena adanya penekanan
pada aspek ekonomi mengabaikan dimensi lain seperti dimensi ketahanan sosial
budaya yang sangat perduli pada karakter asli masyarakat setempat.
C. Adaptasi Kebudayaan yang
Tertinggal
Ketertinggalan kebudayaan menurut Ogburn adalah adanya dua sisi kebudayaan
yang selalu berdialektika, yaitu kebudayaan materiil dan non materiil.
Kebudayaan materiil adalah segala produk yang dihasilkan berupa materi,
sementara kebudayaan non materiil atau budaya adaptif adalah kemampuan
penyesuaian atas perubahan global atas sistem dan produksi sebagai perubahan
dalam sisi materi, dalam penyesuaian budaya masyarakat atas sistem maupun
barang-barang baru.
Ketinggalan ini mencakup adaptasi
bangsa Indonesia
terhadap kebudayaan yang berkembang dan adaptasi kebudayaan atas kebudayaan
yang sudah ada atau kultur sebelumnya. Internet umpamanya, barang baru bagi
masyarakat Indonesia,
tetapi cepat menerobos masuk masyarakat. Masuknya internet membawa aksesori dan
aspek budaya lain di seluruh dunia, baik yang dianggap negatif maupun yang
membangun sendi-sendi baru berpikir masyarakat..Penggunaan internet mungkin
contoh tepat untuk menerangkan rendahnya budaya adaptif masyarakat kita.
Internet sebagai ikon global sudah menjamur ke pinggiran kota dan merambat pedesaan. Rental dibuka
dengan ruang yang disekat-sekat. Penyekatan ruang adalah sebagai penjagaan
terhadap prevacy, disana orang dapat berkonsentrasi. Orang-orang dapat
mengakses apa saja yang mau mereka melihat dunia dengan segala aksesnya, bahkan
gambar porno. Peristiwa ini merambah masyarakat terutama para remaja, ini
terbukti tidak siapnya budaya adaptif masyarakat dalam perubahan dan kemajuan
teknologi.
Bagi masyarakat yang memiliki
kemampuan memakai teknologi tinggi hanya dengan pertimbangan kebanggaan atau gengsi sosial,
tetapi masyarakat sering melupakan fungsi produk teknologi yang dimiliki maupun
dipakainya sering menjadi status social umpanya handphone, atau mobil sebagai lambang
kesuksesan. Kurangnya daya adaptif masyarakat terhadap budaya materiil
mengakibatkan membabi buta mengejarnya hanya untuk alasan status sosial. Banyak
orang termasuk pejabat tinggi lupa meningkatkan daya adaptifnya guna menanggulangi
krisis berkepanjangan.
Ketinggalan kebudayaan dapat
dilihat dalam birokrasi pemerintahan yang sulit beradaptasi dengan pengaruh
luar yang cepat, seperti sistem perdagangan, birokrasi dsbnya. Pemerintah juga
lambat memikirkan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam menghadapi kompetisi
dengan pasar lebih luas maupun serbuan produk dari luar yang menyaingi produk local.
D. Mutu Budaya Instan
Pendidikan merupakan kebutuhan
sepanjang hayat, setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai dimana manusia
itu berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan
sulit dan bahkan akan terbelakang, dengan demikian pendidikan harus betul-betul
diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing,
disamping memiliki budi pekerti yang luhur dan bermoral tinggi.
Zaman sudah berubah. Semua orang maunya serba cepat. Jadinya cenderung
mengabaikan proses, yang penting segera mendapat hasil. Apabila dinegara dengan
etos kerja rendah seperti Indonesia. Akibatnya, buruk yang mulai masuk ke
setiap kehidupan kita. Hidup zaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu
didapatkan dengan mudah, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi telah memanjakan
kita. Mau ngobrol dengan saudara yang bermukim dibelahan dunia lain, tinggal
angkat telpon. Mau transaksi uang. bayar listrik, kartu kredet, beli pulsa
tidak perlu susah-susah ke bank atau ATM. Semua bisa menggunakan handphone.
Banyak makanan yang instan.
Maklum orang sangat sibuk,atau malas direpotkan dengan hal-hal yang rumit,
jadi segalanya inginnya instan. Hidup yang baik dan sukses adalah hidup dengan
proses alami. Sampai tingkat tertentu bisa dipakai untuk menpercepat hal-hal
yang perlu dipercepat sesuai hukum alam. Kemajuan teknologi dan tuntutan zaman,
memungkinkan mendapat serba cepat. Tetapi tidak asal cepat, kualitas harus
tetap terjaga, jadi cepat seharusnya hasil lebih baik, dan bermutu. Sayangnya
yang terjadi justru sebaliknya.
Mendapatkan sesuatu dengan mudah membuat orang enggan susah payah, tak mau
melewati proses, alasan malas yang penting cepat. Bermutu atau tidak, tidak akan
menjadi urusan, hal ini hanya berorientasi pada hasil, dan telah menyebar ke
berbagai kehidupan, termasuk dalam pendidikan, ingin sukses dengan cara instan.
Maka banyak orang korupsi, punya gelar palsu, beli izasah aspal, asal lulus,
cepat kaya lewat penggandaan uang dan sebagainya. Sekarang telah terjadi
pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individual cenderung melecehkan hak
orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang tak ragu-ragu mengorbankan
orang lain.
Tantangan lulusan sarjana di era
informasi makin besar. Masalah lapangan kerja dan persyaratan ijazah. Dua
fenomena tentang promosi program studi di perguruan tinggi, terjadi penyaringan calon mahasiswa sama gencarnya
dengan peningkatan lulusan. Kualifikasi sangat disyaratkan oleh tenaga kerja
lulusan perguruan tinggi. Para peneliti
umumnya mengatakan adanya campuran kualitas personal dan prestasi akuntabilitas
pencari kerja misalnya seberapa besar spesialisasi dari suatu program studi di
perguruan tinggi. Kualifikasi seperti memiliki kemampuan numerik, problem komunikatif
sering merupakan prediksi para pengelola perguruan tinggi daripada pernyataan
eksplisit tenaga kerja.
Tidak setiap persyaratan
kualifikasi yang dimuat di iklan lowongan kerja sama penting nilainya bagi
pencari tenaga kerja, dan dalam prakteknya, kualifikasi yang paling penting dicari
oleh para pencari pekerja juga tidak selalu menjadi yang menentukan diterima
atau tidaknya seorang lulusan dalam suatu pekerjaan. Sangat menrik unuk
diperhatikan yaitu, tiga kualifikasi kategori kompetensi personal yaitu
kejujuran, tanggung jawab, inergik yang paling penting, paling dicari, dan
paling menentukan dalam proses rekrutmen.
Komplenmentari interpersonal
sangat penting, seperti mampu kerja sama dan fleksibel dipandang dari para pencari
pekerja, meskipun sering yang dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks
prestasi komulatif sebagai indikator keunggulan akademik, tidak termasuk yang
paling penting. Ada
kecenderungan para pencari tenaga kerja mengabaikan bidang studi lulusan
sarjana. Dalam seluruh wawancara, seorang kepala Human resources development
menegaskan, kesesuaian sifat personal yang mempunyai sifat suatu bidang
pekerjaan yang dicari, yang menentukan diterima atau tidak seorang lulusan
perguruan tinggi. Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja tersebut
penting diperhatikan oleh pengelola perguruan tinggi untuk mengatasi tidak
menyambungnya antara perguruan tinggi dengan dunia kerja.
Makin meningkatnya pengangguran,
perlu pembenahan sistem seleksi mahasiswa baru dimaksudkan untuk menyaring
mahasiswa sesuai kompetensi dasarnya, perhatian kualifikasi yang dituntut pasar
kerja tersebut, dan dari apa yang dikemukan di atas, berpedoman pada Oqburn
dapat dirumuskan beberapa penyebab ketertinggalan kebudayaan Indonesia
1.
Rendahnya penemuan baru dalam kebudayaan kita, karena
lambatnya proses pendidikan di masyarakat. Lambatnya proses itu bagaimanapun
terkait lemahnya dorongan pemerintah dalam pendidikan serta aspek yang
berhubungan dengan pendidikan. Masyarakat terlena dengan sumber alam yang
subur, kurang melihat pendidikan sebagian yang penting dalam kehidupan mereka. Prospek pendidikan secara materiil
terlihat tidak baik, karena banyak sarjana menganggur. Masyarakat masih
berpikir pintas.
2. Masyarakat
terhanyut kebudayaan sendiri. Bangsa Indonesia yang selalu memuji
kebudayaannya sehingga kurang terbuka terhadap pengaruh adaptif dari luar. Kita
terlena dengan kebudayaan sendiri, sehingga tidak ada pembentukan daya adaptif
terhadap perkembangan baru. Landasan
kebudayaan masyarakat jadi rapuh bila berhadapan dengan pengaruh materiil yng baru
masuk.
3.
Renggangnya
hubungan antara budaya adaptif masyarakat dengan budaya materiil. Kita tahu
banyak produk luar dan sistem modern berasal dari luar. Masyarakat sering
menjadi asing dengan sesuatu yang baru itu apalagi bila sesuatu masyarakat
mempunyai apriori. Masyarakat menerima kebudayan materiil yang baru antara
sikap ya atau tidak, bingung. Otomatis masyarakat tidak mampu merumuskan
budaya adaptifnya.
4.
Nilai-nilai kelompok yang tertutup dan dianut secara
fanatik. Ada
masyarakat yang susah menerima kebenaran dari luar kelompok. Berbagai perubahan
dari belahan dunia barat misalnya dianggap haram, pada hal yang menganggap
budaya mereka lebih hebat dan tahan untuk selamanya sehingga ada istilah di
masyarakat mempertahankan kebudayaan asli, padahal bila tidak funsional sudah
harus direnovasi atau ditinggalkan sama sekali.
Ketertinggalan budaya, adalah timpangnya
budaya adaptif dan materiil, jelas akan membawa ketimpangan dan berbagai
persoalan sosial-budaya, dan ketertinggalan akan mengakibatkan hilangnya
keserasian sosial. Sementara itu, budaya materiil terus mengalir ke masyarakat.
Efeknya langsung bisa dilihat terjadinya pembodohan masyarakatan, kehancuran
budaya dan identitas. Seterusnya masyarakat kehilangan arah dan daya dalam
meningkatkan kualitas diri mereka.
Bagi bangsa Indonesia untuk
ke depan tergantung juga pada bangunan daya adaptif kebudayaan, bagaimana
kekuatan kultural mereka dalam merespons
budaya-budaya materiil Masyarakat tidak
hanya terpesona memasyarakatnya aspek global, teknologi, maupun modernisasi.
Dengan demikian, bangsa Indonesia,
dengan pemerintah sebagai pendorongnya, harus memikirkan bagaimana dapat
menyiasati produk materiil dan pengaruh luar dengan memperkuat diri sendiri ke dalam
kekuatan bangsa Indonesia
yang sungguh tergantung pada kekuatan adaptif seluruh masyarakatnya.
E. Sosial-Budaya Bangsa sebagai nilai luhur yang perlu digali
Menyadari akan berbagai hal netnag
budaya, maka untuk mencapai Indonesia
yang maju harus didorong oleh perubahan mentalitas sosial-budayanya, dan kita
masih memerlkan suatu pembelajaran dan penyadaran melalui pendidikan serta
ketauladanan dari para pemimpin. Pendidikan harus disertai dengan keteladanan,
karena apabila tidak, nilai-nilai yang ditanamkan di ruang belajar akan mudah
menghilang. Dengan demikian, maka kita perlu mencari pemimpin yang bisa menjadi
tauladan.
Pembentukan identitas sosial-budaya
ini tentunya terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah
mengedepankan rasionalitas, oleh karenanya dengan rasionalitas diperlukan itulah
penyeleksian nilai-nilai budaya luhur harus kita lakukan. Nilai-nilai
budaya yang secara tidak menunjang
kemajuan sebagai bangsa, harus ditinggalkan. Dengan demikian perlu tranformasi
masyarakat tradisional menuju masyarakat industri dan jasa dapat berjalan
secara terencana dan alamiah. Pada saatnya, kita akan menjadi masyarakat
industri dan jasa yang rasional, tentunya dengan telah tertanam nilai-nilai luhur
Indonesia.
Sehinga pada akhirnya kita akan mampu menjadi bangsa besar dan maju dengan
mempertahankan nilai-nilai sosial-budaya ke Indonesiaan.
F. Nilai-nilai luhur
Saat ini bangsa Indonesia
mengalami kegalauan serius hal ini bukan saja dalam kaitannya dengan upaya
untuk keluar dari krisis, melainkan juga dalam menghadapi persaingan global
yang semakin keras dan tidak mengenal ampun. Ketika manusia di dunia dan Indonesia ini gencar dengan upaya-upaya
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita lalu cenderung melupakan dan
meninggalkan nilai-nlai luhur yang perlu kita miliki dan kita hayati
sehari-hari. Sikap melupakan dan mengabaikan nilai-nilai luhur dunia yang
bersumber dari khasanah agama,berakibat bahwa manusia yang semakin kurang
manusiawi. Maka adanya usaha untuk kembali menghidupkan dan menghayati lima nilai-nilai
luhur di seluruh dunia., bagi para pendidik, orang tua, pimpinan pemerintah,
pemuka masyarakat serta memperhati sosial yang prihatin cemas akan mutu
kehidupan di bumi.
G. Nilai kejujuran
Ada pertanyaan mengapa kita harus jujur?, karena pada prinsipnya orang
harus berkata dan berbuat di atas kebenaran. Kejujuran dituntut supaya orang hidup dengan kebenaran dan
orang yang tidak jujur bakal tidak akan dipercaya. Menjaga kepercayaan itulah
perjuangan manusia menuju kesuksesan dan kebahagian. Orang yang tidak lagi
dipercaya oleh sesama tidak lagi menjadi manusia yang berguna Maka kejujuran
menjadi dasar untuk kebenaran dan kepercayaan diri. Dalam hal ini berarti akan
dipercayakan mengurus pekerjaan makin lama makin besar, investasi kepercayaan
orang kepadanya meningkat, maka hidupnya menjadi berarti.
Kejujuran menjadi dasar kesetiaan hidup berkeluarga, dan kewibawaan orang
tua dihadapan anak-anaknya, para pemimpin di hadapan masyarakat, bakal jatuh
karena orang tua dan para pemimpin itu
tidak benar dan tidak jujur dalam hidup dan kerja sehari-hari. Terjadilah
krisis kewibawaan atau sering disebut dengan krisis kepemimpinan.
Tanpa penanaman nilai kejujuran di sekolah, anak-anak menjadi penipu karena
tidak jujur. Penipuan dan sikap tidak jujur dimulai di sekolah dan di rumah
sejak kecil menhantar seseorang kepada tindakan korupsi. Korupsi telah mejadi
penyakit sosial di negara kita mulai dari pusat ke desa-desa, dan orang tidak
malu lagi berbuat pelanggaran atau kesalahan menghalalkan segala cara untuk
tujuan pribadi. Tindakan
korupsi telah menghambat lajunya
pembangunan bangsa. Karena itu, kita perlu mendasari sikap dan tingkah laku
kita semua di atas kejujuran.
H. Nilai Tanggung jawab
Pertanyaan berikut adalah mengapa kita harus memiliki nilai tanggung jawab?,
Banyak urusan dan pekerjaan dalam masyarakat selalu melibatkan semua
pihak, dan dalam semangat kemitraan, kita saling melengkapi, membuat komitmen
dan tanggung jawab menjadi dasar keberhasilan sesuatu pekerjaan bersama.
Didalam komunitas
sekolah/kantor/instansi, dengan pembagian tugas berbeda-beda, masing-masing
harus bertanggung jawab dengan tugasnya, dan kemacetan pada satu sektor/komponen akan mengganggu
semua program kerja. Nilai tanggung
jawab menjadi tanda khas kedewasaan seseorang. Apa yang diharapkan dalam dunia
pembangunan kalau dikerjakan oleh orang-orang yang belum dewasa? Nilai tanggung
jawab menjadi amat penting dalam rumah tangga, dalam pengelola kelas / sekolah,
dalam berperan sebagai pemimpin atau pejabat tertentu dalam masyarakat dan sektor
pemerintahan pada jenjang paling tinggi sampai yang paling bawah.
Pembangunan yang diperankan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan
tidak dewasa hanya menampilkan pembangunan yang mutu rendah dan asal-asalan. Orang
yang berkerja dengan tanggung jawab tidak akan menghindar bila menghadapi kesulitan,
tantangan dan kekurangan. Tanggung jawab mengandung muatan perjuangan dan kerja
keras. Dalam prinsip hidup bangsa, bekerja keras adalah rahmat dan kemulian
pribadi seseorang. Bangsa-bangsa yang telah maju dalam banyak aspek
pembangunan, karena tanggung jawab dan kerja keras, dan Bangsa kita memiliki
apa untuk kemajuan pembangunan.
I. Makna Nilai Kedisiplinan
Setiap kegiatan perlu perencanaan dan pengalokasian waktu yang jelas, memanajemen
waktu adalah pengelolaan waktu yang menuju keberhasilan program kerja. Proses
belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan olah pengaturan jadwal kegiatan
dengan waktu secara pasti. Kepastian jadwal maka komponen guru, pegawai dan
peserta didik akan datang dan pulang sekolah pada waktunya. Setiap orang yang
mau menjadi anak didik yang baik harus disiplin, demikian juga para guru dan
para orang tua yang sehari-hari berurusan dengan pelayanan untuk para murid,
perlu memiliki semangat disiplin.
Setiap aparat pemerintah, para pegawai, setiap orang yang pernah mengenyam
pendidikan dan pernah menjadi murid seharusnya disiplin. Mereka harus pandai
mengatur waktu secara efisien sehingga setiap kegiatan dan kerjanya menjadi efektif
untuk tujuan yang telah direncanakan.
Kedisiplinan bukan hanya dalam hal ketepatan waktu, tetapi terutama adalah
penataan diri dan kepribadian. Dalam hal ini kedisiplinan juga berarti
kebersihan dan kerapian. Kebersihan dan kerapian pakaian, dalam menata
lingkungan hidup dan lingkungan kerja. Kebersihan dan kerapian juga dalam
bertutur bahasa, tidak menggunakan kata-kata kotor atau kata-kata kasar dan
caci maki.
Dengan kedisiplinan orang akan
terbiasa berbicara yang baik dan benar, dengan bahasa yang baik dan benar pula. Kedisplinan
membantu orang bersikap ramah terhadap lingkungan, tidak membuang sampah di
segala tempat. Dia akan menghargai kehidupan , menghargai pertumbuhan dan
kesegeran bersama semua orang dan segala makluk. Membiasakan diri dengan pola
hidup disiplin membantu kita mengatur waktu kerja, menata diri dan kepribadian
untuk selalu bertumbuh–kembangan secara baru dan harmonis.
J. Kerja sama yang
memberikan nilai
Nilai luhur yang diwariskan nenek
moyang kita adalah gotong royong, namun arus globalisasi di jaman modern ini
telah mengganggu nilai ini dengan pola hidup individual, oleh karena itu kerja
yang mengandalkan profesionalisme dan spesialisasi, orang cenderung melupakan
kebersamaan, egoisme diri dalam dunia kerja berpengaruh terhadap sikap mau
menang sendiri, tidak menghiraukan sesama yang membutuhkan.
Nilai kerja sama memjadi
kebutuhan kita sepanjang sejarah hidup dalam semua aspek kehidupan. Banyak
pengalaman peristiwa dan kejadian dalam hidup ini yang menutut kerja sama dan solidaritas antar sesama manusia.
Peristiwa kematian dan kejadian dalam hidup sebuah keluarga/ kampung/kerja
kelompok, arisan memonetori atau bencana alam yang menimpa sesama di suatu
tempat menuntut solidaritas dan kerja
sama.
Nilai solidaritas dan kerja sama yang penting dalam hidup ini harus dialami
di komunitas sekolah. Ada kerja sama antara dewan guru dan pegawai, antara
dewan guru dengan komite sekolah dan orang tua murid. Sebuah yang baik dan
berhasil ditentukan oleh kerja sama dan semangat kemitraan. Membangun jaringan
dan memperluas komunikasi dialogal ke dalam dan ke luar. Nilai yang penting ini
juga harus dihayati dalam keluarga, organisasi pemerintah dan agama, di setiap
kantor dan unit kerja apa saja.
K. Nilai Iman dan Taqwa
Semangat yang mendorong setiap orang
untuk bekerja dan beraktivitas adalah spiritualitasnya yaitu panggilan
hidupnya. Spiritualitas yang
menjiwai panggilan hidup setiap orang berasal dari Allah. Roh dan semangat yang
dimiliki adalah Allah sendiri yang diam di dalam jiwa setiap orang. Karena ini,
kesadaran akan kehadiran dan keberadaan Allah di dalam jiwa kita masing-masing
merupakan upaya yang terus menerus harus dilakukan. Dalam hal ini kita perlu memberikan perhatian kita
pada kehidupan rohani, yaitu kegiatan iman dan keagamaan.
Padatnya rutinitas kerja kita sehar-hari harus diimbangi dengan kekayaan
rohani dan kekuatan iman. Segala pekerjaan kita harus didasarkan pada iman Dan
imam harus diwujutkan nyata dalam perbuatan. Perbuatan tanpa iman selalu salah
dan menyesatkan. Dengan iman yang mantap orang taat kepada Allah. Ia takut
kalau berbuat suatu kesalahan, pelanggaran dan dosa. Orientasi hidupnya terarah
kepada Allah, yaitu keselamatan dan kebahagian. Hal ini dialamaninya secara
konkrit dalam kegembiraan dan suka cita batinnya saat melaksanaakan setiap
tugas dan kewajibannya hari demi hari. Itulah buah iman dan ketaqwaannya kepada
Allah.
Setiap keluarga, komunitas sekolah dan kantor, atau sesuatu organisasi sosial
harus menjadi keluarga/ komunitas beriman. Setiap anggotanya tahu kewajiban
hidup beragama dan menghayati imannya secara nyata. Pelanggaran dan
penyimpangan kerja bakal diperkecil, karena setiap orang menghayati imannya
secara konsisten, yang membuat dia takut akan Allah dan malu terhadap sesama
manusia. Dengan iman dan taqwa setiap orang akan bertumbuh menjadi matang dan
dewasa dan semakin dicintai oleh Allah dan disukai semua orang.
L. Kesimpulan
Modernisasi dan Globalisasi tidak saja berarti adanya kemudahan pertukaran
barang, uang dan lalulintas nilai, tetapi juga pertukaran budaya dan gaya
hidup, maka bangsa Indonesia harus mempersiakan diri untuk berinteraksi secara
budaya. Apabila nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah tertanam dan mempersiapkan
secara strategi kebudayaan, maka dapat mudah menyerap nilai-nilai luhur budaya
asing seperti nilai etos kerja keras pantang menyerah, kreatif, inovatif dan produktif
dapat mudah diserap masyarakat. Jika hal ini dapat dilakukan, maka identitas sosial
budaya Indonesia juga akan lebih sempurna. Disatu sisi kita menyempurnakan budaya daerah
dan sisi lain kita juga menyerap nilai-nilai luhur budaya asing. Bila terjadi
terus penyempurnaan identitas sosial budaya Indonesia, yang bisa mendorong
bangsa Indonesia menjadi bangsa besar dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.
Daftar Pustaka
Al muchtar, Suwarma. 2001. Pendidikan & Masalah Sosial Budaya,
Gelar Pustaka Mandiri
Kung, Hans dan Karl-Josef Kuschel. 1999.
Etik Global, (diterjemakan oleh Ahmad Murtadjib), Pustaka Pelajar Offset,
No comments:
Post a Comment