Thursday 14 January 2016

PENERAPAN NILAI-NILAI LUHUR DALAM MODERNISASI



(Oleh: Dr.Bovie Kawulusan., M.Si)


A. Pendahuluan


Mengarah kepada modernisasi akan membawa dampak yang tidak ringan bagi banyak Negara, terutama bagi Negara yang sedang berkembang dalam hal ini Indonesia, dan untuk mengantisipasi berbagai dampak yang sifatnya negatif perlu dilakukan antisipasi, terutama dalam upaya melindungi asset terbesar Negara, yaitu sumber daya manusia yang kini masih dalam masa pertumbuhan.

Mengenali manusia dalam berbagai konteks, baik dalam konteks social, budaya maupun lingkungan, diharapkan kepada kita seluruh mayarakat bangsa Indonesia lebih memiliki rasa mawas diri yang tinggi, sehingga kekawatiran dampak negatif dapat dimininalisasi.

Mengenali lebih jauh tentang perilaku manusia yang menyangkut budaya dalam menghadapi modernisasi dan bagaimana cara mensiasati kehidupan yang semakin meninggalkan nilai-nilai moral budaya bangsa, maka tulisan ini memberikan gambaran tersebut.

Pengalaman pembangunan masa yang lalu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, karena pembangunan yang lalu memprioritaskan pada pembangunan bidang ekonomi khususnya fisik dan material dapat memberi dampak yang kurang menguntungkan. Dampak yang jelas terjadi adalah semakin menipisnya nilai-nilai kemanusian dalam proses pembangunan bangsa dan Negara. Bentuk pembangunan seperti ini tidak menguntungkan bagi upaya pembangunan struktur social dan budaya bahkan cenderung membuat rapuh dan rentanya fundamen berbagai sistem dan pranata, baik pranata ekonomi, politik, pemerintah, hukum, sosial dan pertahanan keamanan. Hal ini akibat semakin lambatnya proses pemulihan ekonomi bahkan dapat meluas memjadi krisis moral,social dan krisis multidimensi yang berkelanjutan.

Adanya arus modernisasi dan globalisasi yang begitu deras dapat meperlemah ikatan kebangsaan sehingga diperlukan usaha untuk menata kembali berbagai pranata social kemasyarakatan dan kenegaraan, oleh karena itu pembenahan struktur dan pranata  social budaya merupakan keharusan untuk merespon tantangan dimasa depan sekaligus untuk mengejar ketinggalan. Dengan demikian, diperlukan transformasi sosial dan budaya sehingga mampu merespon berbagai tantangan dengan tetap mengedepankan kepribadian bangsa dan Negara. Indonesia yang memiliki beragam modal budaya yang kaya sebagai sumber pembangunan. Kebudayan tersebut didasari nilai-nilai ke 5 hidup keagamaan seperti, kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja sama, iman dan taqwa sehingga mancerminkan kearifan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian yang bersifat unik . Beragamnya suku, bahasa dan kesenian tentunya merupakan aset Negara dalam meningkatkan kerukunan dan keragaman kebudayaan. Bertitik tolak dengan hal tersebut, pemerintah diharapkan dapat menjadi asset Negara sebagai alat perekat kesatuan dan persatuan bangsa.


B. Keterkaitan dengan perubahan social

Pandangan pembangunan di banyak Negara lebih berorientasi kepada pengembangan sector jasa dan industri, termasuk di Indonesia. Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan kearah kestabilan khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan kepada investor dalam dan luar negeri masuk, yang mempunyai efek berantai terhadap distribusi pendapatan penduduk.

Berdasarkan asumsi bahwa kepekaan terhadap krisis nasional yang terjadi dalam arti tidak terlalu terpengaruh oleh krisis keuangan dalam negeri, ramah lingkungan dan terutama industri yang tidak mengalami  konflik, maka secara sosiologis adanya interaksi antara bisnis, interaksi politik dan interaksi kultural. Interaksi bisnis adalah interaksi dimana kegiatan ekonomi yang menjadi basis materialnya dan ukuran-ukuran yang di gunakan adalah yang bersifat ekonomi. Interaksi politik adalah interaksi di mana hubungan budaya dapat membuat ketergantungan dari satu budaya terhadap budaya lain atau dengan kata lain dapat menimbulkan ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang dipicu oleh kegiatan persetuhan aktivitas bisnis,politik dengan aktivitas eksistensi sebuah Negara. Sedangkan interaksi kultural adalah suatu bentuk hubungan di mana basis sosial budaya yang menjadi modalnya.

Dimensi interaksi kultural dimungkinkan adanya pertemuan antara dua atau lebih warga pendukung unsur kebudayaan yang berbeda, pertemuan ini mengakibatkan saling sentuh, saling pengaruh dan saling memperkuat sehingga bisa terbentuk suatu kebudayaan baru, tanpa mengabaikan keberadaan interaksi bisnis dan interaksi politik. Pemahaman yang digunakan untuk pengembangan kawasan wisata terbuka, maka berarti tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kontak antara aktivitas kepariwisataan dengan masyarakat sekitarnya. Kekuatan kontak tidak dibatasi oleh apapun, apalagi ditunjang dengan adanya sarana pendukung yang memungkinkan mobilitas masyarakat. Kontak yang paling mungkin terjadi antara masyarakat sekitar dengan pengunjung, adalah penyediaan jasa kebutuhan bagi pengunjung. Kontak ini apabila massif akan mengakibatkan keterpengaruhan pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat setempat.

Soekansar Wiraatmaja (1972) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial atau susunan masyarakat, sedangkan perubahan budaya lebih luas mencakup segala segi kebudayaan, seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi dsb. Perubahan dipermudah dengan adanya kontak  dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya terjadi percampuran budaya. Jadi dari dimensi struhtural budaya, aktivitas industri dan jasa memungkinkan terjadinya suatu perubahan kebudayaan luar yang dibawa oleh investor dan pengunjung. Pola-pola kebudayaan luar ini terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta pola konsumsi yang diadopsi dari pengunjung.

Pertemuaan atau komikasi antar pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut akan muncul peniruan-peniruan perilaku tertentu. Adanya kemajuan teknologi, yang memungkinkan komunikasi dengan luar makin besar. Meniru tindakan orang lain adalah kewajaran dari seorang manusia. Tindakan ini bisa lahir karena tujuan-tujuan tertentu, dan bisa terdorong oleh aspek kewajaran atau dorongan yang bersifat emosional. Artinya, seorangan individu bisa saja meniru perilaku orang lain  hanya nampak lebih modern dan tidak tertinggal zaman..

Terjadinya pergeseran budaya dan tatanan sosial di masyarakat,  mengartikan bahwa budaya-budaya lama itu mengalami proses adaptasi yang berakibat oleh adanya interaksi tersebut. Hal itu dimungkinkan karena sifat budaya sendiri yang dinamis terhadap perubahan, maka diperlukan ketahanan sosial budaya sendiri, maka perlu perhatian yang lebih dari pengambil keputusan untuk mempertimbangkan kembali pola pengembangan kawasan, yang mampu membuat peluang pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam kegiatan industri dan jasa, tetapi  bukan sebagai obyek. Artinya kehidupan masyarakat tidak boleh tercabut dari  akar budayanya hanya karena adanya penekanan pada aspek ekonomi mengabaikan dimensi lain seperti dimensi ketahanan sosial budaya yang sangat perduli pada karakter asli masyarakat setempat.

C. Adaptasi Kebudayaan yang Tertinggal

Ketertinggalan kebudayaan menurut Ogburn adalah adanya dua sisi kebudayaan yang selalu berdialektika, yaitu kebudayaan materiil dan non materiil. Kebudayaan materiil adalah segala produk yang dihasilkan berupa materi, sementara kebudayaan non materiil atau budaya adaptif adalah kemampuan penyesuaian atas perubahan global atas sistem dan produksi sebagai perubahan dalam sisi materi, dalam penyesuaian budaya masyarakat atas sistem maupun barang-barang baru.

Ketinggalan ini mencakup adaptasi bangsa Indonesia terhadap kebudayaan yang berkembang dan adaptasi kebudayaan atas kebudayaan yang sudah ada atau kultur sebelumnya. Internet umpamanya, barang baru bagi masyarakat Indonesia, tetapi cepat menerobos masuk masyarakat. Masuknya internet membawa aksesori dan aspek budaya lain di seluruh dunia, baik yang dianggap negatif maupun yang membangun sendi-sendi baru berpikir masyarakat..Penggunaan internet mungkin contoh tepat untuk menerangkan rendahnya budaya adaptif masyarakat kita. Internet sebagai ikon global sudah menjamur ke pinggiran kota dan merambat pedesaan. Rental dibuka dengan ruang yang disekat-sekat. Penyekatan ruang adalah sebagai penjagaan terhadap prevacy, disana orang dapat berkonsentrasi. Orang-orang dapat mengakses apa saja yang mau mereka melihat dunia dengan segala aksesnya, bahkan gambar porno. Peristiwa ini merambah masyarakat terutama para remaja, ini terbukti tidak siapnya budaya adaptif masyarakat dalam perubahan dan kemajuan teknologi.

Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan memakai teknologi tinggi hanya dengan  pertimbangan kebanggaan atau gengsi sosial, tetapi masyarakat sering melupakan fungsi produk teknologi yang dimiliki maupun dipakainya sering menjadi status social umpanya handphone, atau mobil sebagai lambang kesuksesan. Kurangnya daya adaptif masyarakat terhadap budaya materiil mengakibatkan membabi buta mengejarnya hanya untuk alasan status sosial. Banyak orang termasuk pejabat tinggi lupa meningkatkan daya adaptifnya guna menanggulangi krisis berkepanjangan.

Ketinggalan kebudayaan dapat dilihat dalam birokrasi pemerintahan yang sulit beradaptasi dengan pengaruh luar yang cepat, seperti sistem perdagangan, birokrasi dsbnya. Pemerintah juga lambat memikirkan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam menghadapi kompetisi dengan pasar lebih luas maupun serbuan produk dari luar yang menyaingi produk local.

D. Mutu Budaya Instan

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat, setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai dimana manusia itu berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit dan bahkan akan terbelakang, dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang luhur dan bermoral tinggi.

Zaman sudah berubah. Semua orang maunya serba cepat. Jadinya cenderung mengabaikan proses, yang penting segera mendapat hasil. Apabila dinegara dengan etos kerja rendah seperti Indonesia. Akibatnya, buruk yang mulai masuk ke setiap kehidupan kita. Hidup zaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu didapatkan dengan mudah, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi telah memanjakan kita. Mau ngobrol dengan saudara yang bermukim dibelahan dunia lain, tinggal angkat telpon. Mau transaksi uang. bayar listrik, kartu kredet, beli pulsa tidak perlu susah-susah ke bank atau ATM. Semua bisa menggunakan handphone. Banyak makanan yang instan.

Maklum orang sangat sibuk,atau malas direpotkan dengan hal-hal yang rumit, jadi segalanya inginnya instan. Hidup yang baik dan sukses adalah hidup dengan proses alami. Sampai tingkat tertentu bisa dipakai untuk menpercepat hal-hal yang perlu dipercepat sesuai hukum alam. Kemajuan teknologi dan tuntutan zaman, memungkinkan mendapat serba cepat. Tetapi tidak asal cepat, kualitas harus tetap terjaga, jadi cepat seharusnya hasil lebih baik, dan bermutu. Sayangnya yang terjadi justru sebaliknya.

Mendapatkan sesuatu dengan mudah membuat orang enggan susah payah, tak mau melewati proses, alasan malas yang penting cepat. Bermutu atau tidak, tidak akan menjadi urusan, hal ini hanya berorientasi pada hasil, dan telah menyebar ke berbagai kehidupan, termasuk dalam pendidikan, ingin sukses dengan cara instan. Maka banyak orang korupsi, punya gelar palsu, beli izasah aspal, asal lulus, cepat kaya lewat penggandaan uang dan sebagainya. Sekarang telah terjadi pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individual cenderung melecehkan hak orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang tak ragu-ragu mengorbankan orang lain.

Tantangan lulusan sarjana di era informasi makin besar. Masalah lapangan kerja dan persyaratan ijazah. Dua fenomena tentang promosi program studi di perguruan tinggi, terjadi  penyaringan calon mahasiswa sama gencarnya dengan peningkatan lulusan. Kualifikasi sangat disyaratkan oleh tenaga kerja lulusan perguruan tinggi. Para peneliti umumnya mengatakan adanya campuran kualitas personal dan prestasi akuntabilitas pencari kerja misalnya seberapa besar spesialisasi dari suatu program studi di perguruan tinggi. Kualifikasi seperti memiliki kemampuan numerik, problem komunikatif sering merupakan prediksi para pengelola perguruan tinggi daripada pernyataan eksplisit tenaga kerja.

Tidak setiap persyaratan kualifikasi yang dimuat di iklan lowongan kerja sama penting nilainya bagi pencari tenaga kerja, dan dalam prakteknya, kualifikasi yang paling penting dicari oleh para pencari pekerja juga tidak selalu menjadi yang menentukan diterima atau tidaknya seorang lulusan dalam suatu pekerjaan. Sangat menrik unuk diperhatikan yaitu, tiga kualifikasi kategori kompetensi personal yaitu kejujuran, tanggung jawab, inergik yang paling penting, paling dicari, dan paling menentukan dalam proses rekrutmen.

Komplenmentari interpersonal sangat penting, seperti mampu kerja sama dan fleksibel dipandang dari para pencari pekerja, meskipun sering yang dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks prestasi komulatif sebagai indikator keunggulan akademik, tidak termasuk yang paling penting. Ada kecenderungan para pencari tenaga kerja mengabaikan bidang studi lulusan sarjana. Dalam seluruh wawancara, seorang kepala Human resources development menegaskan, kesesuaian sifat personal yang mempunyai sifat suatu bidang pekerjaan yang dicari, yang menentukan diterima atau tidak seorang lulusan perguruan tinggi. Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja tersebut penting diperhatikan oleh pengelola perguruan tinggi untuk mengatasi tidak menyambungnya antara perguruan tinggi dengan dunia kerja.

Makin meningkatnya pengangguran, perlu pembenahan sistem seleksi mahasiswa baru dimaksudkan untuk menyaring mahasiswa sesuai kompetensi dasarnya, perhatian kualifikasi yang dituntut pasar kerja tersebut, dan dari apa yang dikemukan di atas, berpedoman pada Oqburn dapat dirumuskan beberapa penyebab ketertinggalan kebudayaan Indonesia
1.      Rendahnya penemuan baru dalam kebudayaan kita, karena lambatnya proses pendidikan di masyarakat. Lambatnya proses itu bagaimanapun terkait lemahnya dorongan pemerintah dalam pendidikan serta aspek yang berhubungan dengan pendidikan. Masyarakat terlena dengan sumber alam yang subur, kurang melihat pendidikan sebagian yang penting dalam kehidupan mereka. Prospek pendidikan secara materiil terlihat tidak baik, karena banyak sarjana menganggur. Masyarakat masih berpikir pintas.
2.      Masyarakat terhanyut kebudayaan sendiri. Bangsa Indonesia yang selalu memuji kebudayaannya sehingga kurang terbuka terhadap pengaruh adaptif dari luar. Kita terlena dengan kebudayaan sendiri, sehingga tidak ada pembentukan daya adaptif terhadap perkembangan baru. Landasan kebudayaan masyarakat jadi rapuh bila  berhadapan dengan pengaruh materiil yng baru masuk.
3.      Renggangnya hubungan antara budaya adaptif masyarakat dengan budaya materiil. Kita tahu banyak produk luar dan sistem modern berasal dari luar. Masyarakat sering menjadi asing dengan sesuatu yang baru itu apalagi bila sesuatu masyarakat mempunyai apriori. Masyarakat menerima kebudayan materiil yang baru antara sikap ya atau tidak, bingung. Otomatis masyarakat tidak mampu merumuskan budaya adaptifnya.
4.      Nilai-nilai kelompok yang tertutup dan dianut secara fanatik. Ada masyarakat yang susah menerima kebenaran dari luar kelompok. Berbagai perubahan dari belahan dunia barat misalnya dianggap haram, pada hal yang menganggap budaya mereka lebih hebat dan tahan untuk selamanya sehingga ada istilah di masyarakat mempertahankan kebudayaan asli, padahal bila tidak funsional sudah harus direnovasi atau ditinggalkan sama sekali.

Ketertinggalan budaya, adalah timpangnya budaya adaptif dan materiil, jelas akan membawa ketimpangan dan berbagai persoalan sosial-budaya, dan ketertinggalan akan mengakibatkan hilangnya keserasian sosial. Sementara itu, budaya materiil terus mengalir ke masyarakat. Efeknya langsung bisa dilihat terjadinya pembodohan masyarakatan, kehancuran budaya dan identitas. Seterusnya masyarakat kehilangan arah dan daya dalam meningkatkan kualitas diri mereka.

Bagi bangsa Indonesia untuk ke depan tergantung juga pada bangunan daya adaptif kebudayaan, bagaimana kekuatan kultural mereka dalam  merespons budaya-budaya  materiil Masyarakat tidak hanya terpesona memasyarakatnya aspek global, teknologi, maupun modernisasi. Dengan demikian, bangsa Indonesia, dengan pemerintah sebagai pendorongnya, harus memikirkan bagaimana dapat menyiasati produk materiil dan pengaruh luar dengan memperkuat diri sendiri ke dalam kekuatan bangsa Indonesia yang sungguh tergantung pada kekuatan adaptif seluruh masyarakatnya. 

E. Sosial-Budaya Bangsa sebagai nilai luhur yang perlu digali

Menyadari akan berbagai hal netnag budaya, maka untuk mencapai Indonesia yang maju harus didorong oleh perubahan mentalitas sosial-budayanya, dan kita masih memerlkan suatu pembelajaran dan penyadaran melalui pendidikan serta ketauladanan dari para pemimpin. Pendidikan harus disertai dengan keteladanan, karena apabila tidak, nilai-nilai yang ditanamkan di ruang belajar akan mudah menghilang. Dengan demikian, maka kita perlu mencari pemimpin yang bisa menjadi tauladan.

Pembentukan identitas sosial-budaya ini tentunya terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah mengedepankan rasionalitas, oleh karenanya dengan rasionalitas diperlukan itulah penyeleksian nilai-nilai budaya luhur harus kita lakukan. Nilai-nilai budaya  yang secara tidak menunjang kemajuan sebagai bangsa, harus ditinggalkan. Dengan demikian perlu tranformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat industri dan jasa dapat berjalan secara terencana dan alamiah. Pada saatnya, kita akan menjadi masyarakat industri dan jasa yang rasional, tentunya dengan telah tertanam nilai-nilai luhur Indonesia. Sehinga pada akhirnya kita akan mampu menjadi bangsa besar dan maju dengan mempertahankan nilai-nilai sosial-budaya ke Indonesiaan.


F. Nilai-nilai luhur

Saat ini bangsa Indonesia mengalami kegalauan serius hal ini bukan saja dalam kaitannya dengan upaya untuk keluar dari krisis, melainkan juga dalam menghadapi persaingan global yang semakin keras dan tidak mengenal ampun. Ketika manusia di dunia dan Indonesia ini gencar dengan upaya-upaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita lalu cenderung melupakan dan meninggalkan nilai-nlai luhur yang perlu kita miliki dan kita hayati sehari-hari. Sikap melupakan dan mengabaikan nilai-nilai luhur dunia yang bersumber dari khasanah agama,berakibat bahwa manusia yang semakin kurang manusiawi. Maka adanya usaha untuk kembali menghidupkan dan menghayati lima nilai-nilai luhur di seluruh dunia., bagi para pendidik, orang tua, pimpinan pemerintah, pemuka masyarakat serta memperhati sosial yang prihatin cemas akan mutu kehidupan di bumi.

G. Nilai kejujuran

Ada pertanyaan mengapa kita harus jujur?, karena pada prinsipnya orang harus berkata dan berbuat di atas kebenaran. Kejujuran dituntut supaya orang hidup dengan kebenaran dan orang yang tidak jujur bakal tidak akan dipercaya. Menjaga kepercayaan itulah perjuangan manusia menuju kesuksesan dan kebahagian. Orang yang tidak lagi dipercaya oleh sesama tidak lagi menjadi manusia yang berguna Maka kejujuran menjadi dasar untuk kebenaran dan kepercayaan diri. Dalam hal ini berarti akan dipercayakan mengurus pekerjaan makin lama makin besar, investasi kepercayaan orang kepadanya meningkat, maka hidupnya menjadi berarti.

Kejujuran menjadi dasar kesetiaan hidup berkeluarga, dan kewibawaan orang tua dihadapan anak-anaknya, para pemimpin di hadapan masyarakat, bakal jatuh karena orang tua dan para pemimpin  itu tidak benar dan tidak jujur dalam hidup dan kerja sehari-hari. Terjadilah krisis kewibawaan atau sering disebut dengan krisis kepemimpinan.

Tanpa penanaman nilai kejujuran di sekolah, anak-anak menjadi penipu karena tidak jujur. Penipuan dan sikap tidak jujur dimulai di sekolah dan di rumah sejak kecil menhantar seseorang kepada tindakan korupsi. Korupsi telah mejadi penyakit sosial di negara kita mulai dari pusat ke desa-desa, dan orang tidak malu lagi berbuat pelanggaran atau kesalahan menghalalkan segala cara untuk tujuan pribadi. Tindakan korupsi  telah menghambat lajunya pembangunan bangsa. Karena itu, kita perlu mendasari sikap dan tingkah laku kita semua di atas kejujuran.

H. Nilai Tanggung jawab
              
Pertanyaan berikut adalah mengapa kita harus memiliki nilai tanggung jawab?, Banyak urusan dan pekerjaan dalam masyarakat selalu melibatkan semua pihak, dan dalam semangat kemitraan, kita saling melengkapi, membuat komitmen dan tanggung jawab menjadi dasar keberhasilan sesuatu pekerjaan bersama.

Didalam komunitas sekolah/kantor/instansi, dengan pembagian tugas berbeda-beda, masing-masing harus bertanggung jawab dengan tugasnya, dan kemacetan  pada satu sektor/komponen akan mengganggu semua program kerja. Nilai tanggung jawab menjadi tanda khas kedewasaan seseorang. Apa yang diharapkan dalam dunia pembangunan kalau dikerjakan oleh orang-orang yang belum dewasa? Nilai tanggung jawab menjadi amat penting dalam rumah tangga, dalam pengelola kelas / sekolah, dalam berperan sebagai pemimpin atau pejabat tertentu dalam masyarakat dan sektor pemerintahan pada jenjang paling tinggi sampai yang paling bawah.

Pembangunan yang diperankan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak dewasa hanya menampilkan pembangunan yang mutu rendah dan asal-asalan. Orang yang berkerja dengan tanggung jawab tidak akan menghindar bila menghadapi kesulitan, tantangan dan kekurangan. Tanggung jawab mengandung muatan perjuangan dan kerja keras. Dalam prinsip hidup bangsa, bekerja keras adalah rahmat dan kemulian pribadi seseorang. Bangsa-bangsa yang telah maju dalam banyak aspek pembangunan, karena tanggung jawab dan kerja keras, dan Bangsa kita memiliki apa untuk kemajuan pembangunan.

I. Makna Nilai Kedisiplinan

Setiap kegiatan perlu perencanaan dan pengalokasian waktu yang jelas, memanajemen waktu adalah pengelolaan waktu yang menuju keberhasilan program kerja. Proses belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan olah pengaturan jadwal kegiatan dengan waktu secara pasti. Kepastian jadwal maka komponen guru, pegawai dan peserta didik akan datang dan pulang sekolah pada waktunya. Setiap orang yang mau menjadi anak didik yang baik harus disiplin, demikian juga para guru dan para orang tua yang sehari-hari berurusan dengan pelayanan untuk para murid, perlu memiliki semangat disiplin.

Setiap aparat pemerintah, para pegawai, setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan dan pernah menjadi murid seharusnya disiplin. Mereka harus pandai mengatur waktu secara efisien sehingga setiap kegiatan dan kerjanya menjadi efektif untuk tujuan yang telah direncanakan.

Kedisiplinan bukan hanya dalam hal ketepatan waktu, tetapi terutama adalah penataan diri dan kepribadian. Dalam hal ini kedisiplinan juga berarti kebersihan dan kerapian. Kebersihan dan kerapian pakaian, dalam menata lingkungan hidup dan lingkungan kerja. Kebersihan dan kerapian juga dalam bertutur bahasa, tidak menggunakan kata-kata kotor atau kata-kata kasar dan caci maki.

Dengan kedisiplinan orang akan terbiasa berbicara yang baik dan benar, dengan bahasa  yang baik dan benar pula. Kedisplinan membantu orang bersikap ramah terhadap lingkungan, tidak membuang sampah di segala tempat. Dia akan menghargai kehidupan , menghargai pertumbuhan dan kesegeran bersama semua orang dan segala makluk. Membiasakan diri dengan pola hidup disiplin membantu kita mengatur waktu kerja, menata diri dan kepribadian untuk selalu bertumbuh–kembangan secara baru dan harmonis.

J. Kerja sama yang memberikan nilai

Nilai luhur yang diwariskan nenek moyang kita adalah gotong royong, namun arus globalisasi di jaman modern ini telah mengganggu nilai ini dengan pola hidup individual, oleh karena itu kerja yang mengandalkan profesionalisme dan spesialisasi, orang cenderung melupakan kebersamaan, egoisme diri dalam dunia kerja berpengaruh terhadap sikap mau menang sendiri, tidak menghiraukan sesama yang membutuhkan.

Nilai kerja sama memjadi kebutuhan kita sepanjang sejarah hidup dalam semua aspek kehidupan. Banyak pengalaman peristiwa dan kejadian dalam hidup ini yang menutut kerja sama  dan solidaritas antar sesama manusia. Peristiwa kematian dan kejadian dalam hidup sebuah keluarga/ kampung/kerja kelompok, arisan memonetori atau bencana alam yang menimpa sesama di suatu tempat menuntut solidaritas  dan kerja sama.

Nilai solidaritas dan kerja sama yang penting dalam hidup ini harus dialami di komunitas sekolah. Ada kerja sama antara dewan guru dan pegawai, antara dewan guru dengan komite sekolah dan orang tua murid. Sebuah yang baik dan berhasil ditentukan oleh kerja sama dan semangat kemitraan. Membangun jaringan dan memperluas komunikasi dialogal ke dalam dan ke luar. Nilai yang penting ini juga harus dihayati dalam keluarga, organisasi pemerintah dan agama, di setiap kantor dan unit kerja apa saja.

K. Nilai Iman dan Taqwa

Semangat yang mendorong setiap orang untuk bekerja dan beraktivitas adalah spiritualitasnya yaitu panggilan hidupnya. Spiritualitas yang menjiwai panggilan hidup setiap orang berasal dari Allah. Roh dan semangat yang dimiliki adalah Allah sendiri yang diam di dalam jiwa setiap orang. Karena ini, kesadaran akan kehadiran dan keberadaan Allah di dalam jiwa kita masing-masing merupakan upaya yang terus menerus harus dilakukan. Dalam hal ini kita perlu memberikan perhatian kita pada kehidupan rohani, yaitu kegiatan iman dan keagamaan.

Padatnya rutinitas kerja kita sehar-hari harus diimbangi dengan kekayaan rohani dan kekuatan iman. Segala pekerjaan kita harus didasarkan pada iman Dan imam harus diwujutkan nyata dalam perbuatan. Perbuatan tanpa iman selalu salah dan menyesatkan. Dengan iman yang mantap orang taat kepada Allah. Ia takut kalau berbuat suatu kesalahan, pelanggaran dan dosa. Orientasi hidupnya terarah kepada Allah, yaitu keselamatan dan kebahagian. Hal ini dialamaninya secara konkrit dalam kegembiraan dan suka cita batinnya saat melaksanaakan setiap tugas dan kewajibannya hari demi hari. Itulah buah iman dan ketaqwaannya kepada Allah.

Setiap keluarga, komunitas sekolah dan kantor, atau sesuatu organisasi sosial harus menjadi keluarga/ komunitas beriman. Setiap anggotanya tahu kewajiban hidup beragama dan menghayati imannya secara nyata. Pelanggaran dan penyimpangan kerja bakal diperkecil, karena setiap orang menghayati imannya secara konsisten, yang membuat dia takut akan Allah dan malu terhadap sesama manusia. Dengan iman dan taqwa setiap orang akan bertumbuh menjadi matang dan dewasa dan semakin dicintai oleh Allah dan disukai semua orang.

L. Kesimpulan

Modernisasi dan Globalisasi tidak saja berarti adanya kemudahan pertukaran barang, uang dan lalulintas nilai, tetapi juga pertukaran budaya dan gaya hidup, maka bangsa Indonesia harus mempersiakan diri untuk berinteraksi secara budaya. Apabila nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah tertanam dan mempersiapkan secara strategi kebudayaan, maka dapat mudah menyerap nilai-nilai luhur budaya asing seperti nilai etos kerja keras pantang menyerah, kreatif, inovatif dan produktif dapat mudah diserap masyarakat. Jika hal ini dapat dilakukan, maka identitas sosial budaya Indonesia juga akan lebih sempurna.  Disatu sisi kita menyempurnakan budaya daerah dan sisi lain kita juga menyerap nilai-nilai luhur budaya asing. Bila terjadi terus penyempurnaan identitas sosial budaya Indonesia, yang bisa mendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa besar dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Daftar Pustaka

Al muchtar, Suwarma. 2001. Pendidikan & Masalah Sosial Budaya, Gelar Pustaka Mandiri

Kung, Hans dan Karl-Josef Kuschel. 1999. Etik Global, (diterjemakan oleh Ahmad Murtadjib), Pustaka Pelajar Offset,

Sumaatmadja, Nursid. 2005. Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup,CV. Alfabeta, Bandung.

No comments:

Post a Comment