(Oleh: Dr. Bovie Kawulousan., M.Si)
A.
Pendahuluan
Permasalahan yang muncul adalah
bagaimana bagaimana strategi pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan yang dilakukan oleh seorang
pemimpin?. Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami tentang strategi pengambilan keputusan, dan metodologi yang
digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode kepustakaan dan penalaran
terhadap judul makalah ini.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu unsur
nilai ekonomis terutama dalam era globalisasi, dan jika tidak akseptable dalam
pengamilan keputusan maka kita akan ketinggalan. Nilai-nilai yang menjadi
sumber kualitas dari keputusan yang diambil berasal/bersumber dari?
Pengetahuan teknik dengan kata lain bahwa
seseorang bisa mengambil keputusan tepat jika memiliki pengetahuan teknik ini
dengan memperhatikan unsur yi: 1) markettable (memiliki suatu harapan bahwa SDM
yang memberikan harapan kepada kita semua yaitu orang yang credible, punya
kualitas yang tinggi, 2) Sensitif
terhadap lingkungan, artinya punya gaya sensitif terhadap perubahan yang
terjadi dan mampu memanage, mampu menganalisis perubahan lingkungan atau
dikenal dengan power of buterfly (Breeggs). 3) Memiliki pengetahuan teknis,
yaitu melalui proses pematangan agar seseorang mampu marketable, kredible, dan
acseptable, bukan dikarbit agar cepat matang, 4) Mengikat konsumen menjadi
pelanggan.
Learning continously artinya bukan hanya belajar
secara formal di sekolah tapi 1) terbuka untuk belajar terus menerus dengan
menghargai pendapat orang lain, belajar dari orang lain, toleransi, 2)
memberikan gagasan-gagasan.
Pengambilan Keputusan yaitu orang yang mampu
memberikan keputusan yang acceptable. Pengambilan keputusan yang algoritma
adalah memilah-milah informasi yang terprogram dengan memadukan dengan
informasi yang tidak terprogram dengan struktur yang jelas dan lebih kepada
menggunakan bantuan alat elektronik sebagai tugas dari orang-orang yang akhli
informatika. Disaming pengambilan keputusan dengan algoritma juga bedasarkan
data kuantitatif dan data kualitatif.
Motivation., sumber nilai yang tinggi pada era
globalisasi adalah orang-orang yang mampu memberikan semangat untuk bisa hidup
bermakna dan penuh inisiatif. Komitment, orang yang memiliki nilai dengan
komitment yang tinggi (disiplin, tahu indahnya tugas yang dilaksanakan,
indahnya jadi guru dsb).
Team Work, dalam generasi manajemen sudah menuju pada participation planning.
Mengikutsertakan para follower dalam pengambilan keputusan, dan hasil
pengambilan keputusan harus cepat, tepat dan acseptable dn keputusan harus dari
manusia bukan dari alat elektronik. Keputusan yang mengikutkan para pengikut
harus service comitment dimana kepemimpinan mendorong, membina, orang untuk kreatif
seperti dalam model Analysis Hierarchy
Process.
Perubahan yang mendasar untuk mencapai tujuan yang
diinginkan merupakan tanggung jawab kita bersama dalam menghadapi perubahan,
berinovasi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka investasi SDM yang
berkualitas yang diawali dengan keputusan tepat dan dapat dipertanggung
jawabkan. Dalam proses perubahan tersebut menuntut adanya pembelajaran
berdasarkan pengalaman dan pemanfaatan SDM yang berkualitas, serta memiliki
kemampuan untuk berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai
dengan proses dari system komputerisasi yang dibuat secara algoritma.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus
memiliki tujuan menghasilkan sdm yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan public,
dengan kata lain pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali
pengetahuan terhadap warga masyarakat yang demokratis. Guna membangun
masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan agar warganya dapat
mengkritisi dan memahami permasalahan yang ada dengan demikian civic education
akan menghasilkan suatu pendidikan yang demokratis dengan melahirkan generasi
masa depan yang cerdas, terbuka, mandiri dan demokratis.
Tidak berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa
buah pahit yang akan dituai negeri ini dari diberlakukannya
liberalisme/kebebasan di bidang pendidikan adalah semakin jauhnya harapan dalam
meraih cita-cita kemandirian karena kemandirian sebuah negara, selain
dipengaruhi kesahihan sistem yang diterapkan, juga mesti ditopang oleh SDM yang
sahih dan berkualitas. Tidak meratanya akses atas pendidikan yang layak
(diantaranya karena persoalan biaya), maka akan sulit ditemukan SDM berkualitas
yang siap menjadi pemimpin umat, terlebih cita-cita kemandirian hanya akan
tinggal harapan nun jauh di sana.
Proses informatisasi yang cepat karena
kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan
sekaligus dan semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan
manusia menjadi masalah global atau setidak- tidaknya tidak dapat dilepas dari
pengaruh kejadian dari belahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi,
maupun sosial.
Sejalan dengan hal di atas, H.A.R. Tilar (2004:4)
menyatakan : Kesetiakawanan sosial umat manusia semakin kental,hal ini bearti
kepedulian uamat manusia kepada sesamanya semakin merupakan tugas setiap
manusia, pemerintah, dan sistem pendidikan nasional. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran akan tanggung jawab
setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap
lingkungan masyarakat dan negara, juga umat manusia.
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; setiap manusia akan
selalu membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai segi
kehidupan. Kesetiakawanan yang merupakan bagian dari proses pendidikan dan
pelajaran mempunyai peranan yang sangat kuat bagi individu untuk berkomunikasi
dan berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya. Dalam proses
pelaksanaannya dilapangan,
kesetiakawanan sosial diwujutkan melalui interaksi antar manusia, baik individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Interaksi antar manusia dapat
terjadi dalam berbagai segi kehidupan dibelahan bumi, baik dibidang ekonomi,
pendidikan, sosial, politik budaya, dan sebagainya. Interaksi di bidang
pendidikan dapat diwujudkan melalui interaksi siSwa dengan siswa, siswa dengan
guru, siswa dengan masyarakat, guru dengan guru, guru dengan masyarakat
disekitar lingkungannya yang kesemuanya memerlukan strategi dalam pengambilan
keputusan.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana strategi pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan masalah pendidikan yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Tulisan bertujuan
tentang pemahaman strategi pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan oleh
seorang pemimpin, dan bermanfaat baik bagi penulis untuk memahami tentang
strategi pengambilan keputusan, dan sebagai bahan kajian dalam rangka
menganalisis secara mendalam tentang strategi pengambilan keputusan yang
relevan dengan masalah pendidikan.
B. Pengambilan keputusan merupakan unsur
sumber nilai SDM yang berdaya saing.
Pengambilan
keputusan merupakan tugas utama untuk kita semua yang dapat dilakukan setiap
saat terutama dalam menentukan pilihan dan menetapkan sejumlah tindakan dan
mewujudkan pilihan. Keputusan yang baik terdiri dari tiga hal yang harus
dipertimbangkan yaitu: 1) proses pengambilan keputusan, 2) pengawsan atas
pelaksanaan pencapaian keputusan yang terpilih, 3) evaluasi dan pnilaian
keputusan. Tiga hal tersebut merupakan bagian dari system proses manajerial
yang dilakukan oleh setiap pimpinan. Indikator keberhasilan dari penerapan
proses ini adalah kesuksesan yang diraih dengan benar.
Menurut Rizky
Darmawan (2005:145) mengatakan bahwa meraih kesuksesan atau kemenangan dalam
hal apapun harus memperhatikan human against human, human against nature, human
against machine, dan human against him/herself dengan benar dan bukan hal yang
mudah.
Kebanyakan dalam
permainan mendapatkan kemenangan tanpa kehormatan terlebih yang kalah tanpa
kehormatan atau sebaliknya dalam permainan ekonomi, social, politik dsb. Meraih
kesuksesan dengan benar menandakan
kehadiran cara-cara atau metode khusus untuk meraih tujuan tersebut. Bagi
masyarakat yang mencari nilai tambah atas pengetahuan, informasi, dan data,
metode tersebut diwujudkan melalui pembangunan sejumlah metode kuantitatif dengan mengikuti pandangan
ilmiah.
Pengambilan
keputusan merupakan perwujudan dari fungsi kepemimpinan dalam organisasi.
Seseorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak melaksanakan sendiri
tindakan-tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan,
menentukan kebijakan, dan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan
yang telah diambil sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan. Tentunya
dalam hal ini akan timbul berbagai permasalahan dan tantang yang harus dihadapi
oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahannya dituntut
untuk menangani permasalahan secara lebih dewasa, oleh karena itu pemimpin
setidaknya harus memiliki beberapa ciri yang menunjukkan kedewasaan tersebut.
Kesuksesan dan
kegagalan seseorang untuk memimpin dan mengarahkan bawahannya akan sangat tergantung
kepada kedewasaan sikap dan tindakan dari keputusan yang akan diambilnya.
Adapun ciri-ciri kedewasaan yang harus dimilik oleh seseorang pemimpin adalah
sebagai berikut:
a.
Menghargai orang lain
Seorang
pemimpin yang baik harus bekerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa
ia harus bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan,
kesanggupan dan kelemahan diri orang lain. Makn dewasa, akan semakin menghargai
perbedaan yang ada tersebut dan tidak akan mencoba untuk membentuk orang lain
agar sesuai dengan keinginannya sendiri dan tidak memperalat bawahan untuk
kepentinganya sendiri.
b.
Sabar
Pemimpin yang dewasa dapat belajar menerima kenyataan bahwa untuk
beberapa permasalahan memang tidak ada penyelesaian atau pemecahan yang mudah.
Ia akan menghargai fakta dan akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
sebelum memberi saran pemecahan, dan menyadari adanya alternatif untuk
mengambil keputusan.
c.
Penuh Daya Tahan
Seorang pemimpin
yang baik akan bangkit lagi dan akan sehat lagi setelah diterpa
kemalangan yang bertubi-tubi dengan harapan dan daya tahan yang dimilikinya. Ia
akan berusaha jujur dan tidak akan berpura-pura menerima kenyataan bahwa rasa
sakit harus dipikul, kesalahan-kesalahan harus diperbaiki dan ia tidak akan
membuang waktu untuk menyesali kesalahan yang sudah terjadi.
d.
Sanggup Mengambil Keputusan
Seorang
pemimpin yang bersikap dewasa harus berani dan sanggup untuk mengambil suatu
keputusan, meskipun hanya menggunakan data atau informasi yang sangat minim dan
ia harus sanggup memperhitungkan resiko dari keputusan yang sudah di ambil.
e.
Menyenangi Pekerjaan
Seseorang
yang memiliki emosi yang sehat atau memiliki kepribadian yang matang akan
mengetahui bagaimana menikmati pekerjaannya, mengetahui bagaimana menemukan
kepuasaan dalam melakukan tugas dengan baik dan merasa bangga melaksanakan
tugas tersebut.
f.
Meminta tanggung jawab
Bagi mereka yang berkepribadian dewasa, segala kesuksesan dan kegagalan
merupakan tanggung jawab mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa setiap orang
memerlukan ketabahan dan kekuatan serta tempat berlindung pada saat-saat sulit,
dan yang bertanggung jawab untuk menangani hal tersebut adalah dirinya sendiri.
g.
Percaya diri sendiri
Seorang pemimpin yang dewasa akan menyambut baik partisipasi orang lain,
walaupun menyangkut pengambilan keputusan yang sulit. Hal tersebut terjadi
karena merasa sangat yakin dan percaya terhadap kemampuan mereka sendiri
sehingga tidak ada rasa takut untuk berkompetisi.
h.
Seimbang
Seorang pemimpin yang dewasa akan hidup dalam satu kehidupan yang
seimbang, merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan dan tahu persis posisi
dan peranannya di dalam perusahaan.
i.
Memiliki prinsip yang kuat
Seorang pemimpin yang dewasa tidak akan segan-segan
untuk bersikap keras dan tegas dalam mengahadapi orang lain bila menyangkut
keselamatan dan kelangsungan hidup perusahaan. Mereka memegang teguh
prinsip-prinsip yang telah ditanamkan dan tidak kenal menyerah jika dihadapkan
pada soal hidup matinya perusahaan.
C. Teori pengambilan keputusan yang relevan
dengan perubahan yang terjadi sekarang ini.
Kekuatan yang Dominan dan Strategi Memunculkan Kekuatan Dalam Era
Perubahan. Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan
yang lebih baik. Perubahan merupakan tanda dalam kehidupan yang selalu
berlangsung secara tetap dan memerlukan keputusan. Apabila tidak terjadi
perubahan, maka akan terjadi kemandegan dan kehidupan tidak akan berkembang.
Perubahan dapat terjadi pada diri kita maupun di sekeliling kita, bahkan
kadang-kadang tidak kita sadari bahwa hal tersebut berlangsung. Perubahan sudah
merupakan fenomena global yang tidak bisa dibendung. Tidak ada satu organisasi
pun yang kebal terhadap perubahan. Organisasi akan tenggelam apabila tidak bisa
menyesuaikan dira sesuai dengan perkembangan lingkungan sejalan dengan
perjalanan waktu.
Menurut Robbins (2001) tujuan perubahan lingkungan, di sisi lain
mengupayakan perubahan perilaku karyawan . hal ini terkait dengan konsep
adaptibilitas dan kapabilitas. Adaptibilatas adalah kemampuan sebuah organisasi
untuk merasa dan memahami, baik lingkungan internal maupun eksternalnya dan
mengambil tindakan untuk menciptakan kecocokan atau keseimbangan yang kebih
baik antara kedua lingkungan tersebut. Sementara kompatibilitas mengacu kepada
kemampuan suatu system social untuk mempertahankan identitas dan integritasnya
sebagai sebuah system yang kuat sambil melakukan penyesuaian yang diperlukan
dengan lingkungan eksternalnya.
Menurut Kotter (1996), dewasa ini timbul kekuatan yang
mendorong perubahan termasuk perubahan besar dalam organisasi sehingga
memerlukan transformasi melalui upaya-upaya reengineering, restructuring,
quality programs, merger and acquititions, strategic change dan culture change.
Pengambilan Keputusan dalam Organisasi apakah putusan
dibuat untuk pribadi atau kelompok, sifat dari putusan itu sering ditentukan
oleh peraturan-peraturan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, yang telah ditetapkan,
intruksi-intruksi, yang telah diturunkan atau praktek yang berlaku. Untuk
memahami pengambilan keputusan di dalam organisasi adalah bermanfaat untuk
memandang bahwa pengambilan keputusan sebagai bagian dari keseluruhan proses
administrasi. Fungsi khusus administrasi adalah mengembangkan dan mengatur
proses pengambilan keputusan dengan cara yang seefektif mungkin. Proses
pengambilan keputusan yang mulai dan berakhir dengan pertimbangan memerlukan
kreativitas, keterampilan kuantitatif, dan wawasan. Menurut Oteng Sutisna
(1989) pengambilan keputusan dilaksanakan dengan urut-urutan proses sebagai
berikut:
a.
Identifikasi masalah
Sebelum suatu tindakan diambil, adalah perlu untuk menentukan secara
khusus masalahnya, menganalisis situasi yang ada, mengembangkan
alternatif-alternatif ini, dan memelihara rangkaian tindakan yang paling baik.
b. Analisis
Situasi dan Perumusan Masalah
Melibatkan suatu usaha yang sistematis untuk
menyajikan fakta, opini, ide, tentang situasi yang ada bila itu diketahui, dan
perkiraan-perkiraan tentang situasi itu bila fakta, opini, ide, itu sukar untuk
diperoleh.
c. Pengembangan
dan analisis alternatif-alternatif
Dalam langkah ini, administrator diminta
kesanggupannya untuk mengetahui cukup banyak alternative yang mungkin.
Alternative yang telah dirumuskan itu kemudian di analisis, dan dinilai secara
kritis atas dasar efektifitasnya yang mungkin dalam pemecahan masalah yang
telah ditetapkan. Penggunaan diagram alir (Proses algoritma) dan program
computer digunakan dalam tahapan ini.
d. Pengambilan keputusan: memilih alternatif
yang paling baik
Tahapan
ini memerlukan keterampilan yang sama seperti langkah pertama, yaitu
pertimbangan yang baik. Perbandingan alternatif-alternatif dan pilihan tindakan
yang paling dikehendaki meminta suatu pandangan filosofi dari administrator.
Berdasarkan tahapan
pengambilan keputusan tersebut di atas yang diikuti dengan kekuatan-kekuatan
yang diidentifikasikan oleh kreitner dan Kinicki (2001) terbagi menjadi dua
golongan, yaitu :
a. Kekuatan eksternal (berasal dari
luar organisasi)
Kekuatan eksternal yang
memiliki dukungan pengaruh global menyebabkan organisasi berfikir tenteng inti
dan proses dari bisnis dengan mana produk dan jasa dihasilkan. Kekuatan
eksternal dibagi dalam empat faktor: 1) Demographic Characteristics (karakteristik
demografi), unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat
keterampilan, gender, migrasi, dan lain-lain, 2) Technological advancements (kemajuan teknologi)
Baik organisasi manufaktur
maupun jasa semakin meningkat dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk
memperbaiki produktivitas. Mereka yang tertinggal dalam teknologi, terutama
teknologi informasi akan mengalami kesulitan dalam persaingan seperti: 1)
Market changes (Perubahan pasar);
pentingnya ekonomi global adalah memaksa perusahaan mengubah cara mereka
mengerjakan bisnis karena meningkatnya persaingan internasional. Perubahan
pasar terjadi karena akibat merger dan akuisisi, perubahan kekuatan persaingan
domestic dan internasional, atau terjadi karena resesi ekonomi. 2) Social and
political pressures (tekanan social dan politik); tekanan social dan politik
dapat tumbuh dari adanya perang, adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan,
maupun tipologi kepemimpinan. Banyak organisasi menyewa pelobi dan konsultan
untuk membantu mendeteksi dan merespon perubahan social dan politik.
b. Kekuatan internal (bersumber dari
dalam organisasi)
Kekuatan internal dating dari
dalam organisasi. Kekuatan ini mungkin sifatnya lebih lunak, seperti rendahnya
kepuasan kerja, atau dalam bentuk tanda seperti rendahnya produktivitas dan
konflik. Kekuatan internal untuk perubahan dating dari hal-hal berikut: 1)
Human resources problems/prospect (problem/prospek SDM).
Masalah ini bisa timbul karena
persepsi pekerja tentang bagaimana mereka diperlakukan ditempat kerja dan
kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasi.
Ketidakpuasan pekrjaq terjadi karena terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan kerja.
Organisasi harus merespon masalah ini dengan menggunakan berbagai pendekatan
dalam desain pekerjaan, konflik peran dan ambiguitas. Organisasi harus mampu
menghargai dan memberikan pengakuan kepada pekerja yang berprestasi. Managerial
behavior/decisions (perilaku/keputusan managerial)
Konflik
antara manajer dan bawahanya merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan, baik
manajer maupun pekerja mungkin perlu interpersonal training, atau sekedar orang
tersebut perlu dipisahkan. Kekuatan untuk perubahan dapat datang dari adanya
konflik, kepemimpinan yang jelek, system penghargaan yang tidak adil, dan
perlunya reorganisasi structural.
Memunculkan kekuatan individu,
hendaknya kekuatan internal dalam organiasasi diperkuat dengan mengurangi
konflik-konflik yang terjadi, baik antara karyawan maupun antara karyawan dan
manajer. Disamping itu, perlu juga diadakan penambahan wawasan berupa
interpersonal training, baik bagi karyawan maupun manager. Dengan tumbuhnya
kekuatan individu di dalam organisasi, maka sekaligus akan lebih siap menjawab
berbagai rintangan dari perubahan-perubahan yang datangnya dari eksternal
organisasi.
Strategi pemunculkan kekuatan,
kebanyakan organisasi yang berhasil adalah
mereka yang memfokus kepada mengerjakan apa saja yang menerima perubahan
kondisi. Organisasi yang sukses dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan
pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan
Learning Organization (organisasi pembelajaran).
Terdapat beberapa hal yang dapat
dilaksanakan oleh seorang manajer untuk menjadikan organisasinya menjadi suatu
learning organization, di antaranya adalah
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Menciptakan strategi, dilakukan agar
manajemen bersedia membuat komitmen secara eksplisit terhadap perubahan,
melakukan inovasi, dan perbaikan terus menerus.
(2) Merancang ulang struktur organisasi,
dilakukan dengan meratakan struktur, membatasi, atau mengkombinasikan,
departemen, dan menggunakan tim lintas fungsi, saling ketergantungan diperkuat,
dan batas-batas diantara orang dikurangi.
(3) Membentuk kembali budaya oragnisasi,
dilakukan agar sebuah learning organization mempunyai karakteristik suka
mengambil resiko, memperlihatkan keterbukaan dan pertumbuhan.
Ada 4
(empat) strategi pembelajaran yang perlu dilalui untuk menjadikan organisasi
sebagai learning organization, yaitu sebagai berikut :
a) Knowledge acquisition (penguasaan
pengetahuan), ini merupakan proses yang dilakukan organisasi dengan menghimpun
keahlian dari pekerjaanya untuk menciptakan cadangan sumber pengetahuan yang
suatu saat dapat diambil apabila diperlukan.
b) Information distribution, (distribusi
informasi), karena informasi digunakan sebagai basis untuk perubahan, maka
harus didistribusi kepada dan dipahami oleh mereka yang memerlukannya.
c) Information interpretation, (interpretasi informasi)
karena pembelajaran membawa perubahan secara efektif, pengetahuan tidak hanya
harsu dikumpulkan, tetapi secara akurat juga harus di interpretasikan.
d) Organizational memorization (pengingatan
organisasional), hal ini mencerminkan perlunya wadah dimana pengetahuan dari
sejarah organisasi disimpan sehingga dapat ditarik sebagai pelajaran apabila
diperlukan untuk memulai perubahan.
Seseorang atau kelompok dalam
kehidupan sehari-hari selalu berhubungan dengan keputusan, sebagian besar
waktunya harus dicurahkan pada pengambilan keputusan untuk menyelesaikan
masalah, karena manusia dihadapkan pada lingkungan atau kondisi yang berbeda
dengan permasalahan yang berbeda pula.
Salusu, (2000:45) mengatakan
bahwa keputusan yang diambil kemungkinan tidak semua benar dan banyak
mengandung kelemahan, namun sebagian manajer atau pimpinan berpendapat bahwa
lebih baik membuat enam kesalahan dari sepuluh keputusan dari pada tidak
membuat keputusan sama sekali. Pejabat atau manajer tersebut merasa puas karena
dapat mengambil keputusan pada saat itu. Pandangan ini tentu dilandasi oleh
suatu pertimbangan bahwa pengambilan keputusan perlu dan sering dilakukan agar
ketajaman pengambilan keputusan seseorang sering terasah dan dapat mengambilan
pelajaran dari keputusan-keputusan yang telah dilakukannya, hal ini akan
mempertajam intuisi pengambil keputusan sehingga suatu saat kelemahan dalam
pengambilan keputusan akan menjadi semakin berkurang.
Ungkapan tersebut di atas
menggambarkan bahwa pengambilan keputusan merupakan aspek yang penting dalam
kegiatan sehari-hari bagi manajemen maupun kegiatan perorangan. Pengambilan
keputusan mempunyai arti yang penting bagi maju mundurnya suatu organisasi,
karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan
saat ini. Hebert Simon (1982:46-47) mengatakan bahwa pengambilan keputusan
sangat penting dalam organisasi manapun, dan kewajiban memutuskan menyusupi
keseluruhan organisasi administratif sama pentingnya dengan kewajiban
bertindak, namun kewajiban memutuskan terkait secara integral dengan kewajiban
bertindak.
Menurut
Robins, (2003:173), Salusu, (2000:47), dan Razik dan Swanson, (1995:476)
mengatakan bahwa pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memilih
sejumlah alternatif, cara bertindak sesuai dengan konsep, atau aturan dalam
menyelesaikan masalah untuk mencapai tujuan individu atau kelompok yang telah
dirumuskan dengan menggunakan sejumlah teknik, pendekatan dan metode tertentu
serta mencapai tingkat penerimaan yang optimal. Robins, (2003:173), Salusu,
(2000:47), dan Razik dan Swanson, (1995:476)
Menurut Razik dan Swanson,
(1995:477) Pengambilan keputusan melibatkan aktivitas mental yang memahami
situasi dan struktur suatu keputusan dan kemudian mengevaluasi hal-hal yang
lebih sesuai untuk menghasilkan pertimbangan dan mengatasi masalah. Hal ini
menyangkut penerapan keputusan tersebut
dalam berbagai bidang termasuk pendidikan, manajemen ,politik, dan ekonomi.
Jika suatu kerangka keputusan telah dibuat haruslah ditindaklanjuti dengan
tindakan. Dengan kata lain keputusan mempercepat diambilnya suatu tindakan
sehingga mendorong lahirnya gerakan dan perubahan, Penegasan ini menekankan
bahwa tindakan harus dilakukan jika
saatnya sudah tiba (sudah ada keputusan) dan tidak dapat ditunda lagi. Menurut
Inbar Salusu, (2000:48) bahwa pengambilan keputusan itu hendaknya dipahami
dalam dua pengertian, yaitu: 1) penetapan tujuan yang merupakan cita-cita, dan
2) pencapaian tujuan melalui implementasinya, Jadi secara singkat dapat
dipahami bahwa keputusan itu dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan
Secara sederhana pengambilan
keputusan merupakan peristiwa yg senantiasa terjadi dalam setiap aspek
kehidupan manusia. Hal tersebut sebagai konsekuensi logis dari dinamika
perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan bersifat kompleks.
Pengambilan keputusan dalam hal ini merupakan salah satu bentuk respon manusia
terhadap lingkunganya.
Keputusan yang diambil oleh
manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan selanjutnya. Fred Luthans
dan Keith Davis (1996) mengemukakan bahwa “Decision making is almost
universally definied as chosing between alternatives”, artinya bahwa
pengambilan keputusan itu adalah memilih di antara berbagai alternative. Sementara
menurut Garry Desler (2001) , “Decision making is the process of developing and
analyzing alternatives and choosing from among them”. Di lain pihak, Wayne K
Hoy dan Cecil G. Miskel (1982) menjelaskan bahwa pengembilan keputusan
merupakan siklus kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik secara individu
maupun kelompok dalam semua tingkat dan bentuk organisasi.
Berdasarkan pandapat di atas, kata kunci yang dapat diambil adalah adanya
pemikiran rasional sebagai hal yang penting. Pemikiran yang rasional merupakan
landasan dalam membuat keputusan, karena pilihan terhadap berbagai alternative
yang tersedia didasarkan pada pertimbangan untung-rugi, atau manfaat dan
konsekuensi yang menyertai setiap pilihan. Kata kunci lain adalah adanya
pilihan (Choice ). Memilih berarti
menentukan satu dari beberapa hal yang ada atau tersedia.
Menurut Herbert A. Simon (1977), sesuatu yang dipilih ditentukan oleh
pertimbangan selera dan rasionalitas individu. Bisaanya selera dan rasionalitas
tersebut merujuk pada hal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan
masyarakat.
Proses pengambilan keputusan pada
seorang individu (manusia) berorientasi kepada tingkat kedewasaan individu yang
bersangkutan. Barometer atau ukuran kedewasaan dapat dilihat dari aspek fisik
maupun psikis, secara psikis, kedewasaan seseorang dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu dari aspek kognitif (pikiran dan penalaranya), aspek afektif dan emosinya, serta dari aspek psikomotorik (perilakunya). Apabila
ketiga aspek ini sudah lebih seimbang dalam diri seseorang (terintegrasi)
dengan baik sesuai taraf perkembanganya, maka dikatakan dewasa atau matang
sesuai usia perkembanganya.
Menurut Anne W. Gormly dan David M. Brodzisky (1993),
secara biologis, fase pengambilan keputusan bagi seorang manusia (Decision Years) terjadi pada rentang
usia 18-40 tahun. Jadi secara rasionalitas seseorang sudah dianggap matang
untuk mengambil keputusan sekitar usia pendidikan tingkat SLTA.
Manusia selalu menghadapi pengambilan keputusan, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
a.
Faktor
Psikologis, bahwa setiap manusia
mempunyai perbadaan-perbedaan pendapat, ide, gagasan, serta keinginan sehingga
akan memunculkan perbedaan dalam pandangan.
b.
Faktor
Sosiologis, bahwa kepribadian
setiap manusia memiliki keinginan dan penghargaan dalam setiap aktivitas
kehidupannya dengan tujuan untuk meningkatkan peran sosialnya di dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini di dasarkan kepada pendapat Soerjono Soekanto (
2005 : 185 ) yang menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi faktor-faktor
biologi, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu,
kepribadian mencakup kebisaaan-kebisaaan, sikap dan lain-lain sifat yang khas
dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain, wujud
perilaku tersebut dinamakan peranan. Pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peranan
individu dalam setiap kehidupan masyarakat yang menghasilkan perbedaan pendapat
sehingga akhirnya jika masing-masing individu tersebut berkumpul dalam suatu wadah maka mereka akan
memunculkan peranan masing-masing pada akhirnya akan menciptakan suatu
kompromistis peranan yaitu pengambilan keputusan.
c.
Faktor
Institusional/organisatoris, bahwa
pengambilan keputusan mempunyai arti yang sangat penting bagi maju mundurnya
suatu organisasi, pandangan J. Salusu (2006:47) menyatakan bahwa dalam
organisasi di butuhkan alternatif cara dengan metode yang efisien sesuai dengan
situasi, adanya pengambilan keputusan disebabkan oleh: 1) Adanya masalah dalam organisasi,
2) Bagaimana langkah penyelesaiannya dalam organisasi, 3) Adanya target dan
tujuan yang hendak di capai secara efektif dan efisien
Stephen P Robbins (1996:24) menyatakan bahwa manusia selalu berhadapan
dengan pengambilan keputusan, hal ini di dasari oleh adanay persepsi, persepsi
adalah suatu proses dengan nama individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan
mereka. Selanjutnya di jelaskan bahwa individu-individu mungkin memandang pada
suatu benda yang sama tetapi mempersepsikannya secara berbeda, hal ini di
sebabkan oleh faktor dari perilaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang di persepsikan, atau
dalam situasi mana persepsi di lakukan.
Adapun
faktor-faktor persepsi dapat di jelaskan sebagai berikut :
a). Faktor pada persepsi meliputi: Sikap, Motif,
Kepentingan, Pengalaman, Pengharapan.
b). Faktor dalam situasi meliputi: Waktu,
Keadaan/tempat kerja, Keadaan sosial
c). Faktor target meliputi: Hal-hal baru, Gerakan,
Bunyi, Ukuran, Latar belakang, Kedekatan.
Bagaimana kaitan persepsi
dengan pengambilan keputusan?, Robbins (1996:134) menyatakan bahwa setiap
individu dalam organisasi mengambil keputusan, dan kualitas pilihan terakhir
mereka, sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada faktor persepsi dari
tiap individu.
Teori pengambilan keputusan
yang relevan dengan perubahan yang terjadi sekarang ini menurut penulis adalah
pengambilan keputusan yang benar tidak saja didasarkan pada persepsi setiap
individu atau kelompak tetapi juga harus memperhatikan proses pengambilan
keputusan, dampak dari keputusan tersebut, serta risiko baik proses selama
pengambilan keputusan maupun akhir dari terlaksananya keputusan tersebut.
E.
Analysis Hierarchy Process (AHP) Merupakan
salah satu analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan
AHP dapat digunakan sebagai alat solusi dalam masalah pendidikan, dan AHP membutuhkan algoritma.
Para pimpinan yang berfikir
pragmatis dan menginginkan jawaban yang cepat dan akurat dalam menyelesaikan
masalah, sering kali mempertanyakan apakah suatu persoalan yang sama dihadapi
seseorang atau kelompok akan menghsilkan model hirarchy dan skala prioritas yang sama untuk orang
lain?. Keingintahuan ini sama artinya dengan menjawab pertanyaan apakah dapat
berlaku hukum pembangunan model proses analitis secara berjenjang ata suatu
masalah yang diasumsikan memiliki struktur yang sama? Jawabannya adalah tidak.
Pemecahan tujuan menjadi sub tujuan, penentuan kritria dan sub kriteria, serta
penetapan alternatif pilihan yang akan diranking, merupakan suatu seni
ilmiah (scientific art), dan bukan
sekedar pengetahuan umum. Hal ini menandakan bahwa pengetahuan dan kecerdasan
bukan faktor utama penentu kemahiran melakukan analisis berjenjang.
Pengetahuan, keahlian dan paling utama pengasahan bakat seseorang akan sangat
membantu dalam membuat AHP yang yang tepat yang dapat mencerminkan realitas.
Hal ini yang akan membawa seorang manajer atau seorang pimpinan menjadi akhli
dalam AHP yang baik.
AHP merupakan salah satu
analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan AHP dapat digunakan sebagai alat solusi
dalam masalah pendidikan, dan AHP membutuhkan
algoritma. Hal ini sangat bisa digunakan dalam pemecahan masalah pendidikan
karena analisis bidang pendidikan juga terdapat pemecahan tujuan menjadi sub
tujuan, penentuan kriteria dan sub kriteria, serta penetapan alternatif pilihan
yang akan diranking dalam memecahkan masalah pendidikan dngan tingkat
preferensi seperti yang dikemukakan oleh Rizky Dermawan (2005:101) yaitu equal
importance, moderate importance, strong importance, very strong
importance,extream importance.
Proses AHP tersebut sangat
membutuhkan apa yang disebut algoritma dimana proses algoritma adalah
penyederhanaan proses dengan menggunakan simbol-simbol yang dalam istilah
penelitian dikenal dengan kerangka pikir, atau dalam istilah pemrograman secara komputerisasi kita kenal dengan
flowchart.
Jogiyanto (1999:1) Komputer
adalah system elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta
dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan
data input, memprosesnya dan menghasilkan output di bawah pengawasan suatu
langkah-langkah instruksi-instruksi program yang tersimpan di memori (stored
program).
Algoritma dalam bidang
pemrograman menurut Edy Mastoni (2005:12) didefinisikan sebagai suatu metode
khusus yang tepat dan terdiri dari serangkaian langkah yang terstruktur dan
dituliskan secara sistimatis, yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan suatu masalah
dengan bantuan computer.
Proses dari masalah sampai
menjadi suatu algoritma disebut tahap pemecahan masalah, sedangkan taha dari
algoritma sampai mnjadi program computer disebut taha implementasi.
Algoritma pemrograman yang
baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) tepat, bnar, sederhana, standard an
efektif; 2) logis, terstruktur, dan sintesis; 3) semua operasi teridentifikasi;
4) semua proses harus berakhir setelah sejumlah langkah dilakukan; 5) ditulis
dalam bahasa standar dengan format pemrograman agar mudah diimplementasikan dan
tidak menimbulkan arti atau bisa maupun ganda.
Flowchart Program
adalah suatu skema atau bagan yang menggambarkan urutan kegiatan dari suatu
program dari awal sampai akhir. Simbol-simbol yang digunakan dalam flowchart
program adalah sebgai berikut:
Penyajian Algoritma. Penyajian
algoritma dalam bentuk tulisan bisaanya menggunakan metode English structure,
sedangkan penyajian algoritma dalam bentuk gambar atau symbol bisaanya
menggunakan metode flowchart program.
English Structure
basisnya adalah bahasa inggris, tetapi boleh juga menggunakan bahasa lain
sesuai dengan bahasa Negara masing-masing, oleh karena bahasa manusia yang
digunakan sebagai dasar pembuatan algoritma, maka English structure lebih tepat
untuk menggambarkan suatu algoritma yang akan dikomunikasikan kepada pemrogra
maupun pemakai program.
Algoritma sebagai Alur Pikir dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan
komputer dalam pemecahan masalah pendidikan, potensi teknologi informasi sering dikaitkan dengan inovasi dan penciptaan
pengetahuan. Kita dapat mengaitkan teknologi dengan aktifitas penciptaan
pengetahuan melalui proses perolehan (akuisisi) dan konversi pengetahuan.
Selain itu, proses inovasi juga sering ditentukan oleh kreativitas para pegawai
dalam memanfaatkan teknologi informasi.
Setiap
teknologi informasi mensyaratkan bahwa pemakainya menyadari potensi teknologi
tersebut dan memiliki gambaran tentang hal itu. Untuk menyadari potensi dalam
sebuiah teknologi diperlukan informasi lengkap tentang teknologi itu sendiri,
sehingga komponen “pengetahuan kesadaran” (awareness knowlwdge) ini sering
disebut juga sebagai konteks teknologi. Sedangkan untuk memiliki “pengetahuan
tata cara penggunaan” (how to knowledge) diperlukan sekaligus pengetahuan
tentang organisasi yang menggunakan teknologi dan potensi inovasi dari
penggunaan teknologi tersebut. Dalam hal ini, penggunaan teknologi computer
merupakan “teknologi informasi” untuk mengakomodasi kepentingan organisasi.
Sumber inovasi
dari teknologi di dalam sebuah organisasi bukan terletak pada teknologinya,
tetapi pada pemakai teknologi (technology users) pada saat menterjemahkan konteks teknologi ke
dakam pekerjaan mereka. Oleh karewn itum diperlukan adanya sebuah logika yang
bisa nenterjemahkan permsalahan kepada bahasa pemrograman computer.
Dalam
menyelesaikan masalah dengan bantuan computer, langkah pertama yang di lakukan
adalah dengan membuat desain
(rancangan). Desain menyajikan cara berfikir pemrograman dalam menyelesaikan
masalah. Desain itu berisi urutan langkah-langkah pencapaian solusi yang
ditulis dalam notasi-notasi deskriptif tg dinamakan algoritma. Notasi
algoritma bukan notasi bahasa pemrograman, sehingga siapa pun dapat membuat
notasi algoritma yang berbeda.
Merancang
sebuah algoritma, ada tiga komponen yang harus ada yaitu: 1) Komponen masukan
(input), bisaanya terdiri dari pemilihan variable, tipe variable, konstanta dan
parameter, 2) Komponen keluaran (output), merupakan tujuan dari perancangan
algoritma dan program. Permasalahan yan diselesaikan dalam algoritma dan
program harus di tampilkan dalam komponen keluaran. Karakteristik keluaran yang
baik adalah benar (menjawab permsalahan)
dan tampilan yang ramah dan enak (user friendly).
Komponen
proses (processing), merupakan komponen utama dan terpenting dalam merancang
sebuah algoritma. Dalam bagian ini terdapat logika masalah, logika algoritma
(sintaksis dan semantic), rumusan, metode (rekursi, perbandingan, penggabungan,
pengurangan, dll.)
Potensi
teknologi informasi sering dikaitkan dengan inovasi dan penciptaan pengetahuan.
Kita dapat mengaitkan teknologi dengan aktifitas penciptaan pengetahuan melalui
proses perolehan (akuisisi) dan konversi pengetahuan. Selain itu, proses
inovasi juga sering ditentukan oleh kreativitas para pegawai dalam memanfaatkan
teknologi informasi.
Setiap
teknologi informasi mensyaratkan bahwa pemakainya menyadari potensi teknologi
tersebut dan memiliki gambaran tentang hal itu. Untuk menyadari potensi dalam
sebuiah teknologi diperlukan informasi lengkap tentang teknologi itu sendiri,
sehingga komponen “pengetahuan kesadaran” (awareness knowlwdge) ini sering
disebut juga sebagai konteks teknologi. Sedangkan untuk memiliki “pengetahuan
tata cara penggunaan” (how to knowledge) diperlukan sekaligus pengetahuan
tentang organisasi yang menggunakan teknologi dan potensi inovasi dari
penggunaan teknologi tersebut. Penggunaan teknologi komputer merupakan
“teknologi informasi” untuk mengakomodasi kepentingan organisasi.
Sumber inovasi
dari teknologi di dalam sebuah organisasi bukan terletak pada teknologinya,
tetapi pada pemakai teknologi (technology users) pada saat menterjemahkan konteks teknologi ke
dakam pekerjaan mereka, oleh karena itu diperlukan adanya sebuah logika yang
bisa menterjemahkan permsalahan kepada bahasa pemrograman komputer.
Langkah
penyelesaikan masalah dengan bantuan komputer adalah membuat desain
(rancangan). Desain menyajikan cara berfikir pemrograman dalam menyelesaikan
masalah. Desain itu berisi urutan langkah-langkah pencapaian solusi yang
ditulis dalam notasi-notasi deskriptif tg dinamakan algoritma. Notasi
algoritma bukan notasi bahasa pemrograman, sehingga siapapun dapat membuat
notasi algoritma yang berbeda. Dalam merancang sebuah algoritma, ada tiga
komponen yang harus ada yaitu :
1.
Komponen
masukan (input), bisaanya terdiri dari pemilihan variable, tipe variable,
konstanta dan parameter.
2.
Komponen
proses (processing), merupakan komponen utama dan terpenting dalam merancang
sebuah algoritma. Dalam bagian ini terdapat logika masalah, logika algoritma
(sintaksis dan semantic), rumusan, metode (rekursi, perbandingan, penggabungan,
pengurangan, dll.)
3.
Komponen
keluaran (output), merupakan tujuan dari perancangan algoritma dan program.
Permasalahan yan diselesaikan dalam algoritma dan program harus di tampilkan
dalam komponen keluaran. Karakteristik keluaran yang baik adalah benar (menjawab permsalahan) dan tampilan
yang ramah dan enak (user friendly).
Tuntutan perubahan yang
memberikan kompleksitas masalah perlu dilakukan dengan kegiatan algoritma.
Bagaimana proses algoritma dan fungsi komputer dalam hal ini ?. Pandangan
Tilaar (2005) bahwa globalisasi telah
membawa perubahan yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia abad ke-21. Globalisasi
menuntut adanya perubahan di dalam pribadi manusia itu sendiri bagaimana ia
memandang dunia ini, dimana kehidupan yang selalu berubah. Globalisasi meminta
individu, organisasi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi masyarakat
termasuk Negara meninjau kembali paradigma-paradigmanya. Globalisasi telah
memicu ilmu pengetahuan dan teknologi secara timbal balik dimana pengetahuan
membutuhkan teknologi, dan teknologi mendukung pengetahuan.
Dedi Supriadi (1997:125) era
teknologi dibutuhkan kreatifitas keilmuan yang tujuannya adalah untuk
menciptakan relevansi dengan usaha untuk melakukan perubahan-perubahan yang
konstruktif dalam berbagai bidang kehidupan, dengan tujuan meningkatkan
martabat kehidupan manusia.
Berdasarkan dua pandangan di
atas maka fungsi algoritma adalah untuk membantu manusia dalam memecahkan
segala permasalahan yang berhubungan dengan angka-angka yang tidak dapat
diselesaikan baik secara manual maupun dengan alat hitung yang memilik batas
perhitungan.
Fungsi komputer itu sendiri dapat
dirasakan sebagai alat bantu dalam pemrosesan data sehingga efektifitas dan
efisiensi pekerjaan serta kecepatan pekerjaan akan dapat diselesaikan dalam
hitungan detik. Kesimpulannya adalah algoritma dan komputer sama-sama memiliki
fungsi untuk membantu manusia dalam menyelesaikan segala macam masalah yang
berhubungan dengan aktifitas mereka masing-masing terutama dalam rangka
pengambilan keputusan yang cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
E.
Data Terprogram dan Data yang Tidak
Terprogram
Masyarakat kita pada saat ini
cara utama untuk meraih kesuksesan dengan benar adalah dengan menggunakan
pendekatan kuantitaif-evaluasi numerik alam memecahkan masalah, menentukan
alternatif pilihan, menetapkan perencanaan strategis, dan mencapai seluruh tujuan.
Pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan akan lebih terbantu bila metode kuantitatif digunakan sebagai alat
bantu analisis.
Banyak model yang digunakan
sebagai dasar untuk menentukan keputusan dan malakukan perencanaan strategis.
Data terprogram tentunya berbicara
tentang data kuantitatif yang telah diolah sebagai bahan analisis dengan
melalui tahapan input, proses dan out-put. Data terprogram tersebut akan
mempermudah dalam menentukan pengambilan keputusan bagi seorang pimpinan.
Pengambilan keputusan oleh
para pimpinan dengan menggunakan data terprogram melalui komputerisasi akan
sangat mudah karena data sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan
tersebut sudah terprogram sesuai dengan yang di harapkan, dan yang membedakan
adalah data apa yang dibutuhkan, dan jenis informasi apa yang diharapkan, serta
sistem yang digunakan untuk pengolahan data yang terprogram tersebut. Secara
statistik matematis data yang sifatnya kuantitatif dapat dilakukan melalui
komputerisasi sehingga data tersebut akan membentuk apa yang disebut data-base,
dimana data yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan sudah tersedia dalam
bentuk numerikal.
Bagaimana dengan data yang
tidak terprogram? Bisaanya data tersebut juga sangat penting sebagai data
pendukung melakukan analisis dalam proses pengambilan keputusan yang benar-benar menghasilkan atau mencapai
tujuan yang diharapkan, hanya saja data yang tidak terprogram dalam waktu
tertentu dalam pencariannya memerlukan proses yang relatif lama, sedangkan data
terprogram dengan berbasis komputerisasi dengan sangat mudah untuk diperoleh.
F.
AHP (Analytic Hierarchy Process) adalah Kombinasi dari Pendekatan Kuantitatif
dan Kualitatif dalam Memecahkan Masalah Penelitian
Model pengambilan keputusan
yang strategis memiliki manfaat yang tinggi dalam menyelesikan masalah dan
membantu penentuan alternatif keputusan. Model kuantitatif dan kualitatif yang
digunakan dalam menentukan pengambilan keputusan menurut Rizky Dermawan
(2005:i) antara lain: 1) Linear Programming dan Simplex, 2) Decision Tress, 3)
Queuing Theory, 4) Analytic Hierarchy Process (AHP),
5) Risk Analisis Model, dan 6) markov Chains.
AHP ini merupakan proses
analisis berjenjang yang diperkenalkan
pertama kali oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970an. Ciri khas dari model ini
adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu
proses analitis secara berjenjang dan terstruktur atas variabel-variabel
keputusan. Ide dasar dari model ini memiliki konsep taksonomi (taxonomi) yang
pda intinya merupakan permodelan secara bertingkat atas organisme. Dalam model
ini proses analisis terhadap suatu masalah dilakukan secara berjenjang dan terstruktur,
dimana dasar konsep matematis yang dipakai adalah matriks (matrix) yang jika
dipahami dngan benar mak akan konsep matriks akan membantu dalam memahami
sejumlah konsep dasar dan pengunaan dari model kuantitatif ini.
Bangun dasar disiplin
pengambilan keputusan adlah pengetahuan dan pemahaman tentang sub-sub sistem
yang membentuk sebuah sistem yang
kompleks. Pengambil kebijakan pada dasarnya berusaha mencari pola khas yang
dapat memperlihatkan relasi antar variabel (hubungan antar variabel) yang membentuk masalah. Mengetahui sampai ke
akar-akarnya penyebab dari masalah yang merupakan langkah awal penyelesaian
masalah. Sistem yang komplek akan memberikan ruang atau peluang kepada pimpinan
untuk menghasilkan metode pengambilan keputusan yang tepat dengan analisis yang
terstruktur.
Pengambilan keputusan dengan
model pendekatan AHP sangat penting dalam pemecahan masalah secara kuantitatif
dan kualitatif karena klasifikasi utama dari Hirarchy ini adalah 1) jenjang
struktural (Structural) sebagai proses pemecahan masalah pada variabel-variabel
ke dalam bagian unsur pokok menurut urutan yang jelas, 2) jenjang fungsional
(Funcional) terdiri ari pemecahan sistem
yang kompleks kedalam unsur-unsur pokok menurut hubungan esensial yang ada di
dalam sistem tersebut.
Secara standar beberapa
langkah yang digunakan untuk proses pengambilan keputusan oleh seorang pimpinan
dalam hal pemecahan masalah dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif adalah
sebagai berikut:
a. Tentukan tujuan utama yang hendak dicapai
atau diwujudkan, apa yang hendak diraih, mengapa tujuan tersebut penting untuk
iraih, dan sebagainya.
b. Identifikasi bagian-bagian dari tujuan
dimana setiap tujuan utama selalu dihadapkan pada sejumlah batasan atau
masalah. Batasaan dan masalah ini yang disebut dengan sub tujuan atau
faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan.
Dalam tahapan ini tentukan juga cakupan waktu yang mempengaruhi yujuan
apakah tujuan jangka pendek, menengah atau jangka panjang.
c. Melakukan identifikasi kriteria atau
faktor, dan sub kriteria secara jelas dan rinci. Langkah ini membutuhkan
pengelompokan sub kriteria berdasarkan apa yang dikehendaki.
d. Melakukan identifikasi alternatif pilihan
yang memungkinkan; sejak dari proses analitis secara berjenjang yang merupakan
metode perbandingan antar alternatif pilihan, maka ditentukan pula alternatif
pilihan yang diasumsikan memiliki ”nilai yang sama”.
e. Tentukan dan melakukan identifikasi
konsekuensi dan risiko atas setiap
kriteria dan laternatif yang di ambil.
f. Tentukan pola relasi antar tujuan , variabel
keputusan dan alternatif pilihan
g. Tentukan evaluasi numeris manfaat dan
biaya (cost and benefit) dari setiap alternatif solusi.
h. Tentukan keputusan akhir berdasarkan hasil
perbandingan nilai numeris yang tersedia, dan bandingkan juga nilai risiko yang
terkandung dalam setiap alternatif
solusi.
i.
Keputusan
akhir akan didasarkan atas alternatif yang memberikan niai manfaat terbesar bila manfaat yang kita
jadikan acuan, pilih alternatf yang memberikan nilai biaya terkecil jika biaya
yang menjadi ukuran, dan melihat risiko terkecil apabila risiko menjadi patokan
pilihan.
Secara individual atau
kelompok, langkah pengambilan keputusan dengan HAP tersebut dapat diusahakan
untuk diikuti, karena proses analitis secara berjenjang yang dilakukan secara
berkelompok juga akan lebih berhasil dilakukan bila permodelan dengan AHP dilakukan melalui partisipasi aktif
banyak orang. Hal tersebut dapat diperoleh melalui brainstorming atau metod
Delphi.
Model AHP yang dibuat
berdasarkan ojek dari penelitian yang akan dilaksanakan akan sangat baik untuk
memecahkan permasalahan yang berorientasi pada penggunaan data kuantitaif atau
dengan data dasar data kualitatif yang dikuantitatifan berdasarkan peraturan
dan metodologi yang digunakan. Terlebih jika mengikutlangkah standar yang
ditentukan seperti di atas. Analisis dengan AHP ini harus memiliki prinsip
konsistensi dengan metode analisis yaitu dengan matriks perbandingan,
penggunaan nilai skala perbandingan. AHP ini juga dapat digunakan mengengingat
model ini tidak ada batasan dalam menentukan tingkatan hirarhi, dan jenjangnya
bersifat fleksibel.
E.
Kekuatan
Dalam Pengambilan keputusan
Tingkat kedewasaan
manusia yang mendukung pengambilan
keputusan yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan terkait dengan proses
pemilihan atas sejumlah alternatif yang
dianggap paling menguntungkan., Karena itu dibutuhkan kemampuan tertentu dari seseorang atau pimpinan untuk
dapat mengidentifikasi pilihan yang
memiliki kelemahan yang paling kecil, Menurut Siagian (1988:39) agar
pengambilan keputusan mencapai sukses harus memperhatikan “sepuluh hukum“ hubungan kemanusiaan yaitu: 1) adanya sinkronisasi antara tujuan
organisasi dan tujuan individu dalam
organisasi, 2) adanya suasana dan iklim kerja yang menggembirakan; 3) interaksi
bawahan dan atasan padu secara formal dan informal; 4) manusia tidak dapat
diperlakukan seperti mesin; 5) kemampuan bawahan harus dikembangkan secara
optimal; 6) pekerjaan dalam organisasi hendaknya bersifat menantang; 7) adanya
pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang berprestasi; 8 ) perlunya
kemudahan dalam pekerjaan agar orang dapat bekerja dengan baik; 9) adanya prinsip the right man
on the right place; 10) kesejahteraan dengan pemberian balas jasa yang
setimpal.
Uraian yang dikemukakan
Siagian di atas hanya dapat diterapkan
oleh mereka yang sudah memiliki banyak pengalaman/matang atau dewasa dalam
pengambilan keputusan, dan banyak diterapkan pada organisasi yang lebih modern,
dan dilakukan oleh pengambil keputusan
yang memiliki kearifan atau yang lebih demokratis. Untuk persoalan yang
cukup sulit sebagian dari manajer atau pemimpin menggunakan intuisi dalam
mengambil keputusan, Hal ini tentunya tidak mudah karena banyak dipengaruhi pengalaman mengambil keputusan yang tidak lain tentunya
ada pada orang yang matang/ dewasa. Disamping itu pula pengambilan keputusan
menurut Prof. Dr.H.Moch Idochi Anwar, MPd harus didasarkan kepada pembatas yang
berupa : Nilai Religi, Nilai Etik, Nilai
Budaya, dan Nilai Kebisaaan sehingga
keputusan tersebut acceptable.
Menurut Brinckloe (1977) seorang eksekutif dapat membuat
keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pendekatan sebagai berikut:1)
Fakta, 2) Pengalaman; 3) Intuisi, 4) Logika. Untuk itu diperlukan kematangan,
kejelian dan pengalaman yang tentunya
tiap individu punya kemampuan dan pengalaman yang berbeda sehingga keputusan
yang diambilpun akan berbeda karena kekuatan pengambilan keputusanpun
tergantung pada:
a. Kekuatan Individu (personal
maupun manajerial).
b. Kekuatan Kelompok (Politik
atau suku bangsa);
c. Kekuatan lingkungan.
E,
Teori pengambilan keputusan yang relevan dengan
masalah pendidikan
Proses pendidikan
mendorong tingkat kedewasaan manusia
dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan berorientasi kepada
tingkat kedewasaan manusia, kompleksitas perubahan akan terjadi menuntut
kedewasaan tersebut, bagaimana tingkat kedewasaan manusia yang mendukung
pengambilan keputusan.
Sebelum
membahas tingkat kedewasaan dan keputusan, terlebih dahulu akan diulas tentang
batasan dan karakter kedewasaan manusia secara psikologis dimana dalam
pandangan Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007:5.3) yang menyatakan bahwa
kelompok dewasa di bagi menjadi 2, yaitu :
a.
Dewasa
muda (usia 20 tahun sampai 40 tahun)
b.
Dewasa
(usia 40 tahun sampai usia 65 tahun)
Dijelaskan
pula bahwa setiap rentang usia memiliki karakteristik sendiri, tetapi
karakteristik tersebut tidak sedinamis dan beragam seperti karakteristik
seperti perkembangan pada rentang-rentang usia sebelumnya. Hampir seluruh aspek
kepribadian mencapai puncak kematangan pada akhir masa adolesen, atau pada awal
masa dewasa muda. Pada prinsipnya, pada usia dewasa, terutama dewasa muda
perkembangan masih berlangsung, pada usia dewasa ada aspek-aspek tertentu yang
berkembang secara normal, aspek-aspek yang lainnya berjalan lambat atau
berhenti, bahkan ada aspek-aspek yang mulai menunjukan terjadinya
kemunduran-kemunduran.
Aspek
jasmaniah mulai berjalan lambat, berhenti dan secara berangsur-angsur menurun.
Aspek psikis (Intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus berkembang,
walaupun tidak dalam benetuk penambahan atau peningkatan kemampuan tetapi
berupa perluasan dan pematangan kualitas. Pada akhir masa dewasa muda (sekitar
40 tahun), kekuatan aspek-aspek psikis pun secara berangsur ada yang mulai
menurun, dan penurunannya cukup drastis pada
akhir usia dewasa. Selanjutnya perkembangan manusia itu sendiri di bagi
menjadi 4, yaitu: 1) Perkembangan fisik, 2) Perkembangan intelektual, 3)
Perkembangan moral, 4) Perkembangan karir
Kompleksitas perubahan yang
terjadi baik pada diri secara individu, kelompok ataupun lingkungan sangat
menentukan seseorang dalam pengambilan keputusan, meskipun keputusan tersebut
sangat berbeda antara satu dengan yang lain.
Menurut Nursid Sumaatmadja
dalam bukunya “Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi“, pendidikan diartikan
sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan dan
kematangan. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam mekanisme “Pendidikan“,
terdapat proses-proses kegiatan,
perilaku yang dikembangkan (diubah) meliputi sikap, keterampilan, pengetahuan,
subjek objek pelaku, meliputi individu, anggota masyarakat, peserta didik,
orang yang lebih tua ;cara, teknik, metoda yang diterapkan, pembakuan (standar)
yang menjadi ukuran ,yaitu nilai serta norma, dan akhirnya ada tujuan yang
dicapai, yaitu kedewasaan, kematangan,
perilaku yang diharapkan.
Berikut
ini akan di sajikan dari intisari pendapat Schaine, Cattel, dan Horn, Kohlberg
dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007:5.3–5.9) tingkatan perkembangan
manusia dalam bentuk matrik:
No
|
Usia
|
Perkembangan
|
|||
Fisik
|
Intelektual
|
Moral
|
Karir
|
||
1
|
Anak dan remaja
|
Perkembangan fisik telah lengkap
sampai pada masa adolesen
|
Kemampuan berfikir kognitif pada
taraf What I need To Know, sebatas
menguasai pengetahuan tetapi belum digunakan.
|
Perkembangan
moral kognitif
|
Belajar merupakan tuntutan dan
karakteristik utama
|
2
|
Dewasa muda
|
Fungsi
perkembangan fisik terus berjalan sesuai dengan jenis pekerjaan
|
Kemampuan
berfikir kognitif pada taraf How I Should I Use What I Know. Tahap
penguasaan (Achieving)
|
Perkembangan
moral
|
Persiapan
pengembangan karir
|
3
|
Dewasa
|
Pengembangan
fungsi keturunan sudah mulai matang
|
Kemampuan
berfikir kognitif pada taraf Why I
Should I Know, responsible dan Executive
|
Pengalaman moral
|
Perkembangan
karir
|
4
|
Usia lanjut
|
Fungsi organ tubuh mulai berkurang
|
Kemampuan
berfikir kognitif pada taraf Wisdom, reintegrasi.
|
Perbuatan moral
|
-
|
Pendidikaan sebagai suatu poses kegiatan pemberdayaan manusia
peserta didik menjadi SDM yang cocok untuk segala lingkungan dan perkembangan
jaman, harus dilandasi nilai-nilai yang sesuai dengan hakikat manusia selaku
makhluk social budaya. Berdasarkan hal tersebut kajian dan perencanaan
pendidikan dilakukan melalui pendekatan interdisipliner yang dilandasi
nilai-nilai agama, filsafat, budaya, dan moral
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil
interaksi antara potensi-potensi bio-psycho-fisical yang terbawa sejak lahir
dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan
serta reaksi mental-psychologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan (
Sumaatmadja, 2000:22). Lingkungan memberikan nuansa yang dominant dan
signifikan terhadap pembinaan individu
menjadi pribadi. Lingkungan, dalam hal ini lingkungan hidup manusia, yaitu
segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat dan pertumbuhan manusia yang bersangkutan, oleh
karena itu manusia lain, benda-benda hasil budaya, peraturan, udara, air, panas
matahari, dan lainnya yang ada disekitar manusia, termasuk lingkungan hidup
manusia. Dengan demikian kita membedakan antara lingkungan sosial, budaya dan
lingkungan alam, oleh karena itu pengaruh lingkungan akan membentuk kepribadian
dan kematangan/kedewasaan seseorang, apakah sebagai individu atau sebagai
bagian dari anggota masyarakat
Peranan strategis pendidikan
memberikan kesempatan yang luas dan besar dalam membentuk kepribadian dan
pembinaan sumberdaya manusia , hanya saja lingkungan sosial budaya ternyata
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembinaan tersebut. Alvin Tofler (1970)
, mengemukakan bawa pembangunan telah membawa beberapa akibat, di antaranya:
membuang berbagai jenis barang padahal barang tersebut masih dapat
dimanfaatkan, bekerja terlalu keras
sehingga rekreasi terabaikan, demikian juga terhadap kehidupan social,
keagamaan semakin berkurang, kehidupan kemasyarakatan semakin terbatas baik
dengan tetangga maupun dengan masyarakat luas.
Kehidupan sosial tidak lagi
dalam “ ikatan emosional “ tetapi cenderung bersifat fungsional, manusia jarang
membantu orang lain padahal ia bisa memberikan bantuan, dan oleh Tofler situasi
ini disebutnya dengan Modularman.
Keadaan
yang demikian membuat orang menjadi stress, sehingga mempengaruhi kualitas
kehidupan bermasyarakat. Beberapa akibat dari permasalahan ini pada kehidupan manusia
menurut Ancok, (1993:37-38) adalah meningkatnya kasus perilaku berikut: 1)
kriminalitas, 2) perilaku kekerasan, 3) kenakalan, 4) bunuh diri, 5) pembunuhan
terhadap orang lain, 6) hubungan sks dengan anak sendiri, 7) penyiksaan anak,
8) penyiksaan orang tua, 9) anak-lari dari rumah, 10) perkosaan, 11) kecanduan narkoba, 12)
perceraian, dan 13) perilaku seksual diluar nikah.
Jika
ditelaah secara mendasar, pemikiran Paul Bohannan tentang antropologi dapat
dijadikan dasar bagaimana sebaiknya kita mendudukkan pendidikkan sebagai upaya
pembinaan kepribadian dan sumber daya manusia. Menurutnya manusia itu pada dasarnya binatang
mamalia, social dan budaya. Dimana manusia: 1) membutuhkan kepuasan dalm
struktur sosial, 2) kebutuhan dalam struktur sosial diperlukan untuk mencapai
kepuasan, 3) kebutuan tersebut harus terpola sedemikian rupa sebagai tradisi,
4) semua tradisi tersebut harus dipercayai bukan hanya mendatangkan kepuasan,
5) ketidak puasan dapat mengarah sebagai bagian dari tradisi tersebut, 6) perubahan
dilakukan tidak hanya dalam bentuk invensi tetapi juga dituntut untuk melakukan
innováis, 7) Inovasi dapat berbntuk kompleks dapat juga bersifat sederhana, 8)
kompleksitas dapat menimbulkan keterasingan sosial, problem ini juga dsebabkan
oleh karena adanya inovasi baru, 9) kesederhanaan mrupakan hal yang penting
karena adanya bentuk-bentuk yang tidak dapat dirubah dari perilaku dasar
manusia, oleh karena itu diperlukan adanya evolusi budaya, 10) bagaimanapun
evolusi mempengaruhi budaya manusia karena didalamnya terdapat kemampuan
sebagai binatang mamalia, sosial dan budaya.
Pemikiran
yang dikemukakan Paul Bohannan ini setidak-tidaknya memberikan gambaran bahwa
nilai-nilai budaya dapat dipakai sebagai bagian dari strategi untuk menjadikan
pendidikan sebagai sarana pembinaan individu menjadi pribadi yang memiliki
kemampuan dalam pengambilan keputusan yang didasarkan kepada pengetahuan
ketrampilan dan sikap.
G. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat penulis sampaikan
dalam makalah ini sebagai berikut:
a.
Pengambilan
Pengambilan keputusan merupakan salah satu unsur nilai ekonomis terutama dalam
era globalisasi, dan jika tidak akseptable dalam pengamilan keputusan maka kita
akan ketinggalan. Seorang
pemimpin dalam menggerakkan bawahannya dituntut untuk menangani permasalahan
secara lebih dewasa, oleh karena itu pemimpin setidaknya harus memiliki
beberapa ciri yang menunjukkan kedewasaan tersebut dalam pengambilan keputusan.
b.
Kekuatan
yang Dominan dan Strategi Memunculkan Kekuatan Dalam Era Perubahan. Perubahan
adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang lebih baik.
Perubahan merupakan tanda dalam kehidupan yang selalu berlangsung secara tetap
dan memrlukan keputusan
c.
AHP
merupakan salah satu analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya, dan AHP dapat digunakan sebagai
alat solusi dalam masalah pendidikan,
dan AHP membutuhkan algoritma. Hal ini sangat bisa digunakan dalam pemecahan
masalah pendidikan karena analisis bidang pendidikan juga terdapat pemecahan
tujuan menjadi sub tujuan, penentuan kriteria dan sub kriteria, serta penetapan
alternatif pilihan yang akan diranking dalam memecahkan masalah pendidikan
dngan tingkat preferensi seperti equal importance, moderate importance, strong
importance, very strong importance, extream importance.
d.
Data terprogram memiliki manfaat sangat penting sebagai data utama yang
disusun dalam bentuk data-base, dan data tidak terprogram merupakan data
pendukung melakukan analisis dalam proses pengambilan keputusan yang benar-benar menghasilkan atau mencapai
tujuan yang diharapkan. Data yang tidak terprogram dalam waktu tertentu,
pencariannya memerlukan proses yang relatif lama, sedangkan data terprogram
dengan berbasis komputerisasi dengan sangat mudah untuk diperoleh. Keputusan
yang dilakukan oleh setiap orang harus didukung dengan data yang up-to-date dan
dapat dipertanggung jawabkan sehingga
kualitas keputusan benar-benar tidak bertentangan dengan apa yang diharapkan.
e.
Pengambilan
keputusan dengan model pendekatan AHP sangat penting dalam pemecahan masalah
secara kuantitatif dan kualitatif karena klasifikasi utama dari Hirarchy ini
adalah 1) jenjang struktural (Structural) sebagai proses pemecahan masalah pada
variabel-variabel ke dalam bagian unsur pokok menurut urutan yang jelas, 2)
jenjang fungsional (Fungcional) terdiri ari pemecahan sistem yang kompleks kedalam unsur-unsur
pokok menurut hubungan esensial yang ada di dalam sistem tersebut.
f.
Proses
pendidikan mendorong tingkat kedewasaan
manusia dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan berorientasi
kepada tingkat kedewasaan manusia, dan kompleksitas perubahan akan terjadi
menuntut kedewasaan tersebut, dan tingkat kedewasaan manusia sangat mendukung
pengambilan keputusan
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah , Cepi Triana.
2004., Visionary Leadership, Jakarta : Bumi Aksara
Damin, Sudarwan, 2002., Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Pendidikan, CB.Pustaka
Setia: Bandung.
Dedi Supriadi, 1997., Kreatifitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek, Alfabeta:
Bandung
Edy Mastoni,
2005., Logic and Algoritm (Logika dan Algoritma), DCC: Bandarlampung
Gibson, Ivancevich, Donelly,
1996., Organisasi edisi ke-5 Jilid 1 terjemahan Djakarsih, Erlangga: Jakarta
Ibrahim, 1998., Inovasi Pendidikan, Proyek
Pengembangang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan: Jakarta.
Joiyanto, 1999.,
Pengenalan Komputer (Dasar Ilmu Komputer, Pemrograman, Sistem Informasi dan
Intelegensi Buatan), Andy:Yogyakarta.
J. Salusu, 2006., Pengambilan
Keputusan Starteji, Grasindo: Jakarta
Mulyani Sumantri,
Nana Syaodih, 2007., Perkembangan Peserta Didik, Universitas terbuka:
Jakarta
Nawawi, Hadari,
1994., Administrasi Pendidikan, CV.
Haji masagung: Jakarta.
Nurkholis, 2006., Manajemen
Berbasis Sekolah, Grasindo: Jakarta
Rizky Darmawan, 2005., Pengambilan Keputusan dan Peencanaan Strategi,
Alfabeta:Bandung.
Robert H.
Blissmer, 1985., Computer Annual, An Inroduction to Information System, John
Willey & Son: New York.
Sayapbarat’s Weblog, 2007., Masalah Pendidikan di Indonesia, Dalam Sayapbarat’s Weblog
(Online). Tersedia:http://Sayapbarat,
Wordpress.com (29 Agustus 2007).
Siagian, P.
Sondang, 2006., Filsafat Administrasi, PT.
Bumi Aksara: Jakarta.
Sutisna Oteng, 1983., Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritis Untuk Praktek
Profesional, Angkasa: Bandung.
Tilaar,
2005., Manifesto Pendidikan Nasional. Kompas
Media Nusantara:Jakarta
Artikel yang sangat membantu... Terimakasih..
ReplyDeleteMy Blog