Thursday, 14 January 2016

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

(Oleh: Dr. Bovie Kawulousan., M.Si)

A.      Pendahuluan

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana bagaimana  strategi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan yang dilakukan oleh seorang pemimpin?. Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami tentang strategi  pengambilan keputusan, dan metodologi yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode kepustakaan dan penalaran terhadap judul makalah ini.

Pengambilan keputusan merupakan salah satu unsur nilai ekonomis terutama dalam era globalisasi, dan jika tidak akseptable dalam pengamilan keputusan maka kita akan ketinggalan. Nilai-nilai yang menjadi sumber kualitas dari keputusan yang diambil berasal/bersumber dari?

Pengetahuan teknik dengan kata lain bahwa seseorang bisa mengambil keputusan tepat jika memiliki pengetahuan teknik ini dengan memperhatikan unsur yi: 1) markettable (memiliki suatu harapan bahwa SDM yang memberikan harapan kepada kita semua yaitu orang yang credible, punya kualitas yang tinggi, 2)  Sensitif terhadap lingkungan, artinya punya gaya sensitif terhadap perubahan yang terjadi dan mampu memanage, mampu menganalisis perubahan lingkungan atau dikenal dengan power of buterfly (Breeggs). 3) Memiliki pengetahuan teknis, yaitu melalui proses pematangan agar seseorang mampu marketable, kredible, dan acseptable, bukan dikarbit agar cepat matang, 4) Mengikat konsumen menjadi pelanggan.

Learning continously artinya bukan hanya belajar secara formal di sekolah tapi 1) terbuka untuk belajar terus menerus dengan menghargai pendapat orang lain, belajar dari orang lain, toleransi, 2) memberikan gagasan-gagasan.

Pengambilan Keputusan yaitu orang yang mampu memberikan keputusan yang acceptable. Pengambilan keputusan yang algoritma adalah memilah-milah informasi yang terprogram dengan memadukan dengan informasi yang tidak terprogram dengan struktur yang jelas dan lebih kepada menggunakan bantuan alat elektronik sebagai tugas dari orang-orang yang akhli informatika. Disaming pengambilan keputusan dengan algoritma juga bedasarkan data kuantitatif dan data kualitatif.

Motivation., sumber nilai yang tinggi pada era globalisasi adalah orang-orang yang mampu memberikan semangat untuk bisa hidup bermakna dan penuh inisiatif. Komitment, orang yang memiliki nilai dengan komitment yang tinggi (disiplin, tahu indahnya tugas yang dilaksanakan, indahnya jadi guru dsb).

Team Work, dalam generasi manajemen  sudah menuju pada participation planning. Mengikutsertakan para follower dalam pengambilan keputusan, dan hasil pengambilan keputusan harus cepat, tepat dan acseptable dn keputusan harus dari manusia bukan dari alat elektronik. Keputusan yang mengikutkan para pengikut harus service comitment dimana kepemimpinan mendorong, membina, orang untuk kreatif seperti dalam model  Analysis Hierarchy Process.

Perubahan yang mendasar untuk mencapai tujuan yang diinginkan merupakan tanggung jawab kita bersama dalam menghadapi perubahan, berinovasi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka investasi SDM yang berkualitas yang diawali dengan keputusan tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam proses perubahan tersebut menuntut adanya pembelajaran berdasarkan pengalaman dan pemanfaatan SDM yang berkualitas, serta memiliki kemampuan untuk berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai dengan proses dari system komputerisasi yang dibuat secara algoritma.

Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan sdm yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan public, dengan kata lain pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan terhadap warga masyarakat yang demokratis. Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan agar warganya dapat mengkritisi dan memahami permasalahan yang ada dengan demikian civic education akan menghasilkan suatu pendidikan yang demokratis dengan melahirkan generasi masa depan yang cerdas, terbuka, mandiri dan demokratis.

Tidak berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa buah pahit yang akan dituai negeri ini dari diberlakukannya liberalisme/kebebasan di bidang pendidikan adalah semakin jauhnya harapan dalam meraih cita-cita kemandirian karena kemandirian sebuah negara, selain dipengaruhi kesahihan sistem yang diterapkan, juga mesti ditopang oleh SDM yang sahih dan berkualitas. Tidak meratanya akses atas pendidikan yang layak (diantaranya karena persoalan biaya), maka akan sulit ditemukan SDM berkualitas yang siap menjadi pemimpin umat, terlebih cita-cita kemandirian hanya akan tinggal harapan nun jauh di sana.

Proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan sekaligus dan semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak- tidaknya tidak dapat dilepas dari pengaruh kejadian dari belahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi, maupun sosial.
Sejalan dengan hal di atas, H.A.R. Tilar (2004:4) menyatakan : Kesetiakawanan sosial umat manusia semakin kental,hal ini bearti kepedulian uamat manusia kepada sesamanya semakin merupakan tugas setiap manusia, pemerintah, dan sistem pendidikan nasional. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran akan tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakat dan negara, juga umat manusia. 

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; setiap manusia akan selalu membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai segi kehidupan. Kesetiakawanan yang merupakan bagian dari proses pendidikan dan pelajaran mempunyai peranan yang sangat kuat bagi individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya. Dalam proses pelaksanaannya  dilapangan, kesetiakawanan sosial diwujutkan melalui interaksi antar manusia, baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Interaksi antar manusia dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan dibelahan bumi, baik dibidang ekonomi, pendidikan, sosial, politik budaya, dan sebagainya. Interaksi di bidang pendidikan dapat diwujudkan melalui interaksi siSwa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat, guru dengan guru, guru dengan masyarakat disekitar lingkungannya yang kesemuanya memerlukan strategi dalam pengambilan keputusan.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana  strategi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Tulisan bertujuan tentang pemahaman strategi pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan oleh seorang pemimpin, dan bermanfaat baik bagi penulis untuk memahami tentang strategi pengambilan keputusan, dan sebagai bahan kajian dalam rangka menganalisis secara mendalam tentang strategi pengambilan keputusan yang relevan dengan masalah pendidikan.

B.       Pengambilan keputusan merupakan unsur sumber nilai SDM yang berdaya saing.

Pengambilan keputusan merupakan tugas utama untuk kita semua yang dapat dilakukan setiap saat terutama dalam menentukan pilihan dan menetapkan sejumlah tindakan dan mewujudkan pilihan. Keputusan yang baik terdiri dari tiga hal yang harus dipertimbangkan yaitu: 1) proses pengambilan keputusan, 2) pengawsan atas pelaksanaan pencapaian keputusan yang terpilih, 3) evaluasi dan pnilaian keputusan. Tiga hal tersebut merupakan bagian dari system proses manajerial yang dilakukan oleh setiap pimpinan. Indikator keberhasilan dari penerapan proses ini adalah kesuksesan yang diraih dengan benar.

Menurut Rizky Darmawan (2005:145) mengatakan bahwa meraih kesuksesan atau kemenangan dalam hal apapun harus memperhatikan human against human, human against nature, human against machine, dan human against him/herself dengan benar dan bukan hal yang mudah.

Kebanyakan dalam permainan mendapatkan kemenangan tanpa kehormatan terlebih yang kalah tanpa kehormatan atau sebaliknya dalam permainan ekonomi, social, politik dsb. Meraih kesuksesan dengan benar  menandakan kehadiran cara-cara atau metode khusus untuk meraih tujuan tersebut. Bagi masyarakat yang mencari nilai tambah atas pengetahuan, informasi, dan data, metode tersebut diwujudkan melalui pembangunan sejumlah metode  kuantitatif dengan mengikuti pandangan ilmiah.

Pengambilan keputusan merupakan perwujudan dari fungsi kepemimpinan dalam organisasi. Seseorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijakan, dan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan. Tentunya dalam hal ini akan timbul berbagai permasalahan dan tantang yang harus dihadapi oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahannya dituntut untuk menangani permasalahan secara lebih dewasa, oleh karena itu pemimpin setidaknya harus memiliki beberapa ciri yang menunjukkan kedewasaan tersebut.

Kesuksesan dan kegagalan seseorang untuk memimpin dan mengarahkan bawahannya akan sangat tergantung kepada kedewasaan sikap dan tindakan dari keputusan yang akan diambilnya. Adapun ciri-ciri kedewasaan yang harus dimilik oleh seseorang pemimpin adalah sebagai berikut:
a.         Menghargai orang lain
      Seorang pemimpin yang baik harus bekerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa ia harus bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, kesanggupan dan kelemahan diri orang lain. Makn dewasa, akan semakin menghargai perbedaan yang ada tersebut dan tidak akan mencoba untuk membentuk orang lain agar sesuai dengan keinginannya sendiri dan tidak memperalat bawahan untuk kepentinganya sendiri.
b.         Sabar
Pemimpin yang dewasa dapat belajar menerima kenyataan bahwa untuk beberapa permasalahan memang tidak ada penyelesaian atau pemecahan yang mudah. Ia akan menghargai fakta dan akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi sebelum memberi saran pemecahan, dan menyadari adanya alternatif untuk mengambil keputusan.
c.         Penuh Daya Tahan
     Seorang  pemimpin  yang baik akan bangkit lagi dan akan sehat lagi setelah diterpa kemalangan yang bertubi-tubi dengan harapan dan daya tahan yang dimilikinya. Ia akan berusaha jujur dan tidak akan berpura-pura menerima kenyataan bahwa rasa sakit harus dipikul, kesalahan-kesalahan harus diperbaiki dan ia tidak akan membuang waktu untuk menyesali kesalahan yang sudah terjadi.
d.        Sanggup Mengambil Keputusan
     Seorang pemimpin yang bersikap dewasa harus berani dan sanggup untuk mengambil suatu keputusan, meskipun hanya menggunakan data atau informasi yang sangat minim dan ia harus sanggup memperhitungkan resiko dari keputusan yang sudah di ambil.
e.         Menyenangi Pekerjaan
     Seseorang yang memiliki emosi yang sehat atau memiliki kepribadian yang matang akan mengetahui bagaimana menikmati pekerjaannya, mengetahui bagaimana menemukan kepuasaan dalam melakukan tugas dengan baik dan merasa bangga melaksanakan tugas tersebut.
f.         Meminta tanggung jawab
Bagi mereka yang berkepribadian dewasa, segala kesuksesan dan kegagalan merupakan tanggung jawab mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa setiap orang memerlukan ketabahan dan kekuatan serta tempat berlindung pada saat-saat sulit, dan yang bertanggung jawab untuk menangani hal tersebut adalah dirinya sendiri.
g.        Percaya diri sendiri
Seorang pemimpin yang dewasa akan menyambut baik partisipasi orang lain, walaupun menyangkut pengambilan keputusan yang sulit. Hal tersebut terjadi karena merasa sangat yakin dan percaya terhadap kemampuan mereka sendiri sehingga tidak ada rasa takut untuk berkompetisi.
h.        Seimbang
Seorang pemimpin yang dewasa akan hidup dalam satu kehidupan yang seimbang, merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan dan tahu persis posisi dan peranannya di dalam perusahaan.
i.          Memiliki prinsip yang kuat
Seorang pemimpin yang dewasa tidak akan segan-segan untuk bersikap keras dan tegas dalam mengahadapi orang lain bila menyangkut keselamatan dan kelangsungan hidup perusahaan. Mereka memegang teguh prinsip-prinsip yang telah ditanamkan dan tidak kenal menyerah jika dihadapkan pada soal hidup matinya perusahaan.

C.      Teori pengambilan keputusan yang relevan dengan perubahan yang terjadi sekarang ini.

Kekuatan yang Dominan dan Strategi Memunculkan Kekuatan Dalam Era Perubahan. Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang lebih baik. Perubahan merupakan tanda dalam kehidupan yang selalu berlangsung secara tetap dan memerlukan keputusan. Apabila tidak terjadi perubahan, maka akan terjadi kemandegan dan kehidupan tidak akan berkembang. Perubahan dapat terjadi pada diri kita maupun di sekeliling kita, bahkan kadang-kadang tidak kita sadari bahwa hal tersebut berlangsung. Perubahan sudah merupakan fenomena global yang tidak bisa dibendung. Tidak ada satu organisasi pun yang kebal terhadap perubahan. Organisasi akan tenggelam apabila tidak bisa menyesuaikan dira sesuai dengan perkembangan lingkungan sejalan dengan perjalanan waktu.

Menurut Robbins (2001) tujuan perubahan lingkungan, di sisi lain mengupayakan perubahan perilaku karyawan . hal ini terkait dengan konsep adaptibilitas dan kapabilitas. Adaptibilatas adalah kemampuan sebuah organisasi untuk merasa dan memahami, baik lingkungan internal maupun eksternalnya dan mengambil tindakan untuk menciptakan kecocokan atau keseimbangan yang kebih baik antara kedua lingkungan tersebut. Sementara kompatibilitas mengacu kepada kemampuan suatu system social untuk mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai sebuah system yang kuat sambil melakukan penyesuaian yang diperlukan dengan lingkungan eksternalnya.

Menurut Kotter (1996), dewasa ini timbul kekuatan yang mendorong perubahan termasuk perubahan besar dalam organisasi sehingga memerlukan transformasi melalui upaya-upaya reengineering, restructuring, quality programs, merger and acquititions, strategic change dan culture change.

Pengambilan Keputusan dalam Organisasi apakah putusan dibuat untuk pribadi atau kelompok, sifat dari putusan itu sering ditentukan oleh peraturan-peraturan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, yang telah ditetapkan, intruksi-intruksi, yang telah diturunkan atau praktek yang berlaku. Untuk memahami pengambilan keputusan di dalam organisasi adalah bermanfaat untuk memandang bahwa pengambilan keputusan sebagai bagian dari keseluruhan proses administrasi. Fungsi khusus administrasi adalah mengembangkan dan mengatur proses pengambilan keputusan dengan cara yang seefektif mungkin. Proses pengambilan keputusan yang mulai dan berakhir dengan pertimbangan memerlukan kreativitas, keterampilan kuantitatif, dan wawasan. Menurut Oteng Sutisna (1989) pengambilan keputusan dilaksanakan dengan urut-urutan proses sebagai berikut:
a.        Identifikasi masalah
Sebelum suatu tindakan diambil, adalah perlu untuk menentukan secara khusus masalahnya, menganalisis situasi yang ada, mengembangkan alternatif-alternatif ini, dan memelihara rangkaian tindakan yang paling baik.
b.     Analisis Situasi dan Perumusan Masalah
Melibatkan suatu usaha yang sistematis untuk menyajikan fakta, opini, ide, tentang situasi yang ada bila itu diketahui, dan perkiraan-perkiraan tentang situasi itu bila fakta, opini, ide, itu sukar untuk diperoleh.
c.     Pengembangan dan analisis alternatif-alternatif
Dalam langkah ini, administrator diminta kesanggupannya untuk mengetahui cukup banyak alternative yang mungkin. Alternative yang telah dirumuskan itu kemudian di analisis, dan dinilai secara kritis atas dasar efektifitasnya yang mungkin dalam pemecahan masalah yang telah ditetapkan. Penggunaan diagram alir (Proses algoritma) dan program computer digunakan dalam tahapan ini.
d.     Pengambilan keputusan: memilih alternatif yang paling baik
Tahapan ini memerlukan keterampilan yang sama seperti langkah pertama, yaitu pertimbangan yang baik. Perbandingan alternatif-alternatif dan pilihan tindakan yang paling dikehendaki meminta suatu pandangan filosofi dari administrator.

Berdasarkan tahapan pengambilan keputusan tersebut di atas yang diikuti dengan kekuatan-kekuatan yang diidentifikasikan oleh kreitner dan Kinicki (2001) terbagi menjadi dua golongan, yaitu :

a.   Kekuatan eksternal (berasal dari luar organisasi)
Kekuatan eksternal yang memiliki dukungan pengaruh global menyebabkan organisasi berfikir tenteng inti dan proses dari bisnis dengan mana produk dan jasa dihasilkan. Kekuatan eksternal dibagi dalam empat faktor: 1) Demographic Characteristics (karakteristik demografi), unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat keterampilan, gender, migrasi, dan lain-lain, 2) Technological advancements (kemajuan teknologi)
Baik organisasi manufaktur maupun jasa semakin meningkat dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas. Mereka yang tertinggal dalam teknologi, terutama teknologi informasi akan mengalami kesulitan dalam persaingan seperti: 1) Market changes (Perubahan pasar); pentingnya ekonomi global adalah memaksa perusahaan mengubah cara mereka mengerjakan bisnis karena meningkatnya persaingan internasional. Perubahan pasar terjadi karena akibat merger dan akuisisi, perubahan kekuatan persaingan domestic dan internasional, atau terjadi karena resesi ekonomi. 2) Social and political pressures (tekanan social dan politik); tekanan social dan politik dapat tumbuh dari adanya perang, adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan, maupun tipologi kepemimpinan. Banyak organisasi menyewa pelobi dan konsultan untuk membantu mendeteksi dan merespon perubahan social dan politik.
b.   Kekuatan internal (bersumber dari dalam organisasi)
Kekuatan internal dating dari dalam organisasi. Kekuatan ini mungkin sifatnya lebih lunak, seperti rendahnya kepuasan kerja, atau dalam bentuk tanda seperti rendahnya produktivitas dan konflik. Kekuatan internal untuk perubahan dating dari hal-hal berikut: 1) Human resources problems/prospect (problem/prospek SDM).

Masalah ini bisa timbul karena persepsi pekerja tentang bagaimana mereka diperlakukan ditempat kerja dan kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasi. Ketidakpuasan pekrjaq terjadi karena terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan kerja. Organisasi harus merespon masalah ini dengan menggunakan berbagai pendekatan dalam desain pekerjaan, konflik peran dan ambiguitas. Organisasi harus mampu menghargai dan memberikan pengakuan kepada pekerja yang berprestasi. Managerial behavior/decisions (perilaku/keputusan managerial)

Konflik antara manajer dan bawahanya merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan, baik manajer maupun pekerja mungkin perlu interpersonal training, atau sekedar orang tersebut perlu dipisahkan. Kekuatan untuk perubahan dapat datang dari adanya konflik, kepemimpinan yang jelek, system penghargaan yang tidak adil, dan perlunya reorganisasi structural.

Memunculkan kekuatan individu, hendaknya kekuatan internal dalam organiasasi diperkuat dengan mengurangi konflik-konflik yang terjadi, baik antara karyawan maupun antara karyawan dan manajer. Disamping itu, perlu juga diadakan penambahan wawasan berupa interpersonal training, baik bagi karyawan maupun manager. Dengan tumbuhnya kekuatan individu di dalam organisasi, maka sekaligus akan lebih siap menjawab berbagai rintangan dari perubahan-perubahan yang datangnya dari eksternal organisasi.

Strategi pemunculkan kekuatan, kebanyakan organisasi yang berhasil adalah  mereka yang memfokus kepada mengerjakan apa saja yang menerima perubahan kondisi. Organisasi yang sukses dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan Learning Organization   (organisasi pembelajaran).

Terdapat beberapa hal yang dapat dilaksanakan oleh seorang manajer untuk menjadikan organisasinya menjadi suatu learning organization, di antaranya adalah  dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1)   Menciptakan strategi, dilakukan agar manajemen bersedia membuat komitmen secara eksplisit terhadap perubahan, melakukan inovasi, dan perbaikan terus menerus.
(2)   Merancang ulang struktur organisasi, dilakukan dengan meratakan struktur, membatasi, atau mengkombinasikan, departemen, dan menggunakan tim lintas fungsi, saling ketergantungan diperkuat, dan batas-batas diantara orang dikurangi.
(3)   Membentuk kembali budaya oragnisasi, dilakukan agar sebuah learning organization mempunyai karakteristik suka mengambil resiko, memperlihatkan keterbukaan dan pertumbuhan.
Ada 4 (empat) strategi pembelajaran yang perlu dilalui untuk menjadikan organisasi sebagai learning organization, yaitu sebagai berikut :
a)      Knowledge acquisition (penguasaan pengetahuan), ini merupakan proses yang dilakukan organisasi dengan menghimpun keahlian dari pekerjaanya untuk menciptakan cadangan sumber pengetahuan yang suatu saat dapat diambil apabila diperlukan.
b)      Information distribution, (distribusi informasi), karena informasi digunakan sebagai basis untuk perubahan, maka harus didistribusi kepada dan dipahami oleh mereka yang memerlukannya.
c)      Information interpretation, (interpretasi informasi) karena pembelajaran membawa perubahan secara efektif, pengetahuan tidak hanya harsu dikumpulkan, tetapi secara akurat juga harus di interpretasikan.
d)     Organizational memorization (pengingatan organisasional), hal ini mencerminkan perlunya wadah dimana pengetahuan dari sejarah organisasi disimpan sehingga dapat ditarik sebagai pelajaran apabila diperlukan untuk memulai perubahan.

Seseorang atau kelompok dalam kehidupan sehari-hari selalu berhubungan dengan keputusan, sebagian besar waktunya harus dicurahkan pada pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah, karena manusia dihadapkan pada lingkungan atau kondisi yang berbeda dengan permasalahan yang berbeda pula.

Salusu, (2000:45) mengatakan bahwa keputusan yang diambil kemungkinan tidak semua benar dan banyak mengandung kelemahan, namun sebagian manajer atau pimpinan berpendapat bahwa lebih baik membuat enam kesalahan dari sepuluh keputusan dari pada tidak membuat keputusan sama sekali. Pejabat atau manajer tersebut merasa puas karena dapat mengambil keputusan pada saat itu. Pandangan ini tentu dilandasi oleh suatu pertimbangan bahwa pengambilan keputusan perlu dan sering dilakukan agar ketajaman pengambilan keputusan seseorang sering terasah dan dapat mengambilan pelajaran dari keputusan-keputusan yang telah dilakukannya, hal ini akan mempertajam intuisi pengambil keputusan sehingga suatu saat kelemahan dalam pengambilan keputusan akan menjadi semakin berkurang.

Ungkapan tersebut di atas menggambarkan bahwa pengambilan keputusan merupakan aspek yang penting dalam kegiatan sehari-hari bagi manajemen maupun kegiatan perorangan. Pengambilan keputusan mempunyai arti yang penting bagi maju mundurnya suatu organisasi, karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan saat ini. Hebert Simon (1982:46-47) mengatakan bahwa pengambilan keputusan sangat penting dalam organisasi manapun, dan kewajiban memutuskan menyusupi keseluruhan organisasi administratif sama pentingnya dengan kewajiban bertindak, namun kewajiban memutuskan terkait secara integral dengan kewajiban bertindak.

Menurut Robins, (2003:173), Salusu, (2000:47), dan Razik dan Swanson, (1995:476) mengatakan bahwa pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memilih sejumlah alternatif, cara bertindak sesuai dengan konsep, atau aturan dalam menyelesaikan masalah untuk mencapai tujuan individu atau kelompok yang telah dirumuskan dengan menggunakan sejumlah teknik, pendekatan dan metode tertentu serta mencapai tingkat penerimaan yang optimal. Robins, (2003:173), Salusu, (2000:47), dan Razik dan Swanson, (1995:476)

Menurut Razik dan Swanson, (1995:477) Pengambilan keputusan melibatkan aktivitas mental yang memahami situasi dan struktur suatu keputusan dan kemudian mengevaluasi hal-hal yang lebih sesuai untuk menghasilkan pertimbangan dan mengatasi masalah. Hal ini menyangkut penerapan keputusan  tersebut dalam berbagai bidang termasuk pendidikan, manajemen ,politik, dan ekonomi. Jika suatu kerangka keputusan telah dibuat haruslah ditindaklanjuti dengan tindakan. Dengan kata lain keputusan mempercepat diambilnya suatu tindakan sehingga mendorong lahirnya gerakan dan perubahan, Penegasan ini menekankan bahwa tindakan harus dilakukan  jika saatnya sudah tiba (sudah ada keputusan) dan tidak dapat ditunda lagi. Menurut Inbar Salusu, (2000:48) bahwa pengambilan keputusan itu hendaknya dipahami dalam dua pengertian, yaitu: 1) penetapan tujuan yang merupakan cita-cita, dan 2) pencapaian tujuan melalui implementasinya, Jadi secara singkat dapat dipahami bahwa keputusan itu dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan

Secara sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yg senantiasa terjadi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal tersebut sebagai konsekuensi logis dari dinamika perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan bersifat kompleks. Pengambilan keputusan dalam hal ini merupakan salah satu bentuk respon manusia terhadap lingkunganya.

Keputusan yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan selanjutnya. Fred Luthans dan Keith Davis (1996) mengemukakan bahwa “Decision making is almost universally definied as chosing between alternatives”, artinya bahwa pengambilan keputusan itu adalah memilih di antara berbagai alternative. Sementara menurut Garry Desler (2001) , “Decision making is the process of developing and analyzing alternatives and choosing from among them”. Di lain pihak, Wayne K Hoy dan Cecil G. Miskel (1982) menjelaskan bahwa pengembilan keputusan merupakan siklus kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik secara individu maupun kelompok dalam semua tingkat dan bentuk organisasi.

Berdasarkan pandapat di atas, kata kunci yang dapat diambil adalah adanya pemikiran rasional sebagai hal yang penting. Pemikiran yang rasional merupakan landasan dalam membuat keputusan, karena pilihan terhadap berbagai alternative yang tersedia didasarkan pada pertimbangan untung-rugi, atau manfaat dan konsekuensi yang menyertai setiap pilihan. Kata kunci lain adalah adanya pilihan (Choice ). Memilih berarti menentukan satu dari beberapa hal yang ada atau tersedia.

Menurut Herbert A. Simon (1977), sesuatu yang dipilih ditentukan oleh pertimbangan selera dan rasionalitas individu. Bisaanya selera dan rasionalitas tersebut merujuk pada hal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan masyarakat.

Proses pengambilan keputusan pada seorang individu (manusia) berorientasi kepada tingkat kedewasaan individu yang bersangkutan. Barometer atau ukuran kedewasaan dapat dilihat dari aspek fisik maupun psikis, secara psikis, kedewasaan seseorang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu dari aspek kognitif  (pikiran dan penalaranya), aspek afektif dan emosinya, serta dari aspek psikomotorik (perilakunya). Apabila ketiga aspek ini sudah lebih seimbang dalam diri seseorang (terintegrasi) dengan baik sesuai taraf perkembanganya, maka dikatakan dewasa atau matang sesuai usia perkembanganya.

Menurut Anne W. Gormly dan David M. Brodzisky (1993), secara biologis, fase pengambilan keputusan bagi seorang manusia (Decision Years) terjadi pada rentang usia 18-40 tahun. Jadi secara rasionalitas seseorang sudah dianggap matang untuk mengambil keputusan sekitar usia pendidikan tingkat SLTA.

Manusia selalu menghadapi pengambilan keputusan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a.       Faktor Psikologis, bahwa setiap manusia mempunyai perbadaan-perbedaan pendapat, ide, gagasan, serta keinginan sehingga akan memunculkan perbedaan dalam pandangan.
b.      Faktor Sosiologis, bahwa kepribadian setiap manusia memiliki keinginan dan penghargaan dalam setiap aktivitas kehidupannya dengan tujuan untuk meningkatkan peran sosialnya di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini di dasarkan kepada pendapat Soerjono Soekanto ( 2005 : 185 ) yang menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologi, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu, kepribadian mencakup kebisaaan-kebisaaan, sikap dan lain-lain sifat yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang  tadi berhubungan dengan orang lain, wujud perilaku tersebut dinamakan peranan. Pendapat tersebut  di atas dapat disimpulkan bahwa peranan individu dalam setiap kehidupan masyarakat yang menghasilkan perbedaan pendapat sehingga akhirnya jika masing-masing individu tersebut  berkumpul dalam suatu wadah maka mereka akan memunculkan peranan masing-masing pada akhirnya akan menciptakan suatu kompromistis peranan yaitu pengambilan keputusan.
c.       Faktor Institusional/organisatoris, bahwa pengambilan keputusan mempunyai arti yang sangat penting bagi maju mundurnya suatu organisasi, pandangan J. Salusu (2006:47) menyatakan bahwa dalam organisasi di butuhkan alternatif cara dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi, adanya pengambilan keputusan disebabkan oleh: 1) Adanya masalah dalam organisasi, 2) Bagaimana langkah penyelesaiannya dalam organisasi, 3) Adanya target dan tujuan yang hendak di capai secara efektif dan efisien

Stephen P Robbins (1996:24) menyatakan bahwa manusia selalu berhadapan dengan pengambilan keputusan, hal ini di dasari oleh adanay persepsi, persepsi adalah suatu proses dengan nama individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Selanjutnya di jelaskan bahwa individu-individu mungkin memandang pada suatu benda yang sama tetapi mempersepsikannya secara berbeda, hal ini di sebabkan oleh faktor dari perilaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang di persepsikan, atau dalam situasi mana persepsi di lakukan.

Adapun faktor-faktor persepsi dapat di jelaskan sebagai berikut :
a).  Faktor pada persepsi meliputi: Sikap, Motif, Kepentingan, Pengalaman, Pengharapan.
b).  Faktor dalam situasi meliputi: Waktu, Keadaan/tempat kerja, Keadaan sosial
c).  Faktor target meliputi: Hal-hal baru, Gerakan, Bunyi, Ukuran, Latar belakang, Kedekatan.

Bagaimana kaitan persepsi dengan pengambilan keputusan?, Robbins (1996:134) menyatakan bahwa setiap individu dalam organisasi mengambil keputusan, dan kualitas pilihan terakhir mereka, sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada faktor persepsi dari tiap individu.

Teori pengambilan keputusan yang relevan dengan perubahan yang terjadi sekarang ini menurut penulis adalah pengambilan keputusan yang benar tidak saja didasarkan pada persepsi setiap individu atau kelompak tetapi juga harus memperhatikan proses pengambilan keputusan, dampak dari keputusan tersebut, serta risiko baik proses selama pengambilan keputusan maupun akhir dari terlaksananya keputusan tersebut.

E.            Analysis Hierarchy Process (AHP) Merupakan salah satu analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan AHP dapat digunakan sebagai alat solusi dalam masalah  pendidikan, dan AHP membutuhkan algoritma.
Para pimpinan yang berfikir pragmatis dan menginginkan jawaban yang cepat dan akurat dalam menyelesaikan masalah, sering kali mempertanyakan apakah suatu persoalan yang sama dihadapi seseorang atau kelompok akan menghsilkan model hirarchy  dan skala prioritas yang sama untuk orang lain?. Keingintahuan ini sama artinya dengan menjawab pertanyaan apakah dapat berlaku hukum pembangunan model proses analitis secara berjenjang ata suatu masalah yang diasumsikan memiliki struktur yang sama? Jawabannya adalah tidak. Pemecahan tujuan menjadi sub tujuan, penentuan kritria dan sub kriteria, serta penetapan alternatif pilihan yang akan diranking, merupakan suatu seni ilmiah  (scientific art), dan bukan sekedar pengetahuan umum. Hal ini menandakan bahwa pengetahuan dan kecerdasan bukan faktor utama penentu kemahiran melakukan analisis berjenjang. Pengetahuan, keahlian dan paling utama pengasahan bakat seseorang akan sangat membantu dalam membuat AHP yang yang tepat yang dapat mencerminkan realitas. Hal ini yang akan membawa seorang manajer atau seorang pimpinan menjadi akhli dalam AHP yang baik.

AHP merupakan salah satu analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya,  dan AHP dapat digunakan sebagai alat solusi dalam masalah  pendidikan, dan AHP membutuhkan algoritma. Hal ini sangat bisa digunakan dalam pemecahan masalah pendidikan karena analisis bidang pendidikan juga terdapat pemecahan tujuan menjadi sub tujuan, penentuan kriteria dan sub kriteria, serta penetapan alternatif pilihan yang akan diranking dalam memecahkan masalah pendidikan dngan tingkat preferensi seperti yang dikemukakan oleh Rizky Dermawan (2005:101) yaitu equal importance, moderate importance, strong importance, very strong importance,extream importance.
Proses AHP tersebut sangat membutuhkan apa yang disebut algoritma dimana proses algoritma adalah penyederhanaan proses dengan menggunakan simbol-simbol yang dalam istilah penelitian dikenal dengan kerangka pikir, atau dalam istilah pemrograman  secara komputerisasi kita kenal dengan flowchart.

Jogiyanto (1999:1) Komputer adalah system elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya dan menghasilkan output di bawah pengawasan suatu langkah-langkah instruksi-instruksi program yang tersimpan di memori (stored program).

Algoritma dalam bidang pemrograman menurut Edy Mastoni (2005:12) didefinisikan sebagai suatu metode khusus yang tepat dan terdiri dari serangkaian langkah yang terstruktur dan dituliskan secara sistimatis, yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan bantuan computer.

Proses dari masalah sampai menjadi suatu algoritma disebut tahap pemecahan masalah, sedangkan taha dari algoritma sampai mnjadi program computer disebut taha implementasi.

Algoritma pemrograman yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) tepat, bnar, sederhana, standard an efektif; 2) logis, terstruktur, dan sintesis; 3) semua operasi teridentifikasi; 4) semua proses harus berakhir setelah sejumlah langkah dilakukan; 5) ditulis dalam bahasa standar dengan format pemrograman agar mudah diimplementasikan dan tidak menimbulkan arti atau bisa maupun ganda. 

Flowchart Program adalah suatu skema atau bagan yang menggambarkan urutan kegiatan dari suatu program dari awal sampai akhir. Simbol-simbol yang digunakan dalam flowchart program adalah sebgai berikut:




Penyajian Algoritma. Penyajian algoritma dalam bentuk tulisan bisaanya menggunakan metode English structure, sedangkan penyajian algoritma dalam bentuk gambar atau symbol bisaanya menggunakan metode flowchart program.

English Structure basisnya adalah bahasa inggris, tetapi boleh juga menggunakan bahasa lain sesuai dengan bahasa Negara masing-masing, oleh karena bahasa manusia yang digunakan sebagai dasar pembuatan algoritma, maka English structure lebih tepat untuk menggambarkan suatu algoritma yang akan dikomunikasikan kepada pemrogra maupun pemakai program.

Algoritma sebagai Alur Pikir dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan komputer dalam pemecahan masalah pendidikan, potensi teknologi informasi sering dikaitkan dengan inovasi dan penciptaan pengetahuan. Kita dapat mengaitkan teknologi dengan aktifitas penciptaan pengetahuan melalui proses perolehan (akuisisi) dan konversi pengetahuan. Selain itu, proses inovasi juga sering ditentukan oleh kreativitas para pegawai dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Setiap teknologi informasi mensyaratkan bahwa pemakainya menyadari potensi teknologi tersebut dan memiliki gambaran tentang hal itu. Untuk menyadari potensi dalam sebuiah teknologi diperlukan informasi lengkap tentang teknologi itu sendiri, sehingga komponen “pengetahuan kesadaran” (awareness knowlwdge) ini sering disebut juga sebagai konteks teknologi. Sedangkan untuk memiliki “pengetahuan tata cara penggunaan” (how to knowledge) diperlukan sekaligus pengetahuan tentang organisasi yang menggunakan teknologi dan potensi inovasi dari penggunaan teknologi tersebut. Dalam hal ini, penggunaan teknologi computer merupakan “teknologi informasi” untuk mengakomodasi kepentingan organisasi.

Sumber inovasi dari teknologi di dalam sebuah organisasi bukan terletak pada teknologinya, tetapi pada pemakai teknologi (technology users) pada  saat menterjemahkan konteks teknologi ke dakam pekerjaan mereka. Oleh karewn itum diperlukan adanya sebuah logika yang bisa nenterjemahkan permsalahan kepada bahasa pemrograman computer.

Dalam menyelesaikan masalah dengan bantuan computer, langkah pertama yang di lakukan adalah  dengan membuat desain (rancangan). Desain menyajikan cara berfikir pemrograman dalam menyelesaikan masalah. Desain itu berisi urutan langkah-langkah pencapaian solusi yang ditulis dalam notasi-notasi deskriptif tg dinamakan algoritma. Notasi algoritma bukan notasi bahasa pemrograman, sehingga siapa pun dapat membuat notasi algoritma yang berbeda.

Merancang sebuah algoritma, ada tiga komponen yang harus ada yaitu: 1) Komponen masukan (input), bisaanya terdiri dari pemilihan variable, tipe variable, konstanta dan parameter, 2) Komponen keluaran (output), merupakan tujuan dari perancangan algoritma dan program. Permasalahan yan diselesaikan dalam algoritma dan program harus di tampilkan dalam komponen keluaran. Karakteristik keluaran yang baik adalah  benar (menjawab permsalahan) dan tampilan yang ramah dan enak (user friendly).

Komponen proses (processing), merupakan komponen utama dan terpenting dalam merancang sebuah algoritma. Dalam bagian ini terdapat logika masalah, logika algoritma (sintaksis dan semantic), rumusan, metode (rekursi, perbandingan, penggabungan, pengurangan, dll.)

Potensi teknologi informasi sering dikaitkan dengan inovasi dan penciptaan pengetahuan. Kita dapat mengaitkan teknologi dengan aktifitas penciptaan pengetahuan melalui proses perolehan (akuisisi) dan konversi pengetahuan. Selain itu, proses inovasi juga sering ditentukan oleh kreativitas para pegawai dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Setiap teknologi informasi mensyaratkan bahwa pemakainya menyadari potensi teknologi tersebut dan memiliki gambaran tentang hal itu. Untuk menyadari potensi dalam sebuiah teknologi diperlukan informasi lengkap tentang teknologi itu sendiri, sehingga komponen “pengetahuan kesadaran” (awareness knowlwdge) ini sering disebut juga sebagai konteks teknologi. Sedangkan untuk memiliki “pengetahuan tata cara penggunaan” (how to knowledge) diperlukan sekaligus pengetahuan tentang organisasi yang menggunakan teknologi dan potensi inovasi dari penggunaan teknologi tersebut. Penggunaan teknologi komputer merupakan “teknologi informasi” untuk mengakomodasi kepentingan organisasi.

Sumber inovasi dari teknologi di dalam sebuah organisasi bukan terletak pada teknologinya, tetapi pada pemakai teknologi (technology users) pada  saat menterjemahkan konteks teknologi ke dakam pekerjaan mereka, oleh karena itu diperlukan adanya sebuah logika yang bisa menterjemahkan permsalahan kepada bahasa pemrograman komputer.

Langkah penyelesaikan masalah dengan bantuan komputer adalah membuat desain (rancangan). Desain menyajikan cara berfikir pemrograman dalam menyelesaikan masalah. Desain itu berisi urutan langkah-langkah pencapaian solusi yang ditulis dalam notasi-notasi deskriptif tg dinamakan algoritma. Notasi algoritma bukan notasi bahasa pemrograman, sehingga siapapun dapat membuat notasi algoritma yang berbeda. Dalam merancang sebuah algoritma, ada tiga komponen yang harus ada yaitu :

1.        Komponen masukan (input), bisaanya terdiri dari pemilihan variable, tipe variable, konstanta dan parameter.
2.        Komponen proses (processing), merupakan komponen utama dan terpenting dalam merancang sebuah algoritma. Dalam bagian ini terdapat logika masalah, logika algoritma (sintaksis dan semantic), rumusan, metode (rekursi, perbandingan, penggabungan, pengurangan, dll.)
3.        Komponen keluaran (output), merupakan tujuan dari perancangan algoritma dan program. Permasalahan yan diselesaikan dalam algoritma dan program harus di tampilkan dalam komponen keluaran. Karakteristik keluaran yang baik adalah  benar (menjawab permsalahan) dan tampilan yang ramah dan enak (user friendly).

Tuntutan perubahan yang memberikan kompleksitas masalah perlu dilakukan dengan kegiatan algoritma. Bagaimana proses algoritma dan fungsi komputer dalam hal ini ?. Pandangan Tilaar (2005)  bahwa globalisasi telah membawa perubahan yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia abad ke-21. Globalisasi menuntut adanya perubahan di dalam pribadi manusia itu sendiri bagaimana ia memandang dunia ini, dimana kehidupan yang selalu berubah. Globalisasi meminta individu, organisasi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi masyarakat termasuk Negara meninjau kembali paradigma-paradigmanya. Globalisasi telah memicu ilmu pengetahuan dan teknologi secara timbal balik dimana pengetahuan membutuhkan teknologi, dan teknologi mendukung pengetahuan.

Dedi Supriadi (1997:125) era teknologi dibutuhkan kreatifitas keilmuan yang tujuannya adalah untuk menciptakan relevansi dengan usaha untuk melakukan perubahan-perubahan yang konstruktif dalam berbagai bidang kehidupan, dengan tujuan meningkatkan martabat kehidupan manusia.

Berdasarkan dua pandangan di atas maka fungsi algoritma adalah untuk membantu manusia dalam memecahkan segala permasalahan yang berhubungan dengan angka-angka yang tidak dapat diselesaikan baik secara manual maupun dengan alat hitung yang memilik batas perhitungan.

Fungsi komputer itu sendiri dapat dirasakan sebagai alat bantu dalam pemrosesan data sehingga efektifitas dan efisiensi pekerjaan serta kecepatan pekerjaan akan dapat diselesaikan dalam hitungan detik. Kesimpulannya adalah algoritma dan komputer sama-sama memiliki fungsi untuk membantu manusia dalam menyelesaikan segala macam masalah yang berhubungan dengan aktifitas mereka masing-masing terutama dalam rangka pengambilan keputusan yang cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.


E.            Data Terprogram dan Data yang Tidak Terprogram

Masyarakat kita pada saat ini cara utama untuk meraih kesuksesan dengan benar adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitaif-evaluasi numerik alam memecahkan masalah, menentukan alternatif pilihan, menetapkan perencanaan strategis, dan mencapai seluruh tujuan. Pemecahan masalah  dan pengambilan keputusan akan lebih terbantu bila metode kuantitatif digunakan sebagai alat bantu analisis.

Banyak model yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan dan malakukan perencanaan strategis. Data terprogram  tentunya berbicara tentang data kuantitatif yang telah diolah sebagai bahan analisis dengan melalui tahapan input, proses dan out-put. Data terprogram tersebut akan mempermudah dalam menentukan pengambilan keputusan bagi seorang pimpinan.

Pengambilan keputusan oleh para pimpinan dengan menggunakan data terprogram melalui komputerisasi akan sangat mudah karena data sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan tersebut sudah terprogram sesuai dengan yang di harapkan, dan yang membedakan adalah data apa yang dibutuhkan, dan jenis informasi apa yang diharapkan, serta sistem yang digunakan untuk pengolahan data yang terprogram tersebut. Secara statistik matematis data yang sifatnya kuantitatif dapat dilakukan melalui komputerisasi sehingga data tersebut akan membentuk apa yang disebut data-base, dimana data yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan sudah tersedia dalam bentuk numerikal.

Bagaimana dengan data yang tidak terprogram? Bisaanya data tersebut juga sangat penting sebagai data pendukung melakukan analisis dalam proses pengambilan keputusan  yang benar-benar menghasilkan atau mencapai tujuan yang diharapkan, hanya saja data yang tidak terprogram dalam waktu tertentu dalam pencariannya memerlukan proses yang relatif lama, sedangkan data terprogram dengan berbasis komputerisasi dengan sangat mudah untuk diperoleh.

F.        AHP (Analytic Hierarchy Process) adalah Kombinasi dari Pendekatan Kuantitatif   dan Kualitatif dalam Memecahkan Masalah Penelitian

Model pengambilan keputusan yang strategis memiliki manfaat yang tinggi dalam menyelesikan masalah dan membantu penentuan alternatif keputusan. Model kuantitatif dan kualitatif yang digunakan dalam menentukan pengambilan keputusan menurut Rizky Dermawan (2005:i) antara lain: 1) Linear Programming dan Simplex, 2) Decision Tress, 3) Queuing Theory, 4) Analytic Hierarchy Process (AHP), 5) Risk Analisis Model, dan 6) markov Chains.

AHP ini merupakan proses analisis berjenjang  yang diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970an. Ciri khas dari model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang dan terstruktur atas variabel-variabel keputusan. Ide dasar dari model ini memiliki konsep taksonomi (taxonomi) yang pda intinya merupakan permodelan secara bertingkat atas organisme. Dalam model ini proses analisis terhadap suatu masalah dilakukan secara berjenjang dan terstruktur, dimana dasar konsep matematis yang dipakai adalah matriks (matrix) yang jika dipahami dngan benar mak akan konsep matriks akan membantu dalam memahami sejumlah konsep dasar dan pengunaan dari model kuantitatif ini.

Bangun dasar disiplin pengambilan keputusan adlah pengetahuan dan pemahaman tentang sub-sub sistem yang membentuk sebuah sistem  yang kompleks. Pengambil kebijakan pada dasarnya berusaha mencari pola khas yang dapat memperlihatkan relasi antar variabel (hubungan antar variabel)  yang membentuk masalah. Mengetahui sampai ke akar-akarnya penyebab dari masalah yang merupakan langkah awal penyelesaian masalah. Sistem yang komplek akan memberikan ruang atau peluang kepada pimpinan untuk menghasilkan metode pengambilan keputusan yang tepat dengan analisis yang terstruktur.

Pengambilan keputusan dengan model pendekatan AHP sangat penting dalam pemecahan masalah secara kuantitatif dan kualitatif karena klasifikasi utama dari Hirarchy ini adalah 1) jenjang struktural (Structural) sebagai proses pemecahan masalah pada variabel-variabel ke dalam bagian unsur pokok menurut urutan yang jelas, 2) jenjang fungsional (Funcional) terdiri ari pemecahan  sistem yang kompleks kedalam unsur-unsur pokok menurut hubungan esensial yang ada di dalam sistem tersebut.

Secara standar beberapa langkah yang digunakan untuk proses pengambilan keputusan oleh seorang pimpinan dalam hal pemecahan masalah dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif adalah sebagai berikut:
a.       Tentukan tujuan utama yang hendak dicapai atau diwujudkan, apa yang hendak diraih, mengapa tujuan tersebut penting untuk iraih, dan sebagainya.
b.      Identifikasi bagian-bagian dari tujuan dimana setiap tujuan utama selalu dihadapkan pada sejumlah batasan atau masalah. Batasaan dan masalah ini yang disebut dengan sub tujuan atau faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan.  Dalam tahapan ini tentukan juga cakupan waktu yang mempengaruhi yujuan apakah tujuan jangka pendek, menengah atau jangka panjang.
c.       Melakukan identifikasi kriteria atau faktor, dan sub kriteria secara jelas dan rinci. Langkah ini membutuhkan pengelompokan sub kriteria berdasarkan apa yang dikehendaki.
d.      Melakukan identifikasi alternatif pilihan yang memungkinkan; sejak dari proses analitis secara berjenjang yang merupakan metode perbandingan antar alternatif pilihan, maka ditentukan pula alternatif pilihan yang diasumsikan memiliki ”nilai yang sama”.
e.       Tentukan dan melakukan identifikasi konsekuensi  dan risiko atas setiap kriteria dan laternatif yang di ambil.
f.       Tentukan pola relasi antar tujuan , variabel keputusan dan alternatif pilihan
g.      Tentukan evaluasi numeris manfaat dan biaya (cost and benefit) dari setiap alternatif solusi.
h.      Tentukan keputusan akhir berdasarkan hasil perbandingan nilai numeris yang tersedia, dan bandingkan juga nilai risiko yang terkandung dalam setiap alternatif  solusi.
i.        Keputusan akhir akan didasarkan atas alternatif yang memberikan  niai manfaat terbesar bila manfaat yang kita jadikan acuan, pilih alternatf yang memberikan nilai biaya terkecil jika biaya yang menjadi ukuran, dan melihat risiko terkecil apabila risiko menjadi patokan pilihan.

Secara individual atau kelompok, langkah pengambilan keputusan dengan HAP tersebut dapat diusahakan untuk diikuti, karena proses analitis secara berjenjang yang dilakukan secara berkelompok juga akan lebih berhasil dilakukan bila permodelan dengan  AHP dilakukan melalui partisipasi aktif banyak orang. Hal tersebut dapat diperoleh melalui brainstorming atau metod Delphi.

Model AHP yang dibuat berdasarkan ojek dari penelitian yang akan dilaksanakan akan sangat baik untuk memecahkan permasalahan yang berorientasi pada penggunaan data kuantitaif atau dengan data dasar data kualitatif yang dikuantitatifan berdasarkan peraturan dan metodologi yang digunakan. Terlebih jika mengikutlangkah standar yang ditentukan seperti di atas. Analisis dengan AHP ini harus memiliki prinsip konsistensi dengan metode analisis yaitu dengan matriks perbandingan, penggunaan nilai skala perbandingan. AHP ini juga dapat digunakan mengengingat model ini tidak ada batasan dalam menentukan tingkatan hirarhi, dan jenjangnya bersifat fleksibel.

E.            Kekuatan Dalam Pengambilan keputusan

Tingkat kedewasaan manusia  yang mendukung pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan terkait dengan proses pemilihan atas sejumlah alternatif yang  dianggap paling menguntungkan., Karena itu dibutuhkan kemampuan  tertentu dari seseorang atau pimpinan untuk dapat mengidentifikasi pilihan  yang memiliki kelemahan yang paling kecil, Menurut Siagian (1988:39) agar pengambilan keputusan mencapai sukses harus memperhatikan  “sepuluh hukum“ hubungan kemanusiaan  yaitu: 1) adanya sinkronisasi antara tujuan organisasi dan tujuan individu  dalam organisasi, 2) adanya suasana dan iklim kerja yang menggembirakan; 3) interaksi bawahan dan atasan padu secara formal dan informal; 4) manusia tidak dapat diperlakukan seperti mesin; 5) kemampuan bawahan harus dikembangkan secara optimal; 6) pekerjaan dalam organisasi hendaknya bersifat menantang; 7) adanya pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang berprestasi; 8 ) perlunya kemudahan dalam pekerjaan agar orang dapat bekerja  dengan baik; 9) adanya prinsip the right man on the right place; 10) kesejahteraan dengan pemberian balas jasa yang setimpal.

Uraian yang dikemukakan Siagian di atas  hanya dapat diterapkan oleh mereka yang sudah memiliki banyak pengalaman/matang atau dewasa dalam pengambilan keputusan, dan banyak diterapkan pada organisasi yang lebih modern, dan dilakukan oleh pengambil keputusan  yang memiliki kearifan atau yang lebih demokratis. Untuk persoalan yang cukup sulit sebagian dari manajer atau pemimpin menggunakan intuisi dalam mengambil keputusan, Hal ini tentunya tidak mudah karena  banyak dipengaruhi pengalaman  mengambil keputusan yang tidak lain tentunya ada pada orang yang matang/ dewasa. Disamping itu pula pengambilan keputusan menurut Prof. Dr.H.Moch Idochi Anwar, MPd harus didasarkan kepada pembatas yang berupa  : Nilai Religi, Nilai Etik, Nilai Budaya, dan Nilai Kebisaaan  sehingga keputusan tersebut acceptable.

Menurut Brinckloe  (1977) seorang eksekutif dapat membuat keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pendekatan sebagai berikut:1) Fakta, 2) Pengalaman; 3) Intuisi, 4) Logika. Untuk itu diperlukan kematangan, kejelian dan pengalaman  yang tentunya tiap individu punya kemampuan dan pengalaman yang berbeda sehingga keputusan yang diambilpun akan berbeda karena kekuatan pengambilan keputusanpun tergantung pada:
a. Kekuatan Individu (personal maupun manajerial).
b. Kekuatan Kelompok (Politik atau suku bangsa);
c. Kekuatan lingkungan.

E,    Teori pengambilan keputusan yang relevan dengan masalah pendidikan
Proses pendidikan mendorong  tingkat kedewasaan manusia dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan berorientasi kepada tingkat kedewasaan manusia, kompleksitas perubahan akan terjadi menuntut kedewasaan tersebut, bagaimana tingkat kedewasaan manusia yang mendukung pengambilan keputusan.

Sebelum membahas tingkat kedewasaan dan keputusan, terlebih dahulu akan diulas tentang batasan dan karakter kedewasaan manusia secara psikologis dimana dalam pandangan Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007:5.3) yang menyatakan bahwa kelompok dewasa di bagi menjadi 2, yaitu :
a.         Dewasa muda (usia 20 tahun sampai 40 tahun)
b.        Dewasa (usia 40 tahun sampai usia 65 tahun)

Dijelaskan pula bahwa setiap rentang usia memiliki karakteristik sendiri, tetapi karakteristik tersebut tidak sedinamis dan beragam seperti karakteristik seperti perkembangan pada rentang-rentang usia sebelumnya. Hampir seluruh aspek kepribadian mencapai puncak kematangan pada akhir masa adolesen, atau pada awal masa dewasa muda. Pada prinsipnya, pada usia dewasa, terutama dewasa muda perkembangan masih berlangsung, pada usia dewasa ada aspek-aspek tertentu yang berkembang secara normal, aspek-aspek yang lainnya berjalan lambat atau berhenti, bahkan ada aspek-aspek yang mulai menunjukan terjadinya kemunduran-kemunduran.

Aspek jasmaniah mulai berjalan lambat, berhenti dan secara berangsur-angsur menurun. Aspek psikis (Intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus berkembang, walaupun tidak dalam benetuk penambahan atau peningkatan kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas. Pada akhir masa dewasa muda (sekitar 40 tahun), kekuatan aspek-aspek psikis pun secara berangsur ada yang mulai menurun, dan penurunannya cukup drastis pada  akhir usia dewasa. Selanjutnya perkembangan manusia itu sendiri di bagi menjadi 4, yaitu: 1) Perkembangan fisik, 2) Perkembangan intelektual, 3) Perkembangan moral, 4) Perkembangan karir

Kompleksitas perubahan yang terjadi baik pada diri secara individu, kelompok ataupun lingkungan sangat menentukan seseorang dalam pengambilan keputusan, meskipun keputusan tersebut sangat berbeda antara satu dengan yang lain.

Menurut Nursid Sumaatmadja dalam bukunya “Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi“, pendidikan diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan dan kematangan. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam mekanisme “Pendidikan“, terdapat proses-proses  kegiatan, perilaku yang dikembangkan (diubah) meliputi sikap, keterampilan, pengetahuan, subjek objek pelaku, meliputi individu, anggota masyarakat, peserta didik, orang yang lebih tua ;cara, teknik, metoda yang diterapkan, pembakuan (standar) yang menjadi ukuran ,yaitu nilai serta norma, dan akhirnya ada tujuan yang dicapai, yaitu kedewasaan, kematangan, perilaku yang diharapkan.  

Berikut ini akan di sajikan dari intisari pendapat Schaine, Cattel, dan Horn, Kohlberg dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007:5.3–5.9) tingkatan perkembangan manusia dalam bentuk matrik:


No
Usia
Perkembangan
Fisik
Intelektual
Moral
Karir
1
Anak dan remaja
Perkembangan fisik telah lengkap sampai pada masa adolesen
Kemampuan berfikir kognitif pada taraf What I need To Know, sebatas menguasai pengetahuan tetapi belum digunakan.
Perkembangan moral kognitif
Belajar merupakan tuntutan dan karakteristik utama
2
Dewasa muda
Fungsi perkembangan fisik terus berjalan sesuai dengan jenis pekerjaan
Kemampuan berfikir kognitif pada taraf  How I Should I Use What I Know. Tahap penguasaan (Achieving)
Perkembangan moral
Persiapan pengembangan karir
3
Dewasa
Pengembangan fungsi keturunan sudah mulai matang
Kemampuan berfikir kognitif pada taraf Why I Should I Know, responsible  dan Executive
Pengalaman moral
Perkembangan karir
4
Usia lanjut
Fungsi organ tubuh mulai berkurang
Kemampuan berfikir kognitif pada taraf  Wisdom, reintegrasi.
Perbuatan moral
-

Pendidikaan sebagai  suatu poses kegiatan pemberdayaan manusia peserta didik menjadi SDM yang cocok untuk segala lingkungan dan perkembangan jaman, harus dilandasi nilai-nilai yang sesuai dengan hakikat manusia selaku makhluk social budaya. Berdasarkan hal tersebut kajian dan perencanaan pendidikan dilakukan melalui pendekatan interdisipliner yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, budaya, dan moral  Kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psycho-fisical yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental-psychologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan ( Sumaatmadja, 2000:22). Lingkungan memberikan nuansa yang dominant dan signifikan terhadap pembinaan  individu menjadi pribadi. Lingkungan, dalam hal ini lingkungan hidup manusia, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat  dan pertumbuhan manusia yang bersangkutan, oleh karena itu manusia lain, benda-benda hasil budaya, peraturan, udara, air, panas matahari, dan lainnya yang ada disekitar manusia, termasuk lingkungan hidup manusia. Dengan demikian kita membedakan antara lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam, oleh karena itu pengaruh lingkungan akan membentuk kepribadian dan kematangan/kedewasaan seseorang, apakah sebagai individu atau sebagai bagian dari anggota masyarakat

Peranan strategis pendidikan memberikan kesempatan yang luas dan besar dalam membentuk kepribadian dan pembinaan sumberdaya manusia , hanya saja lingkungan sosial budaya ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembinaan tersebut. Alvin Tofler (1970) , mengemukakan bawa pembangunan telah membawa beberapa akibat, di antaranya: membuang berbagai jenis barang padahal barang tersebut masih dapat dimanfaatkan, bekerja  terlalu keras sehingga rekreasi terabaikan, demikian juga terhadap kehidupan social, keagamaan semakin berkurang, kehidupan kemasyarakatan semakin terbatas baik dengan tetangga maupun dengan masyarakat luas.

Kehidupan sosial tidak lagi dalam “ ikatan emosional “ tetapi cenderung bersifat fungsional, manusia jarang membantu orang lain padahal ia bisa memberikan bantuan, dan oleh Tofler situasi ini disebutnya dengan Modularman.

Keadaan yang demikian membuat orang menjadi stress, sehingga mempengaruhi kualitas kehidupan bermasyarakat. Beberapa akibat dari permasalahan ini pada kehidupan manusia menurut Ancok, (1993:37-38) adalah meningkatnya kasus perilaku berikut: 1) kriminalitas, 2) perilaku kekerasan, 3) kenakalan, 4) bunuh diri, 5) pembunuhan terhadap orang lain, 6) hubungan sks dengan anak sendiri, 7) penyiksaan anak, 8) penyiksaan orang tua, 9) anak-lari dari rumah,  10) perkosaan, 11) kecanduan narkoba, 12) perceraian, dan 13) perilaku seksual diluar nikah.

Jika ditelaah secara mendasar, pemikiran Paul Bohannan tentang antropologi dapat dijadikan dasar bagaimana sebaiknya kita mendudukkan pendidikkan sebagai upaya pembinaan kepribadian dan sumber daya manusia. Menurutnya manusia itu pada dasarnya binatang mamalia, social dan budaya. Dimana manusia: 1) membutuhkan kepuasan dalm struktur sosial, 2) kebutuhan dalam struktur sosial diperlukan untuk mencapai kepuasan, 3) kebutuan tersebut harus terpola sedemikian rupa sebagai tradisi, 4) semua tradisi tersebut harus dipercayai bukan hanya mendatangkan kepuasan, 5) ketidak puasan dapat mengarah sebagai bagian dari tradisi tersebut, 6) perubahan dilakukan tidak hanya dalam bentuk invensi tetapi juga dituntut untuk melakukan innováis, 7) Inovasi dapat berbntuk kompleks dapat juga bersifat sederhana, 8) kompleksitas dapat menimbulkan keterasingan sosial, problem ini juga dsebabkan oleh karena adanya inovasi baru, 9) kesederhanaan mrupakan hal yang penting karena adanya bentuk-bentuk yang tidak dapat dirubah dari perilaku dasar manusia, oleh karena itu diperlukan adanya evolusi budaya, 10) bagaimanapun evolusi mempengaruhi budaya manusia karena didalamnya terdapat kemampuan sebagai binatang mamalia, sosial dan budaya.

Pemikiran yang dikemukakan Paul Bohannan ini setidak-tidaknya memberikan gambaran bahwa nilai-nilai budaya dapat dipakai sebagai bagian dari strategi untuk menjadikan pendidikan sebagai sarana pembinaan individu menjadi pribadi yang memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan yang didasarkan kepada pengetahuan ketrampilan dan sikap.
G. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini sebagai berikut:
a.         Pengambilan Pengambilan keputusan merupakan salah satu unsur nilai ekonomis terutama dalam era globalisasi, dan jika tidak akseptable dalam pengamilan keputusan maka kita akan ketinggalan. Seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahannya dituntut untuk menangani permasalahan secara lebih dewasa, oleh karena itu pemimpin setidaknya harus memiliki beberapa ciri yang menunjukkan kedewasaan tersebut dalam pengambilan keputusan.
b.        Kekuatan yang Dominan dan Strategi Memunculkan Kekuatan Dalam Era Perubahan. Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang lebih baik. Perubahan merupakan tanda dalam kehidupan yang selalu berlangsung secara tetap dan memrlukan keputusan
c.         AHP merupakan salah satu analisis strategi dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya,  dan AHP dapat digunakan sebagai alat solusi dalam masalah  pendidikan, dan AHP membutuhkan algoritma. Hal ini sangat bisa digunakan dalam pemecahan masalah pendidikan karena analisis bidang pendidikan juga terdapat pemecahan tujuan menjadi sub tujuan, penentuan kriteria dan sub kriteria, serta penetapan alternatif pilihan yang akan diranking dalam memecahkan masalah pendidikan dngan tingkat preferensi seperti equal importance, moderate importance, strong importance, very strong importance, extream importance.
d.        Data terprogram memiliki manfaat sangat penting sebagai data utama yang disusun dalam bentuk data-base, dan data tidak terprogram merupakan data pendukung melakukan analisis dalam proses pengambilan keputusan  yang benar-benar menghasilkan atau mencapai tujuan yang diharapkan. Data yang tidak terprogram dalam waktu tertentu, pencariannya memerlukan proses yang relatif lama, sedangkan data terprogram dengan berbasis komputerisasi dengan sangat mudah untuk diperoleh. Keputusan yang dilakukan oleh setiap orang harus didukung dengan data yang up-to-date dan dapat dipertanggung jawabkan  sehingga kualitas keputusan benar-benar tidak bertentangan dengan apa yang diharapkan.
e.         Pengambilan keputusan dengan model pendekatan AHP sangat penting dalam pemecahan masalah secara kuantitatif dan kualitatif karena klasifikasi utama dari Hirarchy ini adalah 1) jenjang struktural (Structural) sebagai proses pemecahan masalah pada variabel-variabel ke dalam bagian unsur pokok menurut urutan yang jelas, 2) jenjang fungsional (Fungcional) terdiri ari pemecahan  sistem yang kompleks kedalam unsur-unsur pokok menurut hubungan esensial yang ada di dalam sistem tersebut.
f.         Proses pendidikan mendorong  tingkat kedewasaan manusia dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan berorientasi kepada tingkat kedewasaan manusia, dan kompleksitas perubahan akan terjadi menuntut kedewasaan tersebut, dan tingkat kedewasaan manusia sangat mendukung pengambilan keputusan

DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah , Cepi Triana. 2004., Visionary Leadership, Jakarta : Bumi Aksara

Damin, Sudarwan, 2002., Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidikan, CB.Pustaka Setia: Bandung.

Dedi Supriadi, 1997., Kreatifitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek, Alfabeta: Bandung

Edy Mastoni, 2005., Logic and Algoritm (Logika dan Algoritma), DCC: Bandarlampung

Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996., Organisasi edisi ke-5 Jilid 1 terjemahan           Djakarsih, Erlangga: Jakarta

Ibrahim, 1998., Inovasi Pendidikan, Proyek Pengembangang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan: Jakarta.

Joiyanto, 1999., Pengenalan Komputer (Dasar Ilmu Komputer, Pemrograman, Sistem Informasi dan Intelegensi Buatan), Andy:Yogyakarta.

J. Salusu, 2006., Pengambilan Keputusan Starteji, Grasindo: Jakarta

Mulyani Sumantri, Nana Syaodih, 2007., Perkembangan Peserta Didik, Universitas terbuka: Jakarta
           
Nawawi, Hadari, 1994., Administrasi Pendidikan, CV. Haji masagung: Jakarta.

Nurkholis, 2006., Manajemen Berbasis Sekolah, Grasindo: Jakarta

Rizky Darmawan, 2005., Pengambilan Keputusan dan Peencanaan Strategi, Alfabeta:Bandung.

Robert H. Blissmer, 1985., Computer Annual, An Inroduction to Information System, John Willey & Son: New York.

Sayapbarat’s Weblog, 2007., Masalah Pendidikan di Indonesia, Dalam Sayapbarat’s  Weblog  (Online).  Tersedia:http://Sayapbarat, Wordpress.com (29 Agustus 2007).
Siagian, P. Sondang, 2006., Filsafat Administrasi, PT. Bumi Aksara: Jakarta.

Sutisna Oteng, 1983., Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, Angkasa: Bandung.

Tilaar, 2005., Manifesto Pendidikan  Nasional. Kompas Media Nusantara:Jakarta

Wibowo, 2006., Manajemen Perubahan, PT. Raja, Grafindo Persada: Jakarta.

1 comment: