(Dr. Bovie Kawulusan., M.Si)
Abstrak
Keberhasilan
suatu organisasi dalam era globalisasi, umumnya
ditentukan oleh seorang pemimpin yang mampu menggerakkan orang lain atau para bawahannya
untuk mencapai tujuan. Secara ideal dalam suatu organisasi harus dipimpin
oleh seorang pemimpin yang spesialis generalis. Kenyataan yang ada ternyata
masih banyak terdapat pemimpin yang lebih kepada specialis dan belum generalis. Artinya ketika terdapat permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh anak buah atau para staf yang dipimpinnya, pemimpin hanya mampu
memberikan petunjuk, saran dan arahan serta evaluasi untuk melihat dan
mengetahui kinerja individu sebagai yang menerima perintah dan memberikan
gambaran sebagai kinerja organisasi.
Gambaran kinerja
organisasi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pemimpin dalam memimpin
para stafnya apakah menghasilkan kinerja tinggi, kinerja sedang
atau rendah. Kebanyakan pemimpin organisasi menghasilkan kinerja yang rendah sampai sedang dan jarang
mencapai kinerja tinggi. Pemimpin
yang ideal dengan kinerja tinggi dalam era
globalisasi
adalah pemimpin yang memiliki kemampuan spesialis generalis yaitu pemimpin
bukan saja mampu memimpin tetapi juga mampu melatih para pengikutnya untuk
menjadikan calon-calon pemimpin perubahan, seperti dikemukakan oleh Bovie (2010:267) bahwa
pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang visioner, sinergistik dan
transformasional. Pemimpin oragnisasi dalam menghasilkan calon-calon pemimpin perubahan tentunya disamping mampu memimpin juga
harus mampu sebagai coach.
Pemimpin
instansi mampu memimpin namun belum tentu mampu melatih, membentuk
calon-calon pemimpin perubahan disamping
pengembangan SDM dalam jabatan-jabatan struktural melalui kegiatan
kediklatan, juga dapat dibentuk melalui kegiatan rutin secara internal di
instansi/kantor yang dilakukan oleh pemimpin lembaga itu sendiri. Pemimpin
disamping memanajemen yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi, juga
memiliki kemampuan tentang coaching,
Membentuk calon-calon pemimpin perubahan secara internal di instansi akan
menjadi pemimpin perubahan ketika pemimpin yang ideal dalam instansi tersebut
sesuai dengan harapan pengikutnya yaitu sebagai model. Secara ideal pemimpin
dalam suatu organisasi adalah pemimpin yang spesialis generalis dalam
menghasilkan kinerja tinggi baik kinerja individu, kelompok/tim maupun
instansi.
Key Word:
Pemimpin Perubahan, Globalisasi
I.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pemimpin
perubahan selalu dihadapkan kepada proyek perubahan sesuai dengan harapan yang
diinginkan untuk lebih mengarah kepada perbaikan baik dilihat dari kualitas
maupun kuantitas perubahan tersebut. Menurut Agus Triono (2012:3) bahwa pada zaman sekarang, kita
hidup di dunia yang berubah sangat cepat, manusia selalu terpacu
atau memacu dirinya sendiri untuk mencapai produktivitas tinggi yang lebih bermutu dari
sebelumnya. Aparatur pemerintah dalam menghadapi
perkembangan perubahan yang sangat cepat ini mampu melakukan perubahan melalui proyek perubahan untuk mencapai
kualitas dan kuantitas yang diharapkan.
Perubahan
bagi organisasi khususnya di sektor publik merupakan hal yang tidak terelakkan
akhir-akhir ini. Banyak faktor atau variabel penting yang menentukan berhasil
tidaknya perubahan organisasi meliputi pemimpin,
budaya, masalah Sumber Daya dan respons
yang cepat. Keberhasilan menjadikan organisasi secara efektif dan efisien serta
responsif terutama perubahan di sektor organisasi publik juga didukung oleh
tata kelola yang baik terkait dengan kebijakan, audit dan evaluasi, mereformasi
struktur sektor publik dan mengubah budaya. Disamping itu globalisasi memiliki
implikasi yang jauh lebih pekah terhadap segala aspek perubahan yang berakar
dari teknologi informasi yang menyangkut penguatan organisasi tata kelola
akibat dari keunggulan dalam mendapatkan dan mengolah informasi.
Kegagalan
organisasi untuk mencapai kinerja tinggi menurut survey program TQM (Total
Quality Management) oleh Schaffer dan Thompson (1992) dalam www.bloc.jtc-indonesia.com
mengungkapkan bahwa dari 300 perusahaan ternyata 90% gagal meraih perubahan dan hanya 10% yang
dikategorikan berhasil. Variabel kegagalan perubahan adalah kegagalan pemimpin
dalam mentransformasikan sebagai ciri utama kepemimpinan transformasional
berupa dorongan yang meliputi (prestasi, ambisi, energi, keuletan, inisyatif), sedangkan motivasi
(pribadi, atau sosial) kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kemampuan
kognitif, intuisi, kecerdasan emosional, kemampuan interpersonal yang unggul.
Dalam hal prilaku seorang pemimpin yaitu prilaku yang dapat diidentifikasi
meliputi (kepedulian kepada tugas), kepedulian pada orang, mengarahkan, dan
partisipatif. Menurut Blake dan Mouton dalam www.bloc.jtc-indonesia.com
mengatakan bahwa gaya pemimpin yang paling efektif adalah manajemen tim.
Transformasi
perubahan di lingkungan organisasi publik akan berjalan lambat ketika pemimpin
lini tidak mendukung prioritas tindakan; pembuatan keputusan berjalan lamban,
lemahnya kebersamaan dalam bekerja bersama, perubahan proses, ukuran, ganjaran,
dan prilaku untuk mendukung perubahan. Pengembangan melalui pelatihan
kepemimpinan khususnya melatih para pemimpin atau calon-calon pemimpin dan
memastikan transformasi yang berhasil dari seorang pemimpin. Pengembangan ini
difokuskan untuk mempercepat kolaborasi dan kontribusi. HP Company (Hawlett-Packard)
telah mengaplikasikan hasil dari pengembangan melalui diklat 94% dari alumni diklat telah melaporkan bahwa
para alumni telah menggunakan hasil diklat di unit kerjanya dengan hasil yang
dapat diukur baik dari segi waktu, uang, keputusan dan keselarasan yang cepat
dan tepat.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang memiliki kemampuan mentransformasi
sangat menentukan perubahan artinya pemimpin harus berubah jika mengharapkan
peningkatan semangat kerja tim dan efisiensi dalam suatu situasi.
Kegagalan
pemimpin memperhatikan pentingnya masalah sumber daya khususnya sumber daya
manusia terhadap perubahan baik dilingkungan internal maupun eksternal adalah
karena baik pemimpin maupun pelatih yang memimpin organisasi dalam proses
perubahan tidak menaruh perhatian yang memadai terhadap masalah SDM di
lingkungan organisasi publik.
Keberhasilan
suatu organisasi, umumnya ditentukan oleh seorang pemimpin yang mampu
menggerakkan orang lain atau para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pertanyaan mendasar adalah apakah seorang pemimpin cukup menggerakkan
orang lain atau para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi?. Pertanyaan
ini tentunya membutuhkan kajian yang mendalam dan mendasar untuk keberhasilan
seorang pemimpin. Secara ideal dalam suatu organisasi harus dipimpin oleh
seorang pemimpin yang spesialis generalis. Kenyataan yang ada ternyata masih
banyak terdapat pemimpin yang lebih kepada specialis dan tidak generalis. Artinya
ketika terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh anak buah atau
para staf yang dipimpinnya, pemimpin hanya mampu memberikan petunjuk, saran dan
arahan serta evaluasi untuk melihat dan mengetahui kinerja individu sebagai
yang menerima perintah dan memberikan gambaran sebagai kinerja organisasi.
Gambaran kinerja organisasi merupakan salah satu ukuran keberhasilan
pemimpin dalam memimpin para stafnya apakah menghasilkan kinerja tinggi ataukah
kinerja sedang
atau rendah. Kebanyakan pemimpin organisasi menghasilkan kinerja yang rendah sampai sedang dan jarang
mencapai kinerja tinggi. Vincent Gaspers dalam books.google.com/books?isbn
[27-1-2014; jam 10.01] menyatakan bahwa Organisasi Excelence yang menunjukkan kinerja tinggi
dapat dilihat dari berbagai sisi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Dilihat
dari sisi produktivitas kerja yang dicapai seseorang dimana jika produktivitas
meningkat < 25% ukuran kinerjanya rendah, meningkat 25 s.d 50% ukuran
kinerjanya sedang, dan > 50% ukuran kinerjanya tinggi. Jika dilihat dari
sisi peningkatan kualitas 50% ukuran kinerjanya rendah, 50 s.d 90% kinerja
sedang dan > 90% ukuran kinerjanya tinggi. Peningkatan kualitas diukur
melalui presentasi banyaknya produk yang memenuhi/tidak memenuhi sesuai
keinginan pelanggan, dan peningkatan produktivitas diukur melalui berbagi cara
misalnya jumlah produksi per-jam kerja setiap pegawai atau output per total biaya yang dikeluarkan. Dilihat dari ukuran
standar pelayanan minimal (SPM) Kepmenpan 25 tahun 2004, bahwa Nilai Persepsi, Interval IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat), Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja
Unit Pelayanan yaitu:
1,00 – 1,75 (tidak baik), 1,76 - 2,50 (kurang baik), 2,51 - 3,25 (Baik), dan
3,26 – 4,00 (sangat baik).
Beberapa
hasil kajian tentang IKM menunjukkan bahwa 60% menunjukkan mutu pelayanan tidak
baik sampai dengan kurang baik, dan 40% mutu pelayanan dan kinerja baik,
sedangkan belum ada IKM yang dapat dicapai oleh instansi pemerintah dalam
pelayanan dan kinerja yang dikategorikan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak tercapainya IKM pada kategori sangat baik karena pelayanan dari
lembaga/instansi pemerintah dan ini merupakan cerminan pemimpin untuk lebih
berinovasi sebagai pemimpin yang ideal dalam menghasilkan calon-calon pemimpin
perubahan.
Pemimpin
yang ideal dengan kinerja tinggi adalah pemimpin yang memiliki kemampuan
spesialis generalis yaitu pemimpin bukan saja mampu memimpin tetapi juga mampu melatih
para pengikutnya untuk menjadikan calon-calon pemimpin perubahan, seperti dikemukakan oleh Bovie (2010:267) bahwa pemimpin
yang ideal adalah pemimpin yang visioner, sinergistik dan transformasional.
Menurut
Agus Triono (2012:3) bahwa pada zaman sekarang, kita hidup di dunia yang berubah sangat cepat, manusia selalu terpacu atau memacu dirinya sendiri
untuk mencapai produktivitas tinggi yang lebih bermutu dari sebelumnya,
selanjutnya Agus Triono (2012:88) menyatakan bahwa perlu dilakukan pemahaman metode-metode belajar organisasi, sehingga
program belajar organisasi lebih terarah, dalam rangka
pengembangan organisasi, pengkajian
peraturan yang ada perlu dikakukan secara komprehensip untuk membuka peluang
improvisasi, perumusan kebijakan baru/lokal, dan perbaikan perumusan tujuan
yang telah ditetapkan, peningkatan
pengetahuan anggota organisasi secara individu penting untuk dilakukan dengan
terencana, hal ini berfungsi sebagai syarat diterapkanya belajar organisasi
dalam rangka membangun modal intelektual organisasi, yang akan bermuara pada
peningkatan kinerja organisasi. Ini menunjukkan bahwa salah satu metode
belajar organisasi adalah melalui coaching dimana seorang pemimpin mampu melatih
bagi anggota organisasi secara individual atau kelompok-kelompok kecil dalam organisasi
untuk membentuk calon-calon pemimpin perubahan.
Pemimpin perubahan jika dikaji ternyata pemimpin yang memiliki
kompetensi spesialis generalis yang secara ideal mampu mengelola organisasi
mencapai tujuan
yaitu kinerja tinggi. Banyak variabel yang mendorong kebanyakan pemimpin
tidak memiliki kompetensi spesialis generalis karena mendapat intervensi dari
pemimpin di atasnya, kondisi atau situasi kantor yang tidak mendukung (iklim
kerja), dibatasi oleh aturan atau kebijakan, ketidak mampuan pribadi pemimpin
itu sendiri, dukungan sumberdaya minim dan sebagainya.
Pemimpin oragnisasi dalam menciptakan calon-calon pemimpin perubahan
tentunya disamping mampu memimpin, juga harus
mampu sebagai coach dalam memberikan coaching kepada siapapun yang dipimpinnya dan bukan terbatas kepada
teori serta aturan-aturan yang berlaku tetapi juga dengan praktek-praktek
sebagai coach.
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1. Identifikasi
permasalahan, berdasarkan latar
belakang di atas maka teridentifikasi permasalahan yang terkait dengan pemimpin dalam membentuk
calon-calon pemimpin perubahan adalah sbb:
a.
Tingginya
perputaran dalam bentuk mutasi para
pemimpin dalam suatu organisasi ke
organisasi lain atau eksternal maupun internal
b.
Pemimpin
yang memiliki kemampuan tunggal/spesialis dan bukan kemampuan multi/generalis
c.
Pemimpin
yang masih terbatas dan mengarah kepada tugas memanajemen dan bukan memberikan
coaching
d.
Perkembangan
perubahan yang terjadi belum bisa diikuti oleh banyak pemimpin
e.
Kurangnya
pemahaman pemimpin tentang pemimpin perubahan
f.
Calon-calon
pemimpin perubahan dibutuhkan menjadi pemimpin
yang specialis generalis.
1.2.1.
Rumusan masalah, berdasarkan latar
belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah: Bagaimana pemimpin sebagai coach mampu memberikan coaching dalam membentuk
calon-calon pemimpin perubahan di organisasinya.
1.3. Tujuan
a. Secara umum tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji tentang pemimpin
yang ideal dalam membentuk calon-calon pemimpin perubahan
b. Secara khusus tujuan penulisan ini adalah a) memahami tentang pemimpin
yang ideal yang memiliki kemampuan spesialis generalis, b) pemimpin yang mampu
sebagai coach dalam memberikan coaching kepada calon-calon pemimpin
perubahan.
1.4. Manfaat
a.
Melalui tulisan ini penulis mampu memperkaya ilmu
pengetahuan dan wawasan tentang kajian pemimpin dan coahcing dalam membentuk calon-calon pemimpin perubahan
b.
Para pembaca dan pemerhati tentang pemimpin yang ideal
tentunya tulisan ini akan menjadikan referensi sebagai pemimpin yang spesialis
generalis dalam membentuk calon-calon pemimpin perubahan.
1.5. Metode Penulisan
Salah satu tahapan untuk menentukan tulisan
ini sebagai
tulisan ilmiah
tentunya melalui analisis untuk mengkaji dan menjawab rumusan masalah tersebut
di atas yaitu tahap menganalisis data dengan analisis deskriptif berdasarkan
kajian pustaka.
II. Landasan Teori
2.1. Pemimpin
Brown (1986) dalam
Mar’at (1985:9) mengatakan bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok,
dan boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan, dan
menurut Krech (1948) dalam Mar’at (1985:9) mengatakan bahwa dengan
kebaikan dari posisinya yang khusus
dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur
kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas
kelompok.
Cooley (1902) dalam
Mar’at (1985:8) menyatakan bahwa pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi
dan dilain pihak seluruh gerakan sosial bila diuji secara teliti akan terdiri
atas pelbagai tendensi yang mempunyai inti tersebut.
Bernard (1927) dalam
Mar’art (1985:9) pemimpin dipengaruhi oleh kebutuhan dan harapan dari para anggota
kelompok yang pada gilirannya pemimpin tersebut memusatkan perhatian dan
pelepasan energi anggota kelompok ke arah yang diinginkan. Redl (1942) dalam Mar’at (1985:9) menyatakan bahwa pemimpin adalah
figur sentral yang mempersatukan kelompok.
Bingham (1927) dalam
mar’at (1985:10) mendefinisikan bahwa pemimpin sebagai seorang individu yang
memiliki sifat-sifat kepribadian dan karakter yang diinginkan. Bernard mempertegas
bahwa pemimpin harus memiliki wibawa dan harus mengetahui stimulus apa yang
dapat menghasilkan respon secara kolektif sesuai dengan tujuannya serta
mengembangkan teknik untuk mempresentasikan stimulus-stimulus tersebut.
Pemimpin
menurut penulis ternyata tidak begitu saja menjadi seorang pemimpin dengan instan dan cepat namun melalui proses
yang dilandasi oleh kematangan dalam belajar, pengalaman dan bakat atau
talenta. Pertanyaan mengapa harus belajar, pengalaman dan talenta?, karena
dalam proses menjadi pemimpin tersebut terjadi akumulasi proses pembelajaran
yang berkesinambungan dari ketiga variabel tersebut.
Belajar
tentunya harus diikuti dengan implementasi dalam bentuk pengalaman dan
implikasinya merupakan gambaran dari pribadi seorang pemimpin apakah dilakukan
karena bakat atau tidak. Pengalaman tentunya memberikan tambahan kekuatan
mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar yang diperoleh sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki dari pendidikan formal maupun informal.
Pengamatan
dalam proses pembelajaran merupakan hasil yang dapat menjadi pertimbangan bagi
seorang dalam proses seorang pemimpin sebagai gambaran prilaku pemimpin yang
bermutu. Pengalaman juga sebagai kekuatan yang dilandasi oleh kemampuan dalam
mengekspresikan dirinya di mana pemimpin itu berada baik di lingkungan
organisasi, keluarga maupun di lingkungan masyarakat dan di lingkungan
organisasi atau instansi/kelembagaan.
Kualitas
pemimpin memang tidak lepas dari pengamalan dalam lingkup tertentu yang terlihat
dari prestasi yang diperoleh atas kepemimpinannya, dengan demikian kebanyakan
seorang pemimpin sering kali keberhasilannya dilihat dari trace_record atau rekam jejak seorang pemimpin yang dimilikinya.
Kualitas seorang pemimpin juga dilihat dari hasil evaluasi dan hasil kerja
sebagai pemimpin dimana hasil kerja ini dievaluasi oleh orang lain seperti para
pengikut atau yang dipimpinnya.
Bakat
atau talent yang dimiliki seseorang
khususnya dalam hal bakat seseorang menjadi pemimpin berada dalam diri seseorang
yang dibawa sejak lahir sebagai warna yang kuat seperti sikap, prilaku, kemauan
yg tinggi untuk mencapai visi dalam menghadapi dan membawa perubahan dalam
lingkup kecil, sedang maupun luas dan tergantung dari dan dimana seseorang
tersebut memimpin.
Bakat
atau talent yang diperkuat dengan
belajar dan pengalaman yang luas tentunya akan mampu membawa perubahan dalam
kepemimpinannya untuk mencapai kesuksesan sebagai gambaran adanya suatu
cerminan dari hasil proses pembelajaran.
Berdasarkan
teori di atas maka sifat dasar pemimpin menurut penulis adalah:
1.
Integritas dan komitmen (jujur,
tegas/konsisten, disiplin, tanggung jawab, cintai profesi dan hargai
profesi/prioritas profesi)
2.
Base of
Power (Reward power, Coersive power/memberi hukuman/paksaan, refferent
power, legitimate power, dan expert power)
3.
Proses pembelajaran untuk menjadi
seorang pemimpin harus dilakukan berdasarkan hasil belajar, pengalaman dan
bakat/talenta
Kompetensi
pemimpin pada tingkat Operasional maupun
pada tingkat Taktikal menurut Agus Dwiyanto (2013/12:8,8) dimana pada tingkat operasional harus memiliki kompetensi
membangun karakter, membuat perencanaan, melakukan motivasi, dan mengoptimalkan
seluruh potensi sumber daya internal dan eksternal organisasi, sedangkan pada
tingkat taktikal harus memiliki
kompetensi mengembangkan karakter integritas, etika publik, termasuk peraturan
perundang-undangan, menjabarkan visi dan misi, melakukan kolaborasi internal
dan eksternal, melakukan inovasi, dan mengoptimalkan seluruh potensi sumber
daya internal dan eksternal organisasi.
Pemimpin
perubahan menurut Agus Dwiyanto (2013/12:6,6) mampu menunjukkan kinerja dalam
merancang suatu perubahan di unit kerjanya serta memimpin perubahan sehingga
menghasilkan hasil kinerja yang signifikan. Menurut Agus Dwiyanto
(2013/12:8,8), pemimpin perubahan harus
mampu merancang perubahan dan membangun tim yang komprehensif menuju kondisi
ideal dari program organisasi yang dicita-citakan.
2.2. Coaching
Budaya
organisasi sebagai usaha untuk mencapai perbaikan kinerja yang sungguh-sungguh
oleh para pemimpin harus memakai gaya manajemen berbasis coaching. Menurut John Whitmore (2002:9) Coaching atau pelatihan memfokuskan diri pada kemungkinan kegiatan yang akan datang, bukan
pada kesalahan masa lalu. Coach atau
pelatih dan sebagai pemberi pembelajaran dan pelatihan yang singkat secara
individu apakah dalam bentuk les privat,
melatih, memberi petunjuk, memberi penjelasan dengan fakta dan praktek
aplikasinya. Hal ini terlihat tidak banyak membantu karena terlalu banyak cara,
dan beberapa tidak mempunyai kaitannya dengan coaching.
Coaching lebih banyak
menyangkut bagaimana hal-hal tersebut dapat dilakukan daripada mengenai hal-hal
yang dipertimbangkan untuk dilakukan. Coaching lebih memberikan hasil dalam
ukuran besar karena terkait dengan hubungan yang saling menunjang antara
instruktur dengan yang dilatih dengan sasaran yang paling penting yaitu untuk
meningkatkan kinerja yang tinggi, dan inilah yang menjadi
persoalan untuk dipecahkan. Esensi dari Coaching menurut John Whitmore (2002:10) coaching membuka potensi seseorang untuk
memaksimalkan kinerja mereka sendiri, membantu mereka untuk belajar bukan untuk
mengajar.
Awalnya coaching mencul pada kalangan bisnis,
namun belakangan penulis melihat bahwa coaching
tidak hanya berlaku bagi pebisnis namun juga terbaik dilakukan bagi kalangan aparatur
pemerintah yang terkait dengan pelayanan kepada masyarakat karena harapan para
pemimpin tentunya mengharapkan para bawahan harus berani untuk memberikan
penjelasan tentang ketidaktahuan tentang penjabaran dari makna coaching itu sendiri. Menurut John Whitmore (2002:2) coaching adalah sebuah perilaku
manajemen yang terletak pada ujung yang berlawanan dari jangkauan/spektrum
untuk memberi perintah dan pengendalian.
Menurut
Agus Dwiyanto (2013/12:29,29) coach
adalah pembimbing yang memiliki kompetensi dalam hal: 1) membekali peserta
dengan kompetensi yang diperlukan, 2) memotivasi calon pemimpin melalui
konsultasi selama tahap breakthrough
dalam menemukan terobosan.
2.3. Pemimpin
Perubahan
Tuntutan
untuk berubah dalam praktek tidak pernah akan surut sampai kapanpun. Secara
intelektual, budaya untuk berubah dapat diterima, namun belakangan ini
terdengar ungkapan bahwa jika harus bertahan hidup maka perlu ada perubahan dengan pendapat yang
berbeda. Jika terdapat kebiasaan masa lalu yang orientasi kepada biasa-biasa
saja maka tidak akan terjadi perubahan. Pertanyaan yang muncul bagi kita adalah
bagaimana kita mengetahui bahwa perubahan yang terjadi akan membuat kita semakin
lebih baik, dan dalam jangka waktu berapa lama?. Reaksi yang terjadi berbagai
pendapat mengatakan bahwa selama ini sudah melakukan perubahan dan ternyata
tidak membawa perbedaan antara apapun yang kita tuju atau yang kita capai
sesuai dengan harapan.
Secara
logika, memang perubahan itu harus menunjukkan adanya perbedaan sekecil apapun
ataupun perbedaan besar dari yang diharapkan. Melakukan perubahan pada suatu
sisi tentunya akan berdampak kepada perubahan pada sisi yang lain secara sistem.
Secara sinis juga ada yang mengatakan bahwa perubahan tidak perlu ada atau
tidak perlu dilakukan atau singkatnya tidak perlu melalukan atau tidak perlu
berbuat apapun. Kembali kepada pernyataan ini menunjukkan bahwa semua itu
tergantung dari selera mau melakukan perubahan atau tidak, atau mau berubah
atau tidak.
Perubahan
biasanya sebagian orang memandang akan memunculkan kekecewaan yang terancam
akibat dari ketidak pastian yang tidak terelakkan, namun dengan kekecewaan dan
ketidak pastian tersebut bagi sebagian orang lagi terdorong untuk berusaha
lebih baik dan dihadapi untuk mengelola perubahan tersebut dan meyakinkan
kekecewaan dan ketidakpastian yang dipikirkan sebagian orang akan menghasilkan
kebaikan dan kepastian sesuai dengan tujuan perubahan yang dilakukan.
Beberapa
hal praktis yang terlihat sampai saat ini tentang perubahan seperti persaingan
global yang semakin menunjukkan hal-hal yang tidak bisa dipungkiri untuk
dihadapi dan memaksakan kita untuk mengikuti perubahan tersebut untuk melangkah
kedepan menuju efisiensi, efektifitas, responsif, fleksibel dsb. Perkembangan
teknologi yang diawali dari inovasi teknologi sering memberikan petunjuk bagi
pemimpin untuk mengetahui bahwa betapa pentingnya perkembangan teknologi dan
mendorong untuk memahami dan mengaplikasikannya baik untuk kepentingan pribadi
maupun untuk kepentingan tim kerja yang mengarah kepada keberhasilan kinerja
organisasi.
Perubahan
lainnya yang sangat mendasar seperti perubahan demografis akan berdampak kepada
perubahan yang terkait dengan luas wilayah/lahan, kebutuhan anggaran
pemerintah, kualitas hidup, atau singkatnya berpengaruh kepada variabel
psikologis, sosial, ekonomi, politik baik secara regional maupun global.
Pertumbuhan penduduk berdampak kepada pendapatan, ketersediaan lapangan kerja,
persaingan dalam pendidikan, kesehatan, serta ketersediaan sumber daya alam.
Inti dari semua itu adalah bagaimana perubahan yang terjadi sebagai perubahan
budaya dapat dipahami dan diterima oleh semua kalangan.
Pertanyaan
yang dikemukakan oleh masyarakat adalah perubahan dari apa ke apa, dari mana
kemana dan seterusnya. Tentunya pertanyaan ini menyangkut komitmen antara dua
pihak atau konsensus individual sebagai suatu perspektif yang mengarah kepada
keberhasilan kerja atau kinerja yang akan dicapai pada level yang ditentukan.
Menurut Agus Dwiyanto (2013/12:37,37) Kualitas Pemimpin
perubahan adalah pemimpin yang mampu menunjukkan kualitas perubahan yang
meliputi 1) identifikasi perubahan, 2) rancana perubahan, dan 3) pemimpin
perubahan. Identifikasi perubahan meliputi a) ketepatan lingkup dan fokus
perubahan, b) kelayakan perubahan, c) rasionalitas perubahan, d) dukungan
stakeholder, dan e) manfaat perubahan. Rancangan perubahan meliputi: a)
kejelasan sasaran perubahan, b) kejelasan identifikasi stakeholder, c)
kejelasan langkah-langkah mewujudkan perubahan, dan d) sistimatika penulisan
laporan. Pemimpin perubahan meliputi: a) kemampuan mempengaruhi stakeholder, b)
kemampuan membangun tim yang efektif, c) ketangguhan dalam melaksanakan rencana
perubahan, d) kualitas implementasi rancangan perubahan, dan e) kepatuhan
terhadap etika birokrasi.
Gambar
1: Kerangka Pikir Menghasilkan Pemimpin Perubahan dengan Kinerja Tinggi
I.
Pembahasan
Seorang
pemimpin memiliki dua fungsi yaitu 1) menyelesaikan pekerjaan, dan
2) mengembangkan sumber daya manusia. Sudah sering para pemimpin sibuk
mengerjakan tugas yang pertama dan mengurus yang ke dua. Kedua fungsi tersebut dapat bersatu ketika coaching
digunakan sebagai suatu gaya pemimpin, dengan demikian dalam tim jika dikelola
dengan baik dan dengan cara coaching maka pekerjaan dapat diselesaikan dengan
baik dan pada saat yang sama tim tim ikut juga berkembang, tetapi dalam
penerapannya akan sangat berbeda dalam melakukan
coaching untuk pelaksanaan tugas terkait dengan pengembangan tim.
Melakukan
coaching bagi sebuah tim untuk melaksanakan suatu tugas didasarkan
pada prinsip-prinsip yang sama seperti coaching bagi perorangan.
Semakin besar kesadaran sebuah tim, baik
secara individu maupun secara kolektif, maka
semakin baik kerja tim tersebut. Suatu tim melaksanakan tugas dalam menangani
pekerjaan kantor, tentunya ketua tim
melakukan coaching para anggotanya sekaligus mengajukan pertanyaan tentang retorika
dan mengatur para anggota tim duduk dalam
kelompok-kelompok kecil (2 atau 3 orang) untuk mendiskusikan jawaban yang
mereka temukan dari pertanyaan yang mereka terima, lalu melaporkan kesimpulan mereka pada kelompok
secara menyeluruh. Menukar-nukar orang sebagai
anggota tim (masih dalam tim besar) dengan fungsi yang
berbeda, untuk proses
ini agar merangsang berbagai gagasan baru dari anggota tim dan ikut ambil
bagian dalam salah satu dari dua atau tiga orang dalam tim tersebut.
Melalui
cara atau metode ini setiap anggota tim akan mampu merumuskan berbagai sasaran
yang dituju, dan semua anggota tim akan
memberikan masukan yang perlu agar kenyataan tersebut dapat dipahami dengan
jelas. Sumber daya dan gagasan dari seluruh tim
dikerahkan untuk melakukan pengumpulan gagasan untuk memperoleh pilihan.
Berdasarkan pilihan tersebut rencana tindakan akan dicapai,
disepakati dan terus didorong oleh “kehendak/keinginan” sebagai gabungan
dari tim-tim tersebut. Tentu saja ketua tim tidak hanya mengajukan pertanyaan
coaching, tetapi juga memberi input setiap
saat secara pribadi. Dengan metode ini
pelaksanaan tugas akan menjadi jauh lebih baik bila sumber daya disatukan dan
seluruh tim menjadi sadar serta bertanggung jawab.
Ketua
tim dalam beberapa situasi akan melakukan coaching kepada kelompok, seperti
dalam meninjau kembali pelaksanaan suatu tugas masa lalu dari tim tersebut.
Ketua tim mampu melakukan coaching dengan seluruh anggota tim ketika menjawab pertanyaan, tetapi ketua tim
juga bisa meminta secara tertulis dan bukan mengucapkan dengan jawaban secara
kata-kata mereka. Hal ini akan membuat masing-masing anggota tim mampu dan
serentak memeriksa secara lebih rinci sumbangan
pemikiran secara individu kepada tugas-tugas secara menyeluruh. Pertanyan dapat
dibuat seperti:
1.
Manakah bagian dari tugas saudara yang
paling sulit dan menghabiskan waktu dan membuat stress bagi saudara?
2.
Berapa lama waktu yang saudara
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tersebut
3.
Apa yang sulit mengenai tugas tersebut
4.
Apa yang sdr lakukan secara berbeda pada
kesempatan berikutnya.
5.
Siapakah yang perlu tahu tentang
perubahan yang saudara lakukan?
6.
Dukungan apa yang saudara perlukan?,
dari siapa?, dan bagaimana saudara bisa mendapatkannya.
7.
Kalau saudara melakukan hal tersebut,
bagaimana hal itu dapat mempengaruhi hasil/ orang lain/kualitas
pekerjaan/waktu?
Setiap
anggota tim harus mampu berbagi dengan anggota tim lainnya tentang apa yang
terjadi pada mereka dan memecahkannya setiap perubahan yang dirasakan
bertetntangan. Pross ini harus benar-benar karena mengeluarkan semua ide-ide
dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, dari yang tersirat sampai yang
tersurat, mampu memastikan kejelasan dan pemahaman, mengambil persediaan
sumberdaya tim, meningkatkan rasa memiliki dan komitmen, serta membangun harga
diri dan motivasi dalam tim.
Bagi
beberapa pemimpin tim, semua ini rasanya mungkin tidak perlu atau buruk dan
hanya sebagai sampah, karena beberapa pemimpin juga tidak percaya bahwa partisipasi,
keterlibatan, harga
diri, tanggung jawab bersama, kepuasan, dan
kualitas kehidupan ditempat kerja adalah barang mewah yang tidak mampu untuk kita lakukan, dan
bahwa hal-hal seperti itu tidak mempunyai sumbangan apapun bagi kinerja.
Sebaliknya argumentasi yang diberikan disini tidak dengan sendirinya
menyakitkan mereka, namun pada
waktunya akan berkurang, tidak mempengaruhi kinerja dan ketidakmampuan mereka
untuk membangun tim.
Sangat
penting bagi seorang pemimpin untuk membangun suatu hubungan “yang benar” dengan para anggota tim yang berbeda di bawah
asuhannya dan diawali sejak bertemu pertama kalinya.
Hal ini dilakukan karena prilakunya akan dianggap sebagai model atau contoh
oleh anggota timnya. Anggota tim cenderung akan cenderung menyamainya, walaupun
awalnya kemungkinan mereka melakukan
hanya sebagai sarana untuk mendapatkan
persetujuannya ketika mereka berada dalam tahap inklusi dan pengembangan tim.
Bila
ketua tim sebagai pemimpin ingin menciptakan keterbukaan dan kejujuran di dalam
tim, maka pemimpin perlu menjadi terbuka dan
jujur sejak dari awal, dan jika pemimpin menginginkan agar anggota tim
mempercayainya dan saling percaya satu dengan yang lainnya maka pemimpin harus
mampu memperlihatkan sikap mempercayai dan dapat dipercaya.
Mayoritas
individu dan tim masih tetap
mengharapkan pemimpin yang agak otokratis artinya dari persepsi seorang
pemimpin yang otokratis adalah pemimpin yang egois, disini bawahan harus setia
kepadanya sebagai perwujudan sehingga dalam mengambangkan
tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya, karena
organisasi yang dipimpinnya diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pribadinya. Jika dilihat dari segi nilai yang dianutnya, maka pemimpin
otokratik itu menganut nilai bahwa segala sesuatu tindakannya dianggap benar
bilamana tindakan tersebut adalah untuk mempercepat tercapainya
tujuan-tujuannya. Bilamana terdapat suatu tindakan yang dianggap tidak benar
atau sebagai penghalang dan harus disingkirkan.
Pemimpin
otokratik dari segi sikap yang diambil,
akan menunjukkan sikapnya dalam bentuk: 1) kecenderungan memperlakukan bawahan
sama dengan alat dalam organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat
bawahannya; 2) mengutamakan orientasi
terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa adanya keterkaitan dengan
kepentingan dan kebutuhan bawahan;3) mengabaikan peranan bawahan dalam proses
pengambilan keputusan sehingga bawahannya hanya dituntut untuk
sebagai pelaksana saja. Dari segi prilaku, pemimpin otokratik akan sangat sulit
bahkan tidak akan mau menerima saran dan pandangan dari
bawahannya, terlebih lagi dalam bentuk kritik, maka
dapat diartikan sebagai usaha merongrong kekuasaannya.
hhttp://pemimpin-otokratik/
[08-01-2014; 13:25] menggambarkan bahwa gaya pemimpin otokratik dalam
prakteknya memiliki gaya sebagai berikut: 1) menuntut ketaatan penuh dari para
bawahan; 2) dalam hal penegakan disiplin, gaya pemimpin otokratik
akan bersifat kaku; 3) bernada keras dan paksa dalam pemberian
perintah atau instruksi; 4) menggunakan pendekatan punishman (hukuman) bila
terjadi kesalahan atau penyimpangan oleh bawahan. Permasalahan yang timbul dari
gaya otokratik adalah: 1) keberhasilan yang dicapai adalah karena ketakutan
bawahan terhadap atasannya dan bukan atas dasar keyakinan bersama; 2) disiplin
yang terwujud selalu dibayangi dengan ketakutan akan hukuman yang keras bahkan
pemecatan; 3) untuk efektifitas kinerja bawahan akan melorot drastis jika
ketaatan dan disiplin kerja menurun.
Pemimpin
yang otokratis sering kali membuat bawahan terkejut bahkan bingung oleh seorang
pemimpin yang memulai dengan nada yang sangat partisipatif. Beberapa orang
bahkan membayangkan pemimpin tersebut adalah lemah dan tidak percaya kepada
dirinya sendiri. Dianjurkan untuk mengantisipasi
hal ini pada hari pertama dengan cara memaparkan gaya memimpin yang dimaksudkan dan memancing dengan
pertanyaan mengenai hal tersebut.
Pemimpin
harus mampu dan rela sebagai ketua tim untuk
mengerahkan waktu dan tenaga dalam mengembangkan timnya sambil mengarahkan
pandangan pada hubungan jangka panjang dan kinerja yang tinggi dan berkualitas
sebagai lawan dari hanya membuat pekerjaan yang selesai dalam jangka pendek. Apabila pemimpin hanya
bisa menyatakan hal-hal yang baik tanpa
dapat dilaksanakannya sendiri tentang
prinsip-prinsip membangun tim maka pemimpin tersebut
tidak akan mendapatkan lebih dari apa yang
telah diberikannya sebab pengabdian kepada tim akan memberikan hasil yang baik.
Coaching
merupakan sarana utama baik untuk mengelola maupun untuk mengembangkan tim.
Peter Lenny dalam John Whitmore (2002:174) mengatakan bahwa “bila anda bisa
melakukan coaching, anda tidak bisa
mengelola” menjadi suatu aksioma
korporat. David Kenney dalam John Whitmore (2002:174) juga mengatakan bahwa
bagian dari tugasnya adalah “untuk menjamin bahwa 100% para manajer kita perlu
berprilaku sebagai instruktur yang baik”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa
sebelum melakukan coaching kepada
anggota tim, pemimpin harus mampu memahami tentang prinsip-prinsip coaching tersebut karena pemimpin yang
baik harus mampu menjadi instruktur yang baik.
Penerapan
coaching dalam tim, sebagai model pengembangan tim yang dipaparkan membentuk
suatu dasar yang sangat baik bagi penerapan
coaching dalam tim. Bila pemimpin
atau instruktur memahami bahwa tim harus
berprestasi paling baik kalau tim
tersebut mencapai tahap “bekerja bersama”, maka
pemimpin akan menggunakan coaching dengan tim secara keseluruhan maupun
dengan setia para anggota, untuk membangkitkan
kemajuan melalui tahap-tahap tersebut.
Sebagai contoh apabila “sasaran” yang telah disepakati untuk mengangkat tim
untuk tahap “bekerja bersama” dan “kenyataan” yang ada sekarang adalah di suatu
tempat antara “inklusi” dan “ketegasan” apa “pilihan” yang kita miliki dan
apakah yang kita “kehendaki”.
Program membangun
tim untuk membentuk pemimpin perubahan sebagai berikut:
1.
Bicarakan dan sepakati definisi dari
sejumlah sasaran bersama untuk tim. Ini harus dilakukan dalam tim tanpa
memandang apakah organisasi telah mendefinisikan sasaran tim. Memang selalu ada
peluang untuk perubahan dan untuk memutuskan bagaimana cara itu harus
dilakukan. Setiap anggota tim harus diajakuntukmemberikontribusi dan juga untuk
menambahkan sasaran pribadi apa saja yang bisa dicakup dalam sasaran tim secara
keseluruhan.
2.
Kembangkan sejumlah aturan dasar dan atau
prinsip-prinsip operasi yang dapat diterima seluruh anggota tim dan padanya
semua perlu memberi kontribusinya. Semua anggota tim harus sepakat untuk
mematuhi aturan ini, meskipun mereka tidak mendukung setiap hal dengan sepenuh
hati. Kalau mereka menginginkan harapan mereka untuk dimasukkan, sangatlah penting
bahwa mereka setuju untuk menghormati harapan orang lain juga. Aturan dasar ini
harus diperiksa secara berkala seperti apakah mereka masih setia kepada aturan
dasar tersebut dan apakah aturan itu harus dirubah atau disesuaikan dengan keadaan.
Apabila semua pihak setuju terhadap aturan ini secara tulus dan dengan niat
baik, tuduh menuduh yang kasar tidak perlu terjadi terhadap pelanggaran, kecuali
pelanggaran tersebut sering terjadi.
3.
Sisihkan waktu secara teratur, biasanya bersamaan dengan pertemuan yang
dijadwalkan, untuk proses kerja kelompok. Selama periode
ini, aturan
dasar ditinjau kembali, pujian dan
keluhan diungkapkan dan berbagai perasaan pribadi dapat dimasukkan sehingga
keterbukaan dan kepercayaan dibangun,
sehingga para anggota tim dihargai sebagai manusia, tidak
hanya sekedar sebuah roda penggerak dalam mesin produksi. Periode
ini tidak boleh digantikan dengan pembicaraan tentang tugas.
4.
Periksalah pandangan anggota tim tentang
keinginan untuk mengadakan pertemuan sosial bersama. Apabila suatu peristiwa berkala direncanakan,
pilihlah dari seorang individu untuk
tidak hadir karena janji yang sudah dibuat sebelumnya dan kebutuhan waktu untuk
keluarga yang lebih banyak, harus
dihormati. Sebaliknya juga harus siap untuk suatu perasaan kesepian sebagai
akibat daripilihannya itu.
5.
Buatlah sistem pendukung, secara rahasia
bila perlu, untuk menangani kesulitan dan keprihatinan dari individu ketika
hal-hal tersebut timbul. Apabila pertemuan proses tidak dapat
dilakukan terlalu sering karena alasan geografis atau alasan lainnya, suatu sistem pertemuan bisa dibangun
dengan jalan setiap anggota tim mempunyai satu lagi anggota sebagai
seorang teman kepada siapa mereka bisa berbicara bila perlu. Dengan cara ini,
masalah yang sumir dapat dipecahkan dengan segera dan waktu pertemuan proses
yang berharga tersebut tidak terbuang dengan percuma.
6.
Kembangkan minat bersama di luar
pekerjaan. Beberapa tim telah menemukan bahwa sebuah kegiatan kelompok seperti olah raga atau suatu minat
bersama diluar pekerjaan yang dibagikan bersama oleh semua anggota bisa sangat
mengikat bagi tim.
7.
Pelajari ketrampilan-ketrampilan baru
dan secara bersama-sama. Hal ini lebih berorientasi kepada tugas dimana beberapa tim sepakat
untuk mempelajari suatu ketrampilan baru seperti
coaching, atau bahasa, atau kursus yang terkait dengan pekerjaan bersama. Ini
bahkan bisa menjadi persaingan yang
sehat dengan tim lain di luar wilayah dalam organisasi yang sama.
8.
Praktikan latihan sifat itu secara
bersama-sama. Hubungan tim mengambil manfaat besar dari para anggota dengan
membuat variasi yang tepat di antara mereka sendiri mengenai latihan
sifat-sifat (komunikatif, empati, sabar, ketrampilan komputer, kemampuan
administrasi, antusiasme, waspada dan setia, dan kompetensi pembukuan. Ini memberikan penjelasan tentang sifat
tertentu yang membantu menumbuhkan sifat tersebut serta membangun kepercayaan, pengertian dan keterbukaan di antara
para anggota tim dengan sangat cepat. Hal tersebut bisa diulang dalam bentuk
yang serupa atau bentuk lain secara
teratur, seperti pada setiap dua pertemuan proses.
9.
Selenggarakan diskusi kelompok tentang
makna dan tujuan individu dan kolektif/kelompok sebagaimana dilihat oleh
anggota kelompok/tim.
Membentuk
pemimpin perubahan dapat berhasil jika pemimpin sebagai coach (pemimpin yang ideal) mampu dan dapat mendefinisikan sejumlah
sasaran, kembangkan sejumlah aturan dasar dan prinsip prinsip operasional,
menyisihkan waktu secara teratur, mengevaluasi pandangan-pandangan anggota
kelompok/tim, membuat sistem pendukung untuk menghadapi kesulitan yang ditemui,
mengembangkan minat bersama di luar pekerjaan utama, menemukan dan mempelajari
ketrampilan-ketrampilan baru secara bersama-sama, mempraktekkan latihan secara
bersama-sama, dan lakukan diskusi kelompok tentang makna dari tujuan-tujuan
individu untuk kepentingan kelompok/tim dalam rangka pencapaian kinerja tinggi,
baik kinerja individu, kelompok maupun organisasi.
II.
Kesimpulan dan Rekomendasi
2.1. Kesimpulan
Berdasarkan
latar belakang, tujuan dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a.
Pemimpin instansi mampu memimpin namun
belum tentu mampu melatih
b.
Membentuk calon-calon pemimpin perubahan
disamping pengembangan jabatan-jabatan
struktural melalui kegiatan kediklatan, juga dapat dibentuk melalui kegiatan
rutin di kantor yang dilakukan oleh pemimpin lembaga itu sendiri untuk melihat
kemampuan calon-calon pemimpin perubahan yang memiliki kompetensi.
c.
Pemimpin disamping memanajemen yang
terkait dengan pencapaian tujuan organisasi, juga memiliki kemampuan tentang coaching.
d.
Membentuk calon-calon pemimpin perubahan
secara internal di instasi yang akan menjadi pemimpin perubahan ketika pemimpin
yang ideal dalam instansi tersebut sesuai dengan harapan pengikutnya yaitu
sebagai model
e.
Secara ideal pemimpin dalam suatu
organisasi adalah pemimpin yang spesialis generalis mampu memanage dan
mengcoach para pengikutnya.
2.2. Rekomendasi
a.
Seorang pemimpin yang belum atau kurang
memahami tentang coaching perlu dilakukan
pendidikan dan pelatihan tetang kemampuan coaching
untuk menghasilkan pemimpin yang ideal untuk menghasilkan calon-calon pemimpin
perubahan.
b.
Secara internal pemimpin organisasi diharuskan
membentuk individu dalam tim-tim kecil di lingkungan organisasi sebagai suatu strategi untuk
mencari dan menghasilkan calon-calon pemimpin perubahan yang tidak saja
specialis tetapi generalis.
Daftar Pustaka
Agus
Dwiyanto, 2012., Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 12 Tahun 2013
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat
III, LAN:Jakarta
Agus
Dwiyanto, 2013., Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 13 Tahun 2013
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat
IV, LAN:Jakarta
Agus
Triono, 2012., Bandiklatda Sebagai Organisasi Belajar, Unila: Bandarlampung
Bovie,
2010., Strategi Pengembangan Diklat, UPI:Bandung
Dino
Patti Djalal, 2007., Harus Bisa (Memimpin Ala SBY), ......:Jakarta
Janet
E Esposito, 2003., Conffidence person
(Rahasia-rahasia Tampil Percaya Diri Dalam Segala Situasi, Prestasi
Pustaka:Jakarta
John
Whitmore., Coaching for Performance (Membangun Individu, Kinerja, dan Sasaran,
PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta
Malayu S.P. Hasibuan, 2001., Manajemen Sumber Daya
Manusia (Edisi revisi), Bumi Aksara, Jakarta.
Mar’at,
1985., Pemimpin dan Kepemimpinan (Psikologi), Ghalia Indonesia:Jakarta
Nana
Rukmana DW, 2008., 99 Ideas for Happy Leader, Zip Books:Bandung
Oren
Harari, 2005., The Leadership Secrets of Colin Powel (Sebuah Paradigma Baru Kepemimpinan),
Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
Kepmenpan No. Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah, Menpan:Jakarta
Ronald
Heifets, Alexander Grashow, Marty Linsky., 1992, The Practice of Adaptive
Leadership (Tolls And Tactics for Changing Your Organization and The Word,
Harvard Business Press:Bostom Massachusetts
http://carapedia.com/pengertian_definisi_perubahan_info2189.html (28-5-2013,
12:22)
www.bloc.jtc-indonesia.com, 22
Januari 2014 [09:22]., Mengapa Strategi Manajemen Perubahan Gagal?, oleh
Xiongwey Song
No comments:
Post a Comment