Oleh: Dr. Bovie
Kawulusan., M.Si*)
Abstrak
Seorang pemimpin
kerap mendapatkan power-nya secara tidak
formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang membuat para pengikut merasa terinspirasi
untuk mengikuti dan menjadikannya
sebagai pemimpin. Gaya kepemimpinan yang terjadi biasanya adalah transformasional yang mengarah pada
perubahan dinamis, tantangan, visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional,
serta inovasi. Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan tersebut maka rumusan
masalah dalam tulisan ini adalah Apakah
trend kepemimpinan transformasional sebagai alternatif di lingkungan Pendidikan
dan pelatihan Di era global.
Diklat sebagai suatu organisasi yang terus belajar,
dalam pengertian dinamis, dan tanggap
terhadap perkembangan keilmuan dan teknologi yang terjadi saat ini, semakin membutuhkan
kepemimpinan yang mampu menjawab
tantangan, membawa pembaharuan, dan lebih aspiratif terhadap perubahan yang terjadi, dan kepemimpinan
transformasional merupakan suatu alternatif dapat diterapkan di Diklat dalam
upaya pencapaian outcomes peserta didik
secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan
adalah kompetensi baik akademik maupun non akademik yang dimiliki peserta didik secara
utuh sebagai hasil dari suatu proses
pendidikan dan latihan serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Keberhasilan tersebut juga merupakan hasil transformasi pengelola, pelaksana
dan widyaiswara dalam proses pendidikan dan latihan.
Key word: Trend Kepemimpinan
transformasional
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu organisasi apapun merupakan hal penting dan
perlu mendapatkan perhatian. Tanpa adanya suatu manajemen
dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif,
upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan
organisasi akan sulit dicapai dan
mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Lalu akan muncul berbagai pertanyaan, antara lain:
Apakah “Manajemen” dan “Kepemimpinan”
itu?. Apa
perbedaan kedua hal tersebut?. Pertanyaan pertanyaan tersebut sudah sering ditanyakan dan kerap
kali juga sudah dijawab dengan berbagai
pendekatan, baik dari pendekatan praktis maupun dari pendekatan teoritis empiris organisasional.
Sudah banyak pakar dan praktisi manajemen dan organisasi memberikan batasan-batasan, baik secara umum maupun
secara spesifik mengenai perbedaan
manajemen dan kepemimpinan yang selanjutnya kita baca dalam pengertian seorang manajer dan seorang
pemimpin. Berdasarkan berbagai batasan
yang diberikan terdapat suatu benang merah bahwa perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan bersumber dari
masalah motivasi yang dapat mendorong
serta menggerakkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk melakukan atau mengikuti acuan dan perintah
yang diberikan.
Seorang manajer definitif memiliki bawahan (subordinates) dan secara posisional otoritas mereka menerima power
jabatan yang diberikan secara formal.
Gaya manajemen yang biasa digunakan adalah transaksional yang lebih mengarah pada stabilitas pekerjaan,
pengelolaan pekerjaan, objektivitas, kontrol,
peraturan-peraturan. Gaya ini akan terlihat pada saat seorang manajer meminta bawahannya melakukan sesuatu dan
orientasi para bawahan memiliki tendensi
kepada pertimbangan sejumlah nominal uang (upah atau gaji) yang akan diterima setelah melakukan pekerjaan
tersebut.
Seorang pemimpin tidak memiliki bawahan, tetapi ia memiliki para pengikut (followers) yang biasanya mengikuti
pemimpin ini atas kesadaran masing-masing.
Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara tidak formal, antara lain dapat berasal dari
karisma personalitas diri, yang membuat
para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya
kepemimpinan yang terjadi biasanya adalah
transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis, tantangan, visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional,
serta inovasi.
Manajemen dan kepemimpinan merupakan dua unsur yang sangat menentukan dalam keberlangsungan dan
perkembangan organisasi termasuk organisasi
pendidikan dan latihan. Era yang penuh dinamika serta perubahan yang cepat seperti sekarang ini, manajemen dan
kepemimpinan yang peka terhadap perubahan
amat diperlukan dalam memberdayakan semua potensi yang dimiliki. Manajemen dan kepemimpinan yang
demikian diperlukan dalam mendorong
organisasi untuk terus belajar dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi serta semakin
berusaha dalam meningkatkan performa
organisasinya.
Dalam bidang pendidikan dan latihan (Diklat), kepemimpinan perlu diformulasikan kembali agar tujuan pendidikan
dan latihan serta proses pembelajaran dapat dicapai lebih optimal agar berdampak signifikan
terhadap hasil (outcomes) peserta
didik. Pemahaman hasil (outcomes) dalam tulisan ini adalah sejumlah keterampilan dan kompetensi akademik maupun
non akademik yang seharusnya dimiliki peserta
didik secara utuh sebagai hasil proses pendidikan dan latihan serta pembelajaran. Keterampilan dan kompetensi
yang dikuasai peserta didik diharapkan dapat
menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang yang sarat dengan berbagai tuntutan serta perkembangannya.
Dalam tulisan ini penulis mengkaji apakah
kepemimpinan transformasional merupakan salah
satu bentuk kepemimpinan untuk meningkatkan hasil (outcomes) peserta didik dan
juga kinerja Diklat, dan agar benar-benar dapat
diimplementasikan di tataran teknis operasional, alternatif kerangka
dasar bentuk kepemimpinan di Diklat
perlu disinkronisasikan dengan situasi
dan kondisi serta sumberdaya yang terdapat
di Diklat.
Permasalahan
Pemimpin organisasi apapun namanya
harus dapat bertindak sebagai sponsor
perubahan, disisi lain perubahan memerlukan pemimpin yang kompeten untuk
mengelola perubahan dan bawahan yang
mampu untuk menjalankannya.
Keduanya masih perlu diberdayakan
untuk menjadi agen perubahan. Pemberdayaan sumber daya manusia
mengandung makna membuat sumber daya
manusia lebih mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik.
Pemberdayaan memerlukan gaya
kepemimpinan tertentu, dan dalam proses perubahan memerlukan pemimpin yang
mampu menyeimbangkan aktivitas operational dengan aktivitas yang menyangkut
sumber daya manusia, dan pemimpin
dituntut memiliki kemampuan untuk dapat melakukan perubahan fundamental dengan pendekatan kultur, partisipatif.
Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam
tulisan ini adalah Bagaimana kepemimpinan
transformasional sebagai Trend kepemimpinan di lingkungan Pendidikan dan pelatihan
Di era global.
Tujuan
Tujuan penulisan ini secara umum adalah sebagai
bahan kajian tentang kepemimpinan tranformasional sebagai trend kepemimpinan
dilingkungan Diklat, dan secara khusus tulisan ini dapat dipahami baik para
pengelola, pelaksana dan widyaiswara dalam lingkup kediklatan
Manfaat
Sebagai bahan kajian untuk mewujudkan konsep terbaik dalam memahami dan mengaplikasikan
tentang kepemimpinan tranformasional sebagai trend kepemimpinan dilingkungan
Diklat, dan sebagai sumber bahan kajian untuk penulisan-penulisan di masa yang
akan datang.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan ini melalui
metode kajian pustaka yaitu melalui teori-teori yang ada kaitannya dengan tema
kajian dalam makalah ini yang diperdalam dengan analisis secara deskriptif
dalam lingkup kediklatan.
Kajian Pustaka
Pengertian dan Definisi Kepemimpinan
Pengertian secara umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing,
mempengaruhi atau mengendalikan pikiran,
perasaan, atau tingkah laku orang lain. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan melalui suatu karya, seperti buku, lukisan dan sebagainya, atau melalui kontak personal
secara tatap muka. Faktor penting dalam
kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain adalah
tujuan dan rencana. Namun bukan berarti
bahwa kepemimpinan selalu merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan dengan sengaja,
seringkali juga kepemimpinan berlangsung
secara spontan. Locke (1997) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses
membujuk (inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen
berikut:
1. Kepemimpinan merupakan suatu
konsep relasi (relational concept).
Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para
pengikut). Apabila tidak ada pengikut,
maka tidak ada pemipimpin. Tersirat
dalam definisi ini adalah premis bahwa pemimpin yang efektif harus mengetahui
bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka
2. Kepemimpinan merupakan suatu
proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus
melakukan sesuatu. Seperti telah
diobservasi oleh Jhon Gardener (1986) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki
suatu otoritas. Kendati posisi otoritas
yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar
menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk
orang-orang lain untuk mengambil tindakan.
Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan
otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan
sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan
mengkomunikasikan visi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah
pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi dari bawahan
adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam
mengimplementasikannya.
Peranan pemimpin dalam era
persaingan global ini sangat dominan untuk dapat menjembatani masalah-masalah
kronis yang dihadapi oleh organisasinya. Peranan pemimpin menurut hasil
penelitian Henry Mintzberg dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut:
Selanjutnya peranan pemimpin tersebut, dijabarkan kedalam pengertian
sebagai berikut:
1. Peranan yang bersifat interpersonal, dalam
fungsi yang bersifat interpersonal meliputi 3 macam peran, yaitu:
1).
Figurehead
Sebagai pimpinan suatu organisasi
kadang-kadang harus tampil dalam berbagi upacara resmi dan undangan, misalnya
hadir dalam upacara anggota stafnya, menghadiri upacara-upacara pelantikan dan
sebagainya.
2).
Berperan sebagai
Leader (penggerak)
Dalam hal ini seorang pemimpin harus mampu memberikan
bimbingan sehingga bawahan dapat dibina dan dikembangkan dalam pelaksanaan
tugas.
3).
Berperan sebagai
Liaison (penghubung)
Dalam hal ini pemimpin harus mengembangkan hubungan
kerjasama, bukan hanya dengan bawahan melainkan lingkungan kerja diluar
satuannya dalam satuannya dalam saling tukar menukar informasi.
2.
Peranan yang bersifat informasional, menerima dan
menyampaikan informasi adalah peranan penting bagi setiap manajer, sebab dalam
setiap pengambilan keputusan manajer perlu informasi. Ada 3 macam peranan yang bersifat
informasional:
1).
Peranan sebagai Pemonitor dalam arti setiap manajer harus selalu
mengikuti dan memperoleh segala macam informasi seluruh proses kegiatan di
satuan kerjanya.
2).
Peranan sebagai Dessiminator, seorang manajer harus selalu
memberikan informasi kepada bawahannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan
satuan kerjanya, hal ini penting agar para bawahan selalu dapat mengikuti
setiap program dan perubahan yang terjadi di lingkungan kerjanya. Setiap organisasi apapun memerlukan kerjasama, bantuan, konsultasi, dan
dukungan dari luar. Dalam hubungan keluar baik yang bersifat kerjasama, konsultasi dan
sebagainya, seorang manajer bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan
sepenuhnya untuk mengadakan hubungan kerja dan sebagainya.
3).
Peranan sebagai juru bicara, segala informasi yang menyangkut
satuan kerja yang akan disampaikan keluar tidak bisa disalurkan melalui orang
lain, sebab juru bicara suatu organisasi adalah manajer itu sendiri.
3.
Peranan Sebagai
Pengambil keputusan, sebagai pengambil keputusan setiap manajer dapat berperan
sebagai,
1)
Entrepreneur:
·
Setiap manajer harus
selalu berusaha memperbaiki dan mengembangkan satuan kerja yang dipimpin.
·
Setiap manajer harus
berusaha untuk menciptakan ide dan gagasan baru, baik menyangkut sistem
hubungan dan tata kerja (innovation) satuan kerja yang dipimpinnya, maupun
pengembangan organisasinya sendiri.
2).
Orang yang selalu
mampu mengatasi segala macam kesulitan (disturbances handler), yaitu seorang manajer dalam situasi apapun harus
mampu mengatasi segala hambatan tantangan yang dihadapinya.
3).
Peran sebagai pengatur
segala macam sumber yang ada; yaitu setiap manajer bertanggung jawab mengatur
segala macam sumber daya manusia, dana, waktu dan prasarana, sehingga
masing-masing sumber dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam
mendukung pencapaian tujuan organisasi.
4).
Orang yang berperan
mewakili dalam setiap hubungan kerja dengan satuan kerja diluarnya.
Pendapat lain yang menarik tentang peranan kepemimpinan,
diungkapkan oleh H.G. Hicks dan C.R.
Gullet dalam bukunya yang berjudul Organization (Theory and Behaviors). Kedua pakar tersebut berpendapat bahwa
peranan pemimpin akan berhasil apabila memiliki sifat sebagai berikut:
1.
Bersikap adil; dalam kehidupan organisasi apapun, rasa
kebersamaan diantara para anggotanya adalah mutlak. Sebab rasa kebersamaan pada
hakikatnya merupakan pencerminan dari kesepakatan antar sesama bawahan, maupun
antara pemimpin dengan bawahan, dalam mencapai tujuan organisasi. Tetapi dalam
hal-hal tertentu mungkin akan terjadi ketidaksesuaian diantara para bawahan.
Apabila diantara mereka tidak bisa memecahkan persoalan, pemimpin perlu turun
tangan untuk segera menyelesaikan. Dalam hal memecahkan persoalan hubungan
diantara bawahan, pemimpin harus adil, tidak memihak.
2.
Memberikan sugesti
(suggesting); sugestinya bisa disebut saran atau anjuran. Dalam melakukan
kepemimpinan sugesti merupakan kewibawaan atau pengaruh yang seharusnya mampu
menggerakkan hati orang lain. Dan sugesti mempunyai peranan yang sangat penting
didalam memelihara dan membina rasa pengabdian, partisipasi, dan harga diri,
serta rasa kebersamaan diantara para bawahan.
3.
Mendukung tercapainya
tujuan (Supplying Objectives); tercapainya tujuan organisasi tidak otomatis,
melainkan harus didukung oleh adanya berbagai sumber. Oleh karena itu, agar
setiap organisasi dapat efektif dalam arti mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, serta pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, maka perlu
disiapkan sumber pendukungnya yang memadai, seperti : mekanisme dan tata cara
kerja, sarana serta sumber yang lain.
4.
Katalisator
(Catalysing); secara kimiawi arti kata katalis atau katalisator ialah zat yang
tidak ikut bereaksi, tetapi mempercepat reaksi (kimia). Jadi dalam dunia
kepemimpinan, seorang pemimpin dikatakan berperan sebagai katalisator, selalu
meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi
yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan semaksimal mungkin, selalu
tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
5. Menciptakan
rasa aman (Providing Security); setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa
aman bagi para bawahannya. Fungsi ini dapat dilaksanakan apabila setiap
pemimpin selalu mampu memelihara hal-hal yang positif dan sikap optimis dalam
menghadapi segala permasalahan. Sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya
bawahan merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran dan
merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
6.
Sebagai wakil
organisasi (Representing); setiap bawahan yang bekerja pada unit organisasi
apapun selalu memandang atasan atau pemimpinnya mempunyai peranan dalam segala
bidang, lebih-lebih pemimpin yang menganut prinsip “keteladanan atau panutan”.
Seorang pemimpin adalah segala-galanya. Oleh karenanya, segala perilaku,
perbuatan, dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan tertentu terhadap
organisasinya. Penampilan
dan kesan-kesan positif seorang pemimpin, akan memberikan gambaran yang positif
pula terhadap organisasi yang dipimpinnya. Dengan demikian setiap pemimpin
tidak lain juga diakui sebagai tokoh yang mewakili dalam segala hal dari
organisai yang dipimpinnya.
7.
Sumber inspirasi (Inspiring); seorang pemimpin pada hakekatnya adalah
sumber semangat bagi bawahannya. Oleh karena
itu, setiap pemimpin harus selalu dapat membangkitkan semangat para bawahan,
sehingga para bawahan menerima dan memahami tujuan organisasi secara antusias,
dan bekerja secara efektif kearah tercapainya tujuan organisasi.
8.
Bersikap menghargai
(Praising); setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan
penghargaan dari orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam suatu organisasi
memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasannya. Oleh karena itu,
menjadi kewajiban pemimpin untuk memberikan penghargaan atau pengakuan dalam
bentuk apapun kepada bawahannya.
Kepemimpinan Transformasional
Sistem pendidikan dan latihan adalah sistem
terbuka yang sangat peka terhadap pengaruh lingkungan strategis, nNamun
demikian upaya untuk membangun kinerja sistem pendidikan dan latihan pada
tingkat kelembagaan sangat berkaitan dengan kapasitas kepemimpinan untuk
mewujudukan misi dan visi lembaga, optimalisasi sumber daya, mengubah cara
berpikir anggota, merumuskan kebijakan untuk memfasilitasi perubahan dan
menciptakan kondisi yang mendukung perubahan. Kapasitas kepemimpinan sangat
berperan dengan cara menampilkan keunggulan bertindak sesuai dengan kaidah
“visionary leadership” dan “transformational leadership”. Bagaimana wujud pendekatan dan tindakan gaya/model perilaku kepemimpinan tersebut?
Membangun visi merupakan salah satu keterampilan
“wajib” yang harus dikuasai oleh pemimpin. Ini mengacu pada Bennis dan
Nanus, yang menyatakan bahwa “the shaping of visions and goals is –as the
most basic and important of leadership competencies”. Membangun visi merupakan tugas kompleks yang
membutuhkan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan dan peluang-peluang,
menempatkan tujuan atau misi sebagai acuan, menurunkan tujuan kongkret dari
visi tersebut, dan mengajak orang dalam membentuk visi dan tujuan tersebut,
sehingga mereka semua komit terhadap visi tersebut.
Kepemimpinan
transformasional adalah “leadership that inspires organizational success by
profoundly affecting follower’s beliefs in what an organization should be, as
well as their values, such as justice and integrity”. Kepemimpinan
transformasional sekarang sedang mendapat sorotan karena kemampuannya mentransformasi (merubah)
organisasi kearah perubahan yang lebih baik. Tugas-tugas yang dilakukan
kepemimpinan model ini adalah, pertama, meningkatkan kepekaan pengikutnya mengenai isu-isu organisasi dan konsekuensinya. Organisasi harus mampu
memahami isu prioritas pertama dana apa yang akan terjadi jika isu tersebut tak
mampu dipecahkan. Kedua, pemimpin transformasional harus mampu mencipta
visi organisasi di hari yang akan
datang, membangun komitmen atas visi tersebut diantara orang-orang yang ada di
organisasi, dan memfasilitasi perubahan organisasional yang mendukung visi.
Ada tiga tujuan yang ingin dicapai
oleh pemimpin transformasional dalam pendidikan dan latihan, yaitu:
1.
Membantu pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dalam mengembangkan
dan mewujudkan budaya kolaboratif dan
profesional di lingkungan Diklat. Ini berarti bahwa pengelola dan
pelaksana dan Widyaiswara bisa berdialog, menelaah mengkritisi, dan
merencanakan pekerjaan secara bersama-sama. Norma tanggungjawab kolektif dan
peningkatan secara terus-menerus mendorong mereka untuk saling belajar dan membelajarkan di antara mereka
sendiri. Para pemimpin transformasional
melibatkan staff dalam penetapan tujuan kolaboratif, mengurangi keterasingan pengelola,
pelaksana dan Widyaiswara, menggunakan mekanisme birokrasi untuk mendukung
perubahan budaya, kepemimpingan dengan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada
pengelola, pelaksana dan Widyaiswara serta secara aktif mengkomunikasikan keyakinan
dan norma-norma dan kediklatan.
2. Meningkatkan pengembangan pengelola,
pelaksana dan Widyaiswara. Penelitian Leithwood menemukan bahwa motivasi
pengembangan diri pengelola, pelaksana dan Widyaiswara meningkat manakala
mereka menginternalisasikan tujuan untuk pertumbuhan profesional.
3. Membantu pengelola, pelaksana dan
Widyaiswara memecahkan masalah secara lebih efektif. Kepemimpinan
transformasional sangat bermakna karena mampu merangsang pengelola, pelaksana
dan Widyaiswara untuk melakukan aktivitas-aktivitas baru dan mencurahkan segala
upaya untuk itu. Leithwood menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
menyebabkan anggota staf bekerja lebih pintar, dan bukan bekerja keras.
Teori kepemimpinan transformasional merupakan
pendekatan terakhir yang hangat
dibicarakan selama dua dekade terakhir.
Gagasan
awal mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James
McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke
dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (dalam Tjiptono dan Syakhroza,
1999).
Upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep
kepemimpinan transformasional ini, Bass mengemukakan adanya kepemimpinan
transaksional yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status
quo. Kepemimpinan jenis ini didefiniskan
sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchage process) dimana para pengikut
mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah
pemimpin.
Sementara itu kepemimpinan tranformasional adalah
kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status
quo. Kepemimpinan tranformasional inilah
yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena
kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan
organisasi kepada suatu tujuan yag tidak pernah diraih sebelumnya, dan para
pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan organisasi menuju arah baru
(Locke, 1997).
Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional
adalah bahwa setiap orang akan mengikuti
seseorang yang dapat memberikan mereka inspirasi, mempunyai visi yang jelas, serta memiliki
cara dan energi yang baik untuk mencapai
sesuatu tujuan baik yang besar, dan menurut Fullan (2001:5) pemimpin
harus memiliki 3 variabel yaitu energi, semangat dan harapan. Bekerja sama
dengan seorang pemimpin transformasional
dapat memberikan suatu pengalaman yang berharga, karena pemimpin transformasional biasanya akan
selalu memberikan semangat dan energi
positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita menyadarinya.
Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu dengan visi dan
merupakan suatu pandangan atau harapan kedepan yang akan dicapai bersama dengan memadukan semua kekuatan,
kemampuan dan keberadaan para
pengikutnya. Mungkin saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh para pemimpin itu sendiri atau visi tersebut
memang sudah ada secara kelembagaan yang
sudah dibuat dan dirumuskan oleh para pendahulu
dan memang masih sahih serta selaras dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan pada saat sekarang.
Pemimpin transformasional pada dasarnya memiliki totalitas perhatian dan selalu berusaha membantu dan mendukung
keberhasilan para pengikutnya. Tentu
saja semua perhatian dan totalitas yang diberikan pemimpin transformasional tidak akan berarti
tanpa adanya komitmen bersama dari
masing-masing pribadi pengikut.
Setiap peluang yang ada akan diperhatikan dan digunakan untuk mengembangkan
visi bersama dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam membangun pengikut, pemimpin transformasional
sangat berhati-hati demi terbentuknya
suatu kesepakatan atau komitmen untuk saling percaya dan terbentuknya
integritas personal atau kelompok. Sering pula terjadi bahwa dalam kepemimpinan
transformasional visi merupakan
identitas dari pemimpin dan atau identitas dari kelompok itu sendiri.
Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi baru yang efektif untuk mencapai suatu tujuan yang
besar. Mungkin saja tidak dalam bentuk
petunjuk-petunjuk teknis yang tersurat, namun sebetulnya hal tersebut sudah dapat kita pahami melalui visi yang ada
serta dalam suatu proses penemuan dan
pengembangan dari pemimpin dan kelompok itu sendiri.
Adanya kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan pengembangan bisa saja terjadi kendala atau kegagalan, namun
setiap kendala atau kegagalan itu
hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai suatu tujuan yang
besar tersebut. Memang cukup sulit untuk
kita dapat memahami kepemimpinan transformasional
dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak para praktisi umum, praktisi pendidikan,
maupun praktisi organisasional yang
memberikan definisinya, antara lain: “transformational leadership as a process
where leader and followers engage in a
mutual process of raising one another to hinger levels of morality and motivation (Burns, 1978)”.
Kepemimpinan
transformasional menurut Burns merupakan
suatu proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan mengembangkan
moralitas dan motivasinya. Definisi yang diungkapkan oleh Bass (1990) lebih
melihat bagaimana pemimpin transformasional
dapat memberikan dampak atau pengaruh kepada para pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya,
rasa kagum dan rasa segan.
Dengan bahasa sederhana,
kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan
dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang
terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk
mencapai performa yang semakin tinggi. Esensi
kepemimpinan transformasional ini adalah menghasilkan perubahan dimana dirinya
dan mereka yang terkait dengan sama-sama mengalami perubahan kea rah yang lebih
luas, tinggi dan mendalam. Kata kunci
dari segenap keputusan adalah bagaimana melakukan perubahan dan berapa banyak
pihak-pihak yang terlibat alam perubahan tersebut.
Selain memberikan definisi,
Bass (1990) juga mengarisbawahi beberapa
hal mengenai bagaimana seorang pemimpin transformasional dapat mentransformasi para pengikutnya dan
bagaimana kepemimpinan transformasional
itu dapat terjadi, yaitu dengan:
1. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu
tugas pekerjaan dan nilai dari tugas
pekerjaan tersebut
2. Menekankan kepada pengembangan tim atau
pencapaian tujuan organisasi dari pada
hanya sekedar kepentingan pribadi masing-masing.
3. Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari
tingkatan kebutuhan yang paling tinggi
Terdapat 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan
transformasional dapat terlaksana,
yaitu:
Pertama, mengidealisasikan pengaruh dengan standar
etika dan moral yang cukup tinggi dengan
tetap mengembangkan dan memelihara rasa percaya
di antara pimpinan dan pengikutnya sebagai landasannya.
Kedua, inspirasi yang
menumbuhkan motivasi seperti tantangan dalam tugas dan pekerjaan.
Ketiga, stimulasi
intelektual dengan tujuan untuk menumbuhkan kreativitas, terutama kreativitas di dalam memecahkan
masalah dan mencapai suatu tujuan yang besar secara bersama-sama.
Keempat, pertimbangan
individual dengan menyadari bahwa setiap
pengikutnya memiliki keberadaan dan karakteristik yang unik dan
berdampak pada perbedaan perlakuan ketika melakukan coaching, karena pada hakikatnya setiap individu membutuhkan
aktualisasi diri, penghargaan diri dan
pemenuhan berbagai keinginan pribadi. Pendekatan ini selain berdampak positif pada pertumbuhan individu dan
optimalisasi pencapaian hasil, juga akan
berdampak pula pada pembentukan generasi kepemimpinan selanjutnya.
Di dalam suatu organisasi
yang sehat, masalah regenerasi kepemimpinan
adalah hal penting lainnya yang juga perlu kita pikirkan dan kita
antisipasi, oleh sebab itu kepempinan dalam konteks ini tidak hanya menciptakan
pengikut tetapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin baru. Kepemimpinan transformasional mampu
mengakomodir kebutuhan tersebut mengingat prinsip dan ciri yang melekat pada
tipe kepemimpinan tersebut. Suatu tim
peneliti Karen Boehnke dan kawan-kawannya melakukan studi tentang penerapan
kepemimpinan transformasional diberbagai budaya. Mereka menemukan bahwa semua pemimpin transformasional
memiliki kesamaan perilaku antara lain:
1. Visioning, memberikan rumusan
masa depan yang diinginkan
2.
Inspiring, selalu memberikan inspirasi sehingga menimbulkan kegairahan
3.
Stimulating, selalu menstimulasi sehingga menimbulkan minat untuk hal baru
4.
Coaching, memberikan bimbingan satu persatu
5.
Team building, bekerja
dalam team-work.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari
kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip untuk menciptakan
kepemimpinan transformasional yang sinergis
sebagaimana di bawah ini dan menurut (Erik Rees, 2001):
1.
Simplifikasi, keberhasilan dari
kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan
bersama. Kemampuan serta keterampilan
dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama yang penting
untuk kita implementasikan.
2.
Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan
komitmen dari setiap orang yang terlibat
terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan. Ketika pemimpin
transformasional dapat menciptakan suatu
sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya pemimpin tersebut dapat pula mengoptimalkan,
memotivasi dan memberi energi kepada setiap
pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan
peluang bagi mereka untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal
memberikan usulan ataupun mengambil
keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga
hal ini akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri.
3.
Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di
dalam organisasi secara kelembagaan,
kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual dari
setiap orang yang terlibat di dalamnya.
4.
Inovasi, yaitu kemampuan untuk
secara berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan
dan menjadi suatu tuntutan dengan
perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang
terlibat perlu mengantisipasi perubahan
dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin
transformasional harus sigap (siap siaga) dan bersedia merespon perubahan tanpa
mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang
sudah dibangun.
5.
Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber
daya yang ada untuk melengkapi dan
memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin
transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung
jawab.
6.
Siap siaga, yaitu kemampuan untuk selalu
siap belajar tentang diri mereka sendiri
dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7.
Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan
tuntas untuk ini tentu perlu didukung
oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.
Trend
Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan dan Latihan
Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang
mampu mendatangkan perubahan di dalam
diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi.
Organisasi yang dimaksudkan dalam
pemahaman tersebut dapat dalam skala makro, meso, atau mikro. Ini berarti bahwa kepemimpinan trasnformasional
dapat diterapkan di organisasi yang
berskala nasional, wilayah, lokal, dan lebih mikro adalah Pendidikan dan
Latihan serta kelas. Dalam skala mikro dengan contoh Diklat atau kelas, maka Pemimpin
atau pengelola, pelaksana dan Widyaiswara adalah pemimpin transformasional.
Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam menstimulasi orang-orang yang terlibat agar
menjadi lebih kreatif dan inovatif, di
samping pemimpin itu sendiri juga merupakan seorang pendengar yang baik.
Implementasi kepemimpinan transformasional bagi Diklat seyogianya diarahkan pada pencapaian hasil (outcomes)
peserta didiknya secara optimal, dalam
pengertian bahwa dengan kepemimpinan transformasional itu, ketrampilan dan kompetensi peserta didik yang
menjadi suatu tujuan pendidikan dan
latihan serta pembelajaran yang sudah ditentukan dapat dicapai dengan lebih optimal yaitu memiliki kompetensi yang betul-betul dikuasai oleh peserta didik dan dapat menjadi
bekal hidup mereka di masa datang, oleh
sebab itu implementasi kepemimpinan transformasional di Diklat akan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kepemimpinan transformasional
dipersepsikan dan diterima oleh setiap
orang yang terlibat di dalam organisasi pendidikan dan latihan tersebut? (misal: pengelola, pelaksana dan Widyaiswara,
karyawan, peserta didik, dll)
2. Apa yang mereka harapkan dari suatu
kepemimpinan dalam arti luas dan kepemimpinan
transformasional dalam arti sempit?
3. Hasil (outcomes
) peserta didik yang bagaimana yang diharapkan oleh para pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dan oleh
peserta didik itu sendiri, baik dalam hal akademik maupun non akademik?
4. Faktor-faktor apa yang memberikan
kontribusi signifikan pada usaha
pencapaian target hasil (outcomes ) tersebut?
Apabila kita sudah dapat menjawab pertanyaan mendasar di atas, maka dapatlah hal-hal penting tersebut dipadukan
dan diselaraskan secara terarah pada
beberapa hal utama yang membuat kepemimpinan transformasional akan: 1) meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas
pekerjaan dan nilai dari tugas pekerjaan
tersebut; 2) menekankan pada pengembangan tim dan pencapaian tujuan organisasi pendidikan dan pelatihan;
3) mengutamakan kebutuhan dari tingkatan yang paling tinggi/besar. Dukungan secara individual di semua tingkatan
(pengelola, pelaksana dan Widyaiswara, peserta didik) juga perlu dilakukan termasuk di dalamnya dukungan moral
dan apresiasi atas suatu hasil kerja
individual yang baik.
Di samping itu perlu ditumbuhkan budaya Diklat berupa suasana saling hormat antara peserta didik, peserta didik
dengan pendidik, pendidik dengan pendidik,
dan dengan pihak lainnya. Kemauan untuk berubah atas suatu pemahaman dan
paradigma baru perlu didorong, yaitu dengan menumbuhkan tingkat partisipatif dalam pengambilan keputusan, pendelegasian,
dan mendorong para pendidik untuk dapat
mengambil keputusan sesuai lingkup tugas dan batasan kewenangannya.
Lebih lanjut, visi dan tujuan Diklat dikembangkan berdasarkan suatu
kesepakatan bersama untuk membangun
komunitas Diklat yang terarah dalam mencapai
tujuan dengan tidak lupa memperhatikan harapan kinerja, yaitu dengan memberikan
ekspektasi yang tinggi bagi para pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dan para peserta
didik, dan medorong mereka untuk menjadi
efektif dan inovatif. Diklat sebagai suatu
organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap
terhadap perkembangan keilmuan yang
terjadi, perlu secara terus menerus diberikan
stimuli intelektualitas.
Stimuli intelektualitas dapat dilakukan
dengan cara mendorong setiap orang yang terlibat untuk merefleksikan apa yang akan mereka capai dan bagaimana mereka
melakukannya, dan memfasilitasi setiap
peluang belajar yang ada dan setiap usaha mereka untuk mempraktekan apa yang sudah mereka pelajari
tersebut. Hal ini akan menumbuhkan rasa
keterlibatan dan kontribusi atas suatu nilai yg dipegang bersama.
Hal ini erat sekali kaitannya
antara akademik outcomes dan non-akademik outcomes
yang ditargetkan Diklat.
Kesimpulan
Saat ini perkembangan manajeman dan kepemimpinan dalam suatu organisasi hal yang penting dan perlu
mendapatkan perhatian. Manajemen dan kepemimpinan perlu terus menerus
dikembangkan dan disesuaikan untuk keberlangsungan
dan perkembangan organisasi itu sendiri. Diklat sebagai suatu organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap terhadap
perkembangan keilmuan dan teknologi yang
terjadi saat ini, semakin membutuhkan kepemimpinan yang mampu menjawab tantangan, membawa pembaharuan, dan
lebih aspiratif terhadap perubahan yang
terjadi. Kepemimpinan
di Diklat dilakukan baik oleh Kepala Diklat
maupun oleh pengelola, pelaksana dan Widyaiswara.
Kepemimpinan transformasional merupakan suatu alternatif kepemimpinan yang dapat diterapkan di Diklat
dalam upaya pencapaian outcomes peserta
didik secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan adalah sejumlah keterampilan, kompetensi baik
akademik maupun non akademik yang
dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil dari suatu proses pendidikan dan latihan serta kegiatan
pembelajaran yang dilakukan. Implementasi kepemimpinan transformasional di Diklat
pada dasarnya perlu diselaraskan dan
dilakukan sinkronisasi dengan situasi dan kondisi serta sumberdaya yang lebih spesifik yang terdapat
di masing-masing Diklat.
Ada
tiga tujuan yang ingin dicapai oleh pemimpin transformasional dalam pendidikan
dan latihan, yaitu:
1) Membantu pengelola, pelaksana dan
Widyaiswara mengembangkan dan mewujudkan budaya kolaboratif dan profesional di lingkungan Diklat. Ini berarti bahwa pengelola, pelaksana dan
Widyaiswara bisa berdialog, menelaah mengkritisi, dan merencanakan pekerjaan
secara bersama-sama. Nomra tanggungjawab kolektif dan peningkatan secara terus-menerus
mendorong mereka untuk saling belajar
dan membelajarkan di antara mereka sendiri. Para pemimpin transformasional
melibatkan staff dalam penetapan tujuan kolaboratif, mengurangi keterasingan pengelola,
pelaksana dan Widyaiswara, menggunakan mekanisme birokrasi untuk mendukung
perubahan budaya, berbagi kepemimpingan dengan yang lain dengan mendelegasikan
kekuasaan, dan secara aktif mengkomunikasikan norma-norma dan visi Diklat.
2) Meningkatkan pengembangan pengelola,
pelaksana dan Widyaiswara. Penelitian Leithwood menemukan bahwa motivasi
pengembangan diri pengelola, pelaksana dan Widyaiswara akan meningkat apabila
mereka menginternalisasikan tujuan untuk pertumbuhan profesional.
3) Membantu pengelola, pelaksana dan
Widyaiswara memecahkan masalah secara lebih efektif. Kepemimpinan
transformasional sangat bermakna karena mampu merangsang pengelola, pelaksana
dan Widyaiswara untuk melakukan aktivitas baru dan mencurahkan segala upaya
untuk itu. Leithwood menemukan bahwa kepemimpinan transformasional menyebabkan
anggota staf bekerja lebih pintar, bukan bekerja keras.
Daftar Pustaka
Bass. B.M, 1985., Leadership and performance beyond expectation, Free Press: New York.
Burns. J.M, 1978., Leadership. New York, Harper & Row Erik. R, 2001., Leadership Articles.
Buss. T dan Marianne Coleman, 2006., Leasdership
and Strategic Management in Education (ed terjemahan). IRCiSoD:Yogyakarta
Danim. S, 2006., Visi
Baru Manajemen Diklat : Unit
Birokrasi ke Lembaga Akademik, Bumi
Aksara :Jakarta
Michael Fullan, 2001., Leading In Culture Of Change, Jossey-Bass:San Francisco
Gersick, C.J.G. & Hackman, J.R, 1990., Habitual routines in task-performing teams., Organizational
Behavior and Human Decision Processes
Hickman. G, 1993., Toward transformistic organizations: A conceptual framework
Osterman.
K, 2000., Students’ need for belonging
in the school community, review of
educational research.
Casino Finder (MapYRO) Real-time driving directions
ReplyDeleteRealtime driving directions to Casino 군포 출장샵 ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort 울산광역 출장안마 ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort 서산 출장샵 ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ 김제 출장마사지 Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort 포항 출장샵 ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort ZAZ Resort Z