Thursday, 14 January 2016

TREND KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL SEBAGAI ALTERNATIF DI LINGKUNGAN DIKLAT (PENDIDIKAN DAN LATIHAN) DI ERA GLOBAL



Oleh: Dr. Bovie Kawulusan., M.Si*)

Abstrak

Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara  tidak formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang  membuat para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan  menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya kepemimpinan yang terjadi biasanya  adalah transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis,  tantangan,  visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional, serta inovasi. Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah  Apakah trend kepemimpinan transformasional sebagai alternatif di lingkungan Pendidikan dan pelatihan Di era global.
Diklat sebagai  suatu organisasi yang terus belajar, dalam  pengertian dinamis, dan tanggap terhadap perkembangan keilmuan dan teknologi yang  terjadi saat ini, semakin membutuhkan kepemimpinan yang mampu  menjawab tantangan, membawa pembaharuan, dan lebih aspiratif terhadap  perubahan yang terjadi, dan kepemimpinan transformasional merupakan suatu alternatif dapat diterapkan di Diklat dalam upaya pencapaian  outcomes peserta didik secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan  adalah kompetensi baik akademik maupun non  akademik yang dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil dari suatu  proses pendidikan  dan latihan serta  kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Keberhasilan tersebut juga merupakan hasil transformasi pengelola, pelaksana dan widyaiswara dalam proses pendidikan dan latihan.

Key word: Trend Kepemimpinan transformasional

Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu  organisasi apapun merupakan hal penting dan perlu mendapatkan perhatian.  Tanpa adanya suatu manajemen dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif,  upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan organisasi  akan sulit dicapai dan mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Lalu akan  muncul berbagai pertanyaan, antara lain: Apakah “Manajemen” dan  “Kepemimpinan” itu?. Apa perbedaan kedua hal tersebut?. Pertanyaan pertanyaan  tersebut sudah sering ditanyakan dan kerap kali juga sudah dijawab  dengan berbagai pendekatan, baik dari pendekatan praktis maupun dari  pendekatan teoritis empiris organisasional.
Sudah banyak pakar dan praktisi manajemen dan organisasi memberikan  batasan-batasan, baik secara umum maupun secara spesifik mengenai  perbedaan manajemen dan kepemimpinan yang selanjutnya kita baca dalam  pengertian seorang manajer dan seorang pemimpin. Berdasarkan berbagai batasan  yang diberikan terdapat suatu benang merah bahwa perbedaan antara  manajemen dan kepemimpinan bersumber dari masalah motivasi yang dapat  mendorong serta menggerakkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk  melakukan atau mengikuti acuan dan perintah yang diberikan.

Seorang manajer definitif memiliki bawahan (subordinates) dan secara  posisional otoritas mereka menerima power jabatan yang diberikan secara  formal. Gaya manajemen yang biasa digunakan adalah transaksional yang  lebih mengarah pada stabilitas pekerjaan, pengelolaan pekerjaan, objektivitas,  kontrol, peraturan-peraturan. Gaya ini akan terlihat pada saat seorang manajer  meminta bawahannya melakukan sesuatu dan orientasi para bawahan memiliki  tendensi kepada pertimbangan sejumlah nominal uang (upah atau gaji) yang  akan diterima setelah melakukan pekerjaan tersebut. 

Seorang pemimpin tidak memiliki bawahan, tetapi ia memiliki para  pengikut (followers) yang biasanya mengikuti pemimpin ini atas kesadaran  masing-masing. Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara  tidak formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang  membuat para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan  menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya kepemimpinan yang terjadi biasanya  adalah transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis, tantangan,  visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional, serta inovasi.
Manajemen dan kepemimpinan merupakan dua unsur yang sangat  menentukan dalam keberlangsungan dan perkembangan organisasi termasuk  organisasi pendidikan dan latihan. Era yang penuh dinamika serta perubahan yang  cepat seperti sekarang ini, manajemen dan kepemimpinan yang peka terhadap  perubahan amat diperlukan dalam memberdayakan semua potensi yang  dimiliki. Manajemen dan kepemimpinan yang demikian diperlukan dalam  mendorong organisasi untuk terus belajar dan tanggap terhadap perubahan  dan perkembangan yang terjadi serta semakin berusaha dalam meningkatkan  performa organisasinya.
Dalam bidang pendidikan dan latihan (Diklat), kepemimpinan perlu  diformulasikan kembali agar tujuan pendidikan dan latihan serta proses pembelajaran dapat dicapai  lebih optimal agar berdampak signifikan terhadap hasil (outcomes) peserta didik. Pemahaman hasil (outcomes) dalam tulisan ini adalah sejumlah  keterampilan dan kompetensi akademik maupun non akademik yang  seharusnya dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil proses pendidikan dan latihan serta  pembelajaran. Keterampilan dan kompetensi yang dikuasai peserta didik diharapkan  dapat menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang yang sarat dengan  berbagai tuntutan serta perkembangannya.
Dalam tulisan ini penulis mengkaji apakah kepemimpinan transformasional merupakan salah  satu bentuk kepemimpinan untuk meningkatkan hasil (outcomes)  peserta didik dan juga kinerja Diklat, dan agar benar-benar dapat  diimplementasikan di tataran teknis operasional, alternatif kerangka dasar  bentuk kepemimpinan di Diklat perlu  disinkronisasikan dengan situasi dan kondisi serta sumberdaya yang terdapat  di Diklat.


Permasalahan
Pemimpin organisasi apapun namanya harus dapat bertindak sebagai  sponsor perubahan, disisi lain perubahan memerlukan pemimpin yang kompeten untuk mengelola perubahan dan bawahan yang  mampu untuk menjalankannya.  Keduanya masih perlu diberdayakan  untuk menjadi agen perubahan. Pemberdayaan sumber daya manusia mengandung makna membuat  sumber daya manusia lebih mampu menyelesaikan  tugasnya dengan baik.
Pemberdayaan memerlukan gaya kepemimpinan tertentu, dan dalam proses perubahan memerlukan pemimpin yang mampu menyeimbangkan aktivitas operational dengan aktivitas yang menyangkut sumber  daya manusia, dan pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk dapat melakukan perubahan fundamental  dengan pendekatan kultur, partisipatif.
Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah  Bagaimana kepemimpinan transformasional sebagai Trend kepemimpinan di lingkungan Pendidikan dan pelatihan Di era global.

Tujuan
Tujuan penulisan ini secara umum adalah sebagai bahan kajian tentang kepemimpinan tranformasional sebagai trend kepemimpinan dilingkungan Diklat, dan secara khusus tulisan ini dapat dipahami baik para pengelola, pelaksana dan widyaiswara dalam lingkup kediklatan

Manfaat
Sebagai bahan kajian untuk mewujudkan konsep  terbaik dalam memahami dan mengaplikasikan tentang kepemimpinan tranformasional sebagai trend kepemimpinan dilingkungan Diklat, dan sebagai sumber bahan kajian untuk penulisan-penulisan di masa yang akan datang.

Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan ini melalui metode kajian pustaka yaitu melalui teori-teori yang ada kaitannya dengan tema kajian dalam makalah ini yang diperdalam dengan analisis secara deskriptif dalam lingkup kediklatan.


Kajian Pustaka
Pengertian dan Definisi Kepemimpinan
Pengertian secara umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan  seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau  mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Kegiatan  tersebut dapat dilakukan melalui suatu karya, seperti buku, lukisan dan  sebagainya, atau melalui kontak personal secara tatap muka. Faktor penting  dalam kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau mengendalikan pikiran,  perasaan, atau tingkah laku orang lain adalah tujuan dan rencana. Namun  bukan berarti bahwa kepemimpinan selalu merupakan kegiatan yang  direncanakan dan dilakukan dengan sengaja, seringkali juga kepemimpinan  berlangsung secara spontan. Locke (1997) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama.   Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:
1.      Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept).  Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut).  Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemipimpin.  Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka
2.      Kepemimpinan merupakan suatu proses.  Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu.  Seperti telah diobservasi oleh Jhon Gardener (1986) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas.  Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3.      Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan.  Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi dari bawahan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam mengimplementasikannya.
Peranan pemimpin dalam era persaingan global ini sangat dominan untuk dapat menjembatani masalah-masalah kronis yang dihadapi oleh organisasinya. Peranan pemimpin menurut hasil penelitian Henry Mintzberg dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut:




Selanjutnya peranan pemimpin tersebut, dijabarkan kedalam pengertian sebagai berikut:
1.      Peranan yang bersifat interpersonal, dalam fungsi yang bersifat interpersonal meliputi 3 macam peran, yaitu:
1).    Figurehead
Sebagai pimpinan suatu organisasi kadang-kadang harus tampil dalam berbagi upacara resmi dan undangan, misalnya hadir dalam upacara anggota stafnya, menghadiri upacara-upacara pelantikan dan sebagainya.
2).    Berperan sebagai Leader (penggerak)
Dalam hal ini seorang pemimpin harus mampu memberikan bimbingan sehingga bawahan dapat dibina dan dikembangkan dalam pelaksanaan tugas.
3).    Berperan sebagai Liaison (penghubung)
Dalam hal ini pemimpin harus mengembangkan hubungan kerjasama, bukan hanya dengan bawahan melainkan lingkungan kerja diluar satuannya dalam satuannya dalam saling tukar menukar informasi.

2.      Peranan yang bersifat informasional, menerima dan menyampaikan informasi adalah peranan penting bagi setiap manajer, sebab dalam setiap pengambilan keputusan manajer perlu informasi. Ada 3 macam peranan yang bersifat informasional:
1).    Peranan sebagai Pemonitor dalam arti setiap manajer harus selalu mengikuti dan memperoleh segala macam informasi seluruh proses kegiatan di satuan kerjanya.
2).    Peranan sebagai Dessiminator, seorang manajer harus selalu memberikan informasi kepada bawahannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan satuan kerjanya, hal ini penting agar para bawahan selalu dapat mengikuti setiap program dan perubahan yang terjadi di lingkungan kerjanya. Setiap organisasi apapun memerlukan kerjasama, bantuan, konsultasi, dan dukungan dari luar. Dalam hubungan keluar baik yang bersifat kerjasama, konsultasi dan sebagainya, seorang manajer bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan sepenuhnya untuk mengadakan hubungan kerja dan sebagainya.
3).    Peranan sebagai juru bicara, segala informasi yang menyangkut satuan kerja yang akan disampaikan keluar tidak bisa disalurkan melalui orang lain, sebab juru bicara suatu organisasi adalah manajer itu sendiri.

3.      Peranan Sebagai Pengambil keputusan, sebagai pengambil keputusan setiap manajer dapat berperan sebagai, 
1)      Entrepreneur:
·         Setiap manajer harus selalu berusaha memperbaiki dan mengembangkan satuan kerja yang dipimpin.
·         Setiap manajer harus berusaha untuk menciptakan ide dan gagasan baru, baik menyangkut sistem hubungan dan tata kerja (innovation) satuan kerja yang dipimpinnya, maupun pengembangan organisasinya sendiri.
2).    Orang yang selalu mampu mengatasi segala macam kesulitan (disturbances handler), yaitu  seorang manajer dalam situasi apapun harus mampu mengatasi segala hambatan tantangan yang dihadapinya.
3).    Peran sebagai pengatur segala macam sumber yang ada; yaitu setiap manajer bertanggung jawab mengatur segala macam sumber daya manusia, dana, waktu dan prasarana, sehingga masing-masing sumber dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi.
4).    Orang yang berperan mewakili dalam setiap hubungan kerja dengan satuan kerja diluarnya.
Pendapat lain yang menarik tentang peranan kepemimpinan, diungkapkan oleh H.G. Hicks dan C.R. Gullet dalam bukunya yang berjudul Organization (Theory and Behaviors).  Kedua pakar tersebut berpendapat bahwa peranan pemimpin akan berhasil apabila memiliki sifat sebagai berikut:
1.      Bersikap adil; dalam kehidupan organisasi apapun, rasa kebersamaan diantara para anggotanya adalah mutlak. Sebab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan pencerminan dari kesepakatan antar sesama bawahan, maupun antara pemimpin dengan bawahan, dalam mencapai tujuan organisasi. Tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin akan terjadi ketidaksesuaian diantara para bawahan. Apabila diantara mereka tidak bisa memecahkan persoalan, pemimpin perlu turun tangan untuk segera menyelesaikan. Dalam hal memecahkan persoalan hubungan diantara bawahan, pemimpin harus adil, tidak memihak. 
2.      Memberikan sugesti (suggesting); sugestinya bisa disebut saran atau anjuran. Dalam melakukan kepemimpinan sugesti merupakan kewibawaan atau pengaruh yang seharusnya mampu menggerakkan hati orang lain. Dan sugesti mempunyai peranan yang sangat penting didalam memelihara dan membina rasa pengabdian, partisipasi, dan harga diri, serta rasa kebersamaan diantara para bawahan.
3.      Mendukung tercapainya tujuan (Supplying Objectives); tercapainya tujuan organisasi tidak otomatis, melainkan harus didukung oleh adanya berbagai sumber. Oleh karena itu, agar setiap organisasi dapat efektif dalam arti mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, maka perlu disiapkan sumber pendukungnya yang memadai, seperti : mekanisme dan tata cara kerja, sarana serta sumber yang lain.
4.      Katalisator (Catalysing); secara kimiawi arti kata katalis atau katalisator ialah zat yang tidak ikut bereaksi, tetapi mempercepat reaksi (kimia). Jadi dalam dunia kepemimpinan, seorang pemimpin dikatakan berperan sebagai katalisator, selalu meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
5.      Menciptakan rasa aman (Providing Security); setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para bawahannya. Fungsi ini dapat dilaksanakan apabila setiap pemimpin selalu mampu memelihara hal-hal yang positif dan sikap optimis dalam menghadapi segala permasalahan. Sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya bawahan merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran dan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
6.      Sebagai wakil organisasi (Representing); setiap bawahan yang bekerja pada unit organisasi apapun selalu memandang atasan atau pemimpinnya mempunyai peranan dalam segala bidang, lebih-lebih pemimpin yang menganut prinsip “keteladanan atau panutan”. Seorang pemimpin adalah segala-galanya. Oleh karenanya, segala perilaku, perbuatan, dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan tertentu terhadap organisasinya. Penampilan dan kesan-kesan positif seorang pemimpin, akan memberikan gambaran yang positif pula terhadap organisasi yang dipimpinnya. Dengan demikian setiap pemimpin tidak lain juga diakui sebagai tokoh yang mewakili dalam segala hal dari organisai yang dipimpinnya.
7.      Sumber inspirasi (Inspiring); seorang pemimpin pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi bawahannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat membangkitkan semangat para bawahan, sehingga para bawahan menerima dan memahami tujuan organisasi secara antusias, dan bekerja secara efektif kearah tercapainya tujuan organisasi.
8.      Bersikap menghargai (Praising); setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam suatu organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasannya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemimpin untuk memberikan penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada bawahannya.

Kepemimpinan Transformasional
Sistem pendidikan dan latihan adalah sistem terbuka yang sangat peka terhadap pengaruh lingkungan strategis, nNamun demikian upaya untuk membangun kinerja sistem pendidikan dan latihan pada tingkat kelembagaan sangat berkaitan dengan kapasitas kepemimpinan untuk mewujudukan misi dan visi lembaga, optimalisasi sumber daya, mengubah cara berpikir anggota, merumuskan kebijakan untuk memfasilitasi perubahan dan menciptakan kondisi yang mendukung perubahan. Kapasitas kepemimpinan sangat berperan dengan cara menampilkan keunggulan bertindak sesuai dengan kaidah “visionary leadership” dan “transformational leadership”. Bagaimana wujud  pendekatan dan tindakan  gaya/model perilaku kepemimpinan tersebut?
Membangun visi merupakan salah satu keterampilan “wajib” yang harus dikuasai oleh pemimpin. Ini mengacu pada Bennis dan Nanus, yang menyatakan bahwa “the shaping of visions and goals is –as the most basic and important of leadership competencies”.  Membangun visi merupakan tugas kompleks yang membutuhkan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan dan peluang-peluang, menempatkan tujuan atau misi sebagai acuan, menurunkan tujuan kongkret dari visi tersebut, dan mengajak orang dalam membentuk visi dan tujuan tersebut, sehingga mereka semua komit terhadap visi tersebut.
Kepemimpinan transformasional adalah “leadership that inspires organizational success by profoundly affecting follower’s beliefs in what an organization should be, as well as their values, such as justice and integrity”. Kepemimpinan transformasional sekarang sedang mendapat sorotan  karena kemampuannya mentransformasi (merubah) organisasi kearah perubahan yang lebih baik. Tugas-tugas yang dilakukan kepemimpinan model ini adalah, pertama, meningkatkan kepekaan pengikutnya  mengenai isu-isu organisasi  dan konsekuensinya. Organisasi harus mampu memahami isu prioritas pertama dana apa yang akan terjadi jika isu tersebut tak mampu dipecahkan. Kedua, pemimpin transformasional harus mampu mencipta visi  organisasi di hari yang akan datang, membangun komitmen atas visi tersebut diantara orang-orang yang ada di organisasi, dan memfasilitasi perubahan organisasional yang mendukung visi.
Ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh pemimpin transformasional dalam pendidikan dan latihan, yaitu:
1.      Membantu pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dalam mengembangkan dan mewujudkan budaya kolaboratif dan  profesional di lingkungan Diklat. Ini berarti bahwa pengelola dan pelaksana dan Widyaiswara bisa berdialog, menelaah mengkritisi, dan merencanakan pekerjaan secara bersama-sama. Norma tanggungjawab kolektif dan peningkatan secara terus-menerus mendorong mereka untuk saling  belajar dan membelajarkan di antara mereka sendiri. Para pemimpin transformasional melibatkan staff dalam penetapan tujuan kolaboratif, mengurangi keterasingan pengelola, pelaksana dan Widyaiswara, menggunakan mekanisme birokrasi untuk mendukung perubahan budaya, kepemimpingan dengan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada pengelola, pelaksana dan Widyaiswara serta secara aktif mengkomunikasikan keyakinan dan norma-norma dan kediklatan.
2.      Meningkatkan pengembangan pengelola, pelaksana dan Widyaiswara. Penelitian Leithwood menemukan bahwa motivasi pengembangan diri pengelola, pelaksana dan Widyaiswara meningkat manakala mereka menginternalisasikan tujuan untuk pertumbuhan profesional.
3.      Membantu pengelola, pelaksana dan Widyaiswara memecahkan masalah secara lebih efektif. Kepemimpinan transformasional sangat bermakna karena mampu merangsang pengelola, pelaksana dan Widyaiswara untuk melakukan aktivitas-aktivitas baru dan mencurahkan segala upaya untuk itu. Leithwood menemukan bahwa kepemimpinan transformasional menyebabkan anggota staf bekerja lebih pintar, dan bukan bekerja keras.
Teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat  dibicarakan selama dua dekade terakhir.  Gagasan awal mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (dalam Tjiptono dan Syakhroza, 1999).
Upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan transformasional ini, Bass mengemukakan adanya kepemimpinan transaksional yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo.  Kepemimpinan jenis ini didefiniskan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchage process) dimana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Sementara itu kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo.  Kepemimpinan tranformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yag tidak pernah diraih sebelumnya, dan para pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan organisasi menuju arah baru (Locke, 1997).
Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa setiap  orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka inspirasi,  mempunyai visi yang jelas, serta memiliki cara dan energi yang baik untuk mencapai  sesuatu tujuan baik yang besar, dan menurut Fullan (2001:5) pemimpin harus memiliki 3 variabel yaitu energi, semangat dan harapan. Bekerja sama dengan seorang pemimpin  transformasional dapat memberikan suatu pengalaman yang berharga, karena  pemimpin transformasional biasanya akan selalu memberikan semangat dan  energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita menyadarinya.
Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu dengan visi dan merupakan suatu pandangan atau harapan kedepan yang akan dicapai  bersama dengan memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan  para pengikutnya. Mungkin saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh  para pemimpin itu sendiri atau visi tersebut memang sudah ada secara  kelembagaan yang sudah dibuat dan dirumuskan oleh para pendahulu  dan memang masih sahih serta selaras dengan perkembangan kebutuhan dan  tuntutan pada saat sekarang.
Pemimpin transformasional pada dasarnya memiliki totalitas perhatian  dan selalu berusaha membantu dan mendukung keberhasilan para  pengikutnya. Tentu saja semua perhatian dan totalitas yang diberikan  pemimpin transformasional tidak akan berarti tanpa adanya komitmen bersama  dari masing-masing pribadi pengikut.
Setiap peluang yang ada akan diperhatikan dan digunakan untuk mengembangkan visi bersama dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam  membangun pengikut, pemimpin transformasional sangat berhati-hati demi  terbentuknya suatu kesepakatan atau komitmen untuk saling percaya dan terbentuknya integritas personal atau kelompok. Sering pula terjadi bahwa dalam kepemimpinan transformasional  visi merupakan identitas dari pemimpin dan atau identitas dari kelompok itu  sendiri.
Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi baru  yang efektif untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Mungkin saja tidak  dalam bentuk petunjuk-petunjuk teknis yang tersurat, namun sebetulnya hal tersebut  sudah dapat kita pahami melalui visi yang ada serta dalam suatu proses  penemuan dan pengembangan dari pemimpin dan kelompok itu sendiri.
Adanya kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan pengembangan  bisa saja terjadi kendala atau kegagalan, namun setiap kendala atau  kegagalan itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk menjadi lebih baik  dan efektif dalam mencapai suatu tujuan yang besar tersebut.  Memang cukup sulit untuk kita dapat memahami kepemimpinan  transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak  para praktisi umum, praktisi pendidikan, maupun praktisi organisasional  yang memberikan definisinya, antara lain:  “transformational leadership as a process where leader and followers engage  in a mutual process of raising one another to hinger levels of morality and  motivation (Burns, 1978)”.   
Kepemimpinan transformasional menurut Burns  merupakan suatu proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama  saling meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya.   Definisi  yang diungkapkan oleh Bass (1990) lebih melihat bagaimana pemimpin  transformasional dapat memberikan dampak atau pengaruh kepada para  pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.
Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat  didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan  perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi  untuk mencapai performa yang semakin tinggi.  Esensi kepemimpinan transformasional ini adalah menghasilkan perubahan dimana dirinya dan mereka yang terkait dengan sama-sama mengalami perubahan kea rah yang lebih luas, tinggi dan mendalam.  Kata kunci dari segenap keputusan adalah bagaimana melakukan perubahan dan berapa banyak pihak-pihak yang terlibat alam perubahan tersebut.
Selain memberikan definisi, Bass (1990) juga mengarisbawahi beberapa  hal mengenai bagaimana seorang pemimpin transformasional dapat  mentransformasi para pengikutnya dan bagaimana kepemimpinan  transformasional itu dapat terjadi, yaitu dengan:
1.  Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan  nilai dari tugas pekerjaan tersebut
2.  Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan organisasi  dari pada hanya sekedar kepentingan pribadi masing-masing.
3.  Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan yang  paling tinggi
Terdapat 4   hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional dapat  terlaksana, yaitu:
Pertama,   mengidealisasikan pengaruh dengan standar etika dan moral yang  cukup tinggi dengan tetap mengembangkan dan memelihara rasa percaya  di antara pimpinan dan pengikutnya sebagai landasannya.
Kedua, inspirasi yang menumbuhkan motivasi seperti tantangan dalam tugas  dan pekerjaan.
Ketiga, stimulasi intelektual dengan tujuan untuk menumbuhkan kreativitas,  terutama kreativitas di dalam memecahkan masalah dan mencapai suatu tujuan yang besar secara  bersama-sama.
Keempat, pertimbangan individual dengan menyadari bahwa setiap  pengikutnya memiliki keberadaan dan karakteristik yang unik dan berdampak pada perbedaan perlakuan ketika melakukan coaching, karena pada  hakikatnya setiap individu membutuhkan aktualisasi diri, penghargaan diri  dan pemenuhan berbagai keinginan pribadi. Pendekatan ini selain berdampak  positif pada pertumbuhan individu dan optimalisasi pencapaian hasil, juga  akan berdampak pula pada pembentukan generasi kepemimpinan selanjutnya.
Di dalam suatu organisasi yang sehat, masalah regenerasi kepemimpinan  adalah hal penting lainnya yang juga perlu kita pikirkan dan kita antisipasi, oleh sebab itu kepempinan dalam konteks ini tidak hanya menciptakan pengikut tetapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin baru.  Kepemimpinan transformasional mampu mengakomodir kebutuhan tersebut mengingat prinsip dan ciri yang melekat pada tipe kepemimpinan tersebut.  Suatu tim peneliti Karen Boehnke dan kawan-kawannya melakukan studi tentang penerapan kepemimpinan transformasional diberbagai budaya.  Mereka menemukan bahwa semua pemimpin transformasional memiliki kesamaan perilaku antara lain:
1.      Visioning, memberikan rumusan masa depan yang diinginkan
2.      Inspiring, selalu memberikan inspirasi sehingga menimbulkan kegairahan
3.      Stimulating, selalu menstimulasi sehingga menimbulkan minat untuk hal baru
4.      Coaching, memberikan bimbingan satu persatu
5.      Team building, bekerja dalam team-work.

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional

Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis  sebagaimana di bawah ini dan menurut (Erik Rees, 2001):
1.  Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta  keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu  saja transformasional yang dapat menjawab  “Kemana kita akan  melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita  implementasikan.
2.  Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang  yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang  perlu kita lakukan. Ketika pemimpin transformasional dapat  menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya  pemimpin tersebut dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada  setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan  yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan  usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah,  sehingga hal ini akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri.
3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif  memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara  kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada  semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat  di dalamnya.
4.   Inovasi,   yaitu   kemampuan    untuk    secara   berani   dan   bertanggung jawab  melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu  tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang  efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi  perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan  tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap (siap siaga) dan bersedia merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja  yang sudah dibangun.
5.  Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk  melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam  mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
6.  Siap siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka  sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat  untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas untuk ini tentu  perlu didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan  fisik serta komitmen.

Sinerginisasi dari ketujuh prinsip kepemimpinan transformasional antara satu dengan lain secara utuh, dapat digambarkan sebagai berikut:




Trend Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan dan Latihan

Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa kepemimpinan  transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu mendatangkan  perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi  untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Organisasi yang dimaksudkan  dalam pemahaman tersebut dapat dalam skala makro, meso, atau mikro. Ini  berarti bahwa kepemimpinan trasnformasional dapat diterapkan di organisasi  yang berskala nasional, wilayah, lokal, dan lebih mikro adalah Pendidikan dan Latihan serta kelas. Dalam skala mikro dengan contoh Diklat atau kelas, maka Pemimpin atau pengelola, pelaksana dan Widyaiswara adalah pemimpin transformasional.
Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam  menstimulasi orang-orang yang terlibat agar menjadi lebih kreatif dan inovatif,  di samping pemimpin itu sendiri juga merupakan seorang pendengar yang baik.
Implementasi kepemimpinan transformasional bagi Diklat seyogianya  diarahkan pada pencapaian hasil (outcomes) peserta didiknya secara optimal,  dalam pengertian bahwa dengan kepemimpinan transformasional itu,  ketrampilan dan kompetensi peserta didik yang menjadi suatu tujuan  pendidikan dan latihan serta pembelajaran yang sudah ditentukan dapat dicapai dengan  lebih optimal yaitu memiliki  kompetensi yang betul-betul  dikuasai oleh peserta didik dan dapat menjadi bekal hidup mereka di masa  datang, oleh sebab itu implementasi kepemimpinan transformasional di  Diklat akan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.   Bagaimana konsep kepemimpinan transformasional dipersepsikan dan  diterima oleh setiap orang yang terlibat di dalam organisasi pendidikan dan latihan tersebut? (misal:  pengelola, pelaksana dan Widyaiswara, karyawan, peserta didik, dll)
2. Apa yang mereka harapkan dari suatu kepemimpinan dalam arti luas dan  kepemimpinan transformasional dalam arti sempit?
3.  Hasil  (outcomes ) peserta didik yang bagaimana yang diharapkan oleh para  pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dan oleh peserta didik itu sendiri, baik dalam hal akademik maupun non  akademik?
4. Faktor-faktor apa yang memberikan kontribusi signifikan pada  usaha pencapaian target hasil (outcomes ) tersebut?
Apabila kita sudah dapat menjawab pertanyaan mendasar di atas, maka  dapatlah hal-hal penting tersebut dipadukan dan diselaraskan secara terarah  pada beberapa hal utama yang membuat kepemimpinan transformasional  akan: 1) meningkatkan  kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan nilai dari tugas  pekerjaan tersebut; 2) menekankan pada pengembangan tim dan pencapaian  tujuan organisasi pendidikan dan pelatihan; 3) mengutamakan kebutuhan dari tingkatan yang paling tinggi/besar.   Dukungan secara individual di semua tingkatan (pengelola, pelaksana dan Widyaiswara, peserta didik) juga perlu  dilakukan termasuk di dalamnya dukungan moral dan apresiasi atas suatu  hasil kerja individual yang baik.
Di samping itu perlu ditumbuhkan budaya Diklat berupa suasana saling  hormat antara peserta didik, peserta didik dengan pendidik, pendidik dengan pendidik,  dan dengan pihak lainnya. Kemauan untuk berubah atas suatu pemahaman dan paradigma baru perlu didorong, yaitu dengan menumbuhkan tingkat partisipatif  dalam pengambilan keputusan, pendelegasian, dan mendorong para pendidik  untuk dapat mengambil keputusan sesuai lingkup tugas dan batasan  kewenangannya.
Lebih lanjut, visi dan tujuan Diklat dikembangkan berdasarkan suatu kesepakatan  bersama untuk membangun komunitas Diklat yang terarah dalam mencapai  tujuan dengan tidak lupa memperhatikan harapan kinerja, yaitu dengan memberikan ekspektasi yang tinggi bagi para pengelola, pelaksana dan Widyaiswara dan para peserta didik, dan medorong  mereka untuk menjadi efektif dan inovatif. Diklat sebagai suatu  organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap terhadap  perkembangan keilmuan yang terjadi, perlu secara terus menerus diberikan  stimuli intelektualitas.
Stimuli intelektualitas dapat dilakukan  dengan cara mendorong setiap orang yang terlibat untuk merefleksikan apa  yang akan mereka capai dan bagaimana mereka melakukannya, dan  memfasilitasi setiap peluang belajar yang ada dan setiap usaha mereka untuk  mempraktekan apa yang sudah mereka pelajari tersebut. Hal ini akan  menumbuhkan rasa keterlibatan dan kontribusi atas suatu nilai yg dipegang  bersama.  Hal ini  erat sekali kaitannya antara akademik outcomes dan non-akademik  outcomes yang ditargetkan Diklat.

Kesimpulan

Saat ini perkembangan manajeman dan kepemimpinan dalam suatu  organisasi hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian.   Manajemen  dan kepemimpinan perlu terus menerus dikembangkan dan disesuaikan untuk  keberlangsungan dan perkembangan organisasi itu sendiri. Diklat sebagai  suatu organisasi yang terus belajar, dalam  pengertian dinamis, dan tanggap terhadap perkembangan keilmuan dan teknologi yang  terjadi saat ini, semakin membutuhkan kepemimpinan yang mampu  menjawab tantangan, membawa pembaharuan, dan lebih aspiratif terhadap  perubahan yang terjadi. Kepemimpinan di Diklat dilakukan baik oleh Kepala  Diklat maupun oleh pengelola, pelaksana dan Widyaiswara.
Kepemimpinan transformasional merupakan suatu alternatif  kepemimpinan yang dapat diterapkan di Diklat dalam upaya pencapaian  outcomes peserta didik secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan  adalah sejumlah keterampilan, kompetensi baik akademik maupun non  akademik yang dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil dari suatu  proses pendidikan dan latihan serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Implementasi kepemimpinan transformasional di Diklat pada dasarnya  perlu diselaraskan dan dilakukan sinkronisasi dengan situasi dan kondisi serta  sumberdaya yang lebih spesifik yang terdapat di masing-masing Diklat.
Ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh pemimpin transformasional dalam pendidikan dan latihan, yaitu:
1)      Membantu pengelola, pelaksana dan Widyaiswara mengembangkan dan mewujudkan budaya kolaboratif dan  profesional di lingkungan Diklat. Ini berarti bahwa pengelola, pelaksana dan Widyaiswara bisa berdialog, menelaah mengkritisi, dan merencanakan pekerjaan secara bersama-sama. Nomra tanggungjawab kolektif dan peningkatan secara terus-menerus mendorong mereka untuk saling  belajar dan membelajarkan di antara mereka sendiri. Para pemimpin transformasional melibatkan staff dalam penetapan tujuan kolaboratif, mengurangi keterasingan pengelola, pelaksana dan Widyaiswara, menggunakan mekanisme birokrasi untuk mendukung perubahan budaya, berbagi kepemimpingan dengan yang lain dengan mendelegasikan kekuasaan, dan secara aktif mengkomunikasikan norma-norma dan visi Diklat.
2)      Meningkatkan pengembangan pengelola, pelaksana dan Widyaiswara. Penelitian Leithwood menemukan bahwa motivasi pengembangan diri pengelola, pelaksana dan Widyaiswara akan meningkat apabila mereka menginternalisasikan tujuan untuk pertumbuhan profesional.
3)      Membantu pengelola, pelaksana dan Widyaiswara memecahkan masalah secara lebih efektif. Kepemimpinan transformasional sangat bermakna karena mampu merangsang pengelola, pelaksana dan Widyaiswara untuk melakukan aktivitas baru dan mencurahkan segala upaya untuk itu. Leithwood menemukan bahwa kepemimpinan transformasional menyebabkan anggota staf bekerja lebih pintar, bukan bekerja keras.

Daftar Pustaka
Bass. B.M, 1985., Leadership and performance beyond expectation, Free Press: New  York.
Burns. J.M, 1978., Leadership. New York, Harper & Row  Erik. R, 2001., Leadership Articles.
Buss. T dan Marianne Coleman,  2006.,  Leasdership and Strategic Management in Education (ed terjemahan).  IRCiSoD:Yogyakarta
Danim. S,  2006.,  Visi Baru  Manajemen Diklat : Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik,  Bumi Aksara :Jakarta
Michael Fullan, 2001., Leading In Culture Of Change, Jossey-Bass:San Francisco

Gersick, C.J.G. & Hackman, J.R, 1990., Habitual routines in task-performing  teams., Organizational Behavior and Human Decision Processes
Hickman. G, 1993., Toward transformistic organizations: A conceptual  framework
Osterman. K, 2000., Students’ need for belonging in the school community,  review of educational research.

Safaria. T,  2004.,  Kepemimpinan,  Graha Ilmu:Yogyakarta