Wednesday, 13 January 2016

ANALISIS PARAMETER DEMOGRAFI DI PROVINSI LAMPUNG



Oleh: Dr. Bovie Kawulusan., M.Si

ABSTRAK

Analisis parameter demografi di Provinsi Lampung memberikan gambaran tentang keberhasilan program pembangunan khususnya proram pembangunan kependudukan. Program pembangunan kependudukan juga memberikan dampak kepada keberhasilan pembangunan lainnya sesuai dengan visi dan misi Gubernur Lampung dengan 8 (delapan) program prioritas pada tahun 2014-2019. Untuk meningkatkan keberhasilan program pembangunan kependudukan khususnya, telah di gambarkan dalam milestone tahun 2010-2014 dan 2015-2019 dst.
Hasil analisis parameter demografi yang meliputi fertilitas, mortalitas dan mobilitas/migrasi menunjukkan bahwa TFR Provinsi Lampung masih berkisar antara 2,5- 2,1 pada tahun 2010-2015, Mortalitas (IMR) 43 – 42,2, dan mobilitas menunjukkan migrsi negatif pada periode yang sama 92,44 (in) dan 154,42 dengan umur harapan hidup yang cukup tinggi yaitu 71,7 tahun.
Berdasarkan data tersebut diperkirakan Pemerintah Provinsi Lampung mampu melaksanakan program program pembangunan dengan melibatkan SDM yang berkualitas, dan khusus untuk pengendalian penduduk diharapkan dapat melibatkan para alumni PNS/ASN yang sudah purna bakti untuk bersama-sama pemerintah melaksanakan tugas untuk berusaha mencapai penduduk tumbuh seimbang sesuai yang diharapkan.
TFR yang rendah dan angka kematian yang rendah serta migrasi yang positif menunjukkan suatu ukuran keberhsilan pembangunan di Provinsi Lampung, karena asumsi bahwa berhasilnya pembangunan bertumpu pada subjek dari pembangunan itu sendiri yaitu sumber daya manusia yang handal.
Khusus keberhasilan pengendalian penduduk juga bisa diperkuat dengan merealisasikan milestone yang sudah disepakati dalam Road Map Kependudukan Provinsi Lampung 2010-2015 s.d 2030-2034.


Key word: perameter demografi
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Memahami masalah-masalah kependudukan tentunya harus memahami kenyataan-kenyataan kependudukan dengan mengetahui sebab musababnya. Hal itu berarti kita membutuhkan demografic perspective, dan merupakan salah satu cara untuk mengetahui teori-teori kependuduknan tentang bagaimana proses demografi berlangsung sampai saat ini. Dalam perspektif  demografi akan diketahui hubungan antara aspek-aspek kependudukan seperti distribusi penduduk, struktur umur penduduk dan pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam masyarakat.
Melalui perspektif demografi kita juga dapat memahami persoalan-persoalan sosial politik secara lokal, nasional dan internasional seperti pengaruh perubahan-perubahan demografi yang telah terjadi dan terus berlangsung, serta dapat mempertimbangkan akibat-akibat dari demografi terhadap kejadian-kejadian tertentu seperti 1) penyebab pertumbuhan penduduk dan 2) akibat pertumbuhan penduduk atau perubahan penduduk. Penyebab dan akibat pertumbuhan penduduk  tentunya didukung oleh beberapa teori yang disampaikan oleh para akhli sehingga akan memperkuat hasil dari tulian ini tentang analisis parameter demografi, karena perkembangan  kependudukan dalam kenyataannya terdapat pihak-pihak yang mendukung dan ada juga pihak-pihak yang menentang/tidak mendukung.
Program pembangunan prioritas yang dicanangkan oleh Gubernur Lampung meliputi 1) menetapkan kualitas infrastruktur, 2) merevitalisasi pertanian dan kelautan, 3) memberdayakan masyarakat untuk memperluas kesempatan kerja, 4) meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan, 5) meningkatkan pelayanan aparatur dan memantapkan reformasi birokrasi, 6) menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan mendukung stabilitas kamtibmas dan kualitas pelayanan perijinan, 7) mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif serta daya saing koperasi dan UMKM, 8) memantapkan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan serta meningkatkan kesiagaan penaggulangan bencana. Program prioritas tersebut dikemas dalam tema pembangunan Provinsi Lampung  yaitu ”percepatan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui 8 (delapan) prioritas pembangunan tersebut di atas.
Menyimak program prioritas dari Gubernur Lampung tersebut terkait dengan parameter demografi tentunya sasaran akhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dilihat dari sisi ekomomi, politik maupun sosial, artinya ketika pengendalian penduduk dapat dijalankan maka kestabilan ekonomi, politik dan sosial akan tercapai karena kualitas hidup masyarakat dalam hal ini penduduk Provinsi Lampung yang semakin baik.
Harapan keberhasilan pengendalian penduduk tentunya juga akan  berdampak kepada output dari setiap program prioritas tersebut, untuk itu maka tahun 2015 ini kenyataan-kenyataan yang riil tentang parameter demografi juga harus terlihat dengan nyata sehingga dapat dianalisis hasil yang diharapkan dimasa depan.
Perameter demografi yang meliputi fertilitas, mortalitas dan mobilitas atau migrasi yang menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini terlihat bahwa secara kuantitas penduduk Provinsi Lampung selalu meningkat demikian juga dengan mobilitas penduduk baik jumlah penduduk yang masuk ke Provinsi Lampung maupun yang keluar dari Provinsi Lampung  serta angka kematian yang masih tinggi.
Kondisi geografis yang Provinsi Lampung yang dekat dengan ibu kota negara kita Indonesia (Jakarta) serta rencana beberapa proyek strategis di ProvinsiLampung sepertiakan dimulainyapembangunan jalan tol,pembangunan kawasan industri, pembangunan perguruan tinggi negeri ITERA dll yang juga akan membuat angka migrasi kita diperkirakan meningkat.
Visi Gubernur Provinsi Lampung yang sudah tergambar pada RPJMD periode 2015-2019 yaitu: Lampung Maju dan Sejahtera dengan Misi 1) Meningkatkan pembangunan ekonomi dan memperkuat kemandirian daerah; 2) meningkatkan infrastruktur untuk pengembangan ekonomi dan pelayanan sosial; 3) meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, budaya masyarakat, dan toleransi kehidupan beragama; 4) meningkatkan pelestarian sumber daya alam dan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan; 5) menegakkan supremasi hukum, membangun peradaban demokrasi, dan meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik. Visi dan misi tersebut di atas tentunya terkait dengan kesuksesan program pembangunan yang akan datang seperti 8 (delapan) program prioritas tersebut.
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
a.       Identifikasi Permasalahan
Permasalahan yang teridentifikasi terkait dengan parameter demografi adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk akibat dari meningkatnya total fertility rate, mobilitas penduduk yang tinggi, dan angka kematian yang masih tinggi.
b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam analisis ini adalah “Bagaimana perkembangan Parameter Demografi (fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk) Di Provinsi Lampung”
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan analisis parameter demografi secara umum adalah untuk mengetahui perkembangan angka-angka dari parameter demografi; dan secara khusus untuk mengetahui tentang perkembangan fertilitas, mortlitas dan mobilitas penduduk di Provinsi Lampung.
1.4. Manfaat
Memberikan gambaran kepada kita semua tentang perkembangan parameter demografi di Provinsi Lampung dengan penekanan kepada fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk.

BAB II
TEORI KEPENDUDUK
2.1.  Pengertian Analisis Demografi
Analisis Demografi menurut  Ratu Mefi (2013) adalah analisis penduduk dari rahim hingga liang kubur (from the womb to the tomb) karena meliputi analisis penduduk pada seluruh siklus kehidupan manusia sejak dari kandungan sampai meninggal.
Demografi, ini merujuk data statistik penduduk, termasuk pendapatan, rata-rata umur, dan pendidikan. Kalau menurut Hermawan, demografi ini termasuk dalam Static Attribute Segmentation, atau cara memandang pasar berdasarkan geografis dan demografi. Geografis berarti kita melihat pasar berdasarkan wilayah (negara, kawasan, propinsi, kota). Sedangkan demografi berarti kita melihat pasar berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama dan pendidikan.
Manfaat Analisis Demografi adalah untuk mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu dan menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa lampau, kecenderungannya, dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.
Menjelaskan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan lain-lain.
Pemperkirakan pertumbuhan penduduk (proyeksi penduduk) pada masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.
a.         Ilmu demografi terbagi menjadi dua, yaitu: Adolphe Landry (1945) dalam Tanio Sutrisno (2014) menyarankan dibedakan antara istilah demografi murni dan studi kependudukan.
b.         Demografi murni (pure demography).
Demografi formal yang menghasilkan teknik-teknik untuk menghitung indikator indikator kependudukan. Studi atau analisis kependudukan yang lebih luas.
c.         Studi mengenai hubungan antara faktor-faktor perubahan penduduk dan faktor-faktor pembangunan. Studi yang berusaha memberi penjelasan tentang sebab akibat perubahan variabel demografi.
Manfaat analisis demografi, yaitu: 1) Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu, 2) Menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa lampau, kecenderungannya, dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia, 3) Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan lain-lain, 4) Pemperkirakan pertumbuhan penduduk (proyeksi penduduk) pada masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.
Sumber data demografi.

2.2.  Teori Malthus, Marxis, Neo Malthus, Teori Modern

Menurut Keyfitz, 1972 dalam Bovie (1994:3) menyatakan pada abad 17 diketahui bahwa doktrin pro-natalis dari Merkantilis tidak berhasil dalam mempercepat pertumbuhan penduduk, tetapi menjadi berperan dalam peningkatan tingkat kesejahteraan
Plato dalam (Bovie, 1994:3) menekankan tentang stabilitas penduduk merupakan dasar untuk mencapai kesempurnaan dari kondisi kemanusiaan (human perfection) dimana kondisi tentang pentingnya kualitas masusia dibanding kuantitas manusia, sedangkan Juius dan August Caesar lebih kepada doktrin tentang pro natalis.
Julius dan August Caesar juga merupakan pencetus dengan doktrin-doktrin pro natalis dan mencatat bahwa pertumbuhan penduduk sangat dibutuhkan untukperang, dimana penduduk yang banyak penting untuk kolonisasi dari kerajaan pada saat itu, walaupun demikian tingkat kelahiran pada masa itu cenderung menurun.
Pertengahan keuasaan Romawi kecenderungan didominasi oleh doktrin-doktrin anti natalis dan sebagai contoh saat itu percaya bahwa virginity merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dalam eksistensinya manusia, dan doktrin tersebut sebenarnya tercipta karena adanya stagnasi terkait dengan ekonomi waktu itu.
Abat ke 17 diketahui bahwa doktrin pro-natalis tidak mempercepat pertumbuhan penduduk, tetapi menjadi berperan dalam peningkatan tingkat kesejahteraan (Keyfitz, 1972), dan yang penting adalah land (daerah) bukan manusia dan itu merupakan sumber nyata dari kekayaan negara.  Adam Smith juga percaya bahwa pentingnya “natural harmony”  antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk dan tergantung kepada ketersediaan tenaga kerja (labor), artinya jumlah penduduk ditentukan oleh jumlah pekerja dan tergantung dari produktivitas lahan.
Perspektive Malthus menekankan kepada persoalan penduduk yang terkait dengan perkembangan penduduk terhadap perbaikan hidup dimasa depan dan menganalisis secara sistimatis akibat dari pertumbuhan penduduk. Penyebab pertumbuhan penduduk mengacu kepada masalah reproduksi dengan potensi biologis dari manusia. Disamping itu keselarasan antara jumlah penduduk, sandang dan pangan yang tersedia karena 1) manusia selalu memerlukan sandang dan pangan untuk hidupnya, 2) nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan berubah sifatnya.
Kekuatan penduduk untuk bertambah adalah lebih besar daripada kesanggupan bum,i untuk menghasilkan sandang dan pangan. Dengan demikian jumlah penduduk mempunyai kecenderungan untukberkembang lebih cepatdaripada pertambahan sandang pangan. Jelasnya bahwa jumlah penduduk akan bertambah menurut deret ukur (geometrically) sedangkan pertumbuhan jumlah pangan akan mengikuti deret hitung (aritmatically). Disini memperjelas bahwa keterbatasan sandang/pangan (kelaparan)  dapat mengekang pertumbuhan penduduk.
Dalam keadaan pertumbuhan yang tinggi dapat dikekang dengan apa yang disebut pengekang positif (positive check) dimaksudkan segala kejadian yang mengakibatkan turunnya jumlah kelahiran (birth controle), abstenencia, kontrasepsi dan aborsi.
Pengekang diri (moral restraints) merupakan segala usaha untuk mengekang nafsu seks sebagaipoint yang sangat penting, misalnya manusia mencegah kelahiran melalui prostitusi, kontrasepsi, aborsi, sterilisasi, penundaan perkawinan, maka akan berdampak kepada perolehan pendapatan (ekonomi) yang cukup untuk membiayai kebutuhan.
Malthus percaya bahwa akibat alami pertubuhan penduduk adalah kemelaratan, dan ini merupakan logika berfikir bahwa 1) manusia selalu melakukan reproduksi, 2) persediaan (pertumbuhan) bahan makanan tidak akan mencukupi perutumbuhan penduduk. Malhtus juga mengatakan bahwa kelebihan penduduk (over population) yang dihitung dari tingkat pengangguran (unemployment) akan menurunkan pendapatan pada titik dimana penduduk tidak menikah. Malthus juga percaya bahwa  siklus peningkatan produksi bahan pangan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan membuat banyak orang kembali kepada kehidupan kemiskinan.
Menghindari masalah kependudukan Malthus berusaha untuk menghindari kesakitan dari pada mengejar kesenangan adalah merupakan great stimulus dalamkehidupan. Malthus berpendapat bahwa penduduk yang berpendidikan baik, dapat berfikir secara rasional dan akan merasakan bagaimana sakitnya memiliki akan yang lapar, dan akan menunda perkawinan dan hubungan kelamin (intercouse) sampai merasakan kepastian untuk dapat menghindari kesakitan. Ini merupakan motivasi untuk dapat dilakukan dan preventive chek dapat dilaksanakan, dan akibat dari pertumbuhan penduduk dapat dihindari. Jadi cara yang baik untuk mengatasi masalah kependudukan adalah merubah “human nature” .
Kesuksesan juga merupakan konsekuensi dari kemampuan manusia untuk melakukan perencanaan secara rasional untuk menjadi manusia yang lebih educated, dan memiliki perilaku yang baik dimasa depan, karena person seperti ini yang langsung melakukan/mempraktekkan apa yang dipikirkan. Pembuktiannya adalah mampu merencanakan kehidupan keluarga secara rasional yaitu menunggu menikah, dan mempunyai anak pada umur 39 tahun. Jadi akibat utama  dari pertumbuhan penduduk menurut Malthus adalah kemelaratan atau kemiskinan (poverty),karena dari kemelaratan/kemiskinan akan menciptakan dorongan untukkeluar dari keadaan kemelaratan, artinya jika manusia tetap miskin itu berarti tidak melakukan sesuatu untuk keluar dari kondisi tersebut.
Marx dan Engels dalam Bovie (1994:9)  mengajukan pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana penduduk tumbuh, dan mereka menyutujui hak laki-laki dan perempuan untuk tidak melakukan pencegahan kelahiran. Pandangan ini menekankan bahwa aktivitas manusiamerupakan produk dari lingkungan sosial dan ekonomi. Pandangan Marx tersebut adalah setiap masyarakat dalam sejarah memiliki “low of population” terhadap akibat-akibat dari pertumbuhan penduduk seperti kapitalisme akibatnya adalah kelebihan penduduk dan kemelaratan, tetapi bagi sosialisme pertumbuhan penduduk dapat ditangani melalui sistem ekonomi dan tidak mempunyai efek samping yang dan cenderung kepada akibat dari pertumbuhan penduduk.
Teori kependudukan modern seperti John Stuart Mill dalam Bovie (1994:12) bahwa standar kehidupan adalah determinan utama tingkat fertilitas dan terkenal dengan pendapatnya “pada saat manusia membanjiri persediaan makan, walaupun itu bersifat sementara maka kemungkinan pemecahannya adalah import makanan dan eksport manusia.
Mill berpendapat bahwa penduduk akan stabil dan manusia akan berusaha untuk mengembangkan budaya, moral dan sosial untuk secara terus menerus melakukan produksi ekonomi, sehingga penduduk dan produksi adalah stabil, dan jika terjadi perkembangan sosial dan ekonomi maka akan terjadi peningkatan pendapatan yang akan meningkatkan standar kehidupan untuk semua generasi. Juga sangat menghargai hak-hak laki-laki dan perempuan dn menganjurkan untuk kebebasan (on liberty), dengan pandangan pertumbuhan penduduk cukup signifikan.
Brentano Ludwig dalam Bovie (1994:13) mengatakan bahwa tidak dapat mengharapkan masyarakat miskin untuk menurunkan tingkat fertilitas tanpa ada motivasi. Kemakmuran menyebabkan turunnya tingkat fertilitas dengan argumentasi bahwa semakin tinggi tingkat kemakmuran maka kebutuhan akan anak menjadi berkurang, dan untuk perempuan terjadi penurunan motivasi terhadap kebutuhan untuk hamil secara terus menerus sepanjang hidupnya dan kenyataan kehamilan dapat menghambat karir, sedangkan bagi laki-laki motivasinya adalah meningkatkan/mengembangkan  ekonomi karena peningkatan kebutuhan ekonomi dikarenakan banyaknya anak dan membatasi jumlah akan membuat tingkat kesejahteraan menjadi lebih maksimum.
Emile Durkheim dalam Bovie (1994:13) dilihat dari sudut sosial dan akibat pertumbuhan penduduk dimana peningkatan kompleksitas masyarakat modern karakteristik utamanya adalah peningkatan angkatan kerja, yaitu pembagian dari variasi angkatan kerja berhubungan dengan jumlah dan kepadatan masyarakat, dan apabila perkembangan aspek sosial berlangsung terus, ini disebabkan penduduk semakin padat dgn jumlah penduduk yang besar sehingga semakin besar jumlah penduduk/masyarakat maka semakin keras perjuangan untuk hidup.

2.3.  Penduduk dan Pembangunan (Permasalahan Kependudukan, Kebijakan Kependudukan)
Ruang lingkup kebijkan Kependudukan menurut PBB adalah  “…. kegiatan dan program yang dibuat untuk menunjang pencapaian tujuan ekonomi, sosial, demografi, politik dan sebagainya, dengan cara mempengaruhi variabel-variabel demografi yang penting, yaitu jumlah, dan pertumbuhan penduduk, distribusi geografi (nasional dan internasional) dan karakteristik demografinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan kependudukan: 1) kebijakan kependudukan dikaitkan dengan pembangunan, 2) kebijakan kependudukan dan kebijakan pembangunan bukan merupakan dua hal yang bertentangan, 3) kebijakan kependudukan bukan lagi merupakan isu sensitif melainkan hal umum di seluruh dunia.
Terdapat tiga hal penting berkaitan dengan kebijakan kependudukan: 1) kebijakan kependudukan harus berubah, mencerminkan adanya suatu komitmen yang   mendasar pada etika dan hak asasi manusia (human rights), 2) kebijakan kependudukan yang lebih dari sekedar pengendalian fertilitas hanya efektif jika menjadi bagian dari pendekatan pembangunan manusia yang lebih luas, 3) kebijakan kependudukan mempunyai prioritas strategi yaitu pemberdayaan perempuan (womens's empowerment) dan            layanan kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health services).
Hasil konferensi kependudukan sedunia di Bucharest tahun 1974, disepakati perlunya mengendalikan pertumbuhan penduduk. Sejak itu paradigma pembangunan kependudukan berubah dari semula pro-natalist menjadi anti natalist. Sehubungan dengan itu kebijakan kependudukan di negara-negara Asia terbagi dua. Asia Selatan, Tenggara dan Timur hampir semua mengikuti kebijakan anti natalis. Dari Pakistan sampai Jepang, dengan pengecualian Birma dan Vietnam semua menjalankan program KB
Negara di Asia Bagian Barat yang sebagian besar berpenduduk Arab Islam menjalankan kebijakan anti-natalis. Negara lainnya tidak mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas. Di Amerika Selatan kebijakan kependudukan terbagi dua, yaitu yang pro-natalis, yang sebagian besar penduduknya beragama Katolik. Sedangkan sebagian negara yang berpenduduk dengan agama Protestan menganut kebijakan anti-natalis.
Sejak ICPD tahun 1994 di Cairo, yang dipandang sebagai momentum perubahan besar dari pendekatan masalah kependudukan dalam pembangunan. ICPD Cairo sebagai komitmen internasional memberikan warna sendiri pada kebijakan kependudukan di Indonesia, yaitu human based right dan women empowerment.
Konsep dasar Kependudukan, kependudukan adalah hal ihwal penduduk yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut ketaqwaan, politik, ekonomi, sosial, dan budaya
Shryock dan Siegel (1971) dalam Bovie at al (2014) mengatakan bahwa Kependudukan merupakan demografi dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit, demografi disebut formal demografi yang hanya mempelajari secara statistik dan matematik ttg jumlah, komposisi and distribusi penduduk dan perubahannya sebagai akibat dari kelahiran, kematian, perkawinan, dan migrasi serta mobilitas sosial, pendapat tersebut diperkuat seperti  dikemukakan oleh Donald J. Bogue.
Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan sekaligus dipengaruhi keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Pengelolaan kependudukan adalah upaya terencana untuk mengarahkan perkembangan kependudukan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, kebugaran, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial dan ekonomi, ketaqwaan, kepribadian, kebangsaan, ketahanan, kepribadian, kebangsaan, ketahanan, kemandirian, kecerdasan yang menjadi ukuran kondisi penduduk sebagai pelaku dan penikmat hasil pembangunan berkelanjutan serta sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan   dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
Permasalahan kependudukan berangkat dari bagaimana menungkatkan kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisiknya (yang cakupannya  sesuai dengan konsep kualitas penduduk di atas).
Pembangunan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia, dan kualitas SDM memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Konsep pembangunan kependudukan sebenarnya sama dengan konsep pembangunan manusia seutuhnya, yang juga sering dikatakan sebagai konsep pembangunan berwawasan kependudukan.
Pemerintah belum dapat secara optimal mengimplementasikan konsep pembangunan berwawasan kependudukan dimana pemerintah Indonesia (seperti juga negara berkembang lainnya) perhatiannya pada bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi padahal pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kualitas penduduk dalam hal ini sumber daya manusia.
Strategi pembangunan yg bertumpu pada pertumbuhan dan tanpa melihat potensi penduduknya yang ada, tidak berlangsung secara berkelanjutan termasuk pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membawa kita pada peningkatan ketimpangan pendapatan meskipun efisiensi dan produktivitas bisa meningkat tapi dibarengi dengan peningkatan pengangguran baik yang terbuka maupun yang setengah.
Mengacu pada konsep pembangunan kependudukan atau yang berarti mengitegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan daerah, maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah penduduk yang ada didaerah ybs menjadi pelaku pembangunan dan penikmat  hasil pembangunan.
Perkembangan kependudukan di Indonesia dan khususnya di Provinsi Lampung setiap saat bahkan setiap detik mengalami perubahan dilihat dari variabel kelahiran, kematian dan migrasi, dan perkembangan kependudukan ini sangat siknifikan terhadap variabel lainnya seperti ketersediaan lapangan kerja, luas lahan, pendidikan, kesehatan, perluasan wilayah, dll
Pemerintah yang selama ini selalu berusaha untuk mengatasi perkembangan kependudukan  seperti disebutkan di atas ternyata masih belum mencapai apa yang diharapkan adalah kesejahteraan masyarakat. Tahun 2009 telah diundangkan UURI No. 52 tahun 2009 tanggal 29 Oktober 2009 merupakan kebijakan pemerintah tentang dasar pelaksanaan program yang terkait dengan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.
Penduduk adalah sekelompok manusia dalam jumlah besar yang menempati suatu wilayah tertentu. Permasalahan kependudukan yang dihadapi saat ini dan masa depan adalah pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama dari segi kuantitasnya, persebaran penduduk antar wilayah yang tidak merata, komposisi penduduk yang kurang menguntungkan (banyaknya penduduk usia muda), arus urbanisasi yang tinggi dsb.
Di Provinsi Lampung, kuantitas penduduk sudah semakin tinggi sehingga dapat diketahui bahwa permasalahan penduduk di Provinsi Lampung dapat dikatakan menjadi perhatian khusus dari pemerintah terutama terkait dengan 8 (delapan) program Gubernur Lampung.
Kualitas penduduk di Provinsi Lampung juga menunjukkan suatu tingkat kemampuan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dipengaruhi oleh variabel pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan penduduk.
Dilihat dari sisi pendidikan ternyata rendahnya tingkat pendidikan berdampak pada kemampuan penduduk dalam menghadapi perkembangan zaman yang sudah semakin kompleks dari sisi teknologi, demikian pula dengan sisi kesehatan dimana tingkat kesehatan yang rendah berdampak kepada rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga berpengaruh kepada pola [pikir dan kreativitas serta inovasi.
Kemudian dari sisi pendapatan yang dianggap belum cukup (masih rendah) tentunya akan berdampak kepada sulitnya penerapan pembangunan yang akan dilakukan sampai kepelosok daerah yang mencerminkan keberhasilan Provinsi Lampung.
BKKBN mengakui (Lampos 07 Mei 2015)  bahwa masalah kependudukan dan keluarga berencana, pengendalian jumlah penduduk hingga kualitas sumber daya manusia  sangat kompleks, dan tidak hanya menekankan kepada jumlah penduduk, namun lebih terfokus kepada pencapaian prioritas peningkatan kualitas SDM sebagai prasyarat tercapainya penduduk tumbuh seimbang tahun 2015 ini. Beberapa kebijakan yang telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Lampung untuk mencapai hal tersebut di atas antara lain telah melakukan MoU dengan perguruan tinggi dalam hal motivasi meningkatkan promosi penggunaan alat KB, juga terkait dengan pembentukan pusat informasi dan konseling (PIK) terutama mensosialisasikan program keluarga berencana dan masalah reproduksi remaja, penundaan usia kawin, narkotika, HIV/AIDS, seks bebas serta melakukan program penelitian yang terkait dengan keberhasilan program kependudukan dan KB di Provinsi Lampung.



2.4.  Transisi Demografi
Transisi demografi menggambarkan transisi dari tingkat kematian dan kelahiran yang tinggi ke tingkat mortalitas dan fertilitas yang rendah.  Idea transisi demografi dikembangkan sejak tahun 1929 oleh Warren Thompson (Bovie 1994:14) dengan menggunakan data dari beberapa negara periode 1908-1927 dan menunjukkan informasi bahwa terdapat 3 (tiga) kelompokutama sesuai dengan aspek utama pertumbuhan penduduk.
Thompson (1929:968) dalam Bovie (1994:14) Negara-negara Group A (Eropa Barat, Utara dan Amerika)  dimana negara-negara tersebut saat itu memiliki naturalincrease dan akan menjadi penduduk stationer dan mulai menurun dalam jumlah natural increase. Sedangkan group B (Italia, Spanyol, dan penduduk Slavic di Eropa tengah) penurunan tingkat kelahiran dan kematian namun tingkat kematian lebih cepat menurun dibandingkan tingkat kelahiran untuk selang beberapa waktu.Kondisi di negara-negara grop B ini sama dengannnegara-negara di group A pada 30-50 tahun yang lalu. Sedangkan pada group C (negara-lainnya di dunia) terjadi sedikit pengontrolan terhadap tingkat kelahiran dan tingkat kematian.
Thompson melihat bahwa negara-negara group C (sekitar 70-75%) penduduk dunia pada waktu itu akan terus memiliki pertumbuhan penduduk dan merupakan pertumbuhan penduduk yang cepat.
Notestein dalam Bovie (1994:15) mengatakan bahwa group A terjadi penurunan pertumbuhan penduduk,group B mengalami transisi pertumbuhan penduduk dan pada group C memiliki potensi pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga lahirlah apa yang disebut periode waktu transisi demografi. Pada  periode tersebut terjadi pertumbuhan pendudukyang cepat ketika terjadipergerakan dari tingginya tingkat kelahiran ke rendahnya tingkat kematian atau daripertumbuhan tinggi kepertumbuhan rendah. Pada tahun yang sama Kingsey Davis (1945) mengatakan bahwa pada tahun 1940an transisi demografi sepertinya hanya merupakan gambaran tentang perubahan demografi.
Transisi demografi terbagi dalam3 (tiga) tahap (stages) yaitu 1) pertumbuhan penduduk tinggi karena angka kelahiran dan kematian tinggi, 2) transisi dari tinggi ke rendah angka kelahiran dan kematian, dan pada tahap ini pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh menurunnya secara cepat sebelum tingkat kelahiran menurun,  akibatnya pertumbuhan penduduk tinggi,  3) tingkat kematian adalah rendah juga angkakelahiran rendah.
Jadi transisi demografi menurut Teitelbaun (1975) dalam Bovie (1994:17) mengatakan bahwa semulanya hanya merupakan deskripsi tentang kejadian kependudukan,namun kemudian menjadidemografi perspektif yaitu suatu ekspresi dari pemahaman yang  lebih mendalam tetang apa yang disebut “development is the best contraseptive.
Tingkat kematian menurun sebagai akibat dari standar kehidupan yang membaik dan tingkat kelahiran hanpir selalu menurun untuk dekade selanjutnya, walaupun demikian pada tingkat yang rendah tetapi lebih lambat dari angka kematian. Turunya tingkat kelahiran lebih banyak dipengaruhi oleh pengaturan untuk menurunkan angka fertilitas dan terjadinya perubahan perubahan nilai terhadap besarnya keluarga yang dihubungkan dengan aspek kehidupan lainnya. Turunnya tingkat kelahiran merupakan hal yang penting dalam kehidupan keluarga didaerah industri, dan kehidupan perkotaan dimana besarnya kelarga biasanya merupakan kebutuhan karena para orang tua menciptakan pekerja-pekerja untuk membantuorang tua dan anak-anak merupakan jaminan hari tua para orang tua.
Pandangan transisi demografi dimana tingginya fertilitas sebagai reaksi tingginya mortalitas. Mortlitas menurun menunjukkan angka kelahiran yang menurun juga. Pertumbuhan penduduk dalam periode transisi demografi tidak akan terjadi masalah serius apabila diiringi dengan peningkatan standar kehidupan penduduk dan menciptakan motivasi untuk memperkecil jumlah anggota keluarga. Akibat yang terjadi jika mortalitas menurun dan fertilitas tidak menurun, disini untuk menjawabnya tentu memiliki persepsi dimana transisi demografi tidak mampu menjawabnya karena  para demografer belum mampu untuk memperkirakan tingkat kematian dan tingkat kelahiran atau saat dimana fertilitas akan menurun. Hal ini disebabkan karena penjelasan tentang demographic behavior selama transisi berlangsung cenderung bersifat ethnosentrik.
Penjelasan klasik tentang transisi  demografi didasari oleh logika deduktif. Para demografer hanya mengukur perubahan tingkat kelahiran dan kematian dan menyimpulkan seperti dalam masyarakat tradisonal fertilitas dan mortalitas tinggi. Dalam masyarakat modern fertilitas dan mortalitas rendah diantaranya adalah transisi demografi yang terfokus  pada penurunan fertilitas karena fertilitas merupakan aspek dari penjelasan klasik transisi demografi.
Davis dalam Bovie (1994:19) menganjurkan bahwa motif yang sangat penting untuk membatasi keluarga  adalah tidak takut kemelaratan atau menghindari kesakitan seperti yang dianjurkan oleh Malthus; dimana prospek untuk meningkatkan kesejahteraan merupakan motivasi masyarakat untuk menemukan arti dari membatasi jumlah anak yang mereka miliki.
Teori terkait dengan pendapatan relatif didasari oleh ide bahwa tingkat fertilitas tidak selalu merupakan respon secara absolut dari tingkat kesejahteraan ekonomi, karena relatif untuk memilih faktor yang mempengaruhi. Easterlin dalam Bovie (1994:20) berasumsi bahwa pengalaman dari kehidupan kita di akhir masa kanak-kanak  adalah dasar untuk mengevaluasi kondisi kehidupan kita pada saat dewasa.Jika kita dengan kondisi masih muda dapat memperbaiki pendapatan (kehidupan)  melebihi saat kanak-kanak maka ada kesenderungan lebih menyukai dan mamilih untukmenikah sedini mungkin dan memiliki beberapa anak dan demikian sebaliknya.
Pertanyaan yang muncul adalah faktor apayang menyebabkan kita berada dalam posisi menguntungkan dan merugikan saat kita masa dewasa?. Beberapa variabel demografi yang mempengaruhi tingkat fertilitas  adalah struktur umur penduduk, jumlah dan proporsi umur penduduk. Misalnya jika penduduk muda relatif jarang dalam masyarakat dan memiliki kondisi ekonomi yang baik, maka mereka akan relatif memiliki kebutuhan tinggi, dan mereka mampu untuk memiliki pendapatan yang tinggi dan memiliki perasaan  “confortable” untuk menikah dan mulai berkeluarga. Bila kompetisi terhadap pekerjaan (job) semakin sulit, maka relatif cenderung kurang melakukan pernikahan pada usia relatif muda dan mulai berkeluarga. Kedua kondisi tersebut mempengaruhi tingkat fertilitas.
Berdasarkan kajian di atas maka penulis berpendapat bahwa faktor biologis merupakan sebab pertumbuhan penduduk, akibat alami dalam kemelaratan/kemiskinan. Selanjutnya peningkatan produktivitas akan cnderung memberi motivasi untuk memiliki keluarga kecil khususnya bila masyarakat semakin memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dan memahami konsekuensi memiliki keluarga besar dan motivasi individual cenderung untuk menekan tingkat fertilitas. Secara demographic perspective melihat bahwa akibat dari pertumbuhan penduduk merupakan suatu masalah yang serius dan transisi demografi memandang pertumbuhan penduduk berada pada tahap intermediate  yaitu antara tingginya fertilitas dan mortalitas dengan rendahnya fertilitas dan mortalitas. Penurunan angka kematian selalu harus diperlukan  disertaipenurunan fertilitas dari tingkatyang tinggi, artinya terdapat interaksi sebab dan akibat dari perubahan demografi.


2.5. Parameter Variabel Demografi
2.5.1.  Fertilitas
Fertilitas dalam analisis parameter demografi secara detail dibahas tentang CBR, FGR, ASFR, TFR dan NRR yang memiliki gambaran tentang kelahiran penduduk di suatu wilayah atau daerah.
Menurut Blake & Davis (1956) dalam BPS (1993:111)  terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi fertilitas yang dikenal dengan nama variabel antara atau “intermediate variable atau proximate determinan” dan selanjutnya oleh Bongaart disederhanakan menjadi 4 (empat) variabel yaitu lamanya menyusui, lamanya amenore, lamanya abstinensia, dan pemakaian alat kontrasepsi. Selain dari proximate determinan tersebut maka faktor sosial, ekonomi dan demografi juga akan mempengaruhi fertilitas seseorang (Freedman, 1963). Seorang wanita yang berpendidikan tinggi  mempunyai pemikiran yang luas tentang jumlah anak yang akan dimiliki. Keadaan ekonomi rumah tangga yang semakin membaik juga berpengaruh terhadap pemilikan jumlah anak. Begitu juga dengan umur seorang wanita saat pertam kali kawin akan   mempengaruhi  lamanya wanita “ekspose” terhadap kehamilan. Umur wanita juga akan mempengaruhi kesuburan, dan wanita yang berusia 45 tahun keatas kesuburannya lebih rendah daripada wanita yang berusia di bawah 40 tahun. Ukuran fertilitas yang dipakai dalam survey misalnya adalah jumlah anak yang dilahirkan (children ever born) 
Pollard (1984:141) Fertilitas adalah suatu istilah yang digunakan di dalam bidang demografi untuk  menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan hidup. Fertilitas adalah ukuran yang diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi wanita yang diperoleh dari data statistik yaitu jumlah kelahiran hidup.
Jumlah kelahiran hidup yang terjadi setiap tahun di dalam suatu penduduk tertentu sebagian ditentukan oleh berbagai faktor demografis seperti: 1) distribusi umur dengan jenis kelamin, 2) jumlah pasangan pria dan wanita yang menikah maupun distribusi umurnya,3) lamanya perkawinan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Juga ada faktor lain yang menentukan fertilitas terkait dengan lingkungan sosial ekonomi dalamsuatu jangka waktu tertentu seperti: 1) pendidikan, 2) kondisi perumahan, 3) penghasilan, 4) agama, 5) sikap terhadap besarnya jumlah anggota keluarga.
Angka kelahiran Kasar atau Crude birth rate (CBR)  menurut A.H Pollard (1984:148) yaitu jumlah kelahiran per 1.000 orang dalam suatu jumlah penduduk tertentu, merupakan ukuran fertilitas yang paling sederhana karena data yang digunakan hanya jumlah seluruh kelahiran dan jumlah seluruh penduduk. Dari CBR ini hanya dapat disusun penilaian yang bersifat umum saja karena dari nilai itu tidak mungkin terjadi perbedaan rasio jenis kelamin maupun perbedaan di dalam distribusi umur, penundaan atau lebih cepatnya perkawinan dsb. Semua itu dapat menghasilkan data yang enyesatkan apabila jumlah data agak terbatas, angka kelahiran kasar merupakan satu-satunya angka yang dapat diterapkan.
Angka fertilitas umum atau General Fertility Rate (GFR); apabila sampai tidak tersedia informasi mengenai distribusi umur dan jenis kelamin, angka GFR ini dapat diperbaiki dengan cara menggunakan angka kelahiran umum. Ini merupakan jumlah kelahiran per 1.000 wanita berumur 15 sampai 44 tahun atau 15 sampai 49 tahun dimana sampai pada tingkat tertentu ukuran tersebut dapat memperbaiki kelainan yang terjadi di dalamangka kelahiran kasar sebagai akibat kelainan rasio jenis kelamin di dalam jumlah penduduk atau kelainan distribusi umur. Prosedur tersebut merupakan langkah pertama untruk membatasipenyebut angkanya sampai kepada jumlah penduduk yang benar-benar menghadapi risiko untuk melahirkan.
Angka fertilitas khusus menurut umur atau Age specific fertility rate (ASFR); menurut A.H Pollard (1984:149) apabila (sebagai tambahan penduduk wanita yang diklasifikasikan menurut umur) data jumlah kelahiran menurut umur ibu sudah tersedia, maka pola angka kelahiran khusus menurut umur akan dapat dihitung dengan cara membagi jumlah kelahiran oleh ibu yang tercakup di dalam setiap umur (atau kelompok umur) dengan jumlah wanita yang tercakup pada umur (kelompok umur) itu di dalam suatu jumlah penduduk tertentu. Angka tersebut biasanya dinyatakan sebagai kelahiran per 1.000 wanita pada umur itu. Apabila digunakan kelompok umur 5 (lima) tahun sebagaimana yang sering terjadi, angka fertilitas khusus menurut umur akan membentuk seperangkat 6 atau 7 angka yang secara relatif dapat dikatakan cocok (tergantung dari lamanya masa reproduktif yang telah diasumsikan, dan ini merupakan cara atau prosedur yang paling umum digunakan untuk mengukur fertilitas.
Angka Fertilitas Total atau Total fertility rate (TFR); menurut A.H Pollard (1984:157) meskipun secara relatif bentuk angka fertilitas khusus menurut umur memang cukup cocok apabila diekspresikan di dalam kelompok umur lima tahun, tetapi terkadang dalambeberapa keadaan tertentu diperlukan juga indeks nilai tunggal, dan yang diperlukan adalah suatu rumus yang cocok agar dapat diterapkan untuk mengkombinasikan berbagai angka khusus menurut umur yang individual.
Ukuran yang paling sederhana adalah angka fertilitas total (TFR), dimana angka ini diperoleh dengan menggabungkan berbagai angka fertilitas khusus umur untuk wanita yang tercakup di dalam setiap umur. Apabila kelompok lima tahunan digunakan, maka jumlahnya harus di kalikan lima kerena merupakan jumlah angkapada setiap umur individu yang diperlukan. Dengan demikian angka TFR akan mencerminkan jumlah anak yang dilahirkan  (tanpa menghitung mortalitas) oleh kelompok hipotesis yang terdiri dari 1.000 wanita pada masa  usia reproduktif akan mengalami angka kelahiran khusus tertentu yang menjadi dasar indeks tersebut. Meskipun angka fertilitas total mencerminkan penduduk wanita ber umur 15-49 tahun yang sama sebagaimana halnya dengan angka fertilitas umum, namun pada hakekatnya angka tersebut merupakan perbaikan atas angka fertilitas umum, karena dapat menghilangkan berbagai perbedaan distribusi umur antara 15-49 tahun. Demikian juga angka fertilitas total dapat juga dipandang sebagai angka fertilitas yang distandarisasikan dimana penduduk standar mempunyai jumlah penduduk yang sama di dalam setiap kelompopok umur.
TFR merupakan analogi dari konsep besarnya keluarga yang tidak melahirkan lagi di dalam analisis generasi, dengan alasan karena tanpa memperhitungkan mortalitas dari angka tersebut diketahui jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh kohor hipotesis wanita yang mengalami angka fertilitas umur tertentu.
Angka reproduksi neto atau net reproduction rate (NRR) menurut A.H Pollard (1984:160) mengatakan bahwa Seorang wanita hanya akan menggantinya dengan syarat  harus hidup sampai umur dimana umur ibunya berada pada ketika dilahirkan. Akibatnya akan lebih tepat bila digunakan ukuran reproduktivitas yang dapat memberikan kelonggaran untuk elemen mortalitas, dan ukuran tersebut tidak lain ialah angka reproduksi neto (net reproduction rate/NRR). NRR dapat dihitung dengan cara mengalikan angka fertilitas khusus menurut umur (hanya wanita) pada suatu umur tertentu menurut  kemungkinan hidup wanita sejak dilahirkan sampai umur tersebut dan kemudian di jumlahkan untuk semua umur ibu,



2.5.2.      Mortalitas
Mortalitas penduduk perhitungannya dilihat dari (CDR, ASDR, IMR, MMR, Angka Harapan Hidup) penduduk di suatu wilayah atau daerah sebagai suatu hitungan dengan analisis yang dapat dipertanggung jawabkan. 
George G Barclay (1990:55) Angka kematian kasar atau Crude death rate (CDR) adalah  suatu rasio antara seluruh jumlah kematian yang tercatat selama  tahun tertentu dibandingkan dengan seluruh jumlah penduduk, dan kemudia dikalikan dengan 1.000.
Angka kematian khusus menurut umur atau Age specific death rate (ASDR); George G Barclay (1990:71) menyatakan bahwa angka kematian khusus menurut jenis kelamin  (ASDR) terdiri dari kematian wanita per 1.000 wanita yang terjadi pada pertengahan tahun atau 1.000 person years wanita di dalam jumlah penduduk, demikian pula hal tersebut berlaku untuk pria. Dengan demikian angka angka khusus itu hanya dapat dikaitkan dengan beberapa bentuk tertentu saja, dan diantaranya adalah angka khusus berdasarkan umur (age specific rate)  dan angka khusus berdasarkan umur dan jenis kelamin (age sex specific rate).
Angka kematian bayi atau infant mortality rate (IMR) menurut A.H Pollard (1984:76) didefinisikan sebagai suatu kelompok umur yang tepat, katakanlah umur “nol” yaitu anak-anak yang berada di dalam/saat-saat tahun pertama kehidupannya dan masih belum mencapai umur satu tahun tepat. Berbagai angka kematian untuk bayi harus diperlakukan secara khusus dan berbeda dari berbagai angka kematian pada umur-umur lain, karena pola mortalitas bayi sangat mengandung ciri-ciri yang khas, agaknya akan begitu praktis untuk menyusun perkiraan tentang jumlah person years semasa anak-anak dari jenis statistik yang biasanya sudah ada. IMR merupakan suatu rasio antara kematian bayi yang sudah ada tercatat selama satu tahun dengan kelahiran hidup (live birth) yang tercatat selama tahun itu juga.
Angka kematian ibu atau maternal mortality rate (MMR) menurut A.H Pollard (1984:122); selain itu dapat juga dihitung angka kematian khusus menurut umur sebab kematian; kematian ini disebabkan oleh lahir mati dan komplikasi kehamilan.Jumlah wanita yang menghadapi risiko yang dipergunakan untuk menghitung angka tersebut adalah jumlah seluruh wanita pada umur tertentu yang tercakup di dalam penduduk secara keseluruhan. Meskipun demikian  terdapat juga kemungkinan untuk memperleh nilai yang tepat mengenai kelompok wanita yang menghadapi risiko karena kelompok tersebut jelas terdiri dari sejumlah wanita yang hamil selama tahun yang bersangkutan. Dengan demikian maka mortalitas wanita di definisikan sebagai jumlah kematian wanita selama jangka waktu tertentu yang disebabkan oleh kelahiran maupun komplikasi kehamilan untuk setiap 100.000 kelahiran yang terjadi selama periode tersebut.
d.      Angka Harapan Hidup
Indikator status kesehatan wanita dilihat dari usia harapan hidupnya dan diartikan sebagai pengukuran tingkat kesehatan wanita yang dapat mempengaruhi usia harapan hidupnya sehingga kita dapat mengetahui penyebab-penyebab harapan hidup seorang wanita,sehingga dengan indikator ini kita sebagai tenaga yang membahas tentang kesehatan dapatr mencegah dan menanggulangi penurunan usia harapan hidup seorang wanita dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab penurunan usia harapan hidup. Wikipedia (2015; 30 Juli 2016 [10.17] harapan hidup adalah perkiraan jumlah tahun hidup dari individu yang berdiam disuatu wilayah dari sekelompok mahluk hidup tertentu.
Menurut Nurul Khotimah (2012) mengatakan bahwa angka harapan hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlalu dilingkungan masyarakatnya, sedangkan Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu.
Usia harapan hidup (life expectancy rate) merupakan lama hidup manusia di dunia. Usia harapan hidup penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan jika dilihat pada tahun 1980 harapan hidup perempuan mencapai 54 tahun, kemudian meningkat menjadi 64,7 tahun pada tahun 1980, dan teralhir pada tahun 2000sudah mencapai 70 tahun.
Meningkatnya harapan hidup penduduk membawa implikasi bertambahnya jumlah lanjut usia, dan berdasarkan data, wanita Indonesia yang memasuki masa monopouse yang sampai saat ini juga meningkat. Meningkatnya jumlah tersebut sebagai akibat dari bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan tingginya usia harapan hidup serta diiringi membaiknya derajat kesehatan masyarakat.
Hal-hal yang berpengaruh penting pada kelangsungan hidup yang lebih lama dan menurut Prof Dr. Ali Khomsan sebagai akhli gisi Institut Pertanian Bogor, adalah Pola Makan dan Penyakit bawaan dari lahir, lingkungan tempat tinggal serta strees atau tekanan.
Khusus faktor kesehatan lebih ditekankan kepada faktor gizi, merokok, monopouse, osteorosis, dan aktifitas fisik.Jadiusia harapan hidup (life expectancy Rate) merupakan lama hidup manusia di dunia,dan penyebab panjangnya umur manusia tergantung dari beberapa faktor seperti pola makan, penyakit bawaan dari lahir, lingkungan tempat tinggaln dan stres atau tekanan, sedangkan faktor kesehatan yang berhubungan dengan usia harapan hidup adalah gizi, merokok, monopouse dan osteoporosis.

2.5.3.      Mobilitas
Mobilitas penduduk (atau sering disebut sebagai migrasi) bersama dengan kelahiran dan kematian merupakan komponen utama dinamika penduduk di suatu wilayah. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa mobilitas penduduk tidak hanya mempengaruhi besaran jumlah penduduk saja, tetapi juga memberikan dampak yang besar terhadap kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, lingkungan fisik, maupun komposisi penduduk. Migrasi dalam konsep ekonomi merupakan bentuk investasi dengan cara berpindah untuk memperbaiki standar hidup dan kesejahteraan seseorang serta keluarganya. Selain berpengaruh terhadap individu yang melakukan mobilitas, migrasi juga mempengaruhi daerah asal dan daerah tujuan migrasi.
Migrasi juga dapat berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah asal dan tujuan. Migrasi penduduk merupakan salah satu dari tiga komponen demografi yang menyebabkan perubahan struktur penduduk. Kejadian migrasi di setiap provinsi dapat diukur dengan pengukuran migrasi yaitu mobilitas, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto dan angka migrasi bruto.
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan angka migrasi masuk di setiap daerah, tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksebilitas terhadap pelayanan masyarakat sangat berpengaruh terhadap angka migrasi masuk. Ida Bagoes (1992) dalam Purnomo (2009) mengatakan bahwa daerah tujuan di kota juga merupakan harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih besar. Beberapa hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa orang-orang di negara berkembang dari pedesaan pindah ke kota karena kemandekan atau kekurangan lapangan pekerjaan di desa dan pada kesempatan yang sama berharap untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih layak di kota.
Angka migrasi dapat berubah-ubah setiap saat, dapat naik atau turun dengan pesat dari tahun ketahun dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan suatu perubahan besar terhadap jumlah penduduk, sehingga dibutuhkan rencana pembangunan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Didalam pemerintahan biasa disebut dengan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan. Untuk meminimalisir masalah penduduk kedepannya serta dapat melihat perkembangan penduduk yang melakukan migrasi dimasa yang akan datang peneliti tertarik melakukan penelitian tentang proyeksi terhadap angka migrasi.
Pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan. Upaya Pencegahan: Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat dibandingkan dengan periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980 pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk  banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada periode 1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah pedesaan. Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS 1994: 18).

BAB III
METODOLOGI

3.1.  Metode Analisis
Secara umum analisis parameter demografi didasarkan pada data sekunder  yang diperoleh dari studi pustaka/literature yang dihimpun yang disesuaikan dengan komponen yang akan dianalisis dengan catatan data yang diperoleh harus akurat sehingga dapat digunakan untuk menelaah dan mengamati lingkungan yang diperkirakan terkena dampak akibat dari parameter demografi tersebut.
Metode yang digunakan dalam analisis parameter demografi ini mengacu pada permasalahan seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, sehingga fokus dari analiais parameter ini adalah menganalisis permasalahan sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Terkait dengan analisis parameter demografi ini maka metode analisis dilakukan dengan kajian deskriptif kualitatif artinya menjelaskan dan menginterpreasi serta memberi menginformasi tentang data yang diperoleh dan kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan hasil analisis tentang parameter demografi di Propinsi Lampung.

3.2.  Sumber Data
Sumber data analisis parameter demografi yang pokok adalah Registrasi Penduduk, BPS (Sensus Penduduk, Survey Antar Sensus/Supas, Survey Kependudukan dan Kesehatan Indonesia/SDKI), Hasil Penelitian dan Dokumen yang tersedia yang terkait dengan materi analisis tersebut serta sumber lainnya seperti catatan-catatan dan dokumen-dokumen dari instansi pemerintah terutama dari BKKBN dan instansi lainnya.
3.3.  Ukuran Demografi
Definisi yang tepat dalam sudut pandang ilmu demografi adalah bilangan yang menunjukkan satuan ukuran suatu fenomena demografi. Fenomena demografi tersebut adalah fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian) dan migrasi (permindahan). Tujuan dari pengukuran ini adalah suatu dinamika yang terjadi dalam perkembangan penduduk dapat diketahui, dapat dipelajari secara sistimatis dan dapat dianalisis serta dapat dibandingkan untuk memperjelas dari analisis parameter demografi tersebut. Jenis ukuran demografi dalam analisis parameter disini adalah rate (angka) dalam periode tertentu, rasio atau perbandingan antara dua bilangan, proporsi atau persentase serta bilangan konstan atau konstanta.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Grand design sebagai road map kependudukan atau milestone pada periode  2010- 2014 yang lalu telah disusun sebagai strategi untuk mencapai hasil yang diharapkan dari grand design tersebut dan  terdapat beberapa variabel penentunya yang dikemas dalam periode selama 5 tahunan  dimana tahapannya adalah:
a.                Memperkuat eksistensi kelembagaan berupa dukungan kebijakan kelembagaan sebagai suatu lembaga yang benar-benar memiliki kepentingan dalam mengendalikan penduduk. Pembentukan Kementerian Kependudukan menjadi mutlak dilaksanakan yang disertai pembentukan Dinas baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Hal ini terkait dengan Otonomi Daerah dimana penanganan tentang pengendalian penduduk tidak lagi terfokus terutama unsur ketersediaan sumber daya dalam hal ini SDM (ekspert), Sapras, IT dan anggaran. Strategi ini harus dilakukan untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang pada tahun 2025 yang akan datang.
Eksistensi kelembagan s.d tahun 2015 ini ternyata belum menunjukkan eksistensi yang diharapkan dan masih belum terfokus seperti yang diharapkan.
b.               Melakukan koordinasi dan konsolidasi langsung baik ditingkat Provinsi Lampung maupun di Tingkat Kabupaten/Kota yang diikuti dengan aksi yang terkait dengan pengendalian penduduk.
Koordinasi dan konsolidasi antara provinsi dengan kabupatan/kota sampai dengan saat ini juga menunjukkan belum optimal terkait dengan aksi pengendalian penduduk terutama parameter demografi.
c.                Aksi seperti pada point b di atas pada dasarnya adalah untuk memberikan pemahaman dan penjelasan secara serentak tentang pentingnya pembangunan dan pengendalian penduduk, hal ini dilakukan secara berkelanjutan terutama kepada pemerintah daerah secara khusus dan masyarakat secara umum, namun sampai tahun 2015 ini masih belum maksimal.
d.               Memperjelas dan mempertegas visi terkait dengan pentingnya pembangunan dan pengendalian penduduk di Provinsi Lampung.
Ketegasan tentang visi pembangunan pengendalian penduduk yang sudah ada saat initentunya perlu dikaji kembali sesuaidengan kebutuhan program pengendalian  pendudukmeskipun dilapangan masyarakat sebagian besar telah memahami tentang pentingnya keluarga kecil tersebut.
e.                Pembenahan tentang keakuratan data pencapaian KB baik peserta KB Aktif maupun KB Baru serta data yang menjadi sasaran berikutnya yang menjadi calon penggunaan alat kontrasepsi.
Tahun 2015 sampai dengan akhir semester 1 ini pencapaian peserta KB aktif di Provinsi Lampung secara kumulatif sudah mencapai .....akseptor, namun penambahan keluarga-kelaurga baru yang belum ikut KB jugamasih banyak, oleh karena itu perlu strategi yang tepat untuk banagimana mempertahankan peserta KB aktif jangan sampai menurun,dan bagaimana meningkatkan jumlah peserta KB aktif dari penambahan dari calon-calon peserta KB yang baru.
Disamping itu juga untuk meningkatkan kualitas dari alat kontrasepsi yangb digunakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan akibat darikegagalan alat kontrasepsi yang digunakan.
f.                Melakukan sosialisasi tentang pentingnya pengendalian penduduk melalui pertemuan ilmiah atau melalui perguruan tinggi negeri/swasta.
Sampai dengan tahun 2015 ini di Provinsi Lampung masih relatif kurang memperhatikan tentang program sosialisasi pengendalian penduduk melalui pertemuan ilmiah, karena keterlibatan pertemuan ilmiah masih terbatas kepada  tataran akademisi dan belum sampai kepada tataran masyarakat sebagai sasaran penegndalian penduduk.
g.               Melakukan penelitian secara berkelanjutan (setiap tahun) terkait keberhasilan atau ketidak berhasilan grand design serta road map kependudukan atau milestone yang disusun, karena melalui hasil penelitian akan diketahui hal-hal baru yang perlu dilakukan atau ada hal-hal yang tidak perlu dilakukan untuk pembangunan/pengendalian penduduk.
Sampai dengan tahun 2015 ini kegiatan penelitian untuk pengendalian penduduk masih sangat terbatas dan monoton seperti kajian dengan data yang sudah tersedia hasil sensus, SDKI bahkan survey yang umumnya data tersebut sudah jauh berbeda dengan keadaan sekarang, sehingga hasil analisis umumnya sudah tidak sesuai dengan harapan terkini, Hal ini perlu dikaji lagi tentang analisis seperti ini karena menurut penulis hasil penelitian terkini akan memberikan suatu informasi terkini dan juga para pengambil kebijakan dapat menentukan strategi-strategi baru untuk melakukan pengendalian penduduk di Provinsi Lampung.        
h.               Program BKKBN dengan pemasaran alat kontrasepsi modern.
Alat kontrasepsi modern yang terkait dengan pemasarannya kepada masyarakat khususnya bagi keluarga baik keluarga yang belum menggunakan kontrasepsimaupun keluarga yang sudah menggunakan kontrasepsi sangat penting karena dengan alat kontrasepsi modern diharapkan pengendalian penduduk akan semakin efektif dengan kontribusi akhir adalah keluarga kecil.
i.                 Program penanganan penduduk usia sekolah umur 7-15 tahun namun tidak sekolah lagi (tidak melanjutkan pendidikan) karena alasan tidak ada biaya dan alasan lainnya yang mencapai 87,88% (SP. 2010:47). Hal ini juga sangat menentukan akan perubahan LPP pada tahun 2015-2035, dan Provinsi Lampung mencapai 69.098 jiwa atau 15,24%.
Tahun 2015 ini jumlah penduduk 7 s.d 15 tahun (usia sekolah) dan saat ini tidak sekolah karena keterbatasan biaya atau alasan lainnya tentunya perlu perhatian khusus karena biasanya pada usia ini sangat rentan untuk penentuan laju pertumbuhan penduduk, karena ketika sebelum usia 15 tahun dan menikah asumsinya akan segera hamil dan diperkirakan jumlah anakyang dilahirkan akan semakin banyak jika dibandingkan dengan usia perkawinan di atas 21 tahun seperti yang dianjurkan oleh pemerintah. Demikian halnya dengan pemahaman penduduk di bawah usia 15 tahun terkait dengan alat kontrasepsi dalam rangka pengendalian penduduk relatif belum membutuhkan karena pada umur tersebut orientasi berfikir lebih kepada mendapatkan dan menambah jumlah anak dan belum kepada membatasi atau pengendalian jumlah anak.
Berdasarkan hasil grand design beserta strateginya tersebut tentunya akan terlihat hasil yang dicapai terutama terkait dengan parameter demografi sesuai dengan rumusan masalah yang telah disusun meliputi:


4.1.       Penduduk dan Pembangunan
Idealnya dengan rata-rata pertumbuhan penduduk yang semakin kecil kualitas pembagunan akan semakin baik karena ukuran kualitas sumber daya manusia yang semakin baik. Hal ini menunjukkan bahwa sesuai program prioritas Gubernur Lampung dalam hal ini pemerintah Provinsi Lampung yang semakin maik seperti sarana dan prasarana yang menunjang pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan, kualitas pendidikan yang mulai menunjukkan pergeseran dari sebagian berpendidikan tamat SD kearah pendidikan yang lebih tinggi, juga dengan kualitas pelayanan kesehatan yang semakin baik ditandai dengan semakin tinggi usia harapan hidup, dan sebagainya.
Kualitas penduduk yang baik tentunya tentunya akan sangat bermanfaat bagi keberhasilan program Gubernur Lampung seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan perguruan tinggi negeri (ITERA), kesehatan, transportasi (jalan tol, landasan penerbangan), pertanian, kelautan, pengelolaan sumber daya alam dan lainnya   
4.2.       Transisi Demografi
Di Provinsi Lampung menunjukkan dimana sudah semakin sedikit jumlah kelompok umur di bawah 15 tahun dan semakin banyak usia di atas 65 tahun, juga semakin banyak usia produktif (15 s.d 64 tahun). Pergeseran ini menunjukkan bahwa perlu diperkuat lapangan pekerjaan yang memadai bagi kelompok usia produktif, karena beban yang ditanggung untuk usia non produktif sudah bergeser ke angka yang semakin sedikit jumlahnya.
4.3.       Parameter Variabel Demografi
4.3.1. Fertilitas
1.        Fertilitas (Kelahiran)
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat kematian bayi masih tinggi. Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya.
Istilah fertilitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk menghasilkan kelahiran hidup. Sementara itu, fekunditas berarti potensi seorang wanita untuk menjadi hamil. Berbeda dengan fertilitas, fekunditas berkaitan dengan potensi untuk melahirkan, tanpa memperhatikan apakah seorang wanita benar-benar melahirkan seorang anak atau tidak. Informasi tentang jumlah kelahiran bermanfaat untuk perencanaan pembangunan berbagai fasilitas yang dibutuhkan khususnya fasilitas kesehatan ibu dan anak, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Selain itu, data tentang jumlah kelahiran merupakan dasar untuk perhitungan berbagai indikator fertilitas seperti Angka Kelahiran Kasar, Angka Kelahiran Menurut Umur, Angka Fertilitas Total, Angka Reproduksi Bersih, dan Rasio Anak Wanita.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi fertilitas. Pada tingkat makro, fertilitas dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dan modernisasi.  Sementara pada tingkat mikro, fertilitas dipengaruhi oleh keputusan pasangan suami istri dalam hal jumlah anak. Keputusan dalam menentukan jumlah anak itu sendiri dipengaruhi oleh nilai anak seperti misalnya apakah anak lebih dilihat  dari aspek manfaat/kegunaan ataukan anak dilihat sebagai beban (perawatan  dan pendidikan anak).
Indikator fertilitas mencakup empat hal yakni: 1) Angka Kelahiran Tahunan (current fertility), 2) Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH), 3) Paritas, dan 4) Keluarga Berencana. Indikator pertama terdiri dari empat sub indikator yakni:  Jumlah Kelahiran,   Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate – CBR),  Angka Kelahiran Menurut Umur dan Angka fertilitas Total. Indikator kedua terdiri dari tiga sub indikator yakni: Anak Lahir Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB), Anak Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL), Rasio Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR). Indikator ke empat terdiri dari dua sub indikator yakni: Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR) dan Angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB (Unmet-need). Sub indikator terakhir ini (unmet-need) merupakan PUS yang sebenarnya tidak ingin punya anak lagi dan ingin menunda kelahiran anak berikutnya tetapi tidak memakai alat kontrasepsi karena berbagai alasan seperti akses, takut efek terhadap kesehatan, dilarang keluarga dan lain-lain.
2.        Total Fertility Rate/TFR
Total Fertility Rate adalah jumlah anak yang akan dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya. Hasil SDKI 2007, secara nasional menunjukkan bahwa TFR berdasarkan status sosial ekonominya menunjukkan bahwa TFR tinggi pada status sosial ekonomi bawah dan meningkat pada status sosial  ekonomi menengah ke atas.



Tabel 1
Perkembangan TFR Indonesia Berdasar Status Sosial Ekonomi
Tahun 2002, 2007 dan Tahun 2010

Indeks Kekayanan kuantil
TFR
2002/03
TFR
2007
TFR 2010
Terbawah
3,0
3,0

Menengah Bawah
2,6
2,5

Menengah
2,7
2,8

Menengah Atas
2,5
2,5

Teratas
2,2
2,7

TOTAL
2,4
2,3

Sumber: BPS, SDKI 2007.

Secara demografis keberhasilan program KB dapat digambarkan melalui penurunan angka Total Fertility Rate (TFR). Berdasarkan Tabel    di bawah,  TFR  Provinsi Lampung menunjukkan tren penurunan dan diprediksi angkanya menjadi 2,10 pada tahun 2015. Meskipun demikian penurunan TFR ini masih tergolong lambat sehingga masih memberikan kontribusi besar bagi tingginya laju pertumbuhan penduduk di masa mendatang, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 2
Total Ferytility Rate Provinsi Lampung (1980-2015)

No.
Tahun
TFR
Sumber
1.
1980 – 1985
4,8
SP
2.
1985 – 1990
3,4
SP
3.
1991
3,2
SDKI 1991
4.
1994
3,4
SDKI 1994
5.
1997
2,9
SDKI 1997
6.
2002-2003
2,7
SDKI 2002-2003
7.
2004
2,42
Gabungan Susenas 2002, 2003 dan 2004
8.
2010
2,45
SP
9.
2015
2,10
Proyeksi BPS
    Sumber: BPS (SP, Susenas, dan SDKI)

Angka fertilitas tersebut di atas akanmemberikan gambaran sesuai dengan program dalam milestone 2010-2035 grand design yang menunjukkan bahwa untuk mencapai TFR 2,10 pada tahun 2015-2025  dan TFR 1,98 (2025) serta TFR 1,85 (2035), maka yang perlu dilakukan adalah mencermati variabel penentu selain kontrasepsi yaitu jumlah wanita dengan status kawin (belum kawin, kawin, cerai hidup, dan cerai mati). Artinya ketika kita memiliki data tersebut maka akan lebih mudah untuk mengantisipasi tentang strategi apa yang dilakukan untuk menentukan jumlah fertilitas yang diinginkan, serta kontrasep siapa yang tepat untuk diinformasikan untuk mencapai fertilitas yang diinginkan tersebut,karena dengan diketahuinya angka/jumlah wanita starus kawin tentunya akan semakin jelas sasaran subjektifnya yang akan ditangani. Jika TFR = 2,1 maka akan terjadi penduduk tumbuh seimbang (PTS) atau penduduk tanpa pertumbuhan (zero population growth).
3.    Net Reproductive Rate (NRR)
Net Reproductive Rate (NRR) adalah rata-rata  jumlah anak perempuan yang dimiliki wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya. Replacement Level Fertility  merupakan fenomena yang terjadi apabila kombinasi dari tingkat fertilitas dan mortalitas menyebabkan angka Net Reproduction Rate  (NRR)= 1.  ASFRi= banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1000 perempuan kelompok umur i.  Jika ASFR 20-24 tahun terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi SDM yang semakin menurun.
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut: 1) jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek intelektual. 2) fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
4.    Age Spesific Fertility Rate/ASFR
Angka fertilitas khusus berdasarkan data di bawah ini menunjukkan bahwa ASFR Provinsi Lampung pada tahun 2010 dengan TFR 2,45
Tabel 3
Age Specific Fertility Rate dan Total Fertility Rate Menurut Kabupaten/Kota Se
Provinsi Lampung Hasil Sensus Penduduk 2010
Wilayah Kab/Kota
ASFR
TFR
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
01. Lampung Barat
0,0624
0,1430
0,1376
0,1095
0,0633
0,0230
0,0073
2,73
02. Tanggamus
0,0472
0,1313
0,1334
0,1087
0,0682
0,0268
0,0086
2,62
03. Lampung Selatan
0,0457
0,1335
0,1331
0,1053
0,0625
0,0238
0,0069
2,55
04. Lampung Timur
0,0469
0,1270
0,1168
0,0975
0,0580
0,0220
0,0061
2,37
05. Lampung Tengah
0,0470
0,1261
0,1180
0,0943
0,0555
0,0204
0,0056
2,33
06. Lampung Utara
0,0464
0,1322
0,1375
0,1115
0,0679
0,0250
0,0070
2,64
07. Way Kanan
0,0596
0,1354
0,1277
0,0965
0,0595
0,0226
0,0071
2,54
08. Tulangbawang
0,0511
0,1299
0,1250
0,1013
0,0637
0,0253
0,0073
2,52
09. Pesawaran
0,0423
0,1301
0,1350
0,1097
0,0676
0,0269
0,0093
2,60
10. Pringsewu
0,0326
0,1253
0,1335
0,1069
0,0659
0,0246
0,0046
2,47
11. Mesuji
0,0731
0,1394
0,1209
0,0917
0,0564
0,0232
0,0077
2,56
12. Tl. Bwg Barat
0,0553
0,1315
0,1193
0,0954
0,0565
0,0214
0,0068
2,43
13. Bandar Lampung
0,0191
0,0931
0,1351
0,1110
0,0627
0,0206
0,0053
2,23
14. Metro
0,0169
0,0949
0,1282
0,1059
0,0575
0,0159
0,0037
2,11
Provinsi  Lampung
0,0426
0,1244
0,1284
0,1036
0,0619
0,0230
0,0067
2,45
Sumber: BPS dan UNFPA, Parameter Demografi Kabupaten/Kota: Hasil Sensus  Penduduk 2010.http://demografi.bps.go.id/parameter2/index.php/parameter


5.    CBR (Crude Birth Rate)
Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate) Provinsi Lampung pada tahun 2010 adalah sebesar 20,3. Angka ini hampir sama (merata) di semua kabupaten/Kota. Angka tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Lampung sudah termasuk provinsi yang memiliki CBR yang rendah (<30). Angka tersebut diperkirakan terus mengalami penurunan dan hingga tahun 2015

Gambar 1.
CBR Provinsi Lampung Berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2010

  Sumber: BPS UNFPA


Mengingat proyeksi CBR untuk tingkat kabupaten/kota dari BPS belum tersedia, maka untuk proyeksi CBR provinsi Lampung tahun 2015 diperkirakan sebesar 17, artinya ada penurunan sebesar 3,30 selama 5 tahun.

Tabel 4
Proyeksi CBR (Crude Birth Rate)
Provinsi Lampung Tahun 2010-2015

No.
Provinsi
Tahun
2010
2015*
1
Provinsi  Lampung
20,30
17
          Sumber: BPS (Hasil Proyeksi*)

4.3.2.      Mortalitas
Angka kematian sebagai variable penentu secara alamiah yang dapat dihitung untuk mengetahui perkembangan kependudukan di suatu wilayah atau daerah yang meliputi CDR, ASDR, IMR, MMR, Angka Harapan Hidup.


1.    Mortalitas (Kematian)
Angka mortalitas meliputi tiga hal yakni Angka Mortalitas Kasar (CDR), Angka Mortalitas menurut Umur (ASDR) dan Angka Mortalitas Bayi (IMR). Angka mortalitas kasar (CDR) merupakan  jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut. Angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka Kelahiran Kasar (CBR) akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah (Rate of Natural Increase).
Tabel 5
Proyeksi CDR (Crude Death Rate)
Provinsi Lampung Tahun 2010-2015

No.
Provinsi
Tahun
2010
2015*)
1
Provinsi Lampung
5,6
5,6







Sumber:  BPS (hasil  Proyeksi*)

Angka kematian bayi merupakan indikator penting  yang menentukan derajat kesehatan dan digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan.
Dilihat dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi (Sudariyanto, 2011).
Menurut Mochtar (1998), kematian bayi yang disebabkan dari kondisi bayinya sendiri yaitu bayi prematur, dan kelainan kongenital. Pendapat Saifudin (1992), kematian bayi yang dibawa oleh bayi sejak lahir adalah asfiksia. Sedangkan kematian bayi eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Sudariyanto, 2011). Kematian bayi dapat pula diakibatkan dari kurangnya kesadaran akan kesehatan ibu.
Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ibu jarang memeriksakan kandungannya ke bidan; hamil diusia muda; jarak yang terlalu sempit; hamil di usia tua; kurangnya asupan gizi bagi ibu dan bayinya; makanan yang dikonsumsi ibu tidak bersih; fasilitas sanitasi dan higienitas yang tidak memadai, (Fauziyah, 2011). Disamping itu, kondisi ibu saat hamil yang tidak bagus dan sehat, juga dapat berakibat pada kandungannya, seperti faktor fisik; faktor psikologis; faktor lingkungan, sosial, dan budaya (Sulistyawati, 2009).
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat yang terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator pembangunan lainnya. Misalnya, AKB sangat sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas pelayanan/perawatan ante natal dan post-natal. AKB dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas (kesakitan) dan status gizi anak dan ibu. Disamping itu, AKB juga berhubungan dengan angka pendapatan daerah per-kapita, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan gizi keluarga. Jadi AKB memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor pembangunan umum.
Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut, tingkat AKB tidak hanya menggambarkan keberhasilan pembangunan sektor kesehatan, tetapi menjadi bagian dari indikator pembangunan umum lainnya. Salah satunya ialah karena AKB terkait langsung dengan angka rata-rata harapan hidup penduduk di suatu daerah,dan angka rata-rata harapan hidup pada waktu lahir merupakan satu dari tiga indikator keberhasilan pembangunan manusia (Human Development Index atau disingkat HDI).
Kedua komponen lainnya ialah rata-rata lama pendidikan penduduk dan kemampuan daya beli dari penduduk (purchasing power parity atau PPP). Oleh karena itu, pengukuran dan analisa kematian bayi merupakan cara strategis dalam menilai pencapaian kinerja bidang kesehatan dan pembangunan umum lainnya di suatu daerah. Bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan penurunan angka kematian anak (AKA) sebagai salah satu sasaran pembangunan global di abad ke 21 (Millenium Development Goals).
Sejak tahun delapan puluhan, AKB di Indonesia telah mengalami penurunan yang cukup signifikan sejalan dengan keberhasilan laju pembangunan nasional. Sesuai dengan pola transisi demografis di berbagai negara sedang berkembang, penurunan tersebut lambat laun akan semakin sulit dicapai oleh karena itu, diperlukan pemantauan secara cermat agar melambatnya penurunan AKB secara alamiah dapat dicegah dengan intervensi-intervensi terobosan yang efektif dan efisien.
Upaya tersebut diharapkan penurunan AKB akan sesuai dengan target nasional dan global yang telah ditetapkan. Dalam MDG, sasaran penuruan angka kematian anak pada tahun 2015 adalah menurun tinggal 1/3 (sepertiga) dari angka pada tahun 1990. Sasaran MDG untuk kematian anak di Indonesia semula tidak mengkhawatirkan karena pola penurunannya telah sesuai dengan target yang diharapkan.
Data terakhir dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan pola penurunan AKB yang sangat mengkhawatirkan dibanding dengan SDKI tahun 2002-03. Dari data SDKI 2002-3 dan SDKI 2007 diperoleh fakta bahwa AKB relatif tidak mengalami penurunan (stagnan), yaitu dari 35 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKA tidak mengalami penurunan secara signifikan, yaitu dari 46 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup.
Selama ini, berbagai upaya penurunan AKB telah dilakukan dengan mengacu pada strategi peningkatan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (child survival, growth and development) yang dilaksanakan secara terpisah dengan strategi penurunan angka kematian ibu melalui program Making Pregnancy Safer atau MPS.
Kedua program tersebut merupakan program-program dari pusat (top down) yang besar kemungkinannya belum memperhatikan kondisi spesifik dan kearifan lokal. Salah satu pilar terpenting penyelamatan kehidupan ibu dan bayi adalah upaya persalinan dengan bantuan penolong persalinan terlatih (skilled birth attendant) difasilitas kesehatan.
Tabel 6
Angka Kematian Bayi Provinsi Lampung
Tahun 1971-2015

No.
Tahun
Angka Kematian Bayi
1.
1971
146
2.
1980
99
3.
1990
69
4.
1995
48
5.
1997
50
6.
1999
46
7.
2000
44
8.
2002
42
9.
2003
55
10.
2010
43
11.
2015*)
41,20
                 Sumber :  Indikator Kesra 2002 dan SDKI , SP, Proyeksi BPS*)



Tabel 7
Infant Mortality Rate dan Life Expectancy at Birth Hasil Sensus Penduduk
Menurut Kab/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2010

Wilayah
IMR
e0
Lk
Pr
Total
Lk
Pr
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
01. Lampung Barat
37,7
32,3
35,3
67,5
69,0
68,1
02. Tanggamus
31,0
24,7
28,0
69,4
71,2
70,1
03. Lampung Selatan
25,3
21,0
22,7
71,0
72,3
71,7
04. Lampung Timur
21,0
17,3
18,0
72,2
73,6
73,3
05. Lampung Tengah
22,0
16,3
19,7
72,0
73,9
72,7
06. Lampung Utara
28,0
22,7
24,0
70,2
71,8
71,3
07. Way Kanan
27,0
24,0
24,7
70,5
71,4
71,1
08. Tulangbawang
25,0
18,0
21,3
71,0
73,2
72,1
09. Pesawaran
28,3
23,2
25,3
70,1
71,5
71,0
10. Pringsewu
26,3
24,0
25,1
70,6
71,4
71,0
11. Mesuji
34,0
25,7
29,7
68,5
70,8
69,7
12. Tulang Bwg Barat
23,3
19,7
21,7
71,6
72,8
72,1
13. Bandar Lampung
21,4
18,2
18,7
72,2
73,2
73,0
14. Metro
20,4
16,0
18,7
72,4
74,0
73,1
Provinsi Lampung
26,8
19,5
23,0
69,7
73,6
71,7
        Sumber:  BPS dan UNFPA, Parameter Demografi Kabupaten/Kota: Hasil Sensus Penduduk  2010. http://demografi.bps.go.id/parameter2/index.php/parameter

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah  besar di negara berkembang. Negara berkembang menyumbang 99% dari total kematian ibu (Guiterrez et all, 2007). Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas (Saefudin, 2002).
Kematian ibu ini biasanya disebut kematian maternal yaitu kematian perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa mempertimbangkan umur dan jenis kehamilan, sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau diperberat oleh kehamilan dan manajemen kehamilan, tetapi bukan karena kecelakaan (Kadour, 2008).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
Hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini.
Persoalan kematian yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul, yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejangkejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting, misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan  bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan, oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
2.      Angka Harapan Hidup (Life  Expectation)
Sejalan dengan keberhasilan dalam menurunkan fertilitas, Provinsi Lampung juga berhasil dalam meningkatkan harapan hidup dari waktu ke waktu. Hal ini juga berarti telah terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk di Provinsi Lampung. Peningkatan harapan hidup dari tahun ke tahun sebagai berikut:







Tabel 8
Angka Harapan Hidup Provinsi Lampung (1971-2015)

No.
Tahun
Angka Harapan Hidup
1.
1971
45,6
2.
1980
54,0
3.
1990
60,2
4.
1995
65,1
5.
1997
65,0
6.
1999
66,0
7.
2000
67,0
8.
2002
68,0
9.
2003
66,2
10.
2004
67,6
11.
2010
71.6
12.
2015
72*
Sumber : BPS (Indikator Kesra 2002-2004), SP 2010
                                    Ket: *) Proyeksi BPS

Tingginya usia harapan hidup yang pada tahun 2010 sudah mencapai 71,6 tahun, ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dapat dikatakan sudah semakin baik. Terkait dengan laju pertumbuhan penduduk yang pada tahun 2010 sudah mencapai 1,23% pertahun memberikan asumsi bahwa seharusnya dengan menurunya laju pertumbuhan penduduk usia harapan hidup meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan untuk hidup sehat semakin meningkat, demikian juga kesadaran untuk membatasi keinginan menambah jumlah anak sudah semakin dipahami.
4.3.3. Mobilitas

1.      Migrasi (Perpindahan)
Mobilitas penduduk (atau sering disebut sebagai migrasi) bersama dengan kelahiran dan kematian merupakan komponen utama dinamika penduduk di suatu wilayah. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa mobilitas penduduk tidak hanya mempengaruhi besaran jumlah penduduk saja, tetapi juga memberikan dampak yang besar terhadap kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, lingkungan fisik, maupun komposisi penduduk. Migrasi dalam konsep ekonomi merupakan bentuk investasi dengan cara berpindah untuk memperbaiki standar hidup dan kesejahteraan seseorang serta keluarganya.Selain berpengaruh terhadap individu yang melakukan mobilitas, migrasi juga mempengaruhi daerah asal dan daerah tujuan migrasi.
Migrasi juga dapat berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah asal dan tujuan. Migrasi penduduk merupakan salah satu dari tiga komponen demografi yang menyebabkan perubahan struktur penduduk. Kejadian migrasi di setiap provinsi dapat diukur dengan pengukuran migrasi yaitu mobilitas, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto dan angka migrasi bruto.
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan angka migrasi masuk di setiap daerah, tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksebilitas terhadap pelayanan masyarakat sangat berpengaruh terhadap angka migrasi masuk.
Ida Bagoes (1992) dalam Purnomo (2009) mengatakan bahwa daerah tujuan di kota juga merupakan harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih besar. Beberapa hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa orang-orang di negara berkembang dari pedesaan pindah ke kota karena kemandekan atau kekurangan lapangan pekerjaan di desa dan pada kesempatan yang sama berharap untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih layak di kota.
Angka migrasi dapat berubah-ubah setiap saat, dapat naik atau turun dengan pesat dari tahun ketahun dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan suatu perubahan besar terhadap jumlah penduduk, sehingga dibutuhkan rencana pembangunan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Didalam pemerintahan biasa disebut dengan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Meminimalisir masalah penduduk kedepannya serta dapat melihat perkembangan penduduk yang melakukan migrasi dimasa yang akan datang peneliti tertarik melakukan penelitian tentang proyeksi terhadap angka migrasi.
Pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan. Upaya Pencegahan: Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat dibandingkan dengan periode 1980-1990.
Hal ini disebabkan karena periode 1971-1980 pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk  banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada periode 1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah pedesaan.
Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS 1994:18).
Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari 31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000. Menurut Priyono Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di desa.
Usaha perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi "orang kota" dalam arti statistik (Surabaya Post, 23 September 19996). Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan deengan kebijakan pengarahan mobilitas penduduk menjadi sangat penting mengingat mobilitas penduduk (migrasi) yang besar tanpa adanya antisipasi kebijakan dapat berpotensi mengganggu ketahanan nasional.
Penduduk yang bermigrasi tidak hanya membawa dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga membawa segala hal yang melekat pada dirinya, baik budaya, cara hidup/perilaku, penyakit, pengetahuan, dan sebagainya. Migrasi sebenamya memberikan dampak positif bagi daerah penerima, karena adanya penyebaran pengetahuan dari luar daerah, akan tetapi, migrasi juga dapat menciptakan "gesekan" kepentingan, budaya, maupun perebutan sumberdaya dengan penduduk lokal, yang jika tidak diantisipasi dapat menjadi ancaman, gangguan, hambatan maupun tantangan serta berdampak pada ketahanan nasional.

Tabel 9
Migrasi Hasil Sensus Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2010

Wilayah
Migrasi
In
Out
Net
Rate
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
01. Lampung Barat
12,92
17,70
-4,78
-12,75
02. Tanggamus
7,39
15,79
-8,40
-17,36
03. Lampung Selatan
27,87
35,72
-7,86
-9,57
04. Lampung Timur
15,06
27,57
-12,52
-14,50
05. Lampung Tengah
19,62
36,35
-16,73
-15,76
06. Lampung Utara
11,37
30,08
-18,71
-35,65
07. Way Kanan
12,30
7,75
4,55
12,45
08. Tulangbawang
24,48
16,11
8,38
23,57
09. Pesawaran
7,54
5,87
1,68
4,65
10. Pringsewu
7,62
7,67
-49,00
-0,15
11. Mesuji
7,56
2,83
4,73
28,02
12. Tulang Bwg Barat
8,02
2,43
5,59
24,70
13. Bandar Lampung
44,80
60,33
-15,54
-19,43
14. Metro
10,68
13,01
-2,32
-17,47
Provinsi  Lampung
92,44
154,42
-61,98
-9,02
Sumber: BPS dan UNFP        

Factsheet memberikan gambaran bahwa migrasi risen Provinsi Lampung hasil sensus penduduk tahun 2010 bahwa jumlah penduduk Lampung 7.606,4 ribu jiwa atau sekitar 15% dari penduduk pulau Sumatera, dengan laju pertumbuhan penduduk 2000-2010 sekitar 1,24% per tahun. Angka ini menunjukkan angka yang lebih rendah dari LPP pulau sumatera dan nasionalmasing-masing sekitar 1,7% per tahun dan 1,49% per tahun. Perlu diketahui bahwa migrasi risen adalah seseorang dimana provinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan provinsi tempat5 tinggal 5 tahun yang lalu, dan istilah migran yang selanjutnya digunakan pada factsheet ini merujuk pada migrasi risen.
Salah satu penyebab LPP lampung relatif rendah adalah jumlah migran keluar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah migran masuk. Hasil sensus 2010 tercatat bahwa jumlah migran keluar sebanyak 154,42 ribu jiwa, sedangkan migran masuk sekitar 92,4 ribu jiwa.
Volume arah migrasi risen provinsi lampung, dimana migran keluar dari lampung cukup tinggi persentasenya, tinggina presentase tersebut disebabkan jarak yang lebih dekat dan didukung sarana transportasi lang lancar, sementara presentase migran yang datang atau masuk ke provinsi lampung sangat sedikit.
Hasil dari factsheet 2010 menunjukkan bahwa presentase migran dari Lampung ke berbagai provinsi dipulau jawa sekitar 55,51% yang terdiri Jawa Barat 15,56%, Banten 14,34% dan DKI Jakarta 13,42%. Sedangkanpersentase migran dari lampung ke jawa tengah, DI Yigyakarta dan Jawa Timur kurang ari 5%. 
Transportasi dengan mudah didapatkan seperti ferry Bakuheni-Merak dan pesawat terbang dari Branti Radin Inten II Lampung Selatan dengan tiket murah, juga sangat memperlancar transportasi migran dari Lampung ke luar Provinsi Lampung. Khusus transportasi pesawat terbang dari Radin Inten II Branti Lampung Selatan  dengan jalur yang semakin bertambah seperti ke Palembang Sumatera Selatan, Bandung Jawa Barat, Yogyakarta Jawa tengah, DIK Jakarta, dan Batam.
Persebaran penduduk migran di Provinsi Lampung ternyata menyebar di kabupaten/kota diProvinsiLampung,dan paling banyakdi Kota Bandar Lampung sekitar 22,99%, dan presentase migran tersendah di kabupaten Tulang Bawang Barat (TBB) sebanyak 2,61 persen. Kedepan akan berdampakpositif bagi kebupaten TBB karena  kabupaten ini adalah kabupaten yang masuk kabupaten Baru di Provinsi Lampung.
Tingginya migran di Kota Bandar Lampung terkait dengan fasilitas yang tersedia seperti sekolah termasuk perguruan tinggi dari akademi sampai universitas baik negeri maupun swasta, fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, pabrik, pusat perbelanjaan/maal,hotel, bank dan lainnya yang terkait dengan dukungan peningkatan ekonomi para migran.
Dari segi umur migran terutama migran keluar rata-rata umur yang terkonsentrasi antara 22 s.d 39 tahun dengan rasio jenis kelamin 106,34, artinya jumlah penduduk migran laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk migran perempuan atau setiap 100 penduduk migran perempuan terdapat 106,34 penduduk migran laki-laki.
Jumlah penduduk migran dengan status kawin juga terlihat bahwa di Provinsi Lampung rata-rata yang belum kawin 29,11%, dan sudah kawin 66,57%. Ini menunjukkan bahwa rata-rata migran ini adalah usia subur ditinjau dari usia reproduksi, dan ditinjau dari usia kerja migran ini adalah tenaga-tenaga produktif.
Berdasarkan tingkat pendidikan ternyata 65,88% berpendidikan SMP s.d perguruan tinggi, dan 34,02% berpndidikan SD kebawah. 
 Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari 31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000. Menurut Priyono Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi "orang kota" daalam arti statistik (Surabaya Post, 23 September 1996). Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang Kebijakan pengarahan mobilitas penduduk menjadi sangat penting mengingat mobilitas penduduk (migrasi) yang besar tanpa adanya antisipasi kebijakan dapat berpotensi mengganggu ketahanan nasional.Penduduk yang bermigrasi tidak hanya membawa dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga membawa segala hal yang melekat pada dirinya, baik budaya, cara hidup/perilaku, penyakit, pengetahuan, dan sebagainya.Migrasi sebenamya memberikan dampak positif bagi daerah penerima, karena adanya penyebaran pengetahuan dan luar daerah. Tetapi, migrasi juga dapat menciptakan "gesekan" kepentingan, budaya, maupun perebutan sumberdaya dengan penduduk lokal, yang jika tidak diantisipasi dapat menjadi ancaman, gangguan, hambatan maupun tantangan serta berdampak pada ketahanan nasional.  Secara total tahun 2010 Provinsi Lampung terlihat rata-rata migrasi keluar lebih besar dari migrasi masuk yaitu minus (-9,02) persen.

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1.  Kesimpulan

a.         Terkait visi dan misi Gubernur Lampung 2014-2019 dengan 8 (delapan) program pembangunan prioritas yang dicanangkan oleh Gubernur Lampung maka khususnya tentang analisis parameter demografi dapat disimpulkan bahwa 1) kesemuanya terkait dengan keberadaan sumber daya manusia di Provinsi Lampung sebagai variabel penentu keberhasilan pembangunan di Provinsi Lampung  2) Kualitas SDM sangat menentukan kedelapan program prioritas tersebut dan kualitas SDM dilihat dari parameter fertilitas, mortalitas dan migrasi, 3) kita semua pahami bahwa subjek pembangunan dalam mensukseskan pembangunan dalam bidang apapun adalah SDM seperti rendahnya total fertility rate, rendahnya angka kematian bayi, umur harapan hidup yang meningkat.
b.         Tren migrasi masuk yang sedikit diikuti dengan migrasi keluar yang besar dapat menyebakan kekurangan seumber daya manusia yang potensil dan berkualitas, sebab karakteristik pelaku migrasi biasanya berusia muda dan berpendidikan relatif tinggi.
c.         Motif utama migrasi adalah ekonomi atau meningkatkan kesejahteraan.
d.        Adanya korelasi positif antara pendidikan dan migrasi

5.2.  Rekomendasi
a.       Melihat perkembangan menurunnya rata-rata angka kelahiran, rata-rata angka kematian dan rata-rata angka migrasi di Provinsi Lampung, maka pemerintah Provinsi Lampung harus mampu memprogramkan kegiatan yang mendukung tercapainya program prioritas dilihat dari semakin membaiknya kualitas SDM di Provinsi Lampung seperti peningkatan kompetensi SDM terkait sesuai dengan visi dan misi Gubernur Lampung 2014-2019.
b.      Angka harapan hidup sudah tinggi dan pemerintah Provinsi Lampung tersedia penduduk usia di atas 58 tahun yang masih potensial dan berkualitas dalam hal ini yang sudah purnabakti, diharapkan pemerintah dapat memberdayakan para alumni (purnabakti) tersebut dalam proses pembangunan, karena ternyata para purnabakti umumnya masih memiliki kemampuan baik fisik maupun mental yang kuat khususnya keterlibatan mereka dalam program pengendalian penduduk.
c.       Pemerintah perlu menciptakan daerah-daerah pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kesempatan kerja terutama di luar kota Bandar Lampung.
d.      Pemerintah perlu menyediakan atau menambah sarana dan prasarana transportasi yang lancar, murah dan aman guna mendorong terjadinya migrasi.
e.       Pemerintah mampu menyediakan sarana dan prasaran pendidikan yang berkualitas serta dijamin keberlangsungan sekolah hingga pendidikan menegah sampai perguruan tinggi untuk semua penduduk baik migran maupun non migran
f.       Pemerintah mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam segala hal yang berhubungan dengan kesuksesan 8 (delapan) program prioritas Pemerintah Provinsi Lampung.
g.      Pemerataan pembangunan segera dilakukan karena saat ini hampir sebagian besar PNS/ASN yang bekerja dikab/kota bertempat tinggal di kota Bandar Lampung, dengan alasan keterbatasan sarana prasarana umum di kabupaten. Selain itu pemerintah daerah juga perlu mengantisipasi migrasi dimaksud dengan perencanaan dan pengendalian penataan ruang lebih baik.
h.      Mortalitas terkait dengan peningkatan akses sarana pelayanan kesehatan, peningkatan kunjungan K1 dan K4, kunjungan  ibu nifas, peningkatan gizi masyarakat serta batas usia menikah dll.
i.        Tentang fertilitas diharapkan dapat diakses melalui peningkatan kualitas dan tingkat pendidikan serta sinergi antar program dan antar lembaga.


DAFTAR PUSTAKA

A.H. Pollard, 1984., Teknik Demografi, Bina Aksara:Jakartra

Bovie Kawulusan, 1993/1994., Demographic Perspective, Pascasarjana, Program Studi Kependudukan UGM: Yogyakarta

Bovie Kawulusan at al (Tim Penulis), 2014.,  Road Map Kependudukan Provinsi Lampung, Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung:Bandar Lampung:Bandar Lampung

Bovie Kawulusan at al (Tim Penulis), 2014., Data Base Kependudukan Provinsi Lampung, Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung:Bandar Lampung

BPS, 1993., Demographic and Health  Survay Indonesian 1991, BPS:Jakarta

BPS, 2010., Sensus Penduduk Provinsi Lampung, BPS:Jakarta

Factsheet Nasional 2010

George W.Barclay, 1990., Teknik Analisa Kependudukan, Rineka Cipta:Jakarta

Nurul Khotimah, 2012., Angka Harapan Hidup, Universitas Guna Dharma:Jakarta

UURI Nomor. 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga





No comments:

Post a Comment