Oleh: Dr. Bovie Kawulusan., M.Si
ABSTRAK
Analisis
parameter demografi di Provinsi Lampung memberikan gambaran tentang
keberhasilan program pembangunan khususnya proram pembangunan kependudukan.
Program pembangunan kependudukan juga memberikan dampak kepada keberhasilan
pembangunan lainnya sesuai dengan visi dan misi Gubernur Lampung dengan 8
(delapan) program prioritas pada tahun 2014-2019. Untuk meningkatkan
keberhasilan program pembangunan kependudukan khususnya, telah di gambarkan
dalam milestone tahun 2010-2014 dan
2015-2019 dst.
Hasil
analisis parameter demografi yang meliputi fertilitas, mortalitas dan
mobilitas/migrasi menunjukkan bahwa TFR Provinsi Lampung masih berkisar antara
2,5- 2,1 pada tahun 2010-2015, Mortalitas (IMR) 43 – 42,2, dan mobilitas
menunjukkan migrsi negatif pada periode yang sama 92,44 (in) dan 154,42 dengan
umur harapan hidup yang cukup tinggi yaitu 71,7 tahun.
Berdasarkan
data tersebut diperkirakan Pemerintah Provinsi Lampung mampu melaksanakan
program program pembangunan dengan melibatkan SDM yang berkualitas, dan khusus
untuk pengendalian penduduk diharapkan dapat melibatkan para alumni PNS/ASN
yang sudah purna bakti untuk bersama-sama pemerintah melaksanakan tugas untuk
berusaha mencapai penduduk tumbuh seimbang sesuai yang diharapkan.
TFR yang
rendah dan angka kematian yang rendah serta migrasi yang positif menunjukkan
suatu ukuran keberhsilan pembangunan di Provinsi Lampung, karena asumsi bahwa
berhasilnya pembangunan bertumpu pada subjek dari pembangunan itu sendiri yaitu
sumber daya manusia yang handal.
Khusus
keberhasilan pengendalian penduduk juga bisa diperkuat dengan merealisasikan milestone yang sudah disepakati dalam
Road Map Kependudukan Provinsi Lampung 2010-2015 s.d 2030-2034.
Key
word:
perameter demografi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Memahami
masalah-masalah kependudukan tentunya harus memahami kenyataan-kenyataan
kependudukan dengan mengetahui sebab musababnya. Hal itu berarti kita
membutuhkan demografic perspective,
dan merupakan salah satu cara untuk mengetahui teori-teori kependuduknan tentang
bagaimana proses demografi berlangsung sampai saat ini. Dalam perspektif demografi akan diketahui hubungan antara aspek-aspek
kependudukan seperti distribusi penduduk, struktur umur penduduk dan
pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam masyarakat.
Melalui
perspektif demografi kita juga dapat memahami persoalan-persoalan sosial politik
secara lokal, nasional dan internasional seperti pengaruh perubahan-perubahan
demografi yang telah terjadi dan terus berlangsung, serta dapat
mempertimbangkan akibat-akibat dari demografi terhadap kejadian-kejadian
tertentu seperti 1) penyebab pertumbuhan penduduk dan 2) akibat pertumbuhan
penduduk atau perubahan penduduk. Penyebab dan akibat pertumbuhan penduduk tentunya didukung oleh beberapa teori yang
disampaikan oleh para akhli sehingga akan memperkuat hasil dari tulian ini
tentang analisis parameter demografi, karena perkembangan kependudukan dalam kenyataannya terdapat
pihak-pihak yang mendukung dan ada juga pihak-pihak yang menentang/tidak
mendukung.
Program
pembangunan prioritas yang dicanangkan oleh Gubernur Lampung meliputi 1)
menetapkan kualitas infrastruktur, 2) merevitalisasi pertanian dan kelautan, 3)
memberdayakan masyarakat untuk memperluas kesempatan kerja, 4) meningkatkan
pelayanan pendidikan dan kesehatan, 5) meningkatkan pelayanan aparatur dan
memantapkan reformasi birokrasi, 6) menciptakan iklim investasi yang kondusif
dengan mendukung stabilitas kamtibmas dan kualitas pelayanan perijinan, 7)
mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif serta daya saing koperasi dan
UMKM, 8) memantapkan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan serta
meningkatkan kesiagaan penaggulangan bencana. Program prioritas tersebut
dikemas dalam tema pembangunan Provinsi Lampung
yaitu ”percepatan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui 8 (delapan) prioritas
pembangunan tersebut di atas.
Menyimak
program prioritas dari Gubernur Lampung tersebut terkait dengan parameter
demografi tentunya sasaran akhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
baik dilihat dari sisi ekomomi, politik maupun sosial, artinya ketika
pengendalian penduduk dapat dijalankan maka kestabilan ekonomi, politik dan
sosial akan tercapai karena kualitas hidup masyarakat dalam hal ini penduduk Provinsi
Lampung yang semakin baik.
Harapan
keberhasilan pengendalian penduduk tentunya juga akan berdampak kepada output dari setiap program
prioritas tersebut, untuk itu maka tahun 2015 ini kenyataan-kenyataan yang riil
tentang parameter demografi juga harus terlihat dengan nyata sehingga dapat
dianalisis hasil yang diharapkan dimasa depan.
Perameter
demografi yang meliputi fertilitas, mortalitas dan mobilitas atau migrasi yang
menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini terlihat bahwa secara kuantitas
penduduk Provinsi Lampung selalu meningkat demikian juga dengan mobilitas
penduduk baik jumlah penduduk yang masuk ke Provinsi Lampung maupun yang keluar
dari Provinsi Lampung serta angka
kematian yang masih tinggi.
Kondisi
geografis yang Provinsi Lampung yang dekat dengan ibu kota negara kita
Indonesia (Jakarta) serta rencana beberapa proyek strategis di ProvinsiLampung
sepertiakan dimulainyapembangunan jalan tol,pembangunan kawasan industri,
pembangunan perguruan tinggi negeri ITERA dll yang juga akan membuat angka
migrasi kita diperkirakan meningkat.
Visi
Gubernur Provinsi Lampung yang sudah tergambar pada RPJMD periode 2015-2019
yaitu: Lampung Maju dan Sejahtera dengan Misi 1) Meningkatkan pembangunan
ekonomi dan memperkuat kemandirian daerah; 2) meningkatkan infrastruktur untuk
pengembangan ekonomi dan pelayanan sosial; 3) meningkatkan kualitas pendidikan,
kesehatan, budaya masyarakat, dan toleransi kehidupan beragama; 4) meningkatkan
pelestarian sumber daya alam dan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5) menegakkan supremasi hukum, membangun peradaban demokrasi, dan meningkatkan
tata kelola pemerintahan yang baik. Visi dan misi tersebut di atas tentunya
terkait dengan kesuksesan program pembangunan yang akan datang seperti 8
(delapan) program prioritas tersebut.
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
a.
Identifikasi Permasalahan
Permasalahan
yang teridentifikasi terkait dengan parameter demografi adalah meningkatnya
pertumbuhan penduduk akibat dari meningkatnya total fertility rate, mobilitas
penduduk yang tinggi, dan angka kematian yang masih tinggi.
b.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka rumusan
masalah dalam analisis ini adalah “Bagaimana perkembangan Parameter Demografi (fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk) Di
Provinsi Lampung”
1.3. Tujuan
Tujuan
penulisan analisis parameter demografi secara umum adalah untuk mengetahui perkembangan
angka-angka dari parameter demografi; dan secara khusus untuk mengetahui
tentang perkembangan fertilitas, mortlitas dan mobilitas penduduk di Provinsi
Lampung.
1.4. Manfaat
Memberikan
gambaran kepada kita semua tentang perkembangan parameter demografi di Provinsi
Lampung dengan penekanan kepada fertilitas, mortalitas dan mobilitas penduduk.
BAB II
TEORI KEPENDUDUK
2.1. Pengertian
Analisis Demografi
Analisis Demografi menurut Ratu Mefi (2013) adalah analisis penduduk dari rahim hingga liang kubur (from the
womb to the tomb) karena meliputi analisis penduduk pada seluruh siklus
kehidupan manusia sejak dari kandungan sampai meninggal.
Demografi, ini merujuk data statistik penduduk,
termasuk pendapatan, rata-rata umur, dan pendidikan. Kalau menurut Hermawan,
demografi ini termasuk dalam Static Attribute Segmentation, atau cara memandang
pasar berdasarkan geografis dan demografi. Geografis berarti kita melihat pasar
berdasarkan wilayah (negara, kawasan, propinsi, kota). Sedangkan demografi berarti
kita melihat pasar berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama dan
pendidikan.
Manfaat Analisis Demografi
adalah untuk mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam
suatu daerah tertentu dan menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa lampau,
kecenderungannya, dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang
tersedia.
Menjelaskan hubungan sebab akibat antara perkembangan
penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial, ekonomi, budaya,
lingkungan dan lain-lain.
Pemperkirakan pertumbuhan penduduk (proyeksi penduduk)
pada masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.
a.
Ilmu demografi terbagi menjadi dua,
yaitu: Adolphe Landry (1945) dalam Tanio Sutrisno (2014) menyarankan dibedakan
antara istilah demografi murni dan studi kependudukan.
b.
Demografi murni (pure demography).
Demografi
formal yang menghasilkan teknik-teknik untuk menghitung indikator indikator
kependudukan. Studi atau analisis kependudukan yang lebih luas.
c.
Studi mengenai hubungan antara
faktor-faktor perubahan penduduk dan faktor-faktor pembangunan. Studi yang
berusaha memberi penjelasan tentang sebab akibat perubahan variabel demografi.
Manfaat
analisis demografi, yaitu: 1) Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk
dalam suatu daerah tertentu, 2) Menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa
lampau, kecenderungannya, dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan
data yang tersedia, 3) Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan
penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial, ekonomi, budaya,
lingkungan dan lain-lain, 4) Pemperkirakan pertumbuhan penduduk (proyeksi
penduduk) pada masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan
konsekuensinya.
Sumber data demografi.
Sumber data demografi.
2.2. Teori Malthus, Marxis, Neo Malthus,
Teori Modern
Menurut
Keyfitz, 1972 dalam Bovie (1994:3) menyatakan pada abad 17 diketahui bahwa
doktrin pro-natalis dari Merkantilis tidak berhasil dalam mempercepat
pertumbuhan penduduk, tetapi menjadi berperan dalam peningkatan tingkat
kesejahteraan
Plato
dalam (Bovie, 1994:3) menekankan tentang stabilitas penduduk merupakan dasar
untuk mencapai kesempurnaan dari kondisi kemanusiaan (human perfection) dimana kondisi tentang pentingnya kualitas
masusia dibanding kuantitas manusia, sedangkan Juius dan August Caesar lebih
kepada doktrin tentang pro natalis.
Julius
dan August Caesar juga merupakan pencetus dengan doktrin-doktrin pro natalis
dan mencatat bahwa pertumbuhan penduduk sangat dibutuhkan untukperang, dimana
penduduk yang banyak penting untuk kolonisasi dari kerajaan pada saat itu,
walaupun demikian tingkat kelahiran pada masa itu cenderung menurun.
Pertengahan
keuasaan Romawi kecenderungan didominasi oleh doktrin-doktrin anti natalis dan
sebagai contoh saat itu percaya bahwa virginity merupakan sesuatu yang bernilai
tinggi dalam eksistensinya manusia, dan doktrin tersebut sebenarnya tercipta
karena adanya stagnasi terkait dengan ekonomi waktu itu.
Abat
ke 17 diketahui bahwa doktrin pro-natalis tidak mempercepat pertumbuhan
penduduk, tetapi menjadi berperan dalam peningkatan tingkat kesejahteraan
(Keyfitz, 1972), dan yang penting adalah land (daerah) bukan manusia dan itu
merupakan sumber nyata dari kekayaan negara. Adam Smith juga percaya bahwa pentingnya
“natural harmony” antara pertumbuhan
ekonomi dengan pertumbuhan penduduk dan tergantung kepada ketersediaan tenaga
kerja (labor), artinya jumlah penduduk ditentukan oleh jumlah pekerja dan
tergantung dari produktivitas lahan.
Perspektive
Malthus menekankan kepada persoalan penduduk yang terkait dengan perkembangan
penduduk terhadap perbaikan hidup dimasa depan dan menganalisis secara
sistimatis akibat dari pertumbuhan penduduk. Penyebab pertumbuhan penduduk
mengacu kepada masalah reproduksi dengan potensi biologis dari manusia.
Disamping itu keselarasan antara jumlah penduduk, sandang dan pangan yang
tersedia karena 1) manusia selalu memerlukan sandang dan pangan untuk hidupnya,
2) nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan
berubah sifatnya.
Kekuatan
penduduk untuk bertambah adalah lebih besar daripada kesanggupan bum,i untuk
menghasilkan sandang dan pangan. Dengan demikian jumlah penduduk mempunyai
kecenderungan untukberkembang lebih cepatdaripada pertambahan sandang pangan.
Jelasnya bahwa jumlah penduduk akan bertambah menurut deret ukur
(geometrically) sedangkan pertumbuhan jumlah pangan akan mengikuti deret hitung
(aritmatically). Disini memperjelas bahwa keterbatasan sandang/pangan
(kelaparan) dapat mengekang pertumbuhan
penduduk.
Dalam
keadaan pertumbuhan yang tinggi dapat dikekang dengan apa yang disebut
pengekang positif (positive check) dimaksudkan segala kejadian yang mengakibatkan
turunnya jumlah kelahiran (birth controle), abstenencia, kontrasepsi dan
aborsi.
Pengekang
diri (moral restraints) merupakan segala usaha untuk mengekang nafsu seks
sebagaipoint yang sangat penting, misalnya manusia mencegah kelahiran melalui
prostitusi, kontrasepsi, aborsi, sterilisasi, penundaan perkawinan, maka akan
berdampak kepada perolehan pendapatan (ekonomi) yang cukup untuk membiayai
kebutuhan.
Malthus
percaya bahwa akibat alami pertubuhan penduduk adalah kemelaratan, dan ini
merupakan logika berfikir bahwa 1) manusia selalu melakukan reproduksi, 2)
persediaan (pertumbuhan) bahan makanan tidak akan mencukupi perutumbuhan
penduduk. Malhtus juga mengatakan bahwa kelebihan penduduk (over population)
yang dihitung dari tingkat pengangguran (unemployment) akan menurunkan
pendapatan pada titik dimana penduduk tidak menikah. Malthus juga percaya
bahwa siklus peningkatan produksi bahan
pangan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan membuat banyak orang
kembali kepada kehidupan kemiskinan.
Menghindari
masalah kependudukan Malthus berusaha untuk menghindari kesakitan dari pada
mengejar kesenangan adalah merupakan great stimulus dalamkehidupan. Malthus
berpendapat bahwa penduduk yang berpendidikan baik, dapat berfikir secara
rasional dan akan merasakan bagaimana sakitnya memiliki akan yang lapar, dan
akan menunda perkawinan dan hubungan kelamin (intercouse) sampai merasakan
kepastian untuk dapat menghindari kesakitan. Ini merupakan motivasi untuk dapat
dilakukan dan preventive chek dapat dilaksanakan, dan akibat dari pertumbuhan
penduduk dapat dihindari. Jadi cara yang baik untuk mengatasi masalah
kependudukan adalah merubah “human nature” .
Kesuksesan
juga merupakan konsekuensi dari kemampuan manusia untuk melakukan perencanaan
secara rasional untuk menjadi manusia yang lebih educated, dan memiliki
perilaku yang baik dimasa depan, karena person seperti ini yang langsung
melakukan/mempraktekkan apa yang dipikirkan. Pembuktiannya adalah mampu
merencanakan kehidupan keluarga secara rasional yaitu menunggu menikah, dan
mempunyai anak pada umur 39 tahun. Jadi akibat utama dari pertumbuhan penduduk menurut Malthus
adalah kemelaratan atau kemiskinan (poverty),karena dari kemelaratan/kemiskinan
akan menciptakan dorongan untukkeluar dari keadaan kemelaratan, artinya jika
manusia tetap miskin itu berarti tidak melakukan sesuatu untuk keluar dari
kondisi tersebut.
Marx
dan Engels dalam Bovie (1994:9)
mengajukan pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana penduduk tumbuh, dan
mereka menyutujui hak laki-laki dan perempuan untuk tidak melakukan pencegahan
kelahiran. Pandangan ini menekankan bahwa aktivitas manusiamerupakan produk
dari lingkungan sosial dan ekonomi. Pandangan Marx tersebut adalah setiap
masyarakat dalam sejarah memiliki “low of population” terhadap akibat-akibat
dari pertumbuhan penduduk seperti kapitalisme akibatnya adalah kelebihan
penduduk dan kemelaratan, tetapi bagi sosialisme pertumbuhan penduduk dapat
ditangani melalui sistem ekonomi dan tidak mempunyai efek samping yang dan
cenderung kepada akibat dari pertumbuhan penduduk.
Teori
kependudukan modern seperti John Stuart Mill dalam Bovie (1994:12) bahwa
standar kehidupan adalah determinan utama tingkat fertilitas dan terkenal
dengan pendapatnya “pada saat manusia membanjiri persediaan makan, walaupun itu
bersifat sementara maka kemungkinan pemecahannya adalah import makanan dan
eksport manusia.
Mill
berpendapat bahwa penduduk akan stabil dan manusia akan berusaha untuk
mengembangkan budaya, moral dan sosial untuk secara terus menerus melakukan
produksi ekonomi, sehingga penduduk dan produksi adalah stabil, dan jika
terjadi perkembangan sosial dan ekonomi maka akan terjadi peningkatan
pendapatan yang akan meningkatkan standar kehidupan untuk semua generasi. Juga
sangat menghargai hak-hak laki-laki dan perempuan dn menganjurkan untuk
kebebasan (on liberty), dengan pandangan pertumbuhan penduduk cukup signifikan.
Brentano
Ludwig dalam Bovie (1994:13) mengatakan bahwa tidak dapat mengharapkan
masyarakat miskin untuk menurunkan tingkat fertilitas tanpa ada motivasi.
Kemakmuran menyebabkan turunnya tingkat fertilitas dengan argumentasi bahwa
semakin tinggi tingkat kemakmuran maka kebutuhan akan anak menjadi berkurang,
dan untuk perempuan terjadi penurunan motivasi terhadap kebutuhan untuk hamil
secara terus menerus sepanjang hidupnya dan kenyataan kehamilan dapat
menghambat karir, sedangkan bagi laki-laki motivasinya adalah
meningkatkan/mengembangkan ekonomi
karena peningkatan kebutuhan ekonomi dikarenakan banyaknya anak dan membatasi
jumlah akan membuat tingkat kesejahteraan menjadi lebih maksimum.
Emile
Durkheim dalam Bovie (1994:13) dilihat dari sudut sosial dan akibat pertumbuhan
penduduk dimana peningkatan kompleksitas masyarakat modern karakteristik
utamanya adalah peningkatan angkatan kerja, yaitu pembagian dari variasi
angkatan kerja berhubungan dengan jumlah dan kepadatan masyarakat, dan apabila
perkembangan aspek sosial berlangsung terus, ini disebabkan penduduk semakin
padat dgn jumlah penduduk yang besar sehingga semakin besar jumlah
penduduk/masyarakat maka semakin keras
perjuangan untuk hidup.
2.3. Penduduk dan Pembangunan (Permasalahan Kependudukan,
Kebijakan Kependudukan)
Ruang lingkup kebijkan Kependudukan menurut
PBB adalah “….
kegiatan dan program yang dibuat untuk menunjang pencapaian tujuan ekonomi,
sosial, demografi, politik dan sebagainya, dengan cara mempengaruhi
variabel-variabel demografi yang penting, yaitu jumlah, dan pertumbuhan
penduduk, distribusi geografi (nasional dan internasional) dan karakteristik
demografinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
merumuskan kebijakan kependudukan: 1) kebijakan kependudukan dikaitkan dengan
pembangunan, 2) kebijakan kependudukan dan kebijakan pembangunan bukan merupakan
dua hal yang bertentangan, 3) kebijakan kependudukan bukan lagi merupakan isu
sensitif melainkan hal umum di seluruh dunia.
Terdapat tiga hal penting berkaitan dengan kebijakan
kependudukan: 1) kebijakan kependudukan harus berubah,
mencerminkan adanya suatu komitmen yang mendasar
pada etika dan hak asasi manusia (human rights), 2) kebijakan kependudukan yang
lebih dari sekedar pengendalian fertilitas hanya efektif jika menjadi bagian
dari pendekatan pembangunan manusia yang lebih luas, 3) kebijakan kependudukan
mempunyai prioritas strategi yaitu pemberdayaan perempuan (womens's empowerment) dan layanan kesehatan reproduksi dan
seksual (reproductive and sexual health services).
Hasil konferensi kependudukan sedunia di Bucharest
tahun 1974, disepakati perlunya mengendalikan pertumbuhan penduduk. Sejak itu
paradigma pembangunan kependudukan berubah dari semula pro-natalist
menjadi anti natalist. Sehubungan dengan itu
kebijakan kependudukan di negara-negara Asia terbagi dua. Asia Selatan,
Tenggara dan Timur hampir semua mengikuti kebijakan anti natalis. Dari
Pakistan sampai Jepang, dengan pengecualian Birma dan Vietnam semua menjalankan
program KB
Negara di Asia Bagian Barat yang sebagian besar
berpenduduk Arab Islam menjalankan kebijakan anti-natalis. Negara
lainnya tidak mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas. Di
Amerika Selatan kebijakan kependudukan terbagi dua, yaitu yang pro-natalis,
yang sebagian besar penduduknya beragama Katolik. Sedangkan sebagian negara
yang berpenduduk dengan agama Protestan menganut kebijakan anti-natalis.
Sejak ICPD tahun 1994 di Cairo, yang dipandang
sebagai momentum perubahan besar dari pendekatan masalah kependudukan dalam
pembangunan. ICPD Cairo sebagai komitmen internasional memberikan warna sendiri
pada kebijakan kependudukan di Indonesia, yaitu human based right dan women
empowerment.
Konsep dasar Kependudukan, kependudukan adalah hal ihwal
penduduk yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama,
kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang menyangkut ketaqwaan, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya
Shryock
dan Siegel (1971) dalam Bovie at al (2014) mengatakan bahwa Kependudukan
merupakan demografi dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit, demografi
disebut formal demografi yang hanya mempelajari secara statistik dan
matematik ttg jumlah, komposisi and distribusi penduduk dan perubahannya
sebagai akibat dari kelahiran, kematian, perkawinan, dan migrasi serta
mobilitas sosial, pendapat tersebut diperkuat seperti dikemukakan oleh Donald J. Bogue.
Perkembangan
kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan
kependudukan yang dapat berpengaruh dan sekaligus dipengaruhi keberhasilan
pembangunan berkelanjutan.
Pengelolaan
kependudukan adalah upaya terencana untuk mengarahkan perkembangan kependudukan
untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk
pada seluruh dimensi penduduk.
Kualitas
penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi
derajat kesehatan, kebugaran, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat
sosial dan ekonomi, ketaqwaan, kepribadian, kebangsaan, ketahanan, kepribadian,
kebangsaan, ketahanan, kemandirian, kecerdasan yang menjadi ukuran kondisi penduduk sebagai pelaku
dan penikmat hasil pembangunan berkelanjutan serta sebagai ukuran dasar untuk
mengembangkan kemampuan dan menikmati
kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudaya,
berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
Permasalahan kependudukan berangkat dari bagaimana menungkatkan
kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisiknya (yang cakupannya sesuai dengan konsep kualitas penduduk di atas).
Pembangunan
kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia, dan kualitas SDM memegang
peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Konsep pembangunan kependudukan sebenarnya sama
dengan konsep pembangunan manusia
seutuhnya, yang juga sering dikatakan sebagai konsep pembangunan berwawasan kependudukan.
Pemerintah
belum dapat secara optimal mengimplementasikan konsep pembangunan berwawasan kependudukan dimana pemerintah Indonesia (seperti juga negara berkembang
lainnya) perhatiannya pada bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi padahal pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
kualitas penduduk dalam hal ini sumber daya manusia.
Strategi
pembangunan yg bertumpu pada pertumbuhan dan tanpa melihat potensi penduduknya
yang ada, tidak berlangsung secara berkelanjutan termasuk pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan membawa kita pada peningkatan ketimpangan
pendapatan meskipun efisiensi
dan produktivitas bisa meningkat tapi dibarengi dengan peningkatan pengangguran baik yang terbuka
maupun yang setengah.
Mengacu
pada konsep pembangunan kependudukan atau yang berarti mengitegrasikan dimensi kependudukan
dalam perencanaan pembangunan daerah, maka manfaat paling mendasar yang
diperoleh adalah penduduk yang ada didaerah ybs menjadi pelaku pembangunan dan penikmat
hasil pembangunan.
Perkembangan
kependudukan di Indonesia dan khususnya di Provinsi
Lampung setiap
saat bahkan setiap detik mengalami perubahan dilihat dari variabel kelahiran,
kematian dan migrasi, dan perkembangan kependudukan ini sangat
siknifikan terhadap variabel lainnya seperti ketersediaan lapangan kerja, luas
lahan, pendidikan, kesehatan, perluasan wilayah, dll
Pemerintah
yang selama ini selalu berusaha untuk mengatasi perkembangan kependudukan seperti disebutkan di atas ternyata masih
belum mencapai apa yang diharapkan adalah kesejahteraan masyarakat. Tahun 2009
telah diundangkan UURI No. 52 tahun 2009 tanggal 29 Oktober 2009 merupakan
kebijakan pemerintah tentang dasar pelaksanaan program yang terkait dengan
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.
Penduduk adalah sekelompok manusia
dalam jumlah besar yang menempati suatu wilayah tertentu. Permasalahan
kependudukan yang dihadapi saat ini dan masa depan adalah pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat terutama dari segi kuantitasnya, persebaran penduduk
antar wilayah yang tidak merata, komposisi penduduk yang kurang menguntungkan
(banyaknya penduduk usia muda), arus urbanisasi yang tinggi dsb.
Di
Provinsi Lampung, kuantitas penduduk sudah semakin tinggi sehingga dapat diketahui
bahwa permasalahan penduduk di Provinsi Lampung dapat dikatakan menjadi
perhatian khusus dari pemerintah terutama terkait dengan 8 (delapan) program
Gubernur Lampung.
Kualitas
penduduk di Provinsi Lampung juga menunjukkan suatu tingkat kemampuan dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dipengaruhi oleh variabel pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan penduduk.
Dilihat
dari sisi pendidikan ternyata rendahnya tingkat pendidikan berdampak pada
kemampuan penduduk dalam menghadapi perkembangan zaman yang sudah semakin
kompleks dari sisi teknologi, demikian pula dengan sisi kesehatan dimana
tingkat kesehatan yang rendah berdampak kepada rendahnya kualitas sumber daya
manusia sehingga berpengaruh kepada pola [pikir dan kreativitas serta inovasi.
Kemudian
dari sisi pendapatan yang dianggap belum cukup (masih rendah) tentunya akan
berdampak kepada sulitnya penerapan pembangunan yang akan dilakukan sampai kepelosok
daerah yang mencerminkan keberhasilan Provinsi Lampung.
BKKBN
mengakui (Lampos 07 Mei 2015) bahwa
masalah kependudukan dan keluarga berencana, pengendalian jumlah penduduk
hingga kualitas sumber daya manusia
sangat kompleks, dan tidak hanya menekankan kepada jumlah
penduduk, namun lebih terfokus kepada pencapaian prioritas peningkatan kualitas
SDM sebagai prasyarat tercapainya penduduk tumbuh seimbang tahun 2015 ini.
Beberapa kebijakan yang telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Lampung untuk
mencapai hal tersebut di atas antara lain telah melakukan MoU dengan perguruan
tinggi dalam hal motivasi meningkatkan promosi penggunaan alat KB, juga terkait
dengan pembentukan pusat informasi dan konseling (PIK) terutama
mensosialisasikan program keluarga berencana dan masalah reproduksi remaja,
penundaan usia kawin, narkotika, HIV/AIDS, seks bebas serta melakukan program
penelitian yang terkait dengan keberhasilan program kependudukan dan KB di Provinsi
Lampung.
2.4. Transisi Demografi
Transisi
demografi menggambarkan transisi dari tingkat kematian dan kelahiran yang
tinggi ke tingkat mortalitas dan fertilitas yang rendah. Idea transisi demografi dikembangkan sejak
tahun 1929 oleh Warren Thompson (Bovie 1994:14) dengan menggunakan data dari
beberapa negara periode 1908-1927 dan menunjukkan informasi bahwa terdapat 3
(tiga) kelompokutama sesuai dengan aspek utama pertumbuhan penduduk.
Thompson
(1929:968) dalam Bovie (1994:14) Negara-negara Group A (Eropa Barat, Utara dan
Amerika) dimana negara-negara tersebut
saat itu memiliki naturalincrease dan akan menjadi penduduk stationer dan mulai
menurun dalam jumlah natural increase. Sedangkan group B (Italia, Spanyol, dan
penduduk Slavic di Eropa tengah) penurunan tingkat kelahiran dan kematian namun
tingkat kematian lebih cepat menurun dibandingkan tingkat kelahiran untuk
selang beberapa waktu.Kondisi di negara-negara grop B ini sama
dengannnegara-negara di group A pada 30-50 tahun yang lalu. Sedangkan pada
group C (negara-lainnya di dunia) terjadi sedikit pengontrolan terhadap tingkat
kelahiran dan tingkat kematian.
Thompson
melihat bahwa negara-negara group C (sekitar 70-75%) penduduk dunia pada waktu
itu akan terus memiliki pertumbuhan penduduk dan merupakan pertumbuhan penduduk
yang cepat.
Notestein
dalam Bovie (1994:15) mengatakan bahwa group A terjadi penurunan pertumbuhan
penduduk,group B mengalami transisi pertumbuhan penduduk dan pada group C
memiliki potensi pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga lahirlah apa yang
disebut periode waktu transisi demografi. Pada
periode tersebut terjadi pertumbuhan pendudukyang cepat ketika
terjadipergerakan dari tingginya tingkat kelahiran ke rendahnya tingkat
kematian atau daripertumbuhan tinggi kepertumbuhan rendah. Pada tahun yang sama
Kingsey Davis (1945) mengatakan bahwa pada tahun 1940an transisi demografi
sepertinya hanya merupakan gambaran tentang perubahan demografi.
Transisi
demografi terbagi dalam3 (tiga) tahap (stages) yaitu 1) pertumbuhan penduduk
tinggi karena angka kelahiran dan kematian tinggi, 2) transisi dari tinggi ke
rendah angka kelahiran dan kematian, dan pada tahap ini pertumbuhan penduduk
diakibatkan oleh menurunnya secara cepat sebelum tingkat kelahiran
menurun, akibatnya pertumbuhan penduduk
tinggi, 3) tingkat kematian adalah
rendah juga angkakelahiran rendah.
Jadi
transisi demografi menurut Teitelbaun (1975) dalam Bovie (1994:17) mengatakan
bahwa semulanya hanya merupakan deskripsi tentang kejadian kependudukan,namun
kemudian menjadidemografi perspektif yaitu suatu ekspresi dari pemahaman
yang lebih mendalam tetang apa yang
disebut “development is the best contraseptive.
Tingkat
kematian menurun sebagai akibat dari standar kehidupan yang membaik dan tingkat
kelahiran hanpir selalu menurun untuk dekade selanjutnya, walaupun demikian
pada tingkat yang rendah tetapi lebih lambat dari angka kematian. Turunya
tingkat kelahiran lebih banyak dipengaruhi oleh pengaturan untuk menurunkan
angka fertilitas dan terjadinya perubahan perubahan nilai terhadap besarnya
keluarga yang dihubungkan dengan aspek kehidupan lainnya. Turunnya tingkat
kelahiran merupakan hal yang penting dalam kehidupan keluarga didaerah
industri, dan kehidupan perkotaan dimana besarnya kelarga biasanya merupakan
kebutuhan karena para orang tua menciptakan pekerja-pekerja untuk membantuorang
tua dan anak-anak merupakan jaminan hari tua para orang tua.
Pandangan
transisi demografi dimana tingginya fertilitas sebagai reaksi tingginya
mortalitas. Mortlitas menurun menunjukkan angka kelahiran yang menurun juga.
Pertumbuhan penduduk dalam periode transisi demografi tidak akan terjadi masalah
serius apabila diiringi dengan peningkatan standar kehidupan penduduk dan
menciptakan motivasi untuk memperkecil jumlah anggota keluarga. Akibat yang
terjadi jika mortalitas menurun dan fertilitas tidak menurun, disini untuk
menjawabnya tentu memiliki persepsi dimana transisi demografi tidak mampu menjawabnya
karena para demografer belum mampu untuk
memperkirakan tingkat kematian dan tingkat kelahiran atau saat dimana
fertilitas akan menurun. Hal ini disebabkan karena penjelasan tentang
demographic behavior selama transisi berlangsung cenderung bersifat
ethnosentrik.
Penjelasan
klasik tentang transisi demografi
didasari oleh logika deduktif. Para demografer hanya mengukur perubahan tingkat
kelahiran dan kematian dan menyimpulkan seperti dalam masyarakat tradisonal
fertilitas dan mortalitas tinggi. Dalam masyarakat modern fertilitas dan
mortalitas rendah diantaranya adalah transisi demografi yang terfokus pada penurunan fertilitas karena fertilitas
merupakan aspek dari penjelasan klasik transisi demografi.
Davis
dalam Bovie (1994:19) menganjurkan bahwa motif yang sangat penting untuk
membatasi keluarga adalah tidak takut
kemelaratan atau menghindari kesakitan seperti yang dianjurkan oleh Malthus;
dimana prospek untuk meningkatkan kesejahteraan merupakan motivasi masyarakat
untuk menemukan arti dari membatasi jumlah anak yang mereka miliki.
Teori
terkait dengan pendapatan relatif didasari oleh ide bahwa tingkat fertilitas
tidak selalu merupakan respon secara absolut dari tingkat kesejahteraan
ekonomi, karena relatif untuk memilih faktor yang mempengaruhi. Easterlin dalam
Bovie (1994:20) berasumsi bahwa pengalaman dari kehidupan kita di akhir masa
kanak-kanak adalah dasar untuk mengevaluasi
kondisi kehidupan kita pada saat dewasa.Jika kita dengan kondisi masih muda
dapat memperbaiki pendapatan (kehidupan)
melebihi saat kanak-kanak maka ada kesenderungan lebih menyukai dan
mamilih untukmenikah sedini mungkin dan memiliki beberapa anak dan demikian
sebaliknya.
Pertanyaan
yang muncul adalah faktor apayang menyebabkan kita berada dalam posisi
menguntungkan dan merugikan saat kita masa dewasa?. Beberapa variabel demografi
yang mempengaruhi tingkat fertilitas
adalah struktur umur penduduk, jumlah dan proporsi umur penduduk.
Misalnya jika penduduk muda relatif jarang dalam masyarakat dan memiliki
kondisi ekonomi yang baik, maka mereka akan relatif memiliki kebutuhan tinggi,
dan mereka mampu untuk memiliki pendapatan yang tinggi dan memiliki
perasaan “confortable” untuk menikah dan
mulai berkeluarga. Bila kompetisi terhadap pekerjaan (job) semakin sulit, maka relatif
cenderung kurang melakukan pernikahan pada usia relatif muda dan mulai
berkeluarga. Kedua kondisi tersebut mempengaruhi tingkat fertilitas.
Berdasarkan
kajian di atas maka penulis berpendapat bahwa faktor biologis merupakan sebab
pertumbuhan penduduk, akibat alami dalam kemelaratan/kemiskinan. Selanjutnya
peningkatan produktivitas akan cnderung memberi motivasi untuk memiliki
keluarga kecil khususnya bila masyarakat semakin memiliki tingkat pendidikan yang
lebih baik dan memahami konsekuensi memiliki keluarga besar dan motivasi
individual cenderung untuk menekan tingkat fertilitas. Secara demographic
perspective melihat bahwa akibat dari pertumbuhan penduduk merupakan suatu masalah
yang serius dan transisi demografi memandang pertumbuhan penduduk berada pada
tahap intermediate yaitu antara
tingginya fertilitas dan mortalitas dengan rendahnya fertilitas dan mortalitas.
Penurunan angka kematian selalu harus diperlukan disertaipenurunan fertilitas dari tingkatyang
tinggi, artinya terdapat interaksi sebab dan akibat dari perubahan demografi.
2.5. Parameter
Variabel Demografi
2.5.1.
Fertilitas
Fertilitas dalam analisis parameter demografi secara
detail dibahas tentang CBR, FGR, ASFR, TFR dan NRR yang memiliki gambaran
tentang kelahiran penduduk di suatu wilayah atau daerah.
Menurut
Blake & Davis (1956) dalam BPS (1993:111)
terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi fertilitas yang dikenal dengan
nama variabel antara atau “intermediate variable atau proximate determinan” dan
selanjutnya oleh Bongaart disederhanakan menjadi 4 (empat) variabel yaitu
lamanya menyusui, lamanya amenore, lamanya abstinensia, dan pemakaian alat
kontrasepsi. Selain dari proximate determinan tersebut maka faktor sosial,
ekonomi dan demografi juga akan mempengaruhi fertilitas seseorang (Freedman,
1963). Seorang wanita yang berpendidikan tinggi
mempunyai pemikiran yang luas tentang jumlah anak yang akan dimiliki.
Keadaan ekonomi rumah tangga yang semakin membaik juga berpengaruh terhadap
pemilikan jumlah anak. Begitu juga dengan umur seorang wanita saat pertam kali
kawin akan mempengaruhi lamanya wanita “ekspose” terhadap kehamilan. Umur
wanita juga akan mempengaruhi kesuburan, dan wanita yang berusia 45 tahun
keatas kesuburannya lebih rendah daripada wanita yang berusia di bawah 40
tahun. Ukuran fertilitas yang dipakai dalam survey misalnya adalah jumlah anak
yang dilahirkan (children ever born)
Pollard
(1984:141) Fertilitas adalah suatu istilah yang digunakan di dalam bidang
demografi untuk menggambarkan jumlah
anak yang benar-benar dilahirkan hidup. Fertilitas adalah ukuran yang
diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi wanita yang diperoleh dari data
statistik yaitu jumlah kelahiran hidup.
Jumlah
kelahiran hidup yang terjadi setiap tahun di dalam suatu penduduk tertentu
sebagian ditentukan oleh berbagai faktor demografis seperti: 1) distribusi umur
dengan jenis kelamin, 2) jumlah pasangan pria dan wanita yang menikah maupun
distribusi umurnya,3) lamanya perkawinan dengan jumlah anak yang dilahirkan.
Juga ada faktor lain yang menentukan fertilitas terkait dengan lingkungan
sosial ekonomi dalamsuatu jangka waktu tertentu seperti: 1) pendidikan, 2)
kondisi perumahan, 3) penghasilan, 4) agama, 5) sikap terhadap besarnya jumlah
anggota keluarga.
Angka
kelahiran Kasar atau Crude birth rate (CBR)
menurut A.H Pollard (1984:148) yaitu jumlah kelahiran per 1.000 orang dalam
suatu jumlah penduduk tertentu, merupakan ukuran fertilitas yang paling
sederhana karena data yang digunakan hanya jumlah seluruh kelahiran dan jumlah
seluruh penduduk. Dari CBR ini hanya dapat disusun penilaian yang bersifat umum
saja karena dari nilai itu tidak mungkin terjadi perbedaan rasio jenis kelamin
maupun perbedaan di dalam distribusi umur, penundaan atau lebih cepatnya
perkawinan dsb. Semua itu dapat menghasilkan data yang enyesatkan apabila
jumlah data agak terbatas, angka kelahiran kasar merupakan satu-satunya angka
yang dapat diterapkan.
Angka
fertilitas umum atau General Fertility Rate (GFR); apabila sampai tidak
tersedia informasi mengenai distribusi umur dan jenis kelamin, angka GFR ini
dapat diperbaiki dengan cara menggunakan angka kelahiran umum. Ini merupakan
jumlah kelahiran per 1.000 wanita berumur 15 sampai 44 tahun atau 15 sampai 49
tahun dimana sampai pada tingkat tertentu ukuran tersebut dapat memperbaiki
kelainan yang terjadi di dalamangka kelahiran kasar sebagai akibat kelainan
rasio jenis kelamin di dalam jumlah penduduk atau kelainan distribusi umur.
Prosedur tersebut merupakan langkah pertama untruk membatasipenyebut angkanya
sampai kepada jumlah penduduk yang benar-benar menghadapi risiko untuk melahirkan.
Angka
fertilitas khusus menurut umur atau Age specific fertility rate (ASFR); menurut
A.H Pollard (1984:149) apabila (sebagai tambahan penduduk wanita yang
diklasifikasikan menurut umur) data jumlah kelahiran menurut umur ibu sudah
tersedia, maka pola angka kelahiran khusus menurut umur akan dapat dihitung
dengan cara membagi jumlah kelahiran oleh ibu yang tercakup di dalam setiap
umur (atau kelompok umur) dengan jumlah wanita yang tercakup pada umur
(kelompok umur) itu di dalam suatu jumlah penduduk tertentu. Angka tersebut
biasanya dinyatakan sebagai kelahiran per 1.000 wanita pada umur itu. Apabila
digunakan kelompok umur 5 (lima) tahun sebagaimana yang sering terjadi, angka
fertilitas khusus menurut umur akan membentuk seperangkat 6 atau 7 angka yang
secara relatif dapat dikatakan cocok (tergantung dari lamanya masa reproduktif
yang telah diasumsikan, dan ini merupakan cara atau prosedur yang paling umum
digunakan untuk mengukur fertilitas.
Angka
Fertilitas Total atau Total fertility rate (TFR); menurut A.H Pollard (1984:157)
meskipun secara relatif bentuk angka fertilitas khusus menurut umur memang
cukup cocok apabila diekspresikan di dalam kelompok umur lima tahun, tetapi
terkadang dalambeberapa keadaan tertentu diperlukan juga indeks nilai tunggal, dan
yang diperlukan adalah suatu rumus yang cocok agar dapat diterapkan untuk
mengkombinasikan berbagai angka khusus menurut umur yang individual.
Ukuran
yang paling sederhana adalah angka fertilitas total (TFR), dimana angka ini
diperoleh dengan menggabungkan berbagai angka fertilitas khusus umur untuk
wanita yang tercakup di dalam setiap umur. Apabila kelompok lima tahunan
digunakan, maka jumlahnya harus di kalikan lima kerena merupakan jumlah
angkapada setiap umur individu yang diperlukan. Dengan demikian angka TFR akan
mencerminkan jumlah anak yang dilahirkan
(tanpa menghitung mortalitas) oleh kelompok hipotesis yang terdiri dari
1.000 wanita pada masa usia reproduktif
akan mengalami angka kelahiran khusus tertentu yang menjadi dasar indeks
tersebut. Meskipun angka fertilitas total mencerminkan penduduk wanita ber umur
15-49 tahun yang sama sebagaimana halnya dengan angka fertilitas umum, namun
pada hakekatnya angka tersebut merupakan perbaikan atas angka fertilitas umum, karena
dapat menghilangkan berbagai perbedaan distribusi umur antara 15-49 tahun.
Demikian juga angka fertilitas total dapat juga dipandang sebagai angka
fertilitas yang distandarisasikan dimana penduduk standar mempunyai jumlah
penduduk yang sama di dalam setiap kelompopok umur.
TFR
merupakan analogi dari konsep besarnya keluarga yang tidak melahirkan lagi di
dalam analisis generasi, dengan alasan karena tanpa memperhitungkan mortalitas
dari angka tersebut diketahui jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh kohor
hipotesis wanita yang mengalami angka fertilitas umur tertentu.
Angka
reproduksi neto atau net reproduction rate (NRR) menurut A.H Pollard (1984:160)
mengatakan bahwa Seorang wanita hanya akan menggantinya dengan syarat harus hidup sampai umur dimana umur ibunya
berada pada ketika dilahirkan. Akibatnya akan lebih tepat bila digunakan ukuran
reproduktivitas yang dapat memberikan kelonggaran untuk elemen mortalitas, dan
ukuran tersebut tidak lain ialah angka reproduksi neto (net reproduction
rate/NRR). NRR dapat dihitung dengan cara mengalikan angka fertilitas khusus
menurut umur (hanya wanita) pada suatu umur tertentu menurut kemungkinan hidup wanita sejak dilahirkan
sampai umur tersebut dan kemudian di jumlahkan untuk semua umur ibu,
2.5.2. Mortalitas
Mortalitas penduduk perhitungannya dilihat dari (CDR,
ASDR, IMR, MMR, Angka Harapan Hidup) penduduk di
suatu wilayah atau daerah sebagai suatu hitungan dengan analisis yang dapat
dipertanggung jawabkan.
George
G Barclay (1990:55) Angka kematian kasar atau Crude death rate (CDR)
adalah suatu rasio antara seluruh jumlah
kematian yang tercatat selama tahun
tertentu dibandingkan dengan seluruh jumlah penduduk, dan kemudia dikalikan
dengan 1.000.
Angka
kematian khusus menurut umur atau Age specific death rate (ASDR); George G
Barclay (1990:71) menyatakan bahwa angka kematian khusus menurut jenis
kelamin (ASDR) terdiri dari kematian
wanita per 1.000 wanita yang terjadi pada pertengahan tahun atau 1.000 person
years wanita di dalam jumlah penduduk, demikian pula hal tersebut berlaku untuk
pria. Dengan demikian angka angka khusus itu hanya dapat dikaitkan dengan
beberapa bentuk tertentu saja, dan diantaranya adalah angka khusus berdasarkan
umur (age specific rate) dan angka
khusus berdasarkan umur dan jenis kelamin (age sex specific rate).
Angka
kematian bayi atau infant mortality rate (IMR) menurut A.H Pollard (1984:76)
didefinisikan sebagai suatu kelompok umur yang tepat, katakanlah umur “nol”
yaitu anak-anak yang berada di dalam/saat-saat tahun pertama kehidupannya dan
masih belum mencapai umur satu tahun tepat. Berbagai angka kematian untuk bayi
harus diperlakukan secara khusus dan berbeda dari berbagai angka kematian pada
umur-umur lain, karena pola mortalitas bayi sangat mengandung ciri-ciri yang
khas, agaknya akan begitu praktis untuk menyusun perkiraan tentang jumlah
person years semasa anak-anak dari jenis statistik yang biasanya sudah ada. IMR
merupakan suatu rasio antara kematian bayi yang sudah ada tercatat selama satu
tahun dengan kelahiran hidup (live birth) yang tercatat selama tahun itu juga.
Angka
kematian ibu atau maternal mortality rate (MMR) menurut A.H Pollard (1984:122);
selain itu dapat juga dihitung angka kematian khusus menurut umur sebab
kematian; kematian ini disebabkan oleh lahir mati dan komplikasi kehamilan.Jumlah
wanita yang menghadapi risiko yang dipergunakan untuk menghitung angka tersebut
adalah jumlah seluruh wanita pada umur tertentu yang tercakup di dalam penduduk
secara keseluruhan. Meskipun demikian
terdapat juga kemungkinan untuk memperleh nilai yang tepat mengenai
kelompok wanita yang menghadapi risiko karena kelompok tersebut jelas terdiri
dari sejumlah wanita yang hamil selama tahun yang bersangkutan. Dengan demikian
maka mortalitas wanita di definisikan sebagai jumlah kematian wanita selama
jangka waktu tertentu yang disebabkan oleh kelahiran maupun komplikasi
kehamilan untuk setiap 100.000 kelahiran yang terjadi selama periode tersebut.
d. Angka
Harapan Hidup
Indikator
status kesehatan wanita dilihat dari usia harapan hidupnya dan diartikan
sebagai pengukuran tingkat kesehatan wanita yang dapat mempengaruhi usia
harapan hidupnya sehingga kita dapat mengetahui penyebab-penyebab harapan hidup
seorang wanita,sehingga dengan indikator ini kita sebagai tenaga yang membahas
tentang kesehatan dapatr mencegah dan menanggulangi penurunan usia harapan
hidup seorang wanita dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab penurunan usia
harapan hidup. Wikipedia (2015; 30 Juli 2016 [10.17] harapan hidup adalah
perkiraan jumlah tahun hidup dari individu yang berdiam disuatu wilayah dari
sekelompok mahluk hidup tertentu.
Menurut
Nurul Khotimah (2012) mengatakan bahwa angka harapan hidup pada suatu umur x adalah
rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah
berhasil mencapai umur x pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas
yang berlalu dilingkungan masyarakatnya, sedangkan Angka harapan hidup saat
lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir
pada suatu tahun tertentu.
Usia
harapan hidup (life expectancy rate) merupakan lama hidup manusia di dunia.
Usia harapan hidup penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan jika
dilihat pada tahun 1980 harapan hidup perempuan mencapai 54 tahun, kemudian
meningkat menjadi 64,7 tahun pada tahun 1980, dan teralhir pada tahun 2000sudah
mencapai 70 tahun.
Meningkatnya
harapan hidup penduduk membawa implikasi bertambahnya jumlah lanjut usia, dan
berdasarkan data, wanita Indonesia yang memasuki masa monopouse yang sampai
saat ini juga meningkat. Meningkatnya jumlah tersebut sebagai akibat dari
bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan tingginya usia harapan hidup
serta diiringi membaiknya derajat kesehatan masyarakat.
Hal-hal
yang berpengaruh penting pada kelangsungan hidup yang lebih lama dan menurut
Prof Dr. Ali Khomsan sebagai akhli gisi Institut Pertanian Bogor, adalah Pola
Makan dan Penyakit bawaan dari lahir, lingkungan tempat tinggal serta strees
atau tekanan.
Khusus
faktor kesehatan lebih ditekankan kepada faktor gizi, merokok, monopouse,
osteorosis, dan aktifitas fisik.Jadiusia harapan hidup (life expectancy Rate)
merupakan lama hidup manusia di dunia,dan penyebab panjangnya umur manusia
tergantung dari beberapa faktor seperti pola makan, penyakit bawaan dari lahir,
lingkungan tempat tinggaln dan stres atau tekanan, sedangkan faktor kesehatan
yang berhubungan dengan usia harapan hidup adalah gizi, merokok, monopouse dan
osteoporosis.
2.5.3.
Mobilitas
Mobilitas penduduk (atau sering disebut sebagai migrasi) bersama dengan
kelahiran dan kematian merupakan komponen utama dinamika penduduk di suatu
wilayah. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa mobilitas penduduk tidak hanya
mempengaruhi besaran jumlah penduduk saja, tetapi juga memberikan dampak yang
besar terhadap kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, lingkungan
fisik, maupun komposisi penduduk. Migrasi dalam konsep ekonomi
merupakan bentuk investasi dengan cara berpindah untuk memperbaiki standar
hidup dan kesejahteraan seseorang serta keluarganya. Selain
berpengaruh terhadap individu yang melakukan mobilitas, migrasi juga
mempengaruhi daerah asal dan daerah tujuan migrasi.
Migrasi
juga dapat berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah asal dan
tujuan. Migrasi penduduk merupakan salah satu dari tiga komponen demografi yang
menyebabkan perubahan struktur penduduk. Kejadian migrasi di setiap provinsi
dapat diukur dengan pengukuran migrasi yaitu mobilitas, angka migrasi masuk, angka
migrasi keluar, angka migrasi neto dan angka migrasi bruto.
Banyak
faktor yang mempengaruhi perubahan angka migrasi masuk di setiap daerah, tetapi
tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai
fasilitas atau faktor aksebilitas terhadap pelayanan masyarakat sangat
berpengaruh terhadap angka migrasi masuk. Ida Bagoes (1992) dalam Purnomo
(2009) mengatakan bahwa daerah tujuan di kota juga merupakan harapan untuk
mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih besar. Beberapa hasil
penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa orang-orang di negara
berkembang dari pedesaan pindah ke kota karena kemandekan atau kekurangan
lapangan pekerjaan di desa dan pada kesempatan yang sama berharap untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih layak di kota.
Angka
migrasi dapat berubah-ubah setiap saat, dapat naik atau turun dengan pesat dari
tahun ketahun dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan suatu
perubahan besar terhadap jumlah penduduk, sehingga dibutuhkan rencana
pembangunan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Didalam pemerintahan biasa
disebut dengan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Untuk meminimalisir masalah penduduk kedepannya serta dapat melihat
perkembangan penduduk yang melakukan migrasi dimasa yang akan datang peneliti
tertarik melakukan penelitian tentang proyeksi terhadap angka migrasi.
Pertumbuhan
penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini
disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri,
pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan. Upaya Pencegahan: Pertumbuhan
penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat dibandingkan dengan
periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980 pertumbuhan ekonomi
masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh
penghidupan yang lebih layak. Pada periode 1980-1990 pemeratan pembangunan
mulai terasa sampai ke daerah pedesaan. Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak
lagi membangun daerah perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan
pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS 1994: 18).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metode Analisis
Secara umum analisis parameter demografi didasarkan
pada data sekunder yang diperoleh dari studi
pustaka/literature yang dihimpun yang disesuaikan dengan komponen yang akan
dianalisis dengan catatan data yang diperoleh harus akurat sehingga dapat
digunakan untuk menelaah dan mengamati lingkungan yang diperkirakan terkena
dampak akibat dari parameter demografi tersebut.
Metode yang digunakan dalam analisis parameter
demografi ini mengacu pada permasalahan seperti yang telah diungkapkan pada Bab
I, sehingga fokus dari analiais parameter ini adalah menganalisis permasalahan
sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Terkait dengan analisis parameter
demografi ini maka metode analisis dilakukan dengan kajian deskriptif
kualitatif artinya menjelaskan dan menginterpreasi serta memberi menginformasi
tentang data yang diperoleh dan kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan
hasil analisis tentang parameter demografi di
Propinsi Lampung.
3.2. Sumber Data
Sumber
data analisis parameter demografi yang pokok adalah Registrasi Penduduk, BPS
(Sensus Penduduk, Survey Antar Sensus/Supas, Survey Kependudukan dan Kesehatan
Indonesia/SDKI), Hasil Penelitian dan Dokumen yang tersedia yang terkait dengan
materi analisis tersebut serta sumber lainnya seperti catatan-catatan dan
dokumen-dokumen dari instansi pemerintah terutama dari
BKKBN dan instansi lainnya.
3.3. Ukuran Demografi
Definisi yang tepat dalam sudut pandang ilmu demografi
adalah bilangan yang menunjukkan satuan ukuran suatu fenomena demografi.
Fenomena demografi tersebut adalah fertilitas (kelahiran), mortalitas
(kematian) dan migrasi (permindahan). Tujuan dari pengukuran ini adalah suatu
dinamika yang terjadi dalam perkembangan penduduk dapat diketahui, dapat
dipelajari secara sistimatis dan dapat dianalisis serta dapat dibandingkan
untuk memperjelas dari analisis parameter demografi tersebut. Jenis ukuran
demografi dalam analisis parameter disini adalah rate (angka) dalam periode
tertentu, rasio atau perbandingan antara dua bilangan, proporsi atau persentase
serta bilangan konstan atau konstanta.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Grand design sebagai road map kependudukan
atau milestone
pada
periode 2010- 2014 yang lalu telah disusun sebagai strategi untuk mencapai hasil yang
diharapkan dari
grand design tersebut
dan terdapat beberapa variabel penentunya yang dikemas dalam periode selama 5 tahunan dimana tahapannya adalah:
a.
Memperkuat eksistensi kelembagaan berupa dukungan kebijakan kelembagaan
sebagai suatu lembaga yang benar-benar memiliki kepentingan dalam mengendalikan
penduduk. Pembentukan Kementerian
Kependudukan menjadi mutlak dilaksanakan yang disertai pembentukan Dinas baik
di tingkat provinsi maupun kabupaten. Hal ini
terkait dengan Otonomi Daerah dimana penanganan tentang pengendalian penduduk
tidak lagi terfokus terutama unsur ketersediaan sumber daya dalam hal ini SDM
(ekspert), Sapras, IT dan anggaran. Strategi ini harus dilakukan untuk mencapai
penduduk tumbuh seimbang pada tahun 2025 yang akan datang.
Eksistensi kelembagan s.d tahun 2015 ini ternyata
belum menunjukkan eksistensi yang diharapkan dan masih belum terfokus seperti
yang diharapkan.
b.
Melakukan
koordinasi dan konsolidasi langsung baik ditingkat Provinsi Lampung maupun di
Tingkat Kabupaten/Kota yang diikuti dengan aksi yang terkait dengan
pengendalian penduduk.
Koordinasi dan konsolidasi antara provinsi dengan
kabupatan/kota sampai dengan saat ini juga menunjukkan belum optimal terkait
dengan aksi pengendalian penduduk terutama parameter demografi.
c.
Aksi seperti
pada point b di atas pada dasarnya adalah untuk memberikan
pemahaman dan penjelasan secara serentak tentang pentingnya pembangunan dan
pengendalian penduduk, hal ini dilakukan secara berkelanjutan terutama kepada
pemerintah daerah secara khusus dan masyarakat secara umum, namun sampai tahun
2015 ini masih belum maksimal.
d.
Memperjelas
dan mempertegas visi terkait dengan pentingnya pembangunan dan pengendalian
penduduk di Provinsi Lampung.
Ketegasan tentang visi pembangunan pengendalian
penduduk yang sudah ada saat initentunya perlu dikaji kembali sesuaidengan
kebutuhan program pengendalian
pendudukmeskipun dilapangan masyarakat sebagian besar telah memahami
tentang pentingnya keluarga kecil tersebut.
e.
Pembenahan
tentang keakuratan data pencapaian KB baik peserta KB Aktif maupun KB Baru
serta data yang menjadi sasaran berikutnya yang menjadi calon penggunaan alat
kontrasepsi.
Tahun 2015 sampai dengan akhir semester 1 ini
pencapaian peserta KB aktif di Provinsi Lampung secara kumulatif sudah mencapai
.....akseptor, namun penambahan keluarga-kelaurga baru yang belum ikut KB
jugamasih banyak, oleh karena itu perlu strategi yang tepat untuk banagimana
mempertahankan peserta KB aktif jangan sampai menurun,dan bagaimana
meningkatkan jumlah peserta KB aktif dari penambahan dari calon-calon peserta
KB yang baru.
Disamping itu juga untuk meningkatkan kualitas dari
alat kontrasepsi yangb digunakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
akibat darikegagalan alat kontrasepsi yang digunakan.
f.
Melakukan
sosialisasi tentang pentingnya pengendalian penduduk melalui pertemuan ilmiah
atau melalui perguruan tinggi negeri/swasta.
Sampai dengan tahun 2015 ini di Provinsi Lampung
masih relatif kurang memperhatikan tentang program sosialisasi pengendalian
penduduk melalui pertemuan ilmiah, karena keterlibatan pertemuan ilmiah masih
terbatas kepada tataran akademisi dan
belum sampai kepada tataran masyarakat sebagai sasaran penegndalian penduduk.
g.
Melakukan
penelitian secara berkelanjutan (setiap tahun) terkait keberhasilan atau
ketidak berhasilan grand design serta
road map kependudukan atau milestone yang
disusun, karena melalui hasil penelitian akan diketahui hal-hal baru yang perlu
dilakukan atau ada hal-hal yang tidak perlu dilakukan untuk
pembangunan/pengendalian penduduk.
Sampai dengan tahun 2015 ini kegiatan penelitian
untuk pengendalian penduduk masih sangat terbatas dan monoton seperti kajian
dengan data yang sudah tersedia hasil sensus, SDKI bahkan survey yang umumnya
data tersebut sudah jauh berbeda dengan keadaan sekarang, sehingga hasil
analisis umumnya sudah tidak sesuai dengan harapan terkini, Hal ini perlu
dikaji lagi tentang analisis seperti ini karena menurut penulis hasil penelitian
terkini akan memberikan suatu informasi terkini dan juga para pengambil
kebijakan dapat menentukan strategi-strategi baru untuk melakukan pengendalian
penduduk di Provinsi Lampung.
h.
Program BKKBN dengan
pemasaran alat kontrasepsi modern.
Alat kontrasepsi modern yang terkait dengan
pemasarannya kepada masyarakat khususnya bagi keluarga baik keluarga yang belum
menggunakan kontrasepsimaupun keluarga yang sudah menggunakan kontrasepsi
sangat penting karena dengan alat kontrasepsi modern diharapkan pengendalian
penduduk akan semakin efektif dengan kontribusi akhir adalah keluarga kecil.
i.
Program
penanganan penduduk usia sekolah umur 7-15 tahun namun tidak sekolah lagi
(tidak melanjutkan pendidikan) karena alasan tidak ada biaya dan alasan lainnya
yang mencapai 87,88% (SP. 2010:47). Hal ini juga sangat menentukan akan
perubahan LPP pada tahun 2015-2035, dan Provinsi Lampung mencapai 69.098 jiwa
atau 15,24%.
Tahun 2015 ini jumlah penduduk 7 s.d 15 tahun (usia
sekolah) dan saat ini tidak sekolah karena keterbatasan biaya atau alasan
lainnya tentunya perlu perhatian khusus karena biasanya pada usia ini sangat
rentan untuk penentuan laju pertumbuhan penduduk, karena ketika sebelum usia 15
tahun dan menikah asumsinya akan segera hamil dan diperkirakan jumlah anakyang
dilahirkan akan semakin banyak jika dibandingkan dengan usia perkawinan di atas
21 tahun seperti yang dianjurkan oleh pemerintah. Demikian halnya dengan
pemahaman penduduk di bawah usia 15 tahun terkait dengan alat kontrasepsi dalam
rangka pengendalian penduduk relatif belum membutuhkan karena pada umur
tersebut orientasi berfikir lebih kepada mendapatkan dan menambah jumlah anak
dan belum kepada membatasi atau pengendalian jumlah anak.
Berdasarkan
hasil grand design beserta strateginya tersebut tentunya akan terlihat hasil yang
dicapai terutama terkait dengan parameter demografi sesuai dengan rumusan
masalah yang telah disusun meliputi:
4.1. Penduduk dan Pembangunan
Idealnya
dengan rata-rata pertumbuhan penduduk yang semakin kecil kualitas pembagunan
akan semakin baik karena ukuran kualitas sumber daya manusia yang semakin baik.
Hal ini menunjukkan bahwa sesuai program prioritas Gubernur Lampung dalam hal
ini pemerintah Provinsi Lampung yang semakin maik seperti sarana dan prasarana
yang menunjang pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan, kualitas
pendidikan yang mulai menunjukkan pergeseran dari sebagian berpendidikan tamat
SD kearah pendidikan yang lebih tinggi, juga dengan kualitas pelayanan
kesehatan yang semakin baik ditandai dengan semakin tinggi usia harapan hidup,
dan sebagainya.
Kualitas
penduduk yang baik tentunya tentunya akan sangat bermanfaat bagi keberhasilan
program Gubernur Lampung seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan
perguruan tinggi negeri (ITERA), kesehatan, transportasi (jalan tol, landasan
penerbangan), pertanian, kelautan, pengelolaan sumber daya alam dan
lainnya
4.2. Transisi Demografi
Di
Provinsi Lampung menunjukkan dimana sudah semakin sedikit jumlah kelompok umur
di bawah 15 tahun dan semakin banyak usia di atas 65 tahun, juga semakin banyak
usia produktif (15 s.d 64 tahun). Pergeseran ini menunjukkan bahwa perlu
diperkuat lapangan pekerjaan yang memadai bagi kelompok usia produktif, karena
beban yang ditanggung untuk usia non produktif sudah bergeser ke angka yang
semakin sedikit jumlahnya.
4.3. Parameter Variabel Demografi
4.3.1.
Fertilitas
1.
Fertilitas
(Kelahiran)
Fertilitas
atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping
migrasi masuk. Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat
fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan
penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam
jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat
kematian bayi masih tinggi. Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau
jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu
serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih
tetap banyak jumlahnya.
Istilah
fertilitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk
menghasilkan kelahiran hidup. Sementara itu, fekunditas berarti potensi seorang
wanita untuk menjadi hamil. Berbeda dengan fertilitas, fekunditas berkaitan
dengan potensi untuk melahirkan, tanpa memperhatikan apakah seorang wanita
benar-benar melahirkan seorang anak atau tidak. Informasi tentang jumlah
kelahiran bermanfaat untuk perencanaan pembangunan berbagai fasilitas yang
dibutuhkan khususnya fasilitas kesehatan ibu dan anak, baik untuk masa kini
maupun untuk masa yang akan datang. Selain itu, data tentang jumlah kelahiran
merupakan dasar untuk perhitungan berbagai indikator fertilitas seperti
Angka Kelahiran Kasar, Angka Kelahiran Menurut Umur, Angka Fertilitas Total,
Angka Reproduksi Bersih, dan Rasio Anak Wanita.
Terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi fertilitas. Pada tingkat makro, fertilitas
dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dan modernisasi. Sementara pada tingkat mikro, fertilitas
dipengaruhi oleh keputusan pasangan suami istri dalam hal jumlah anak.
Keputusan dalam menentukan jumlah anak itu sendiri dipengaruhi oleh nilai anak
seperti misalnya apakah anak lebih dilihat
dari aspek manfaat/kegunaan ataukan anak dilihat sebagai beban
(perawatan dan pendidikan anak).
Indikator fertilitas mencakup empat hal yakni: 1) Angka Kelahiran Tahunan (current fertility), 2) Anak Lahir
Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH), 3) Paritas, dan 4) Keluarga Berencana.
Indikator pertama terdiri dari empat sub indikator yakni: Jumlah Kelahiran, Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate – CBR), Angka Kelahiran Menurut Umur dan Angka
fertilitas Total. Indikator kedua terdiri dari tiga sub indikator yakni: Anak
Lahir Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB), Anak Masih
Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL), Rasio
Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR). Indikator ke empat terdiri
dari dua sub indikator yakni: Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
dan Angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB (Unmet-need). Sub indikator
terakhir ini (unmet-need) merupakan
PUS yang sebenarnya tidak ingin punya anak lagi dan ingin menunda kelahiran
anak berikutnya tetapi tidak memakai alat kontrasepsi karena berbagai alasan
seperti akses, takut efek terhadap kesehatan, dilarang keluarga dan lain-lain.
2.
Total
Fertility Rate/TFR
Total Fertility Rate adalah jumlah anak yang akan dipunyai seorang wanita selama masa
reproduksinya. Hasil SDKI 2007, secara nasional menunjukkan bahwa TFR
berdasarkan status sosial ekonominya menunjukkan bahwa TFR tinggi pada status
sosial ekonomi bawah dan meningkat pada status sosial ekonomi menengah ke atas.
Tabel 1
Perkembangan TFR Indonesia
Berdasar Status Sosial Ekonomi
Tahun 2002, 2007 dan Tahun 2010
Indeks
Kekayanan kuantil
|
TFR
2002/03
|
TFR
2007
|
TFR
2010
|
Terbawah
|
3,0
|
3,0
|
|
Menengah
Bawah
|
2,6
|
2,5
|
|
Menengah
|
2,7
|
2,8
|
|
Menengah
Atas
|
2,5
|
2,5
|
|
Teratas
|
2,2
|
2,7
|
|
TOTAL
|
2,4
|
2,3
|
|
Sumber:
BPS, SDKI 2007.
Secara demografis keberhasilan program
KB dapat digambarkan melalui penurunan angka Total Fertility Rate (TFR). Berdasarkan Tabel di bawah, TFR
Provinsi Lampung menunjukkan tren penurunan dan diprediksi angkanya
menjadi 2,10 pada tahun 2015. Meskipun demikian penurunan TFR ini masih
tergolong lambat sehingga masih memberikan kontribusi besar bagi tingginya laju
pertumbuhan penduduk di masa mendatang, sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut:
Tabel
2
Total
Ferytility Rate Provinsi Lampung (1980-2015)
No.
|
Tahun
|
TFR
|
Sumber
|
1.
|
1980 – 1985
|
4,8
|
SP
|
2.
|
1985 – 1990
|
3,4
|
SP
|
3.
|
1991
|
3,2
|
SDKI 1991
|
4.
|
1994
|
3,4
|
SDKI 1994
|
5.
|
1997
|
2,9
|
SDKI 1997
|
6.
|
2002-2003
|
2,7
|
SDKI 2002-2003
|
7.
|
2004
|
2,42
|
Gabungan Susenas
2002, 2003 dan 2004
|
8.
|
2010
|
2,45
|
SP
|
9.
|
2015
|
2,10
|
Proyeksi BPS
|
Sumber: BPS (SP, Susenas, dan SDKI)
Angka
fertilitas tersebut di atas akanmemberikan gambaran sesuai dengan program dalam
milestone 2010-2035 grand design yang
menunjukkan bahwa untuk mencapai TFR 2,10 pada tahun 2015-2025 dan TFR 1,98 (2025) serta TFR 1,85 (2035),
maka yang perlu dilakukan adalah mencermati variabel penentu selain kontrasepsi
yaitu jumlah wanita dengan status kawin (belum kawin, kawin, cerai hidup, dan
cerai mati). Artinya ketika kita memiliki data tersebut maka akan lebih mudah
untuk mengantisipasi tentang strategi apa yang dilakukan untuk menentukan
jumlah fertilitas yang diinginkan, serta kontrasep siapa yang tepat untuk
diinformasikan untuk mencapai fertilitas yang diinginkan tersebut,karena dengan
diketahuinya angka/jumlah wanita starus kawin tentunya akan semakin jelas
sasaran subjektifnya yang akan ditangani. Jika TFR = 2,1 maka akan terjadi
penduduk tumbuh seimbang (PTS) atau penduduk tanpa pertumbuhan (zero population growth).
3. Net
Reproductive Rate (NRR)
Net Reproductive Rate (NRR) adalah rata-rata jumlah anak perempuan yang dimiliki wanita
sampai dengan akhir masa reproduksinya. Replacement
Level Fertility merupakan fenomena
yang terjadi apabila kombinasi dari tingkat fertilitas dan mortalitas
menyebabkan angka Net Reproduction Rate
(NRR)= 1. ASFRi= banyaknya
kelahiran pada tahun tertentu per 1000 perempuan kelompok umur i. Jika ASFR 20-24 tahun terus meningkat maka
akan berdampak kepada investasi SDM yang semakin menurun.
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan
beberapa masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut: 1) jika fertilitas
semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek
fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek intelektual. 2) fertilitas
meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi akibatnya
bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negatif dengan tingkat
kesejahteraan penduduknya.
4. Age
Spesific Fertility Rate/ASFR
Angka fertilitas khusus berdasarkan data di bawah ini menunjukkan bahwa
ASFR Provinsi Lampung pada tahun 2010
dengan TFR 2,45
Tabel
3
Age Specific Fertility Rate dan Total Fertility Rate
Menurut Kabupaten/Kota Se
Provinsi
Lampung Hasil Sensus Penduduk 2010
Wilayah Kab/Kota
|
ASFR
|
TFR
|
||||||
15-19
|
20-24
|
25-29
|
30-34
|
35-39
|
40-44
|
45-49
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
01. Lampung Barat
|
0,0624
|
0,1430
|
0,1376
|
0,1095
|
0,0633
|
0,0230
|
0,0073
|
2,73
|
02. Tanggamus
|
0,0472
|
0,1313
|
0,1334
|
0,1087
|
0,0682
|
0,0268
|
0,0086
|
2,62
|
03. Lampung Selatan
|
0,0457
|
0,1335
|
0,1331
|
0,1053
|
0,0625
|
0,0238
|
0,0069
|
2,55
|
04. Lampung Timur
|
0,0469
|
0,1270
|
0,1168
|
0,0975
|
0,0580
|
0,0220
|
0,0061
|
2,37
|
05. Lampung Tengah
|
0,0470
|
0,1261
|
0,1180
|
0,0943
|
0,0555
|
0,0204
|
0,0056
|
2,33
|
06. Lampung Utara
|
0,0464
|
0,1322
|
0,1375
|
0,1115
|
0,0679
|
0,0250
|
0,0070
|
2,64
|
07. Way Kanan
|
0,0596
|
0,1354
|
0,1277
|
0,0965
|
0,0595
|
0,0226
|
0,0071
|
2,54
|
08. Tulangbawang
|
0,0511
|
0,1299
|
0,1250
|
0,1013
|
0,0637
|
0,0253
|
0,0073
|
2,52
|
09. Pesawaran
|
0,0423
|
0,1301
|
0,1350
|
0,1097
|
0,0676
|
0,0269
|
0,0093
|
2,60
|
10. Pringsewu
|
0,0326
|
0,1253
|
0,1335
|
0,1069
|
0,0659
|
0,0246
|
0,0046
|
2,47
|
11. Mesuji
|
0,0731
|
0,1394
|
0,1209
|
0,0917
|
0,0564
|
0,0232
|
0,0077
|
2,56
|
12. Tl. Bwg Barat
|
0,0553
|
0,1315
|
0,1193
|
0,0954
|
0,0565
|
0,0214
|
0,0068
|
2,43
|
13. Bandar Lampung
|
0,0191
|
0,0931
|
0,1351
|
0,1110
|
0,0627
|
0,0206
|
0,0053
|
2,23
|
14. Metro
|
0,0169
|
0,0949
|
0,1282
|
0,1059
|
0,0575
|
0,0159
|
0,0037
|
2,11
|
Provinsi
Lampung
|
0,0426
|
0,1244
|
0,1284
|
0,1036
|
0,0619
|
0,0230
|
0,0067
|
2,45
|
Sumber: BPS
dan UNFPA, Parameter Demografi Kabupaten/Kota: Hasil Sensus Penduduk
2010.http://demografi.bps.go.id/parameter2/index.php/parameter
5. CBR
(Crude Birth Rate)
Angka kelahiran
kasar (Crude Birth Rate) Provinsi
Lampung pada tahun 2010 adalah sebesar 20,3. Angka ini hampir sama (merata) di
semua kabupaten/Kota. Angka tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Lampung sudah
termasuk provinsi yang memiliki CBR yang rendah (<30). Angka tersebut
diperkirakan terus mengalami penurunan dan hingga tahun 2015
Gambar 1.
CBR Provinsi Lampung
Berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2010
Sumber: BPS UNFPA
Mengingat
proyeksi CBR untuk tingkat kabupaten/kota dari BPS belum tersedia, maka untuk
proyeksi CBR provinsi Lampung tahun 2015 diperkirakan sebesar 17, artinya ada
penurunan sebesar 3,30 selama 5 tahun.
Tabel
4
Proyeksi CBR (Crude Birth Rate)
Provinsi Lampung Tahun 2010-2015
No.
|
Provinsi
|
Tahun
|
|
2010
|
2015*
|
||
1
|
Provinsi Lampung
|
20,30
|
17
|
Sumber: BPS
(Hasil Proyeksi*)
4.3.2.
Mortalitas
Angka kematian sebagai variable penentu secara alamiah yang dapat
dihitung untuk mengetahui perkembangan kependudukan di suatu wilayah atau
daerah yang meliputi CDR, ASDR, IMR, MMR, Angka Harapan Hidup.
1.
Mortalitas
(Kematian)
Angka mortalitas
meliputi tiga hal yakni Angka Mortalitas Kasar (CDR), Angka Mortalitas menurut
Umur (ASDR) dan Angka Mortalitas Bayi (IMR). Angka mortalitas kasar (CDR)
merupakan jumlah kematian pada tahun
tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut. Angka
ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan
kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan
dari Angka Kelahiran Kasar (CBR) akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan
penduduk alamiah (Rate of Natural
Increase).
Tabel
5
Proyeksi CDR (Crude Death Rate)
Provinsi Lampung Tahun 2010-2015
No.
|
Provinsi
|
Tahun
|
|
2010
|
2015*)
|
||
1
|
Provinsi
Lampung
|
5,6
|
5,6
|
Sumber: BPS (hasil Proyeksi*)
Angka kematian bayi
merupakan indikator penting yang
menentukan derajat kesehatan dan digunakan sebagai indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan di Indonesia. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan
di bidang kesehatan.
Dilihat dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian
bayi endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa
anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi
(Sudariyanto, 2011).
Menurut Mochtar
(1998), kematian bayi yang disebabkan dari kondisi bayinya sendiri yaitu bayi
prematur, dan kelainan kongenital. Pendapat Saifudin (1992), kematian bayi yang
dibawa oleh bayi sejak lahir adalah asfiksia. Sedangkan kematian bayi eksogen
atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar (Sudariyanto, 2011). Kematian bayi dapat pula
diakibatkan dari kurangnya kesadaran akan kesehatan ibu.
Banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya ibu jarang memeriksakan kandungannya ke bidan;
hamil diusia muda; jarak yang terlalu sempit; hamil di usia tua; kurangnya
asupan gizi bagi ibu dan bayinya; makanan yang dikonsumsi ibu tidak bersih; fasilitas
sanitasi dan higienitas yang tidak memadai, (Fauziyah, 2011). Disamping itu,
kondisi ibu saat hamil yang tidak bagus dan sehat, juga dapat berakibat pada
kandungannya, seperti faktor fisik; faktor psikologis; faktor lingkungan,
sosial, dan budaya (Sulistyawati, 2009).
Angka
Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat
yang terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator pembangunan
lainnya. Misalnya, AKB sangat sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan
kualitas pelayanan/perawatan ante natal dan post-natal. AKB dipengaruhi oleh
indikator-indikator morbiditas (kesakitan) dan status gizi anak dan ibu.
Disamping itu, AKB juga berhubungan dengan angka pendapatan daerah per-kapita,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan gizi
keluarga. Jadi AKB memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor pembangunan umum.
Atas
dasar berbagai pertimbangan tersebut, tingkat AKB tidak hanya menggambarkan
keberhasilan pembangunan sektor kesehatan, tetapi menjadi bagian dari indikator
pembangunan umum lainnya. Salah satunya ialah karena AKB terkait langsung
dengan angka rata-rata harapan hidup penduduk di suatu daerah,dan angka
rata-rata harapan hidup pada waktu lahir merupakan satu dari tiga indikator
keberhasilan pembangunan manusia (Human Development Index atau
disingkat HDI).
Kedua
komponen lainnya ialah rata-rata lama pendidikan penduduk dan kemampuan daya
beli dari penduduk (purchasing power parity atau PPP). Oleh karena itu,
pengukuran dan analisa kematian bayi merupakan cara strategis dalam menilai
pencapaian kinerja bidang kesehatan dan pembangunan umum lainnya di suatu
daerah. Bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan penurunan angka
kematian anak (AKA) sebagai salah satu sasaran pembangunan global di abad ke 21
(Millenium Development Goals).
Sejak
tahun delapan puluhan, AKB di Indonesia telah mengalami penurunan yang cukup
signifikan sejalan dengan keberhasilan laju pembangunan nasional. Sesuai dengan
pola transisi demografis di berbagai negara sedang berkembang, penurunan
tersebut lambat laun akan semakin sulit dicapai oleh karena itu, diperlukan
pemantauan secara cermat agar melambatnya penurunan AKB secara alamiah dapat
dicegah dengan intervensi-intervensi terobosan yang efektif dan efisien.
Upaya
tersebut diharapkan penurunan AKB akan sesuai dengan target nasional dan global
yang telah ditetapkan. Dalam MDG, sasaran penuruan angka kematian anak pada
tahun 2015 adalah menurun tinggal 1/3
(sepertiga) dari angka pada tahun 1990. Sasaran MDG untuk kematian anak di
Indonesia semula tidak mengkhawatirkan karena pola penurunannya telah sesuai
dengan target yang diharapkan.
Data
terakhir dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menunjukkan pola penurunan AKB yang sangat mengkhawatirkan dibanding dengan
SDKI tahun 2002-03. Dari data SDKI 2002-3 dan SDKI 2007 diperoleh fakta bahwa
AKB relatif tidak mengalami penurunan (stagnan), yaitu dari 35 menjadi 34 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan AKA tidak mengalami penurunan secara
signifikan, yaitu dari 46 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup.
Selama
ini, berbagai upaya penurunan AKB telah dilakukan dengan mengacu pada strategi
peningkatan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (child survival, growth
and development) yang dilaksanakan secara terpisah dengan strategi
penurunan angka kematian ibu melalui program Making Pregnancy Safer atau
MPS.
Kedua
program tersebut merupakan program-program dari pusat (top down) yang
besar kemungkinannya belum memperhatikan kondisi spesifik dan kearifan lokal.
Salah satu pilar terpenting penyelamatan kehidupan ibu dan bayi adalah upaya
persalinan dengan bantuan penolong persalinan terlatih (skilled birth attendant) difasilitas kesehatan.
Tabel 6
Angka Kematian Bayi Provinsi Lampung
Tahun 1971-2015
No.
|
Tahun
|
Angka
Kematian Bayi
|
1.
|
1971
|
146
|
2.
|
1980
|
99
|
3.
|
1990
|
69
|
4.
|
1995
|
48
|
5.
|
1997
|
50
|
6.
|
1999
|
46
|
7.
|
2000
|
44
|
8.
|
2002
|
42
|
9.
|
2003
|
55
|
10.
|
2010
|
43
|
11.
|
2015*)
|
41,20
|
Sumber : Indikator Kesra 2002 dan
SDKI , SP, Proyeksi
BPS*)
Tabel 7
Infant Mortality
Rate dan Life Expectancy at Birth Hasil Sensus
Penduduk
Menurut Kab/Kota
Di Provinsi Lampung Tahun 2010
Wilayah
|
IMR
|
e0
|
||||
Lk
|
Pr
|
Total
|
Lk
|
Pr
|
Total
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
01. Lampung Barat
|
37,7
|
32,3
|
35,3
|
67,5
|
69,0
|
68,1
|
02. Tanggamus
|
31,0
|
24,7
|
28,0
|
69,4
|
71,2
|
70,1
|
03. Lampung Selatan
|
25,3
|
21,0
|
22,7
|
71,0
|
72,3
|
71,7
|
04. Lampung Timur
|
21,0
|
17,3
|
18,0
|
72,2
|
73,6
|
73,3
|
05. Lampung Tengah
|
22,0
|
16,3
|
19,7
|
72,0
|
73,9
|
72,7
|
06. Lampung Utara
|
28,0
|
22,7
|
24,0
|
70,2
|
71,8
|
71,3
|
07. Way Kanan
|
27,0
|
24,0
|
24,7
|
70,5
|
71,4
|
71,1
|
08. Tulangbawang
|
25,0
|
18,0
|
21,3
|
71,0
|
73,2
|
72,1
|
09. Pesawaran
|
28,3
|
23,2
|
25,3
|
70,1
|
71,5
|
71,0
|
10. Pringsewu
|
26,3
|
24,0
|
25,1
|
70,6
|
71,4
|
71,0
|
11. Mesuji
|
34,0
|
25,7
|
29,7
|
68,5
|
70,8
|
69,7
|
12. Tulang Bwg Barat
|
23,3
|
19,7
|
21,7
|
71,6
|
72,8
|
72,1
|
13. Bandar Lampung
|
21,4
|
18,2
|
18,7
|
72,2
|
73,2
|
73,0
|
14. Metro
|
20,4
|
16,0
|
18,7
|
72,4
|
74,0
|
73,1
|
Provinsi Lampung
|
26,8
|
19,5
|
23,0
|
69,7
|
73,6
|
71,7
|
Sumber: BPS dan UNFPA, Parameter Demografi
Kabupaten/Kota: Hasil Sensus Penduduk
2010. http://demografi.bps.go.id/parameter2/index.php/parameter
Mortalitas
dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Negara berkembang
menyumbang 99% dari total kematian ibu (Guiterrez et all, 2007).
Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas (Saefudin,
2002).
Kematian
ibu ini biasanya disebut kematian maternal yaitu kematian perempuan hamil atau
kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa mempertimbangkan
umur dan jenis kehamilan, sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan
penyebab terkait atau diperberat oleh kehamilan dan manajemen kehamilan, tetapi
bukan karena kecelakaan (Kadour, 2008).
Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
Hasil
survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu,
namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih
membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Rendahnya kesadaran
masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu angka kematian,
meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah
ini.
Persoalan
kematian yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul, yakni pendarahan, keracunan
kehamilan yang disertai kejangkejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata
masih ada faktor lain yang juga cukup penting, misalnya, pemberdayaan perempuan
yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga,
lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun
dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung
jawab.
Selain
masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender,
nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu
hamil dan melahirkan, oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural
agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya
peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat terutama suami.
2.
Angka
Harapan Hidup (Life
Expectation)
Sejalan dengan keberhasilan dalam menurunkan fertilitas, Provinsi Lampung juga berhasil
dalam meningkatkan harapan hidup dari waktu ke waktu. Hal ini juga berarti
telah terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk di Provinsi Lampung. Peningkatan harapan hidup
dari tahun ke tahun sebagai berikut:
Tabel 8
Angka Harapan
Hidup Provinsi Lampung (1971-2015)
No.
|
Tahun
|
Angka Harapan
Hidup
|
1.
|
1971
|
45,6
|
2.
|
1980
|
54,0
|
3.
|
1990
|
60,2
|
4.
|
1995
|
65,1
|
5.
|
1997
|
65,0
|
6.
|
1999
|
66,0
|
7.
|
2000
|
67,0
|
8.
|
2002
|
68,0
|
9.
|
2003
|
66,2
|
10.
|
2004
|
67,6
|
11.
|
2010
|
71.6
|
12.
|
2015
|
72*
|
Sumber : BPS
(Indikator Kesra 2002-2004), SP 2010
Ket:
*) Proyeksi BPS
Tingginya usia harapan hidup yang pada tahun 2010
sudah mencapai 71,6 tahun, ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dapat
dikatakan sudah semakin baik. Terkait dengan laju pertumbuhan penduduk yang
pada tahun 2010 sudah mencapai 1,23% pertahun memberikan asumsi bahwa
seharusnya dengan menurunya laju pertumbuhan penduduk usia harapan hidup
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan untuk hidup sehat semakin
meningkat, demikian juga kesadaran untuk membatasi keinginan menambah jumlah
anak sudah semakin dipahami.
4.3.3. Mobilitas
1.
Migrasi
(Perpindahan)
Mobilitas penduduk (atau sering disebut sebagai migrasi) bersama
dengan kelahiran dan kematian merupakan komponen utama dinamika penduduk di
suatu wilayah. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa mobilitas penduduk tidak
hanya mempengaruhi besaran jumlah penduduk saja, tetapi juga memberikan dampak
yang besar terhadap kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan,
lingkungan fisik, maupun komposisi penduduk. Migrasi dalam konsep
ekonomi merupakan bentuk investasi dengan cara berpindah untuk memperbaiki
standar hidup dan kesejahteraan seseorang serta keluarganya.Selain berpengaruh
terhadap individu yang melakukan mobilitas, migrasi juga mempengaruhi daerah
asal dan daerah tujuan migrasi.
Migrasi
juga dapat berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah asal dan
tujuan. Migrasi penduduk merupakan salah satu dari tiga komponen demografi yang
menyebabkan perubahan struktur penduduk. Kejadian migrasi di setiap provinsi
dapat diukur dengan pengukuran migrasi yaitu mobilitas, angka migrasi masuk,
angka migrasi keluar, angka migrasi neto dan angka migrasi bruto.
Banyak faktor
yang mempengaruhi perubahan angka migrasi masuk di setiap daerah, tetapi tidak
mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai
fasilitas atau faktor aksebilitas terhadap pelayanan masyarakat sangat
berpengaruh terhadap angka migrasi masuk.
Ida Bagoes
(1992) dalam Purnomo (2009) mengatakan bahwa daerah tujuan di kota juga
merupakan harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih besar.
Beberapa hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa orang-orang di
negara berkembang dari pedesaan pindah ke kota karena kemandekan atau
kekurangan lapangan pekerjaan di desa dan pada kesempatan yang sama berharap
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih layak di kota.
Angka migrasi
dapat berubah-ubah setiap saat, dapat naik atau turun dengan pesat dari tahun
ketahun dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan suatu perubahan
besar terhadap jumlah penduduk, sehingga dibutuhkan rencana pembangunan untuk
mengantisipasi masalah tersebut. Didalam pemerintahan biasa disebut dengan
rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Meminimalisir
masalah penduduk kedepannya serta dapat melihat perkembangan penduduk yang melakukan
migrasi dimasa yang akan datang peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
proyeksi terhadap angka migrasi.
Pertumbuhan
penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini
disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri,
pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan. Upaya Pencegahan: Pertumbuhan
penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat dibandingkan dengan
periode 1980-1990.
Hal ini
disebabkan karena periode 1971-1980 pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah
perkotaan, sehingga penduduk banyak
pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada periode
1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah pedesaan.
Keadaan
ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah perkotaan, akan tetapi
cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS 1994:18).
Sejalan
dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk perkotaan cendrung
meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari 31,10 persen tahun
1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000. Menurut Priyono Tjiptoheriyanto upaya
mempercepat proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan
yang disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu
diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di
desa.
Usaha
perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi
"desa urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal
didaerahnya menjadi "orang kota" dalam arti statistik (Surabaya Post,
23 September 19996). Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota,
maka pola pembangunan deengan kebijakan
pengarahan mobilitas penduduk menjadi sangat penting mengingat mobilitas
penduduk (migrasi) yang besar tanpa adanya antisipasi kebijakan dapat
berpotensi mengganggu ketahanan nasional.
Penduduk
yang bermigrasi tidak hanya membawa dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga
membawa segala hal yang melekat pada dirinya, baik budaya, cara hidup/perilaku,
penyakit, pengetahuan, dan sebagainya. Migrasi
sebenamya memberikan dampak positif bagi daerah penerima, karena adanya
penyebaran pengetahuan dari luar daerah, akan tetapi,
migrasi juga dapat menciptakan "gesekan" kepentingan, budaya, maupun
perebutan sumberdaya dengan penduduk lokal, yang jika tidak diantisipasi dapat
menjadi ancaman, gangguan, hambatan maupun tantangan serta berdampak pada
ketahanan nasional.
Tabel 9
Migrasi Hasil Sensus
Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota Di
Provinsi Lampung Tahun 2010
Wilayah
|
Migrasi
|
|||
In
|
Out
|
Net
|
Rate
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
01. Lampung Barat
|
12,92
|
17,70
|
-4,78
|
-12,75
|
02. Tanggamus
|
7,39
|
15,79
|
-8,40
|
-17,36
|
03. Lampung Selatan
|
27,87
|
35,72
|
-7,86
|
-9,57
|
04. Lampung Timur
|
15,06
|
27,57
|
-12,52
|
-14,50
|
05. Lampung Tengah
|
19,62
|
36,35
|
-16,73
|
-15,76
|
06. Lampung Utara
|
11,37
|
30,08
|
-18,71
|
-35,65
|
07. Way Kanan
|
12,30
|
7,75
|
4,55
|
12,45
|
08. Tulangbawang
|
24,48
|
16,11
|
8,38
|
23,57
|
09. Pesawaran
|
7,54
|
5,87
|
1,68
|
4,65
|
10. Pringsewu
|
7,62
|
7,67
|
-49,00
|
-0,15
|
11. Mesuji
|
7,56
|
2,83
|
4,73
|
28,02
|
12. Tulang Bwg Barat
|
8,02
|
2,43
|
5,59
|
24,70
|
13. Bandar Lampung
|
44,80
|
60,33
|
-15,54
|
-19,43
|
14. Metro
|
10,68
|
13,01
|
-2,32
|
-17,47
|
Provinsi
Lampung
|
92,44
|
154,42
|
-61,98
|
-9,02
|
Sumber: BPS dan UNFP
Factsheet
memberikan gambaran bahwa migrasi risen Provinsi Lampung hasil sensus penduduk
tahun 2010 bahwa jumlah penduduk Lampung 7.606,4 ribu jiwa atau sekitar 15%
dari penduduk pulau Sumatera, dengan laju pertumbuhan penduduk 2000-2010
sekitar 1,24% per tahun. Angka ini menunjukkan angka yang lebih rendah dari LPP
pulau sumatera dan nasionalmasing-masing sekitar 1,7% per tahun dan 1,49% per
tahun. Perlu diketahui bahwa migrasi risen adalah seseorang dimana provinsi
tempat tinggal sekarang berbeda dengan provinsi tempat5 tinggal 5 tahun yang
lalu, dan istilah migran yang selanjutnya digunakan pada factsheet ini merujuk
pada migrasi risen.
Salah
satu penyebab LPP lampung relatif rendah adalah jumlah migran keluar lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah migran masuk. Hasil sensus 2010 tercatat
bahwa jumlah migran keluar sebanyak 154,42 ribu jiwa, sedangkan migran masuk
sekitar 92,4 ribu jiwa.
Volume
arah migrasi risen provinsi lampung, dimana migran keluar dari lampung cukup
tinggi persentasenya, tinggina presentase tersebut disebabkan jarak yang lebih
dekat dan didukung sarana transportasi lang lancar, sementara presentase migran
yang datang atau masuk ke provinsi lampung sangat sedikit.
Hasil
dari factsheet 2010 menunjukkan bahwa presentase migran dari Lampung ke
berbagai provinsi dipulau jawa sekitar 55,51% yang terdiri Jawa Barat 15,56%,
Banten 14,34% dan DKI Jakarta 13,42%. Sedangkanpersentase migran dari lampung
ke jawa tengah, DI Yigyakarta dan Jawa Timur kurang ari 5%.
Transportasi
dengan mudah didapatkan seperti ferry Bakuheni-Merak dan pesawat terbang dari
Branti Radin Inten II Lampung Selatan dengan tiket murah, juga sangat memperlancar
transportasi migran dari Lampung ke luar Provinsi Lampung. Khusus transportasi
pesawat terbang dari Radin Inten II Branti Lampung Selatan dengan jalur yang semakin bertambah seperti
ke Palembang Sumatera Selatan, Bandung Jawa Barat, Yogyakarta Jawa tengah, DIK
Jakarta, dan Batam.
Persebaran
penduduk migran di Provinsi Lampung ternyata menyebar di kabupaten/kota
diProvinsiLampung,dan paling banyakdi Kota Bandar Lampung sekitar 22,99%, dan
presentase migran tersendah di kabupaten Tulang Bawang Barat (TBB) sebanyak
2,61 persen. Kedepan akan berdampakpositif bagi kebupaten TBB karena kabupaten ini adalah kabupaten yang masuk
kabupaten Baru di Provinsi Lampung.
Tingginya
migran di Kota Bandar Lampung terkait dengan fasilitas yang tersedia seperti
sekolah termasuk perguruan tinggi dari akademi sampai universitas baik negeri
maupun swasta, fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, pabrik, pusat
perbelanjaan/maal,hotel, bank dan lainnya yang terkait dengan dukungan
peningkatan ekonomi para migran.
Dari
segi umur migran terutama migran keluar rata-rata umur yang terkonsentrasi
antara 22 s.d 39 tahun dengan rasio jenis kelamin 106,34, artinya jumlah
penduduk migran laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
migran perempuan atau setiap 100 penduduk migran perempuan terdapat 106,34
penduduk migran laki-laki.
Jumlah
penduduk migran dengan status kawin juga terlihat bahwa di Provinsi Lampung
rata-rata yang belum kawin 29,11%, dan sudah kawin 66,57%. Ini menunjukkan
bahwa rata-rata migran ini adalah usia subur ditinjau dari usia reproduksi, dan
ditinjau dari usia kerja migran ini adalah tenaga-tenaga produktif.
Berdasarkan
tingkat pendidikan ternyata 65,88% berpendidikan SMP s.d perguruan tinggi, dan
34,02% berpndidikan SD kebawah.
Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan
persentase penduduk perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada
peningkatan dari 31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000.
Menurut Priyono Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu
daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan
kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah
penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan
status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa
urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi
"orang kota" daalam arti statistik (Surabaya Post, 23 September 1996).
Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan
yang Kebijakan pengarahan mobilitas penduduk menjadi sangat penting mengingat
mobilitas penduduk (migrasi) yang besar tanpa adanya antisipasi kebijakan dapat
berpotensi mengganggu ketahanan nasional.Penduduk yang bermigrasi tidak hanya
membawa dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga membawa segala hal yang
melekat pada dirinya, baik budaya, cara hidup/perilaku, penyakit, pengetahuan,
dan sebagainya.Migrasi sebenamya memberikan dampak positif bagi daerah
penerima, karena adanya penyebaran pengetahuan dan luar daerah. Tetapi, migrasi
juga dapat menciptakan "gesekan" kepentingan, budaya, maupun
perebutan sumberdaya dengan penduduk lokal, yang jika tidak diantisipasi dapat
menjadi ancaman, gangguan, hambatan maupun tantangan serta berdampak pada
ketahanan nasional. Secara total tahun 2010 Provinsi Lampung
terlihat rata-rata migrasi keluar lebih besar dari migrasi masuk yaitu minus
(-9,02) persen.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
a.
Terkait visi dan misi Gubernur Lampung
2014-2019 dengan 8 (delapan) program pembangunan prioritas yang dicanangkan
oleh Gubernur Lampung maka khususnya tentang analisis parameter demografi dapat
disimpulkan bahwa 1) kesemuanya terkait dengan keberadaan sumber daya manusia
di Provinsi Lampung sebagai variabel penentu keberhasilan pembangunan di
Provinsi Lampung 2) Kualitas SDM sangat
menentukan kedelapan program prioritas tersebut dan kualitas SDM dilihat dari
parameter fertilitas, mortalitas dan migrasi, 3) kita semua pahami bahwa subjek
pembangunan dalam mensukseskan pembangunan dalam bidang apapun adalah SDM seperti
rendahnya total fertility rate, rendahnya angka kematian bayi, umur harapan
hidup yang meningkat.
b.
Tren migrasi masuk yang sedikit diikuti
dengan migrasi keluar yang besar dapat menyebakan kekurangan seumber daya
manusia yang potensil dan berkualitas, sebab karakteristik pelaku migrasi
biasanya berusia muda dan berpendidikan relatif tinggi.
c.
Motif utama migrasi adalah ekonomi atau
meningkatkan kesejahteraan.
d.
Adanya korelasi positif antara
pendidikan dan migrasi
5.2. Rekomendasi
a. Melihat
perkembangan menurunnya rata-rata angka kelahiran, rata-rata angka kematian dan
rata-rata angka migrasi di Provinsi Lampung, maka pemerintah Provinsi Lampung
harus mampu memprogramkan kegiatan yang mendukung tercapainya program prioritas
dilihat dari semakin membaiknya kualitas SDM di Provinsi Lampung seperti
peningkatan kompetensi SDM terkait sesuai dengan visi dan misi Gubernur Lampung
2014-2019.
b. Angka
harapan hidup sudah tinggi dan pemerintah Provinsi Lampung tersedia penduduk
usia di atas 58 tahun yang masih potensial dan berkualitas dalam hal ini yang
sudah purnabakti, diharapkan pemerintah dapat memberdayakan para alumni
(purnabakti) tersebut dalam proses pembangunan, karena ternyata para purnabakti
umumnya masih memiliki kemampuan baik fisik maupun mental yang kuat khususnya
keterlibatan mereka dalam program pengendalian penduduk.
c. Pemerintah
perlu menciptakan daerah-daerah pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kesempatan
kerja terutama di luar kota Bandar Lampung.
d. Pemerintah
perlu menyediakan atau menambah sarana dan prasarana transportasi yang lancar, murah
dan aman guna mendorong terjadinya migrasi.
e. Pemerintah
mampu menyediakan sarana dan prasaran pendidikan yang berkualitas serta dijamin
keberlangsungan sekolah hingga pendidikan menegah sampai perguruan tinggi untuk
semua penduduk baik migran maupun non migran
f. Pemerintah
mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam segala hal yang berhubungan
dengan kesuksesan 8 (delapan) program prioritas Pemerintah Provinsi Lampung.
g. Pemerataan
pembangunan segera dilakukan karena saat ini hampir sebagian besar PNS/ASN yang
bekerja dikab/kota bertempat tinggal di kota Bandar Lampung, dengan alasan
keterbatasan sarana prasarana umum di kabupaten. Selain itu pemerintah daerah
juga perlu mengantisipasi migrasi dimaksud dengan perencanaan dan pengendalian
penataan ruang lebih baik.
h. Mortalitas
terkait dengan peningkatan akses sarana pelayanan kesehatan, peningkatan
kunjungan K1 dan K4, kunjungan ibu
nifas, peningkatan gizi masyarakat serta batas usia menikah dll.
i.
Tentang fertilitas diharapkan dapat
diakses melalui peningkatan kualitas dan tingkat pendidikan serta sinergi antar
program dan antar lembaga.
DAFTAR PUSTAKA
A.H. Pollard, 1984., Teknik Demografi, Bina
Aksara:Jakartra
Bovie
Kawulusan, 1993/1994., Demographic Perspective, Pascasarjana, Program Studi Kependudukan UGM:
Yogyakarta
Bovie Kawulusan at al (Tim Penulis), 2014., Road Map Kependudukan Provinsi Lampung, Perwakilan
BKKBN Provinsi Lampung:Bandar Lampung:Bandar Lampung
Bovie Kawulusan at al (Tim Penulis), 2014., Data
Base Kependudukan Provinsi Lampung, Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung:Bandar
Lampung
BPS,
1993., Demographic and Health Survay
Indonesian 1991, BPS:Jakarta
BPS,
2010., Sensus Penduduk Provinsi Lampung, BPS:Jakarta
Factsheet
Nasional 2010
George
W.Barclay, 1990., Teknik Analisa Kependudukan, Rineka
Cipta:Jakarta
Nurul
Khotimah, 2012., Angka Harapan Hidup, Universitas Guna Dharma:Jakarta
UURI
Nomor. 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga
http://ratumefi.blogspot.com/2013/10/egmentasi-pasar-dan-analisa-demografi_27.html [2 Juli 2015;07:48] Ratu Mefi
https://taniosutrisno.wordpress.com/2014/10/07/segmentasi-pasar-analisis-demografi/ [2 Juli
2015; 08:36] Tanio Sutrisno
No comments:
Post a Comment