Thursday 14 January 2016

FENOMENA KKN DALAM PENGADAAN DAN PENGISIAN JABATAN PUBLIK



(Oleh Dr. Bovie Kawulusan., M.Si)


Latar Belakang

Korupsi Kolusi dan Nepotismen/KKN merupakan salah satu fenomena yang berkembang beberapa decade belakangan terutama diawali saat pemerintah jaman orde baru, dan sampai saat ini masih terlihat pada saat pengadaan dan pengisian jabatan public. Fonomena ini dapat dikatakan sudah membudaya di masyarakat.
Contoh riil dalam masyarakat bahwa saat ada kesempatan untuk penerimaan Calon PNS dan bahkan calon honorer di daerah umumnya masyarakat telah terbayang berapa besar uang yang dikeluarkan sebagai “kompensasi” yang tidak seharusnya dilakukan oleh pihak yang berkepentingan baik pihak penerima maupun pihak calon pegawai.
Korupsi misalnya yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dengan cara terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi, dan bahkan hanya merupakan suatu ikatan janji antara   kedua pihak untuk mencapai tujuan. Calon pegawai yang sudah mengeluarkan sebagian dan bahkan keseluruhan “lunas” dengan jaminan diterima sebagai calon pegawai. Fenomina ini sampai sekarang terdengar dari masyarakat bahwa ketika tidak diterima sebagai calon pegawai, maka besaran uang yang sudah diserah terimakan akan dikembalikan dan ironisnya banyak yang tidak kembali alias hilang.
Budaya ini berkembang bukan saja pada saat peluang menjadi calon PNS atau calon honorer, namun dalam pengisian jabatan publikpun sudah merupakan suatu budaya atau kebiasaan yang umum dilakukan antara masyarakat dan oknum aparatur negara (apakah jabatan aparatur tersebut tinggi, menengah maupun ditingkat lebih rendah, dan bahkan para sesama calon pegawai/honorer dan bahkan dalam menduduki jabatan di level tinggi, level menengah dan bahkan di level rendahpun hal tersebut dilakukan, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain, padahal memiliki kesempatan yang sama secara ideal dalam bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Tujuan

Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang fenomena KKN dalam pengadaan dan pengisian jabatan publik.

Permasalahan

Permasalahan yang teridentifikasi dalam fenomena KKN dalam pengadaan dan pengisian jabatan public adalah sebagai berikut:
1.      Banyak oknum pejabat publik yang tertangkap basah akibat melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara
2.      Banyaknya pekerjaan dari pihak ketiga yang kualitasnya rendah akibat dari KKN
3.      Banyaknya para calon pegawai yang menjadi korban akibat dari ulah pejabat publik yang melakukan KKN
4.      Masyarakat memberikan laporan akibat dari ulah pejabat publik yang menerima gratifikasi
5.      Pejabat yang yang menduduki jabatan akibat dari adanya gratifikasi, hadiah,  dan bukan karena prestasi
6.      Masyarakat atau oknum anggota masyarakat yang memberikan janji ketika telah diterima sebagai pegawai, dan atau menjadi pejabat.

Metodologi
Penulisan makalah ini menggunakan kajian ilmiah secara deskriptif berdasarkan kenyataan yang terjadi di lingkungan masyarakat, dilingkungan organisasi dan bahkan di lingkungan SKPD.

Landasan Teori
Korupsi adalah tindakan atau perbuatan melanggar hokum pidana dengan menyalahgunakan jabatan sebagai kewenangan yang diberikan public atau pemberi kewenangan lain untuk memperkaya diri pelaku atau golongannya secara sepihak dan merugikan orang lain maupun korporasi atau negara. Korupsi adalah perbuatan busuk, memutarbalikkan fakta, menyogok atau melanggar norma hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain sedangkan pelakunya berusaha mendapatkan keuntungan secara sepihak.
Berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 yang sudah dirubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001, korupsi adalah tindakan melanggar hokum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain (perseorangan dan atau korporasi) yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara yang dari segi material perbuatan tersebut dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat
Beberapa unsur tindak pidana korupsi adalah: 1) perbuatan melanggar hokum, 2) penyalahgunaan wewenang atau kesempatan serta sarana, 3) memperkaya diri sendiri orang lain atau korporasi, 4) merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi adalah: 1) Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); 2) pengelapan dalam jabatan, 3) Pemerasan dalam jabatan; 4) ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); 5) menerima gratifikasi bagi pegawai negara/penyelenggara negara.
Kolusi merupakan bentuk kerasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain yang secara illegal (melanggar aturan  hukum) untuk mendapatkan keuntungan material secara pribadi, kelompok ataupun organisasi. 
Kolusi adalah kesepakatan duabelah pihakatau lebih secara tersembunyidan tidak jujur serta melawan hokum untuk melancarkan usaha salah satu pihak untuk mencapai tujuan tertentu. Kolusi ini biasanya diwarnai dengan korupsi yaitu penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh salah satu pihak atau pejabat negara
Nepotisme adalah pemanfaatan jabatan untuk member pekerjaan, kesempatan atau penghasilan bagi keluarga atau sahabat/karabat yang dekat dengan pejabat, dan nepotisme lebih memilih saudara, teman, teman akrap berdasarkan hubungannya dan bukan berdasarkan kemampuannya. Nepotisme adalah keponakan.
Jabatan publik merupakan kepercayaan masyarakat yang diberikan kepada seseorang sebagai amanah untuk dijalankan dalam masyarakat dengan memenuhi kriteria memiliki moral dan etika yang baik, serta mampu mengaplikasikan integritas dan komitmen dalam melaksanakan tugasnya.

Pembahasan

1.        KKN dalam Pengadaan Pegawai
Korupsi, kolusi dan nepotisme  yang disingkat KKN yang digencarkan oleh lembaga yang berkepentingan dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  yang dengan gencarnya mengungkap tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Penerimaan atau rekrutmen calon pegawai negeri misalnya, yang didaftarkan prioritas adalah saudara, dan jika bukan saudara dengan bentuk materi sebagai jaminan.

2.        Pengisian Jabatan Publik
Pengisian jabatan public seperti zaman orde baru dan bahkan sampai sekarang ini masih terlihat dengan nyata bahwa pengangkatan dalam jabatan public ternyata tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ideal. Masih juga terdengan dari masyarakat dan bahkan para pejabat ataupun calon pejabat yang akan menduduki jabatan yang diinginkan masih melalui jalan pintas, artinya deengan cra-cara yang tidak baik seperti menggunakan pendekatan “memberikan sejumlah uang, memberikan hadiah berupa kendaraan, ataupun dalam bentuk gratifikasi baik dengan janji maupun nyata.
Jabatan publik seperti Gubernur, walikota, bupati beserta jajaran di bawahnya  bahkan kepala SKPD  dan pejabat di bawahnya (esselon III dan IV) serta jabatan fungsional, yang dalam melaksanakan tugasnya lebih memprioritaskan jabatan di kantor.
Jika kita melihat permasalahan tersebut di atas, maka hal ini menyangkut moral dan etika pejabat publik dalam melaksanakan tugas yang lebih luas sesuai dengan apa yang diemban dan dipercayakan kepadanya, disamping iyu moral dan etikapejabat publik tersebut juga terkait dengan integritas dan komitmen sebagaiu pejabat.
Menurut Bovie (2012) Integritas dan komitmen yang sering dilanggar oleh oknum pejabat adalah 1) kejujuran, 2) disiplin, 3) tanggung jawab, 4) menghargai profesi, dan 5) mencintai profesi. Ketika komitmen dan integritas tersebut sudah dilanggar,maka hai ini sudah menggambarkan bahwa moral yang bersangkutan dikatakan sudah tidak baik dan hal tersebut terlihat dari etika atau kebiasaan berprilaku dalam melaksanakan tugas yang selalu melanggar aturan atau melanggar hukum.
Orientasi oknum pejabat publik tersebut dapat dikategorikan sebagai pejabat yang bekerja bukan untuk kepentingan publik, namun kepentingan pribadi, kelompok atau korporasi.
Idealnya pejabat yang dalam melaksanakan tugas (Bovie, 2014) adalah pejabat yang memiliki akuntabilitas yang tinggi mulai dari akuntabilitas personal, individu, kelompok,organisasi dan akuntabilitas stakeholder. Artinya moral dan etika serta integritas dan komitmen harus melekat terhadap personal setiap pejabat puyblik sampai kepada penerapannya terhadap stakeholder yang ada dalam masyarakat luas.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian di atas,maka dapat penulis simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Calon pegawai yang memiliki integritas dan komitmen tentunya tidak akan terlibat dalam persoalan hukum yang menyangkut KKN
2.      Pejabat publik yang dipercayakan masyarakat dalam mengemban tugas yang mulia tersebut tentunya memiliki moral, etika serta integritas dan komitmen untuk mampu menerapkan akuntabilitas baik akuntabilitas pesonal, akuntabilitas individual, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi dan akuntabilitas stakeholder.

Daftar Pustaka

Bovie, 2014., Akuntabilitas Pegawai Negeri Sipil (Materi Pelengkap Modul Diklat), Bandiklatda Provinsi Lampung: Bandar Lampung

Bovie, 2012., Integritas dan Komitmen Pegawai Negeri Sipil (Materi Pelengkap Modul Diklat), Bandiklatda Provinsi Lampung: Bandar Lampung

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi: Jakarta

No comments:

Post a Comment