(Oleh Dr. Bovie Kawulusan., M.Si)
Latar
Belakang
Korupsi Kolusi
dan Nepotismen/KKN merupakan salah satu fenomena yang berkembang
beberapa decade belakangan terutama diawali saat pemerintah jaman orde baru,
dan sampai saat ini masih terlihat pada saat pengadaan dan pengisian jabatan
public. Fonomena ini dapat dikatakan sudah membudaya di masyarakat.
Contoh riil
dalam masyarakat bahwa saat ada kesempatan untuk penerimaan Calon PNS dan
bahkan calon honorer di daerah umumnya masyarakat telah terbayang berapa besar
uang yang dikeluarkan sebagai “kompensasi”
yang tidak seharusnya dilakukan oleh pihak yang berkepentingan baik pihak
penerima maupun pihak calon pegawai.
Korupsi misalnya
yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dengan cara terang-terangan maupun
dengan cara sembunyi-sembunyi, dan bahkan
hanya merupakan suatu ikatan janji antara kedua pihak untuk mencapai tujuan. Calon
pegawai yang sudah mengeluarkan sebagian dan bahkan keseluruhan “lunas” dengan
jaminan diterima sebagai calon pegawai. Fenomina ini sampai sekarang terdengar
dari masyarakat bahwa ketika tidak diterima sebagai calon pegawai, maka besaran
uang yang sudah diserah terimakan akan dikembalikan dan ironisnya banyak yang
tidak kembali alias hilang.
Budaya ini
berkembang bukan saja pada saat peluang menjadi calon PNS atau calon honorer,
namun dalam pengisian jabatan publikpun sudah merupakan suatu budaya atau
kebiasaan yang umum dilakukan antara masyarakat dan oknum aparatur negara
(apakah jabatan aparatur tersebut tinggi, menengah maupun ditingkat lebih
rendah, dan bahkan para sesama calon pegawai/honorer dan bahkan dalam menduduki
jabatan di level tinggi, level menengah dan bahkan di level rendahpun hal
tersebut dilakukan, sehingga menutup
kesempatan bagi orang lain, padahal memiliki kesempatan yang sama secara ideal
dalam bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Tujuan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
fenomena KKN dalam pengadaan dan pengisian jabatan publik.
Permasalahan
Permasalahan
yang teridentifikasi dalam fenomena KKN dalam pengadaan dan pengisian jabatan
public adalah sebagai berikut:
1.
Banyak
oknum pejabat publik yang tertangkap basah akibat melakukan korupsi dan merugikan
keuangan negara
2.
Banyaknya
pekerjaan dari pihak ketiga yang kualitasnya rendah akibat dari KKN
3.
Banyaknya
para calon pegawai yang menjadi korban akibat dari ulah pejabat publik yang melakukan KKN
4.
Masyarakat
memberikan laporan akibat dari ulah pejabat publik
yang menerima gratifikasi
5.
Pejabat
yang yang menduduki jabatan akibat dari adanya gratifikasi, hadiah, dan bukan karena
prestasi
6.
Masyarakat atau
oknum anggota masyarakat yang memberikan janji ketika telah diterima sebagai
pegawai, dan atau menjadi pejabat.
Metodologi
Penulisan
makalah ini menggunakan kajian ilmiah secara deskriptif berdasarkan kenyataan
yang terjadi di lingkungan masyarakat, dilingkungan organisasi dan bahkan di
lingkungan SKPD.
Landasan
Teori
Korupsi adalah
tindakan atau perbuatan melanggar hokum pidana dengan menyalahgunakan jabatan
sebagai kewenangan yang diberikan public atau pemberi kewenangan lain untuk
memperkaya diri pelaku atau golongannya secara sepihak dan merugikan orang lain
maupun korporasi atau negara. Korupsi adalah perbuatan busuk, memutarbalikkan
fakta, menyogok atau melanggar norma hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi
pihak lain sedangkan pelakunya berusaha mendapatkan keuntungan secara sepihak.
Berdasarkan
pemahaman pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 yang sudah dirubah dengan
Undang-undang No. 20 tahun 2001, korupsi adalah tindakan melanggar hokum untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain (perseorangan dan atau korporasi) yang secara
langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara
yang dari segi material perbuatan tersebut dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat
Beberapa unsur
tindak pidana korupsi adalah: 1) perbuatan melanggar hokum, 2) penyalahgunaan
wewenang atau kesempatan serta sarana, 3) memperkaya diri sendiri orang lain
atau korporasi, 4) merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak
pidana korupsi adalah: 1) Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
2) pengelapan dalam jabatan, 3) Pemerasan dalam jabatan; 4) ikut serta dalam
pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); 5) menerima gratifikasi
bagi pegawai negara/penyelenggara negara.
Kolusi merupakan
bentuk kerasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain yang secara illegal
(melanggar aturan hukum) untuk
mendapatkan keuntungan material secara pribadi, kelompok ataupun
organisasi.
Kolusi adalah
kesepakatan duabelah pihakatau lebih secara tersembunyidan tidak jujur serta
melawan hokum untuk melancarkan usaha salah satu pihak untuk mencapai tujuan
tertentu. Kolusi ini biasanya diwarnai dengan korupsi yaitu penyalahgunaan
wewenang yang dimiliki oleh salah satu pihak atau pejabat negara
Nepotisme adalah
pemanfaatan jabatan untuk member pekerjaan, kesempatan atau penghasilan bagi
keluarga atau sahabat/karabat yang dekat dengan pejabat, dan nepotisme lebih
memilih saudara, teman, teman akrap berdasarkan hubungannya dan bukan
berdasarkan kemampuannya. Nepotisme adalah keponakan.
Jabatan publik merupakan kepercayaan masyarakat yang diberikan kepada
seseorang sebagai amanah untuk dijalankan dalam masyarakat dengan memenuhi
kriteria memiliki moral dan etika yang baik, serta mampu mengaplikasikan
integritas dan komitmen dalam melaksanakan tugasnya.
Pembahasan
1.
KKN
dalam Pengadaan Pegawai
Korupsi,
kolusi dan nepotisme yang disingkat KKN
yang digencarkan oleh lembaga yang berkepentingan dalam hal ini Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dengan
gencarnya mengungkap tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme sebagai tindak
pidana yang merugikan negara. Penerimaan atau rekrutmen calon pegawai negeri
misalnya, yang didaftarkan prioritas adalah saudara, dan jika bukan saudara
dengan bentuk materi sebagai jaminan.
2.
Pengisian
Jabatan Publik
Pengisian
jabatan public seperti zaman orde baru dan bahkan sampai sekarang ini masih
terlihat dengan nyata bahwa pengangkatan dalam jabatan public ternyata tidak
sesuai dengan peraturan-peraturan yang ideal. Masih juga terdengan dari
masyarakat dan bahkan para pejabat ataupun calon pejabat yang akan menduduki
jabatan yang diinginkan masih melalui jalan pintas, artinya deengan cra-cara
yang tidak baik seperti menggunakan pendekatan “memberikan sejumlah uang,
memberikan hadiah berupa kendaraan, ataupun dalam bentuk gratifikasi baik
dengan janji maupun nyata.
Jabatan
publik
seperti Gubernur, walikota, bupati beserta
jajaran di bawahnya bahkan kepala
SKPD dan pejabat di bawahnya (esselon
III dan IV) serta jabatan fungsional, yang dalam melaksanakan tugasnya lebih
memprioritaskan jabatan di kantor.
Jika kita melihat permasalahan tersebut di atas, maka hal
ini menyangkut moral dan etika pejabat publik dalam melaksanakan tugas yang
lebih luas sesuai dengan apa yang diemban dan dipercayakan kepadanya, disamping
iyu moral dan etikapejabat publik tersebut juga terkait dengan integritas dan
komitmen sebagaiu pejabat.
Menurut Bovie (2012) Integritas dan komitmen yang sering
dilanggar oleh oknum pejabat adalah 1) kejujuran, 2) disiplin, 3) tanggung
jawab, 4) menghargai profesi, dan 5) mencintai profesi. Ketika komitmen dan
integritas tersebut sudah dilanggar,maka hai ini sudah menggambarkan bahwa
moral yang bersangkutan dikatakan sudah tidak baik dan hal tersebut terlihat
dari etika atau kebiasaan berprilaku dalam melaksanakan tugas yang selalu
melanggar aturan atau melanggar hukum.
Orientasi oknum pejabat publik tersebut dapat
dikategorikan sebagai pejabat yang bekerja bukan untuk kepentingan publik,
namun kepentingan pribadi, kelompok atau korporasi.
Idealnya pejabat yang dalam melaksanakan tugas (Bovie,
2014) adalah pejabat yang memiliki akuntabilitas yang tinggi mulai dari
akuntabilitas personal, individu, kelompok,organisasi dan akuntabilitas
stakeholder. Artinya moral dan etika serta integritas dan komitmen harus
melekat terhadap personal setiap pejabat puyblik sampai kepada penerapannya
terhadap stakeholder yang ada dalam masyarakat luas.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian di atas,maka dapat penulis simpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Calon pegawai yang memiliki integritas dan komitmen
tentunya tidak akan terlibat dalam persoalan hukum yang menyangkut KKN
2. Pejabat publik yang dipercayakan masyarakat dalam
mengemban tugas yang mulia tersebut tentunya memiliki moral, etika serta
integritas dan komitmen untuk mampu menerapkan akuntabilitas baik akuntabilitas
pesonal, akuntabilitas individual, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas
organisasi dan akuntabilitas stakeholder.
Daftar Pustaka
Bovie, 2014., Akuntabilitas Pegawai Negeri Sipil (Materi
Pelengkap Modul Diklat), Bandiklatda Provinsi Lampung: Bandar Lampung
Bovie, 2012., Integritas dan Komitmen Pegawai Negeri
Sipil (Materi Pelengkap Modul Diklat), Bandiklatda Provinsi Lampung: Bandar
Lampung
No comments:
Post a Comment